Vous êtes sur la page 1sur 13

KOMODITAS PERAIRAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Prinsip Budidaya Perairan

Oleh

Abinial Ihtiar Taufani

1714111008

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

JURUSAN PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2017
Abstrak

Laut memiliki potensi yang besar untuk dimanfaatkan segala sumber dayanya. Laut
menyumbangkan berbagai jenis sumber daya , baik dalam betuk bahan makanan,
energi, dan masih banyak lagi. Salah satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk
bahan makanan adalah komoditas budidaya rumput laut. Dalam makalah ini akan
secara khusus membahas mengenai komoditas budidaya rumput laut, mulai dari
pengenalan rumput laut, teknik budidaya, pemeliharaan, panen, hingga efisiensitas
budidaya.

Kata kunci : Budidaya, Komoditas, Rumput Laut

Abstract

The sea has great potential to be utilized all its resources. The sea contributes different
types of resources, both in the form of foodstuffs, energy, and much more. One of the
resources that can be utilized for food is seaweed cultivation commodity. In this paper
will specifically discuss about seaweed cultivation commodities, ranging from the
introduction of seaweed, cultivation techniques, maintenance, harvest, to the efficiency
of cultivation.

Keywords: Cultivation, Commodity, Seaweed


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Karena atas limpahan karunia dan hidayahnya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh tangung jawab. Penulis mengucapkan
terimakasih juga, atas segala dukungan dari pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini. Makalah yang berjudul Komoditas Perairan Budidaya
Rumput Laut ini, diharapkan mampu memberikan gambaran secara umum mengenai
komoditi Rumput Laut yang biasa di budidayakan diperairan Indonesia. Akhir kata,
penulis mengharapkan masukan dan saran para pembaca dalam penulisan makalah ini.

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK i

DAFTAR ISI . ii

KATA PENGANTAR .. iii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang . 5


1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Praktikum . 6

BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Abalone

2.1.1. Klasifikasi . 7
2.1.2. Morfologi .. 7
2.2. Teknik Budidaya .. 8

2.3. Sistem Budidaya ....... 8

2.4. Kendala Dalam Budidaya . 9

BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan .. 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan yang berkawasan luas. Secara kasar
dapat dikatakan, bahwa kawasan negara kita itu dua-pertiganya adalah perairan
laut. Di wilayah daratan kita dapat menemukan sungai, danau, rawa, payau, dan
muara sungai. Semua badan air tersebut merupakan habitat hewan-hewan atau
tumbuhan-tumbuhan air yang banyak diantaranya memiliki nilai ekonomi tinggi.
Dengan berkembangnya zaman, budidaya air (aquaculture) tidak lagi diartikan
sebagai bertani ikan atau budidaya ikan. Istilah budidaya air sekarang lebih luas
lagi pemakaiannya, yaitu mencakup budidaya ikan, budidaya invertebrata air, serta
budidaya rumput laut. Beberapa jenis rumput laut yang bernilai ekonomis tinggi
adalah Rhodophyceae (ganggang merah) dan phaeophhyceae (ganggang coklat).
Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor yang potensial untuk di
kembangkan. Di samping permintaan pasar yang tinggi, Indonesia memiliki
sumberdaya yang cukup besar baik yang alami maupun untuk budidaya. Rumput
laut dapat diolah menjadi agar-agar, kosmetika, obat-obatan dan sebagainya.
Namun sayangnya peluang tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga
peluang untuk meningkatkan nilai tambah rumput laut belum dapat dikembangkan.
Menurut dugaan, kurangnya perhatian kita terhadap budidaya rumput laut
disebabkan karena kurangnya pengetahuan kita tentang biologinya, sehingga
seorang pengusaha dibayangi rasa takut menghadapi kegagalan. Sebab lain ialah
kurangnya kesadaran kita akan tingginya nilai ekonomi serta kurangnya
pengetahuan kita tentang lingkungan air. Sampai sejauh ini, sebagian besar petani
rumput laut hanya melakukan kegiatan pemungutan hasil laut berupa rumput laut
kering saja, sedangkan hasil olahan rumput laut masih banyak diimpor dengan nilai
yang cukup besar. Oleh karena itulah diperlukan solusi untuk mengembangkan
budidaya rumput laut di Indonesia.

1.1.Rumusan Masalah
Dalam makalah ini memiliki rumusan masalah yang mendasar yaitu;
1. Sejauh mana teknologi yang digunakan dalam budidaya.
2. Bagaimana pengelolaan budidaya Rumput Laut
3. Apasaja potensi dan tantangan yang dihadapi dalam pembudidayaan Rumput
laut.

1.2. Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan dari pembuatan dan pembahasan dalam makalah ini adalah :
1. Menambah wawasan penulis dan pembaca tentang komoditas budidaya
Rumput Laut
2. Memenuhi tugas mata kuliah prinsip budidaya peraira.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Mengenal Rumput Laut


Rumput laut adalah anggota dari kelompok vegetasi yang dikenal sebagai alga
(ganggang). Termasuk ke dalam Thallophyta (tumbuhan sederhana), tidak berakar,
tidak berbatang, dan berklorofil. Rumput laut bermacam macam jenis dan
ukurannya. Ada yang merupakan sel tunggal yang amat kecil, dan ada pula yang
bersel banyak. (Aji,2003 : 1)
Rumput laut tumbuh di perairan dangkal dan di perairan dalam sampai
kedalaman 30 meter. Namun, ada beberapa jenis rumput laut yang bisa hidup
sampai 280 meter. Biasanya ganggang tumbuh melekat di dasar laut atau
pada benda padat seperti batu atau karang. Mereka melekat dengan
menggunakan suatu struktur seperti akar yang fungsinya sebagai alat
berpegangan, bukan untuk menyerap sari makanan seperti tumbuhan lain pada
umumnya. (Nurmayati,2006 : 3)
Sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, potensi laut Indonesia
dalam memproduksi rumput laut sangat tinggi.Sampai saat ini rumput laut yang
bisa tumbuh di perairan pantai Indonesia tercatat 555 spesies. Dari sekian banyak
spesies rumput laut tersebut ada lima jenis rumput laut yang memiliki nilai
ekonomis tinggi yaitu jenis Eucheuma, Gracilliaria, Gelidium, Gelidiella, dan
Hypnea. Dari kelima jenis rumput laut tersebut ada dua jenis yang sedang giat
dibudidayakan di perairan Indonesia yaitu rumput laut Gracillaria species dan
Eucheuma species, sedangkan jenis lainnya masih tumbuh di perairan bebas. (Bank
Bumi Daya,1991 : 1)
Rumput laut memiliki kandungan karbohidrat, protein, sedikit lemak, dan abu
yang sebagian besar merupakan senyawa garam natrium dan kalium. Rumput laut
juga mengandung vitamin-vitamin seperti vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D, E,
dan K, betakaroten, serta mineral; seperti kalium, fosfor, natrium, zat besi, dan
yodium. Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak vitamin dan mineral
penting, seperti kalium dan zat besi yang bila dibandingkan dengan sayuran dan
buah-buahan.

2.2. Budidaya Rumput Laut di Indonesia


Berkat kemajuan teknologi, Seiring dengan kebutuhan rumput laut yang
semakin meningkat, maka cara terbaik untuk tidak selalu menggantungkan pada
persediaan di alam adalah dengan kegiatan budidaya rumput laut. Budidaya adalah
langkah yang tepat alam usaha meningkatkan buidaya rumput laut, sehingga
diharapkan suplai dapat lebih teratur baik dalam jumlah maupun mutunya.
Usaha budidaya laut, termasuk didalamnya adalah usaha budidaya rumput laut
didukung oleh keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor :
Kep.2/MEN/2004 Tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan, sebagai
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2002 Tentang Usaha Perikanan.
Dalam Keputusan Menteri tersebut yang dimaksudkan dengan usaha
pembudidayaan ikan meliputi kegiatan pembenihan, pembesaran, penanganan dan
pengelolaan yang dapat dilakukan secara terpisah maupun secara terpadu
(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005 dalam Khasanah, 2013).
Menurut Restiana dan Diana (2009) dalam Khasanah (2013), peluang
budidaya rumput laut didorong beberapa faktor yaitu :

a. Rumput Laut yang dikeringkan dengan proses yang berbeda-beda mempunyai


komposisi nutrisi yang berbeda pula.
b. Rumput laut banyak mengandung zat-zat nutrisi penting yang diperlukan bagi
tubuh manusia, seperti protein, karbohidrat, energi dan serat kasar.
c. Kandungan lemaknya yang rendah dan serat kasarnya yang cukup tinggi
menyebabkan rumput laut baik untuk dikonsumsi sehari-hari. Faktor utama
penunjang keberhasilan budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi untuk
budidaya. Pertumbuhan rumput laut ditentukan kondisi ekologi setempat.
Penentuan lokasi yang telah ditetapkan harus sesuai dengan metode yang akan
digunakan. Penentuan lokasi yang salah akan berakibat fatal bagi usaha yang
dilakukan (Winarno, 1990 dalam Khasanah, 2013). Dalam perkembangan
budidaya rumput laut dapat dilakukan beberapa metode. Rumput laut
jenis Eucheuma cottonii dapat dibudidayakan dengan 5 metode yaitu metode
lepas dasar, metode rakit apung, metode jalur (kombinasi), dan metode kantong
jaring (Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, 2005 dalam Khasanah, 2013).

2.3. Pengolahan Rumput Laut


Menurut Bank Bumi Daya (1991 : 3) Budidaya rumput laut di bagi menjadi
beberapa langkah, yaitu :
a. Penentuan Lokasi
b. Penyediaan Bibit dan Bahan
c. Metode Budidaya
d. Panen dan Penanganan Hasil

A. Penentuan Lokasi
Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat menentukan berhasil
tidaknya suatu usaha budidaya rumput laut. Untuk memperoleh hasil yang
memuaskan dari usaha budidaya rumput laut, untuk memperoleh hasil yang
memuaskan hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan ekobiologi
(persyaratan tumbuh) dari rumput laut.
Untuk menentukan lokasi budidaya rumput laut membutuhkan kondisi
perairan sebagai berikut :
Lokasi budidaya sebaiknya digenangi air pada waktu surut terendah
dengan kedalaman 30 60 cm
Salinitas optimal berkisar 15 35 permil
Suhu air antara 20 30
Perairan bebas dari pencemara, dan jauh dari sumber air tawar atau
muara sungai
Air harus jernih, dengan tingkat transparan 1,5 meter dan tidak
berlumpur
pH antara 7,5 8,2
mempunyai gerakan air yang sedang serta terlindung dari pengaruh
gelombang ombak yang besar dan bebas dari pengaruh angin topan
bebas dari hama seperti ikan dan hewan lainnya yang bersifat
herbivora.

B. Penyediaan Bibit dan Bahan


Bibit rumput laut yang ditanam berupa stek dan dipilih dari tanaman yang
masih segar dan dapat diambil dari tanaman yang tumbuh secara alami atau dari
tanaman bekas budidaya, bibit bibit rumput laut tersebut diikatkan pada tali
nylon. Disamping itu bibit harus baru dan muda serta mempunyai cabang
cabang yang banyak.
Sebelum dilakukan penanaman bibit yang dikumpulkan di tempatkan pada
keranjang atau jarring dengan ukuran mata jaring yang paling kecil dan bibit
tersebut jangan samapi terkena minyak, kehujanan, atau kekeringan, dan
diusahakan kondisi rumput laut tersebut selalu lembab. Untuk menjamin
kontinuitas produksi maka tanaman tumput laut harus dilakukan peremajaan
atau penggantian bibit baru paing dalam lama enam bulan sekali.

C. Metode Budidaya
Di dalam budidaya rumput laut di perlukan metode metode yang
baik.Selama ini kita mengenal 4 cara budidaya bedasarkan posisir tanaman
terhadap dasar perairan yang telah dikembangkan yaitu metoda lepas dasar,
metoda dekat dasar , metoda apung dan metode pertengahan.
Metoda Lepas Dasar
Penanaman dilakukan dengan mengikat bibit tanaman pada karang lalu
disebar, sedang pada jenis lain seperti Graciliaria langsung ditanam pada
dasara perairan dengan berat bibit rumput rata rata 100 gram.
Keuntungan motoda lepas dasar adalah penanaman mudah dengan biaya
yng relative murah. Sedangkan kerugiannya adalah hasil produksi kurang
baik, mudah terserang penyakit dan banyak yang hilang terbawa arus.
Metoda Dekat Dasar
Bibit diikat dengan tali raffia, kemudian diikatkan pada tali nylon
monofilamanet yang direntangkan pada patok kayu dengan jarak 2,5 meter.
Jarak antara sadar perairan dengan bibit yang akan diikat berkisar antaara
20 30 cm. ketinggian tali pengikat disesuaikan dengan kedudukan air pada
waktu surut terendah. Berat bibir setiap rumput rata-rata 100 gram. Laju
pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan dengan metoda ini rata-rata
sebesar 2,65% per hari.
Metoda Rakit Apung
Budidaya rumput laut dengan dengan metoa Rakit Apung cocok untuk
dasar perairan yang terdiri dari karang dan pergerakan airnya didominasi
oleh ombak.
Penanaman menggunakan rakit rakit dari bamboo. Ukuran rakit dapat
disesuaikan dengan kondisi perairan, sehingga mudah untuk pengamanan
rumput laut yang ditanam.
Laju pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan dengan metoda rakit
apung rata rata sebesar 3,74 per hari. Keuntungan motoda rakit apung
adalah tingkat pertumbuhan lebih besar dibandingkan dengan metoda
lainnya, di samping itu tanaman terhindar dari gangguan penyakit bulu babi
serta mudah pemeliharaannya. Sedangkan kerugiannya adalah biaya sarana
budidaya relative lebih mahal.
Metoda Pertengahan
Metoda Pertengahan, hampir sama dengan metoda rakit apung.
Perbedaannya bibit diikat pada rakit yang diikat pada patok patok yang
telah dibuat sebelumnya.
Metode Sebar
Penebaran bibit dengan menggunakan metode sebar memiliki keuntungan
yaitu biaya penanaman dan pengelolaannya lebih murah.Waktu penebaran
terbaik dilakukan pada pagi dan sore hari.Untuk menghindari kekeringan,
rumput laut yang akan dibudidayakan diadaptasikan dengan menyiramkan
air dari petakan tambak secara perlahan-lahan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Komoditi udang windu merupakan, kommoditi yang menjanjikan. Karena,
dapat menghasilkan keuntungan yang besar mengingat kebutuhan akan
komoditi ini sangat tinggi baik kebutuhan lokal, maupun mancanegara. Sistem
budidaya udang windu secara tertutup dapat dipakai sebagai alternatif budidaya
yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan produksi udang yang tinggi
secara lestari. Kinerja sistem budidaya tersebut akan lebih baik bila didukung
dengan manajemen biota, manajemen lingkungan dan manajemen pakan.
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K., 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Agromedia Pustaka Jakarta.
Martosudarmo, B. dan B. S. Ranoemihardjo. 1980. Pedoman Pembenihan Udang
Penaeid. Direktorat Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jepara. Hal.1-6
Mutidjo, B. A. 2003. Benih Udang Windu Skala Kecil. Kanisius. Yogyakarta.
Hal. 15-16
Soetomo, M.J.A., 2000. Teknik Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon).
Kansiua. Yogyakarta.
Suyanto, S.R dan A. Mujiman., 1994. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Toro, V dan Soegiarto., 1979. Biologi Udang Windu. Proyek Penelitian Sumberdaya
Ekonomi. Lembaga Oceanoligi LIPI. Jakarta, hal. 144

Vous aimerez peut-être aussi