Vous êtes sur la page 1sur 8

ALGOR MORTIS

Setelah seseorang meninggal, maka produksi panas berhenti, sedang pengeluaran panas
berlangsung terus, dengan akibat suhu jenazah akan turun (Hoediyanto & Hariadi,
2010). Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda
ke benda yang lebih dingin, melalui cara radiasi, konduksi, evaporasi, dan konveksi.
Grafik penurunan suhu tubuh hampir berbentuk kurva sigmoid atau seperti huruf S
(Anonim, 1997), dimana pada jam-jam pertama penurunan suhu akan berlangsung
dengan lambat, demikian pula bila suhu tubuh mayat telah mendekati suhu lingkungan.
Tubuh terdiri dari lapisan yang tidak homogen, maka lapisan yang berada di bawah kulit
akan menyalurkan panasnya ke arah kulit, sedangkan lapisan tersebut juga menerima
panas dari lapisan yang berada dibawahnya. Keadaan tersebut yaitu dimana terjadi
pelepasan atau penyaluran panas secara bertingkat dengan sendirinya membutuhkan
waktu, hal ini menerangkan mengapa pada jam-jam pertama setelah terjadinya kematian
somatik penurunan suhu berlangsung lambat (Hoediyanto & Hariadi, 2007).

Bila telah tercapai suatu keadaan yang dkenal sebagai temperature gradient, yaitu suatu
keadaan dimana telah terdapat perbeadaan suhu yang bertahap di antara lapisan-lapisan
yang menyusun tubuh, maka penyaluran panas dari bagian tubuh ke permukaan dapat
berjalan dengan lancar, penurunan suhu tubuh mayat akan tampak jelas. Proses
metabolisme sel yang masih berlangsung beberapa saat setelah kematian somatik
dimana juga terbentuk energi, merupakan faktor yang menyebabkan mengapa
penurunan suhu mayat pada jam-jam pertama berlangsung dengan lambat (Hoediyanto
& Hariadi, 2007).

Oleh karena suhu mayat akan terus menurun, maka akan dicapai suatu keadaan dimana
perbedaan antara suhu mayat dengan suhu lingkungan tidak terlalu besar, hal ini yang
menerangkan mengapa penurunan suhu mayat pada saat mendekati suhu lingkungan
berlangsung lambat (Hoediyanto & Hariadi, 2007).
Gambar 1. Rangkaian perubahan setelah kematian pada lingkungan dengan
temperatur sedang. Perhatikan bahwa suhu tubuh tidak menunjukan
penurunan pada beberapa jam pertama (Payne-James et al, 2011).

Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil
dari penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek karena
faktor-faktor yang berpengaruh di atas berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca dan
iklim. Meskipun demikian, dapat dikemukakan formula Marshall dan Hoare (1962)
yang dibuat dari hasil penelitian terhadap mayat telanjang dengan suhu lingkungan
15,5C, yaitu penurunan suhu dengan kecepatan 0,55C tiap jam pada 3 jam pertama
pascamati, 1,1C tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0,8C tiap jam pada
periode selanjutnya. Kecepatan penurunan suhu ini menurun hingga 60% bila mayat
berpakaian. Penggunaan formula ini harus dilakukan dengan hati-hati mengingat suhu
lingkungan di Indonesia biasanya lebih tinggi (kurva penurunan suhu lebih landai)
(Anonim, 1997).

Penurunan suhu jenazah dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian korban,
yaitu dengan memakai rumus berikut (Hoediyanto & Hariadi, 2010):

(98,4 Fsuhu rectal jenazah F)


Lama kematian (jam) = 1,5

Kecepatan penurunan suhu jenazah dipengaruhi beberapa faktor terkait dengan


keberadaan jenazah. Apabila korban meninggal di atas tanah, dipengaruhi oleh:
a. Suhu Udara
Makin besar perbedaan suhu udara dengan suhu tubuh jenazah, maka penurunan
suhu jenazah makin cepat.
b. Pakaian
Makin tebal pakaian makin lambat penurunan suhu jenazah.
c. Aliran Udara dan Kelembaban
Aliran udara mempercepat penurunan suhu jenazah. Sedangkan udara yang
lembab merupakan konduktor yang baik, sehingga penurunan suhu lebih cepat.
d. Keadaan Tubuh Korban
Apabila tubuh korban gemuk, yang berarti mengandung banyak jaringan lemak,
maka penurunan suhu jenazah lambat. Jika korban berotot sehingga permukaan
tubuhnya relative lebih besar, maka penurunan suhu tubuh jenazah lebih lambat
dari korban yang kurus.
e. Aktifitas
Apabila sesaat sebelum meninggal korban melakukan aktivitas yang hebat, maka
suhu tubuh waktu meninggal lebih tinggi.
f. Sebab Kematian
Bila korban meninggal karena peradangan (sepsis), suhu tubuh waktu meninggal
malah meningkat.

Apabila korban meninggal di dalam air, maka penurunan suhu jenazah tergantung pada
(Hoediyanto & Hariadi, 2010).:
a. Suhu Air
b. Aliran Air
c. Keadaan Air

PEMBUSUKAN (DECOMPOSITION, PUTREFACTION)


Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolysis dan kerja
bakteri. Autolysis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan
steril. Autolysis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan oleh sel
pascamati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan (Anonim, 1997).
Setelah seseorang meninggal, bakteri yang normal hidup dalam tubuh segera masuk ke
jaringan. Darah merupakan media terbaik bagi bakteri tersebut untuk bertumbuh.
Sebagian besar bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii.
Pada proses pembusukan ini terbentuk gas-gas alkana, H2S, dan HCN, serta asam
amino dan asam lemak (Anonim, 1997).

Gambar 2. Dekomposisi awal yang ditunjukan dengan adanya perubahan warna menjadi kehijauan pada
abdomen (Presnell, Denton, & Cina, 2015).

Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pascamati berupa warna kehijauan pada
perut kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri
serta terletak dekat dinidng perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya
sulf-met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh
perut dan dada, dan bau busuk pun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan
tampak seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman (Anonim, 1997).

Selanjutnya kulit ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan yang berbau busuk (Anonim, 1997).

Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulia di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung.
Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik
(krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi
ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longggar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pulligistic attitude), yaitu kedua
lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi.

Gambar 3. Keluarnya cairan postmortem pada jalan napas dan mulut; tidak terdapat tanda kekerasan saat
otopsi (Presnell, Denton, & Cina, 2015).

Selanjutnya, rambut menjadi mudah dicabut dan kuku menjadi mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak dan sering
terjulur di antara gigi. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan wajah asli korban,
sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh keluarga.

Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pascamati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat
khas dengan lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.
Gambar 4. Pembusukan lanjut dengan perubahan warna menjadi kehijauan pada kulit, pembengkakan
menyeluruh (generalized bloating) yang berawal dari abdomen, dan pembentukan vesikel dengan
pengelupasan kulit (skin slippage) terjadi setelahnya (Presnell, Denton, & Cina, 2015).

Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pascamati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam
pascamati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan di antara bibir. Telur lalat
tersebut akan menetas menjadi larva dalam waktu 24jam. Dengan identifikasi spesies
lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, dengan asumsi bahwa lalat biasanya
secepatnya meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tidak dapat lagi mengusir
lalat yang hinggap).

Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna terjadi pada lambung terutama bagian fundus, usus, menjadi ungu
kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima
pembuluh darah juga kemerahanakibat hemolisis darah. Difusi empedu dari kandung
empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan di jaringan sekitarnya. Otak melunak,
hati menjadi berongga seperti spons, limpa melunak dan mudah robek. Kemudian alat
dalam akan mengerut. Prostat dan uterus nongravid merupakan organ padat yang paling
lama bertahan terhadap pembusukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembusukan (Anonim, 1997; Hoediyanto &
Harianto, 2010):
1. Faktor dari luar:
a. Sterilitas
b. Suhu sekitar
Pembusukan akan timbu lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 C
hingga sekitar suhu normal tubuh). Apabila suhu sekitar rendah, proses
pembusukan terhambat, sebab pertumbuhan bakteri terhenti. Sedangkan
suhu di atas 100 F proses pembusukan semakin lambat dan berhenti pada
suhu 212 F.
c. Kelembaban
Makin tinggi kelembaban makin cepat proses pembusukan.
d. Medium
Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibandingkan
dengan yang terdapat dalam air atau tanah. Perbandingan kecepatan
pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8
2. Faktor dari dalam
a. Umur
Bayi lahir yang belum pernah diberi makan, umunhya lebih tahan terhadap
proses pembusukan, anak-anak dan orang yang tua sekali, karena
mengandung sedikit jaringan lemak, sehingga tubuh menjadi lebih cepat
dingin, maka proses pembusukannya lebih lambat daripada orang dewasa
muda.
b. Keadaan tubuh pada waktu meninggal
Apabia dalam waktu meninggal tubuh dalam keadaan oedematous, akan
lebih cepat membusuk, sedangkan bila tubuh dalam dehidrasi, akan lebih
lambat membusuk. Orang gemuk lebih cepat membusuk, karena jaringan
lemak yang banyak memperlambat penurunan suhu.
c. Sebab kematian
Proses pembusukan akan lebih cepat apabila korban meninggal karena
peradangan atau jika tubuh korban mengalami mutilasi, sebaliknya proses
pembusukan akan lebih lambat bila korban meninggal akibat keracunan
dengan arsenicum, antimony atau carbolic acid yang kronis sebab bahan
racun itu memiliki sifat pengawet.
d. Jenis kelamin
Wanita yang baru melahirkan dan kemudian meninggal lebih cepat
membusuk.

Vous aimerez peut-être aussi