Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai sarana upaya perbaikan kesehatan yang melaksanakan pelayanan
kesehatan sekaligus sebagai lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian, ternyata
memiliki dampak positif dan negative terhadap lingkungan sekitarnya. Rumah sakit dalam
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat,
pelayanan medik dan pelayanan non medik menggunakan teknologi yang dapat mempengaruhi
lingkungan sekitarnya.
Rumah sakit fungsinya sebagai sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas, rumah
sakit diharapkan dapat mewujudkan kesehatan masyarakat. Akan tetapi didalam fungsinya
tersebut tidak sedikit permasalahan yang dihadapi. Peranan rumah sakit untuk mempercepat
penyembuhan dan pemulihan penderita sebagaimana yang diharapkan, belum diselenggarakan
secara optimal sehingga dapat menimbulkan dampak negative. Dampak negative ini menjadikan
tujuan utama rumah sakit memberi pelayanan yang berkualitas tinggi bagi pasien belum dapat
tercapai secara optimal, salah satu penyebab adalah kurangnya perhatian terhadap sanitasi dan
hygiene rumah sakit. Salah satu diantara sanitasi rumah sakit yang sangat penting mendapatkan
perhatian adalah penyelenggaraan makanan terutama bagi penderita yang dirawat inap, sebab
kebutuhan akan makanan merupakan kebutuhan dasar yang juga bisa berperan untuk membantu
proses penyembuhan.
1
struktural, studi banding rumah sakit lain yang dipandang lebih baik dalam pemberian pelayanan
kepada public (Wulandari, 2009).
Dalam perkembangan masyarakat yang semakin kritis, maka kualitas pelayanan akan
menjadi sorotan apalagi untuk pelayanan sekarang ini tidak hanya pelayanan medis semata.
Quality Assurance atau menjaga kualitas masih merupakan hal baru di Indonesia, dan rumah
sakit baru mulai secara konsep menangkap hal ini, tetapi pelaksanaannya timbul tenggelam,
sebab tanpa kesungguhan akan makin tertinggal jauh (Sabarguna, 2004).
Bangsal bedah merupakan suatu unit atau ruangan yang disediakan oleh setiap rumah
sakit dalam melakukan perawatan pada pasien bedah atau pasien pre operasi, dengan
mempersiapkan pasien yang akan menjalani pembedahan, ada beberapa kelas yang dipersiapkan
sesuai kebutuhan pasien baik kelas I, kelas II, maupun kelas III untuk pasien dengan Jamkesmas.
Selain itu ruangan bangsal bedah memiliki fasilitas yang memadai untuk menunjang
pelayanan kesehata dan persiapan pasien untuk melakukan operasi seperti laboraturium dan
EKG, dan juga harus memiliki suatu ruangan khusus untuk pasien dengan Luka Bakar.
Strategi peningkatan pelayanan kesehatan pada RSUD dr. AHMAD MOCHTAR disusun
sebagai tanggapan atas bertambahnya jumlah rumah sakit di Sumatera Barat. Rumah sakit umum
dr. AHMAD MOCHTAR merupakan Rumah Sakit Umum Daerah tipe B. penulisan dengan judul
unit Bangsal Bedah diharapkan dapat memberi manfaat serta kontribusi bagi pelayan kesehatan
yang lebih baik untuk yang akan datang.
1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelayanan rawat inap dan kepuasan pasien di Bangsal Wanita RSUD
dr. AHMAD MOCHTAR Bukittinggi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui sarana dan prasarana serta pelayanan rawat inap di Bangsal Wanita
RSUD dr. AHMAD MOCHTAR Bukittinggi
b. Untuk mengetahui kepuasan pasien di Bangsal Wanita RSUD dr. AHMAD MOCHTAR
Bukittinggi
2
1.3. Manfaat
Dengan adanya peninjauan dan penulisan ini maka diharapkan hasilnya dapat berguna
dan bermanfaat untuk :
Manfaat aplikatif
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
3
2.1. Rumah Sakit
2.1.1. Defenisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri tenaga medis professional yang
terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan
kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan
penyakit yang diderita oleh pasien (American Hospital Assosiation, 1974).
Fungsi-fungsi ini dilaksanakan dalam kegiatan intramural (didalam rumah sakit) dan
eksramural (di luar rumah sakit). Kegiatan intramural dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
pelayanan rawat inap dan pelayanan rawat jalan (Pedoman Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia,
Depkes RI, 1994).
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit,
dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah
sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit yaitu :
a. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub spesialistik luas.
b. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan sub
spesialistik luas.
4
c. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang memiliki fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Angka
BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh
masyarakat. Angka BOR yang tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan
tempat tidur yang tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat
tidur.
AVLOS adalah rata-rata lama rawat pasien. Indicator ini disamping memberikan
gambaran tingkat efisiensi juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila
ditempatkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih
lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.
BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode. Beberapa kali tempat
tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam satu tahun satu tempat
tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
TOL adalah rata-rata dimana tempat tidur tidak ditempati dari yang telah diisi hingga saat
terisi berikutnya. Indicator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan
tempat tidur. Idelanya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari. (Anonim,
2007).
5
Mutu pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit untuk memenuhi
permintaan konsumen akan pelayanan yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan
dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit dengan wajar, efisien,
dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hokum, dan
sosio budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarakat
konsumen (Standar Pelayanan Rumah Sakit, Dirjen Yanmed, Depkes RI, 1992).
a. Kehandalan yang mencakup dua hal pokok yaitu konsistensi kerja dan
kemampuan untuk dipercaya
b. Daya tangkap yaitu sikap tanggap para karyawan dalam melayani saat dibutuhkan
pasien
h. Jaminan keamanan.
j. Bukti langsung yaitu bukti fisik dari jasa bisa berupa fasilitas fisik,peralatan yang
digunakan, representasi fisik dan jasa.
(Serqual Item Scale for Measuring Costumer Perception of Servive Quality, Juornal of
Retailing, 64, 1988).
Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit
dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah :
Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan prilaku dokter dan perawat sera
tenaga profesi lainnya.
Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat
berdaya guna dan berhasil.
3. Keselamatan pasien
4. Kepuasan pasien
Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental, dan social pasien terhadap
keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya, lingkungan rumah
sakit, kebersihan, kenyamanan, dan kecepatan pelayanan.
Menurut Adji Muslihuddin (1996), Mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik
apabila :
7
2. Menyediakan pelayanan yang benar-benar professional dari setiap strata pengelola rumah
sakit, Pelayanan ini bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulangnya
pasien.
1. Petugas penerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus mampu
melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan penanganan segera.
2. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat pasien menaruh kepercayaan
bahwa pengobatan yang diterima dimulai dengan benar.
3. Penanganan oleh para dokter yang professional akan menimbulkan kepercayaan pasien
bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit.
4. Ruangan yang bersih dan nyaman memberikan nilai tambah kepada rumah sakit.
Pelayanan kesehatan harus dapat menjaga kualitas yang dapat memuaskan pasien.
Menurut Sabarguna (2004) kualitas pelayanan terdiri dari 4 aspek :
1. Kualitas klinis yaitu pelayanan kedokteran, ketepatan diagnose, ketepatan terapi, dan
kesembuhan atau kematian yang diperoleh
2. Kualitas efisiensi yaitu dilihat dari sudut keuanagan, murah, mahal, atau wajar bila
kualitasnya berimbang
Tingkatan atau level atau harapan pasien mengenai kualitas menurut Tjiptono (2005)
terdiri atas tingkatan, yaitu :
1. Level pertama
Harapan langganan yang paling sederhana dan berbentuk asumsi, must have, atau
take it for granted.
8
2. Level kedua
Harapan yang lebih tinggi daripada level pertama yaitu kepuasan dicerminkan dalam
pemenuhan persyaratan atau spesifiksi.
3. Level ketiga
Harapan yang lebih tinggi dari level pertama dan kedua yaitu menurut kesenangan
atau jasa yang bagus sehingga membuat pasien tertarik. Misalnya, semua karyawan
melayani saya dengan penuh respek dan menjelaskan segala sesuatunya dengan
cermat. Namun yang paling mengesankan adalah ketika mereka menelepon saya di
rumah pada hai berikutnya dan menanyakan apakah saya baik-naik saja.
Dalam memberikan pelayaanan rawat inap yang mencakup seluruh lapisan masyarakat,
rumah sakit menyediakan enam kelas jasa yaitu VIP, Utama I, Utama II, Kelas I, Kelas II, dan
kelas III yang masing-masing kelas mempunyai fasilitas yang berbeda-beda. Sebagai contoh
fasilitas yang ditawarkan tiap kelas pada suatu rumah sakit yaitu :
1. Ruang VIP
Fasilitas yang tersedia yaitu tempat tidur pasien (multi fungsi), tempat tidur penunggu,
AC split, TV, kulkas, sofa, over table, kursi teras, nurse call, lemari pakaian, kamar mandi
disertai kloset duduk, westafel dengan cermin hias, jemuran handuk kecil, jam dinding.
Satu kamar ditempati oleh seorang pasien. Ukuran kamar 4 x 7 meter.
2. Ruang utama
Fasilitas yang tersedia adalah tempat tidur pasien, tv, lemari pakaian, kursi teras, kursi
penunggu, nurse call, kamar mandi, westafel dengan cermin hias, jam dinding. Satu
kamar ditempati oleh seorang pasien. Ukuran kamar 4 x 4 meter.
3. Kelas I
Fasilitas yang disediakan adalah tempat tidur pasien, kamar mandi, kipas angin, meja
pasien, lemari pasien, nurse call, kursi penunggu. Satu kamar ditempati oleh dua orang.
Ukuran kamar 4 x 3 meter.
4. Kelas II
9
Fasilitas yang tersedia yaitu tempat tidur pasien, kursi penunggu, meja pasien. Satu
kamar ditempati 4 orang pasien. Ukuran kamar untuk kelas II adalah 4 x 8 meter.
5. Kelas III
Fasilitas yang diberikan yaitu tempat tidur pasien, lemari pasien, kursi penunggu, meja
pasien. Satu kamar ditempati oleh 10 orang pasien. Ukuran kamar 9 x 8 meter.
Tenaga medis merupakan unsur yang memberikan pengaruh paling besar dalam menentukan
kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada pasien di rumah sakit. Fungsi utamanya adalah
memberikan pelayanan medik kepada pasien dengan mutu sebaik-baiknya, menggunakan tata
cara dan teknik berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat dipertanggung
jawabkan kepada pasien dan rumah sakit.
Donabedian (1980) mengatakan bahwa prilaku dokter dalam aspek teknis managemen,
managemen lingkungan social, managemen psikologi, dan managemen terpadu, managemen
kontinuitas dan koordinasi kesehatan, dan penyakit harus mencakup beberapa hal, yaitu :
1. Ketepatan diagnose
Pelayanan perawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit
secara menyeluruh yang sekaligus merupakan tolak ukur keberhasilan pencapaian tujuan rumah
sakit bahkan sering menjadi factor penentu citra rumah sakit dimata masyarakat.
Keperawatan sebagai suatu provesi di rumah sakit yang cukup potensial dalam
menyelenggarakan upaya mutu karena selain jumlahnya yang dominan juga pelayanannya
menggunakan pendekatan metode pemecahan masalah secara ilmiah melalui proses
keperawatan.
10
2.3. Kepuasan Pasien
Kepuasan pasien sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah
membandingkan antara presepsi kinerja atau hasil suatu jasa pelayanan dengan harapan-
harapannya (Kotler, 2003).
3. Respon terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan produk atau jasa,
berdasarkan pengalaman akumulatif dan lain-lainnya)
BAB III
11
1. Menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan
mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan.
2. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yang tepat, prosedur yang
tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang
dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi.
3. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat sebelum
prosedur operasi dimulai.
RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi awalnya merupakan Rumah Sakit Militer Belanda
yang didirikan tahun 1908. Pada waktu penjajahan Jepang, rumah sakit ini diambil alih oleh
Jepang dan digunakan sebagai RS Militer Jepang. Sejak perang kemerdekaan RI sampai tahun
1952 dijadikan sebagai RS Tentara. Pada tanggal 08 September 1952 rumah sakit ini diserahkan
12
kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja Sumatera Tengah, yang kemudian menjadi
milik Pemerintah Daerah Sumatera Barat. Tahun 1979, ditetapkan sebagai RSU Bukittinggi Klas
C dengan kapasitas 250 tempat tidur. Berdasarkan SK Menkes RI, tanggal 13 Oktober 1981
RSU Bukittinggi resmi berganti nama menjadi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Surat
keputusannya langsung diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia saat itu yaitu
Bapak Dr. Suwarjono Suryaningrat. Nama tersebut dipakai karena Bapak Prof. Dr. Achmad
Mochtar adalah seorang dokter yang berasal dari Bonjol Sumatera Barat dan berjasa di tingkat
Nasional, yang telah dianugerahi tanda jasa, antara lain Satya Lencana Kebaktian Sosial tahun
1968, dan tanda kehormatan Bintang Jasa Klas III.
Dalam rangka menyikapi PP No. 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum, serta Permendagri No 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Berdasarkan
Keputusan Gubernur Sumatera Barat Nomor 440-509-2009 tentang Penetapan RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi untuk melaksanakan Penerapan PPK BLUD secara penuh.
Sejak berdiri sampai sekarang RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi telah mempunyai 10
orang direktur.
13
14
2.2. Visi dan Misi
VISI
MISI
3. Mendidik dan melatih tenaga kesehatan serta mengadakan penelitian di bidang kesehatan.
MOTO:
Mengutamakan Pelayanan Yang Ramah, Cepat, Tepat Dan Siap Berkinerja TERBAIK
NILAI
Nilai Organisasi merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh setiap pegawai dan
dijadikan sebagai panduan dalam memilih berbagai alternatif yang diperlukan untuk menuju
masa depan. Dengan diterapkannya nilai-nilai Organisasi oleh semua pihak sebagai panduan
dalam bertindak, diharapkan citra Organisasi akan semakin baik dan pelayanan yang diberikan
dapat memuaskan pasien (konsumen).
Budaya kerja Rumah Sakit dapat dilaksanakan dengan memegang nilai-nilai dasar
sebagai acuan bagi RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi dalam berperilaku yang menunjang
tercapainya Visi dan Misi. Nilai dasar tersebut, nantinya diharapkan dapat menjadi budaya
organisasi di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi dengan selalu memakai pin smile dengan
tulisan nilai dasar. Nilai dasar tersebut adalah:
TERBAIK
Peralatan
Peralatan medik dilengkapi secara bertahap dari tahun ke tahun dengan berpedoman
kepada Standar RS Klas B, peralatan tersebut antara lain : Peralatan ICU/ICCU, IGD, CSSD,
Instalasi Gas Oxygen Sentral, dan peralatan Covese untuk perinatologi di IGD dan adanya alat
15
USG, endoskopi laparaskopi dan colonoskopi lengkap di Interne, refraktometri dan tonometri
Selain itu, telah ada alat canggih lain seperti : mesin hemodialisa (alat pencuci darah) dan alat
bronchoscopy serta spirometry di bagian Paru, treadmill dengan. memakai komputer (alat
pemeriksaan jantung), CT Scan, Eccocardiograpy, Orthopaedy dan lain-lain.
Jenis Pelayanan
a. Penyakit Dalam
b. Kesehatan Anak
c. Bedah
a. Penyakit Mata
d. Syaraf
f. Jiwa
16
g. Kardiologi
h. Pulmonologi
i. Orthopaedi
j. Bedah Saraf
k. Bedah Urologi
3. Pelayanan Subspesialistik :
a. Onkologi
b. Bedah Digestive
a. Radiologi
b. Patologi Klinik
c. Patologi Anatomi
d. Anestesi
e. Gizi
f. Farmasi
g. Rehabilitasi Medik
Sedangkan pelayanan unggulan yang diberikan oleh RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Bukittinggi tahun 2014 meliputi :
Keseluruhan jenis pelayanan tersebut di atas dilaksanakan dalam tiga bentuk pelayanan
seperti: Pelayanan di Rawat Jalan (Poliklinik), Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 (dua
puluh empat) jam serta Pelayanan di Rawat Inap.
BOR menurut Huffman (1994) adalah the ratio of patient service days to inpatient bed
count days in a period under consideration. Sedangkan menurut Depkes RI (2005), BOR adalah
prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan
gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR
yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus:
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X Jumlah hari dalam
satu periode)) X 100%
AVLOS menurut Huffman (1994) adalah the average hospitalizatio stay of inpatient
discharged during the period under consideration. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah
rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis
tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai AVLOS
yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus:
AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)
18
TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati
dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus:
TOI = ((Jumlah tempat tidur X Periode) Hari perawatan) / Jumlah pasien keluar (hidup
+ mati)
BTO menurut Huffman (1994) adalah the net effect of changed in occupancy rate and
length of stay. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada
satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam
satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus:
BTO = Jumlah pasien keluar (hidup + mati) / Jumlah tempat tidur
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk
tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah
sakit.
Rumus:
NDR = (Jumlah pasien mati > 48 jam / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000
permil
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar.
Rumus:
GDR = ( Jumlah pasien mati seluruhnya / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)) X 1000
permil
Metode Tim
Metode tim merupakan suatu metode pemberian asuhan keperawatan dimana seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan kelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif (Douglas, 1984). Model
tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan rasa tanggung
jawab perawat yang tinggi sehingga diharapkan mutu asuhan keperawatan meningkat.
19
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan menggunakan tim
yeng terdiri atas kelompok klien dan perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang
berijazah dan berpengalaman kerja serta memiliki pengetahuan dibidangnya (registered nurse).
Pembagian tugas dalam kelompok dilakukan oleh pimpinan kelompok atau ketua group dan
ketua group bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota group atau tim. Selain itu ketua
group bertugas memberi pengarahan dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan
klien serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan
selanjutnya ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan pelayanan atau asuhan
keperawatan terhadap klien
Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun 1950-an, saat berbagi pemimpin
keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim dapat menyatukan perbedaan katagori
perawat pelaksana dan sebagai upaya untuk menurunkan masalah yang timbul akibat
penggunaan model fungsional. pada model tim, perawat bekerja sama memberikan asuhan
keperawatan professional (Marquis& Hutson,2000). di bawah pimpinan perawat professional
kelompok perawat akan dapat bekerja bersam untuk memenuhi sebagai perawat fungsional.
penugasan terhadap pasien disebut untuk tim yang terdiri dari ketua tim dan anggota tim. Model
tim didasarkan padaa keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontribusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperaweatan sehingga timbul motivasi dan rasa
tanggung jawab perawat yang tinggi. setiap anggota tim akan merasakan kepuasan karena diakui
kontribusinya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu mencapai kualitas asuhan keperawatan
yang bermutu. potensi setiap anggota tim saling melengkapi menjadi satu kekuatan yang dapat
meningkatkan kemampuan kepemimpinan serta menimbulkan rasa kebersamaan dalam setiap
upaya dalam pemberian asuhan keperawatan.
Pelaksanan konsep tim sangat tergantung pada filisofi ketua tim apakah berorientasi pada
tugas atau oada klien. perawat yang berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk
mengetahui kondisi dan kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan merencanakan
perawatan klien. tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota tim, memberi arahan perawatan
untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan mengkoordinasikan aktivitas klien.
20
a. Untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan objektif pasien sehingga
pasien merasa puas.
b. Dapat meningkatkan kerja sama dan koordinasi perawat dalam melaksanakan tugas,
memungkinkan adanya transfer of knowladge dan transfer of experiences diantara perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan
c. Meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dan motivasi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan
d. Memfasilitasi pelayanan keperawatan yang komprehensif
e. Menerapkan penggunaan proses keperawatan sesuai standar
f. Menyatukan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda
BAB IV
PENUTUP
21
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A, Joedo P. 2003. Metode Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Binarupa Aksara.
Departemen Kesehatan RI, Pedoman Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia, Jakarta, 1994.
Depkes RI. Standar Pelayanan Rumah Sakit, Dirjen YAnmed, Depkes RI, Jakarta, 1992.
Parasuraman. A, Zeithharal, Lavenia A, and Berry, Leonard L, Serqual Item Scale for Measuring
Costumer Perception of Servive Quality, Journal of Retailing, 64, 1988.
22