Vous êtes sur la page 1sur 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hantarkan kepada Tuhan YME atas rahmatnya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini. Terima kasih kami ucapkan kepada dosen atas bimbingan dan
pedidikan yang diberikan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Makalah ini merupakan hasil diskusi kelompok kami. Pembahasan di dalamnya kami
dapatkan dari mata kuliah,browsing internet,diskusi anggota dengan pemahaman berdasarkan
pokok bahasan masalah.

Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan. Demikianlah yang
dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami yang
sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagi teman-teman dan khususnya
kami.

Bangkinang, 4 Oktober 2016

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... 1


Daftar Isi ............................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 3
B. Tujuan Intruksional Umum ....................................................................... 3
C. Tujuan Intruksional Khusus ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Defenisi ..................................................................................................... 5
B. Etiologi ...................................................................................................... 5
C. Manifestasi Klinis ..................................................................................... 6
D. Patofisiologi .............................................................................................. 8
E. Komplikasi ................................................................................................ 8
F. Pemeriksaan Diagnostik............................................................................ 8
G. Penatalaksanaan ........................................................................................ 9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN KOMA
A. Pengkajian ................................................................................................. 10
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 15
C. Intervensi................................................................................................... 15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran ......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Brunner dan Sudart (2001) ketidaksadaran adalah kondisi dimana fungsi
serebral terdepresi, direntang dari stupor sampai koma. Pada stupor, pasien menunjukkan gejala
mengabaikan stimulasi sesuatu yang tidak mengenakkan, seperti cubitan atau tepukan tangan
yang keras, dan dapat menarik atau membuat kerutan wajah atau bunyi yang tidak dapat
dimengerti. Koma adalah keadaan klinnis ketidaksadaran dimana pasien tidak tanggap terhadap
dirinya sendiri dan lingkungan. Mutisme akinetik adalah keadaan tidak responsive pada
lingkungan dimana pasien tidak membuat gerakan atau bunyi tetapi kadang membuka mata
mereka. Keadaan vegetatif persisten adalah salah satu dimana pasien digambarkan sebagai
terjaga tetapi tidak adanya isi kesadaran tanpa fungsi mental atau kognitif yang efektif.
B. Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan mengaplikasikan pembuatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan penurunan kesadaran dan koma.
C. Tujuan Intruksional Khusus
1. Mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami definisi dari penurunan kesadaran dan
koma.
2. Mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami etiologi dari penurunan kesadaran dan
koma.
3. Mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami manifestasi klinis dari penurunan kesadaran
dan koma.
4. Mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami patofisiologi dari penurunan kesadaran dan
koma.
5. Mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami komplikasi dari penurunan kesadaran dan
koma.
6. Mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami penatalaksanaan dari penurunan kesadaran
dan koma.
7. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan pengkajian dari penurunan kesadaran dan koma.
8. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan analisa data dari penurunan kesadaran dan koma.

3
9. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan diagnosa keperawatan dari penurunan kesadaran
dan koma.
10. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan intervensi dari penurunan kesadaran dan koma.
11. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan implementasi dari penurunan kesadaran dan
koma.
12. Mahasiswa diharapkan mampu membuat evaluasi dari penurunan kesadaran dan koma.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Pengertian kesadaran menurut Corwin Elizabeth ( 2009 ) adalah pengetahuan penuh atas
diri, lokasi, dan waktu di setiap lingkungan. Agar sadar penuh diperlukan sistem aktivasi
retikular yang utuh, dalam keadaan berfungsinya pusat otak yang lebih tinggi di korteks serebri.
Hubungan melalui talamus juga harus utuh.
Koma adalah keadaan turunnya kesadaran yang paling berat, dimana klien tidak
bereaksi lagi terhadap rangsang nyeri. Koma terjadi apabila gangguan atau kerusakan pada
pusat kesadaran timbul pada migrain atau talamus. Pada koma masih ada reaksi dengan
gerakan pertahanan primitif, seperti reflek kornea, reflek pupil, dan menarik tungkai.

B. Etiologi
Menurut Aru W. Sudoyo, dkk ( 2007) penyebab koma adalah :
1) Lesi besar pada serebral dan herniasi.
Lubang kranial dipisahkan menjadi kompartemen oleh lipaatan dura. Herniasi adalah
pergeseran jaringan otak ke kompartemen yang secara normal.
a. Herniasi transtentorial uncal.
Merupakan impaksi girus temporal media anterior ( uncus ) ke bagian anterior bukan
tentorial. Jaringan yang bergeser menekan saraf ketiga ketika ia melalui ruang subarachnoid dan
mengakibatkan pembesaran pupil ipsilateral ( kemungkinan karena serat para simpatetik fungsi
pupil terletak pada daerah peroperal saraf ). Koma yang terjadi merupakan akibat dari tekanan
lateral dari otak tengah yang berbenturan dengan sudut tentorial yang berseberangan karena
pergesseran gyrus parahipokampus.
b. Herniasi transtentorial sentral.
Merupakan gerakan simetik kebawah dari bagian thalamus atau melalui bukan tentorial,
tanda utama adalah pupil miotik dan drowsiness. Herniasi temporal dan sentral dianggap sebagai
penyebab tekanan progresif batang otak dari atas : pertama otak tengah, kemudian pons dan

5
terakhir medula. Sehingga terjadi tanda neurologis yang berhubungan dengan tingkat yang
terpapar.
2) Gangguan metabolik
Gangguan metabolik mengakibatkan koma dan mengganggu pengiriman substrat energi
( hipoksia , iskemia, hipoglikemia ) atau dengan mengganti eksitabilitas neuron.
3) Epileptik
Pengeluaran listrik menyeluruh dan berkelanjutan dari korteks berhubungan dengan
koma, walaupun tidak ada aktivitas motor epileptik. Koma yang terjadi setelah kejang,
merupakan tahap postical, yang disebabkan oleh kekurangan persediaan energi atau efek molekul
toksik lokal yang merupakan hasil dari kejang.
4) Farmakologis
Ensefalopati jenis ini sangat reversibel dan tidak menimbulkan kerusakan residual yang
menyebabkan hipoksia. Overdosis beberapa obat dan toksin dapat menekan fungsi sistem saraf.
Ada pula yang menyebabkan koma dengan mengganggu nukleus batang otak termasuk RAS dan
korteks serebral.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Corwin Elizabeth ( 2009 ), manifestasi klinisnya adalah :
1. Perubahan respons pupil
Perubahan pupil penting yang dijumpai pada kerusakan otak adalah pupil pinpoint yang
tampak pada overdosis opiat ( heroin ) serta dilatasi dan fiksasi pupil bilateral yang biasanya
dijumpai pada overdosis barbiturat. Cedera batang otak memperlihatkan fiksasi pupil bilateral
dengan posisi di tengah.
2. Perubahan gerakan mata
Pada cidera batang otak, terjadi gangguan gerakan mata, dan mata terfiksasi dalam posisi
ke depan langsung. Deviasi yang miring dengan satu mata memandang ke atas dan satu ke
bawah, menunjukkan cedera kompresif pada batang otak. Gerakan siklik unvolunter normal pada
bola mata ( respons nigtagmus ) sebagai respons terhadap pemberian air es ke telinga
menghilang pada disfungsi korteks dan batang otak.
3. Perubahan pola nafas
a. Kerusakan pada batang otak

6
Pusat pernafasan di batang otak bagian bawah mengontrol pernafasan berdasarkan
konsentrasi ion hidrogen dalam CSS yang mengelilinginya. Kerusakan batang otak
menyebabkan pola nafas yang tidak teratur dan tidak dapat diperkirakan. Overdosis opiat
merusak pusat pernafasan dan menyebabkan penurunan frekwensi pernafasan secara
bertahap sampai pernafasan terhenti.
b. Kerusakan serebral
Pernafasan cheynes-stokes juga merupakan pernafasan yang didasarkan pada kadar
karbondioksida. Pada kasus ini pusat pernafasan berespons berelebihan terhadap
karbondioksida yang menyebabkan pola nafas tenang meningkat frekwensi dan kedalaman
pernafasan kemudian turun dengan mudah sampai terjadi apnea ( decrescendo breathing ).
Pernafasan chynes-stokes mirip dengan apnea pasca ventilasi, yang dijumpai pada
kerusakan hemisfer serebri, dan sering berkaitan dengan koma metabolik.
4. Perubahan respons motorik dan gerakan
Respons motorik abnormal meliputi tidak sesuainya atau tidak adanya gerakan sebagai
respons terhadap stimulus nyeri, refleks batang otak seperti respons mengisap dan menggengam
terjadi apabila pusat otak yang lebih tinggi rusak.
5. Disfasia
Disfasia adalah gangguan pemahamaan atau pembentukan bahasa. Afasia adalah
kehilangan total pemahaman atau pembenyukaan bahasa. Disfasia biasanya disebabkan oleh
hipoksia serebral yang sering berkaitan dengan stroke, tetapi dapat juga disebabkan oleh trauma
atau infeksi. Kerusakan otak yang menyebabkan disfasia biasanya mengenai hemisfer serebri
kiri.
6. Disfasia broca
Disfasia broca terjadi akibat kerusakan area broca di lobus frontalis. Individu yang
mengalami disfasia broca memahami bahasa, tetapi kemampuanya untuk mengekspresikan kata
secaara bermakna dalam bentuk tulisan atau lisan terganggu. Hal ini disebut disfasia ekspresif.
7. Disfasia wernicke
Disfasia wernicke terjadi akibat kerusakan area wernicke di lobus temporalis kiri. Pada
disfasia wernicke, ekspresi bahasa secara verbal utuh, tetapi pemahaman bermakna terhadap kata
yang diucapkan atau tertulis terganggu. Hal ini disebut disfasia reseptif.
8. Agnosia

7
Agnosia adalah kegagalan mengenali obyek karena ketidaknyamanan memahami stimulus
sensorik yang datang. Agnosia dapat berupa visual, pendengaran, taktil, atau berkaitan dengan
pengucapan atau penciuman. Agnosia terjadi akibat kerusakan pada area sensorik primer atau
asosiatif tertentu di korteks serebri.

D. Patofisiologi
Menurut Corwin Elizabeth ( 2009 ) kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi
dan waktu di setiap lingkungan. Agar sadar penuh diperlukan sistem aktivasi retikular yang utuh,
dalam keadaan berfungsinya pusat otak yang lebih tinggi di korteks serebri. Hubungan melalui
talamus juga harus utuh.
Perubahan kesadaran biasanya dimulai dengan gangguan fungsi diensefalon yang ditandai
dengan kebuntuan, kebingungan, letargi dan akhirnya stupor ketika individu menjadi sulit
terganggu. Penurunan kesadaran yang berkelanjutan terjadi pada disfungsi otak tengan dan
ditandai dengan semakin dalamnya keadaan stupor. Akhirnya dapat terjadi disfungsi medula dan
pons yang menyebabkan koma. Penurunan progresif kesadaran ini digambarkan sebagai
perkembangan rostal-kaudal.

E. Komplikasi
1. Insufisiensi
2. Pneumonia
3. Atelektasis
4. Distensi kandung kemih
5. Stress ulcer
6. Peningkatan TIK

F. Data Penunjang
1. Laboratorium
a. Urine : protein, glukosa, aseton
b. Darah : Hb, AL, Hmt, AGD, Ph, elektrolit, glukosa, kadar amonia darah, dll
c. Pungsi lumbal
2. CT scan
3. Brain scanning

8
4. MRI
5. EEG (Elektroensefalography)

G. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), prioritas pertama tindakan terhadap pasien tidak
sadar adalah memberikan dan mempertahankan jalan nafas paten. Pasien dapat di intubasi
melalui hidung atau mulut, atau dilakukan trakeostomi. Sampai ditetapkan pasien mampu
bernafas sendiri, maka mesin ventilator digunakan untuk mempertahankan oksigenasi yang
adekuat.
Pemasangan kateter intavena digunakan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
pemberian makanan dilakukan dengan selang makanan atau selang gastrostomi. Status sirkulasi
pasien ( tekanan darah, frekuensi jantung ) dipantau untuk mengetahui perfusi tubuh yang
adekuat dan perfusi otak dapat dipertahankan.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
PENURUNAN KESADARAN DAN KOMA

A. Pengkajian
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1. Apakah pasien berbicara secara bebas dan bernafas secara bebas.
2. Terjadi penurunan kesadaran.
3. Suara nafas abnormal: strider, wheezing, mengi.
4. Penggunaan otot-otot bantu pernafasan.
5. Gelisah.
6. Sianosis.
7. Kejang.
8. Retensi lender / sputum di tenggorokan.
9. Suara serak.
10. Batuk.
b. Breathing
1. Adakah suara nafas abnormal, strider, wheezing, mengi.
2. Sianosis.
3. Talipneu.
4. Dispneu.
5. Hipoksia.
6. Panjang pendeknya inspirasi-ekspirasi.
c. Circulation
1. Hipotensi / hipertensi.
2. Takipneu.
3. Hipotermi.
4. Pucat.
5. Ekstermitas dingin.
6. Penurunan capillary refill.

10
7. Produksi urin menurun.
8. Nyeri.
9. Pembesaran kelenjar getah bening.

2. Pengkajian Sekunder
a. Riwayat penyakit sebelumnya.
Apakah klien pernah menderita :
1. Penyakit stroke.
2. Infeksi otak.
3. Diabetes mellitus.
4. Diare dan muntah yang berlebihan.
5. Tumor otak.
6. Intoksiasi insektisida.
7. Trauma kepala.
8. Epilepsy.
b. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas dan istirahat
Gejala :
1. Kesulitan dalam beraktivitas.
2. Kelemahan.
3. Kehilangan sensasi / paralis.
4. Mudah lelah.
5. Kesulitan beristirahat.
6. Nyeri / kejang otot.
Tanda :
a. Perubahan tingkat kesadaran.
b. Perubahan tonus otot ( flasid / spastic ).
c. Paralysis ( hemiplegia ), kelemahan umum.
d. Gangguan penglihatan.
2. Sirkulasi
Gejala :

11
1. Riwayat penyakit stroke.
2. Riwayat penyakit jantung.
3. Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial.
4. Polisitemia.
Tanda :
a. Hipertensi arterial.
b. Disritmia.
c. Perubahan EKG.
d. Pulsasi = kemungkinan bervariasi.
e. Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka / aorta abdominal.
3. Eliminasi
Gejala :
1. Inkontinensia urin / alvi.
2. Anuria.
Tanda :
a. Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ).
b. Tidak adanya suara usus ( ileus paralitik ).
4. Makan / minum
Gejala :
1. Nafsu makan hilang.
2. Nausea.
3. Vomitus menandakan adanya PTIK.
4. Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan.
5. Disfagia.
6. Riwayat diabetes mellitus.
Tanda : Obesitas.
5. Sensori neural
Gejala :
1. Syncope.
2. Nyeri kepala= pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
3. Kelemahan.

12
4. Kesemutan / kebas.
5. Penglihatan berkurang.
6. Sentuhan = kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka.
7. Gangguan rasa pengecapan.
8. Gangguan penciuman.
Tanda :
a. Status mental.
b. Penurunan kesadaran
c. Gangguan tingkah laku ( seperti : latergi, apatis, menyerang ).
d. Gangguan kognitif.
e. Ekstermitas = kelemahan / paralysis genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya
reflek teandom dalam.
f. Wajah : paralysis / parese.
g. Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa , kemungkinan ekspresif / kesulitan
berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari
keduanya ).
h. Kehilangan kemampuan mengenal / melihat, stimuli taktil.
i. Kehilangan kemampuan mendengar.
j. Apraksia = kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
k. Reaksi dan ukuran pupil = reaksi pupil terhadap cahaya positif / negative, ukuran pupil
isokor / anisokor, diameter pupil.
6. Nyeri / kenyamanan
Gejala :
1. Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Tanda :
a. Tingkah laku yang tidak stabil.
b. Gelisah.
c. Ketegangan otot.
7. Respirasi
Gejala :
1. Perokok ( factor resiko ).

13
8. Keamanan
Tanda :
1. Motorik / sensorik= masalah dengan penglihatan.
2. Perubahan persepsi terhadap tubuh.
3. Kesulitan untuk melihat obyek.
4. Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
5. Tidak mampu mengenali obyek, warna, kata dan wajah yang pernah dikenali.
6. Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh.
7. Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan.
8. Berkurang kesadaran diri.
9. Interaksi social
Tanda :
1. Problem berbicara.
2. Ketidakmampuan berkomunikasi.
3. Menilai GCS
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), ada 3 hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif
kesadaran yang menggunakan Skala Koma Glasgow yaitu membuka mata, respons motorik dan
respons verbal.
a. Membuka mata ( E )
Spontan :4
Dengan perintah :3
Dengan nyeri :2
Tidak berespon :1
b. Respons motorik ( M )
Dengan perintah :6
Melokalisasi nyeri :5
Menarik area yang nyeri :4
Fleksi abnormal :3
Ekstensi abnormal :2
Tidak berespon :1
c. Respons verbal ( V )

14
Berorientasi :5
Bicara membingungkan :4
Kata-kata tidak tepat :3
Suara tidak dapat dimengerti : 2
Tidak ada respons :1
4. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Brunner dan Suddart ( 2001 ), uji laboratorium digunakan untuk
mengidentifikasi penyebab kesadaran yang mencakup tes glukosa darah, elektrolit, amonia
serum, nitrogen urea darah ( BUN ), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton
serum, alkohol, obat-obatan dan analisa gas darah arteri.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipoksia jaringan

2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK

3. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernafasan

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah

5. Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan penurunan ketajaman penglihatan

D. Intervensi
1. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
2. Pantau tekanan darah
3. Tentukan factor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan
penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
4. Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
5. Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas dan memberikan
pengeluaran sekresi yang optimal
6. Berikan instruksi untuk latihan napas dalam

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. Penurunan kesadaran
merupakan keadaan dimana penderita tidak sadar atau tidak terbangun secara utuh sehingga tidak
mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Penyebab penurunan kesadaran
antara lain : gangguan sirkulasi, ensefalitis, metabolic, elektrolit, neoplasma, intoksikasi, trauma,
dan epilepsy. Adapun gejala klilnik yang terkait dengan penurunan kesadaran : sakit kepala
hebat, muntah proyektil, papil edema, reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negative,
demam, gelisah, kejang, dll. Komplikasi yang sering muncul dapat meliputi : aspirasi /
pneumonia, hipostatik, dekubitus, dan infeksi saluran kencing.
B. Saran
Setelah mahasiswa memahami dan mengerti tentang asuhan keperawatan penurunan
kesadaran dan koma, maka mahasiswa harus bisa mengaplikasikan dalam bidang keperawatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta : ECG
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doenges, Marillyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

17

Vous aimerez peut-être aussi