Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
LAPORAN KASUS
ABSES HATI
Pembimbing:
dr. M. Aron Pase, Sp.PD
Oleh:
LEMBAR PENGESAHAN
COW Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Abses
Hati. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Olga
yanti dan dr. Ernita Sinaga selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam
penyelesaian laporan kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kasus Abses
Hati, mulai dari definisi hingga penatalaksanaan pasien yang dirawat inap selama
masa kepaniteraan klinik di RSUP Haji Adam Malik Medan. Dengan demikian
diharapkan laporan ini dapat meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan
klinis yang lebih baik dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan
kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR PUSTAKA43
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Abses hati telah dikenal sejak zaman Hippocrates (400 SM). Sampai sekarang
penyakit ini masih merupakan masalah dibagian bedah dengan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Penyakit ini banyak ditemukan di Negara berkembang,
terutama yang tinggal didaerah tropis dan sub tropis.1
Abses hati merupakan kista berisi nanah yang terdapat di hati. Prevalensi abses
hati yang tinggi erat hubungannya dengan sanitasi yang buruk dan status ekonomi
yang rendah. Penyebab abses hati dapat disebabkan oleh infeksi dari bakteri, parasit
ataupun jamur. Di negara yang sedang berkembang, abses hati amuba lebih sering
didapatkan secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Abses hati
piogenik disebabkan oleh infeksi bakteri seperti E. coli, S. Faecalis, P. Vulgaris, dan
Salmonella typhi. Sedangkan abses hati amebik disebabkan oleh organisme
mikroskopis parasit yaitu E. Histolytica.2
Pada tahun 1938, pertama kali melaporkan suatu serial kasus abses hati piogenik
dengan Case fatality rate 77%. Diagnosis dini dan terapi yang adekuat berhubungan
dengan hasil yang lebih bagus. Kemajuan dibidang radiologi diagnostik dan
intervensi selama 3 dekade terakhir telah menghasilkan suatu prosedur invasif yang
minimal dalam tatalaksana penyakit ini. Kombinasi antibiotik dan drainase
perkutaneus merupakan terapi yang banyak digunakan, namun sebagian kecil pasien
tidak mengalami perbaikan dengan metode ini sehingga tindakan pembedahan
merupakan pilihan terakhirnya.1
Insiden abses hati amebik di RS di Indonesia berkisar antara 5-15% pasien
pertahun. Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan penderita abses hati
amebik pada pria memiliki rasio 3,4-8,5 kali lebih besar dibandingkan dengan
wanita.3
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Di negara yang sedang berkembang, AHA didapatkan secara endemik dan
jauh lebih sering dibandingkan AHP. AHP ini tersebar di seluruh dunia, dan
terbanyak di daerah tropis dengan kondisi higiene/sanitasi yang kurang. Secara
epidemiologi, didapatkan 8-15 per 100.000 kasus AHP yang memerlukan perawatan
di RS, dan dari beberapa kepustakaan Barat, didapatkan prevalensi autopsi bervariasi
antara 0,29 1,47% sedangkan prevalensi di RS antara 0,008 0,016%. AHP lebih
sering terjadi pada pria dibandingkan perempuan, dengan rentang usia berkisar lebih
dari 40 tahun, dengan insidensi puncak pada dekade ke-6.4
Abses hati piogenik sukar ditetapkan. Dahulu hanya dapat dikenal setelah
otopsi. Sekarang dengan peralatan yang lebih canggih seperti USG, CT Scan dan
MRI lebih mudah untuk membuat diagnosisnya. Prevalensi otopsi berkisar antara
0,29-1,47 % sedangkan insidennya 8-15 kasus/100.000 penderita. 5
3
2.1.3 Etiologi
Abses Hati Amebik
Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai parasit non-
patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba histolytica yang dapat
menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi Entamoeba
histolytica yang memberikan gejala amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis
Entamoeba histolytica yaitu strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi
berbagai strain Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati. 4
4
dengan diameter 8-20 um, dinding kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan
berkurangnya bahan makanan atau perubahan osmolaritas media. 5,6
2.1.4 Patogenesis
Abses Hati Amebik
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista, baik melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi langsung pada orang
dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang terjadi adalah penularan melalui seks
oral ataupun anal. 9,10
E.hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang menyebabkan
penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat ditemukan pada lumen usus.
Bentuk kista tahan terhadap asam lambung namun dindingnya akan diurai oleh tripsin
dalam usus halus. Kemudian kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian
menginvasi lapisan mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan
mensekresi enzim cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit
dan menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum. Amoeba
yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam aliran darah melalui
vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi enzim proteolitik yang melisis
jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati terjadi fokus akumulasi neutrofil
periportal yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar,
bersatu, dan granuloma diganti dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi
kapsul tipis seperti jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% -
90%) karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena
portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior dan aliran
limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung pada lamanya penyakit.
Secara klasik, cairan abses menyerupai achovy paste dan berwarna coklat
kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta sel darah merah yang dicerna. 5,10,11,12
maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum.
Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi
dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari
terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri piogenik dapat memperoleh akses ke
hati dengan ekstensi langsung dari organ-organ yang berdekatan atau melalui vena
portal atau arteri hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi
aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan
distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik
sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan
menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat
trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga
terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan
intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari
kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding lobus kiri, kal
ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri
mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri
mesenterika inferior dan aliran limfatik. 4,8
Keringat malam
Berat badan menurun
Batuk
Pembesaran perut kanan atas
Ikterus
Buang air besar berdarah
Kadang ditemukan riwayat diare
Kadang terjadi cegukan (hiccup)
Kelainan fisis :
Ikterus
Temperatur naik
Malnutrisi
Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi
Nyeri perut kanan atas
Abses Hati Piogenik 4,5,11,13
Manifestasi sistemik AHP biasanya lebih berat dari pada AHA. Sindrom
klinis klasik AHP berupa nyeri spontan perut kanan atas, ditandai jalan
membungkuk ke depan dengan dua tangan ditaruh diatasnya. Selain itu, demam
tinggi (keluhanutama) disertai keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik yang
adekuat, gejaladan manifestasi AHP adalah malaise, demam tidak terlalu tinggi dan
nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan.Apabila
AHP letaknya dekat diafragma, akan timbul iritasi diafragmasehingga terjadi nyeri
bahu kanan, batuk, ataupun atelektasis (terutama akibat AHA).Gejala lain, mual,
muntah, anoreksia, berat badan turun yang unintentional, badan lemah, ikterus, BAB
seperti kapur, dan urin berwarna gelap.
9
2.1.6 Diagnosis
Abses Hati Amebik 5,7
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan trofozoit
amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat dipertimbangkan jika
terdapat demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri tekan.
Disamping itu bila didapatkan leukositosis,alkali fosfatase meninggi disertai letak
diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu
oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan kriteria
Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
10
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid
Abses Hati Piogenik
Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit
ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Diagnosis dapat
ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-
Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga
dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negatif menyingkirkan
diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif
beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan
bakteri penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas
untuk diagnosis. 4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan
hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada
pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-3,75
g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L, SGOT
27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang didapatkan pada
amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang, leukositosis berkisar
15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan ringan sampai sedang.
Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan adanya Ag atau Ab yang
spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal infeksi. Ada beberapa uji yang
banyak digunakan antara lain hemaglutination (IHA),
11
2.1.7 Penatalaksanaan
- Aspirasi tertutup
Medikamentosa
Non Medikamentosa
- Risiko tinggi untuk terjadinya ruptur abses yang didefinisikan dengan ukuran
kavitas lebih dari 5 cm
- Abses pada lobus kiri hati yang dihubungkan dengan mortalitas tinggi dan
frekuensi tinggi bocor ke peritoneum atau perikardium
- Tak ada respons klinis terhadap terapi dalam 3-5 hari
- Untuk menyingkirkan kemungkinan abses piogenik, khususnya pasien dengan
lesi multipel
Drainase Perkutan
Drainase perkutan abses dilakukan dengan tuntunan USG abdomen atau CT
scan abdomen. Penyulit yang dapat terjadi: perdarahan, perforasi organ intra
abdomen, infeksi, ataupun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk
drainase.16
Drainase Secara Operasi
Tindakan ini sekarang jarang dikerjakan kecuali pada kasus tertentu seperti
abses dengan ancaman ruptur atau secara teknis susah dicapai atau gagal dengan
aspirasi biasa/drainase perkutan.16
Reseksi Hati
Pada abses hati piogenik multipel kadang diperlukan reseksi hati. Indikasi
spesifik jika didapatkan abses hati dengan karbunkel (liver carbuncle) dan disertai
dengan hepatolitiasis, terutama pada lobus kiri hati.16
Berdasarkan kesepakatan PEGI (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) di
Surabaya tahun 1996:16
- Abses hati dengan diameter 1-5 cm: terapi medikamentosa, bila respon negatif
dilakukan aspirasi
16
- Medikamentosa
Sebelum terdapat hasil kultur, diberikan antibiotika spektrum luas.
Ampisilin dan aminoglikosida diberikan bila sumber infeksi terdapat saluran
empedu. Sefalosporin generasi ketiga merupakan pilihan apabila sumber
infeksi berasal dari usus. Metronidazol diberikan pada semua AHP dengan
berbagai sumber infeksi untuk mengatasi infeksi anaerobik. Regimen pilihan
lain adalah kombinasi beta laktam dan penghambar aktivitas beta laktamase
yang diberikan untuk AHP dengan sumber infeksi dari usus, dimana
kombinasi ini juga dapat mengatasi infeksi anaerobik. Bila terdapat hasil
kultur, antibiotika disesuaikan dengan kuman yang spesifik. Antibiotik
intravena deiberikan sedikitnya selama 2 minggu, dilanjutkan dengan
antibiotik oral selama 6 minggu. Apabila infeksi disebabkan oleh
Streptococcus, pemberian antibiotik oral dosis tinggi disarankan selama lebih
dari 6 minggu.17
- Non Medikamentosa
Drainase Perkutaneus
Drainase perkutaneus dilakukan dengan tuntunan USG pada abses
berukuran >5 cm menggunakan indwelling drainage catheter. Pada abses
multipel, hanya abses berukuran besar yang perlu untuk diaspirasi. Abses
kecil cukup dengan penggunaan antibiotik.3
penurunan fungsi ginjal, serta pada abses multiokuler. Saat ini drainase
dengan pembedana dilakukan dengan laparoskopik.18
2.1.8 Komplikasi
3. Lain-lain (jarang):
2.1.9 Prognosis16
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT DAN FOLLOW UP
dr. Dwi
ANAMNESIS PRIBADI
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Supir
Suku : Batak
Agama : Kristen
ANAMNESIS PENYAKIT
RPT : TB paru
21
RPO : OAT
ANAMNESIS ORGAN
Lain-lain : (-)
Lain-lain : (-)
Lain-lain : (-)
Perifer
STATUS PRESENS
23
Keadaan gizi :
Berat Badan : 70 kg
BW : 107%
Indeks Massa Tubuh : 25,71 kg/m2
Kesan : Obese grade 1
KEPALA
LEHER
Pembesaran kelenjar limfa (-), lokasi (-), jumlah (-), konsistensi (-),mobilitas (-) nyeri
tekan (-)
THORAKS DEPAN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Paru
Peranjakan : 1 cm
Jantung
Auskultasi
Paru.
Suara tambahan : ronki basah di lapangan tengah dan bawah kedua paru
Jantung
M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), desah diastolis (-),
THORAX BELAKANG
26
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan Lambung/usus :-
Vena kolateral :-
Caput medusa :-
Palpasi
HATI
Permukaan : rata
Pinggir : tumpul
LIMFA
GINJAL
TUMOR :-
Perkusi
Undulasi : (-)
Auskultasi
Lain-lain :-
PINGGANG : Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri dan Kanan
Deformitas sendi :-
Lokasi :-
Jari tabuh :-
Sianosis :-
Eritma Palmaris :-
Lain-lain :-
Edema + +
Arteri femoralis + +
Reflex KPR + +
Refleks APR + +
Refleks Fisiologis + +
Refleks Patologis - -
Lain-lain - -
Eosinofil : 0,05 %
Telur Cacing
Basofil : 0,1 % Sedimen
Ascaris :-
Neutrofil : 86,8 % Eritrosit : 0-1/lpb
Ankylostoma: -
Limfosit : 9,8 % Leukosit : 1-2/lpb
T. Trichiura : -
Monosit : 2,8 % Epitel : 1-2/lpb
30
RESUME
Nadi : 72x/i
Pernafasan : 24x/i
Temperatur : 39C
Ikterus: (+/+)
T/H/M : dbn
Leher : dbn
Kemih : Protein : +1
33
Reduksi :-
Billirubin :-
Urobilinogen : -
Medikamentosa :
- Inj. Cefotaxim 1 gram/8 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/8 jam
- Omeprazol 1 x20 mg
- Paracetamol 3x500mg
- N-asetil sistein 3x200 mg
- Inj Ketorolac 1 amp/8jam
- Inj. Novalgin 1 amp jika temp 38,5C
5. Viral marker
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
4-6 Demam (+) Sensorium: -Liver abses dd -Tirah baring
Oktober Nyeri perut Compos Menstis hepatoma dd -Diet hati III
2016 kanan atas (+) TD: 140/80 kista hati dd - IVFD
VAS 4-6 HR: 130x/i hepatitis dd Dekstrose
Pucat (+) RR: 24x/i kolesistitis 5% 10gtt/i
T: 39 C -Pneumonia dd
KGD: 150 mg/dL TB Paru dengan -Substitusi
35
Hasil CT-Scan:
Multiple Liver
Abses
Thoraks:
SP: bromkial
ST: rhonki basah
dikedua lapangan
paru
Abdomen:
hepatomegali
Ekstrimitas:
Oedem pretibial (+)
BAB 4
DISKUSI KASUS
Teori Kasus
Manifestasi klinis: Nyeri hipokondrium dextra
Abses Hati Amebik dialami os 2 minggu SMRS.
Gejala : Nyeri intermitten (+). Nyeri timbul
Demam internitten ( 38-40 oC) bila os beraktivitas. Nyeri tekan
Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri perut kanan atas dijumpai. Os juga
epigastrium dan dapat menjalar hingga mengeluhkan perut yang terasa
bahu kanan dan daerah skapula keras di sebelah kanan atas. Febris
Anoreksia dijumpai. Intermitten febris (+).
BAB 5
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Yusri, DJ, dkk. Abses hati piogenik. Majalah kedokteran andalas No.1. Vol.36.
Januari-Juli 2012
2. Pubmed Health, Amebic Liver Abscess
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001260/ diakses pada tanggal 4
April 2013
3. Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta:
Jayabadi
4. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo,Aru W.
Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus. Setiati,Siti. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
5. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. Anatomi
hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging
(MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul.
Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit hati edisi
pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
6. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver, biliary tract
and pancreas. Protozoal and helminthic infections. In : Papadakis, Maxine A.
McPhee, Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current medical diagnosis and treatment
2008 forty-seventh edition. Jakarta : PT. Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596,
1304-1306.
7. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis. Surabaya :
Airlangga University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.
8. Nickloes, Todd A. Pyogenic liver abcesses. January 23th, 2009. November 1st, 2011.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/193182-overview#showall.
44
9. Crawford, James M. Hati dan saluran empedu. Dalam : Kumar. Cotran. Robbins.
Robbins buku ajar patologi vol.2 edisi 7. Jakarta : EGC. 2007. Hal 684.
10. Fauci. et all. Infectious disease. In : Harrisons principles of internal medicine 17th
edition. USA. 2008. Chapter 202.
11. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In : Beckingham, I.J.
ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain : GraphyCems,Navarra. 2001.
Chapter 40-42
12. Brailita, Daniel. Amebic liver abscesses. September 19th, 2008. November 1st, 2011.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/183920-overview#showall.
13. Kliegman. Behrman. Jenson. Stanton. The digestive system. In : Nelson textbook of
pediatric 18th edition. USA. 2007. Chapter 356.
14. Iljas, Mohammad. Ultrasonografi hati. Dalam : Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik
edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2008. Hal 469.
15. Rajagopalan S, Langer V. Hepatic Abscesses. Medical Journal Armes Forces India.
2012;68(3):271-275
16. Nusi I. Abses Hati Amuba.In: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, K M, Setiati S, ed. by
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 6th ed. Jakarta: InternaPublishing: 2014..p.
1993-1994
17. Waleleng BJ, Wenas NT, Rotty L. Abses Hati Piogenik.In: Sudoyo A, Setiyohadi B,
Alwi I, K M, Setiati S, ed. by Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 6th ed.
Jakarta: InternaPublishing: 2014..p. 1998-1999