Vous êtes sur la page 1sur 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat lain yang berhubungan dengan kesehatan
dan penyakit, termasuk keseluruhan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan
oleh tubuh manusia yang bertujuan menghasilkan energi yang nantinya akan
digunakan untuk aktivitas tubuh serta mengeluarkan zat sisanya (hasil metabolisme).
Nutrisi dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang
terkandung, aksi, reaksi, dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit. dapat disimpulkan bahwa nutrisi merupakan substansi organik atau ikatan-
ikatan dari suatu proses asimilasi mulai dari pemasukan dan pengolahan zat makanan
dalam tubuh untuk menghasilkan energi sebagai tenaga bagi aktifitas tubuh.1.2.3
Tubuh manusia memerlukan sejumlah gizi secara tetap, sesuai denganstandar
kecukupan gizi, namun kebutuhan tersebut tidak selalu dapat terpenuhi.Keadaan gizi
seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang
cukup lama. Bila kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi yang
nyata, tetapi akan timbul konsekuensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang
tidak disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi. Prevalensi anemi, kekurangan vitamin dan
dalam keadaan gizi kurang,masih tinggi di Indonesia. Di antara beberapa masalah gizi
utama yang terdapat diIndonesia, maka anemia gizi adalah yang paling umum
dijumpai. Prevalensianemia gizi pada pekerja di Indonesia terdapat sebanyak 40% dan
banyak dijumpai pada pekerja berat. Prevalensi anemia gizi ini tertinggi di antara
negara-negara ASEAN. Prevalensi yang tinggi membawa akibat yang tidak baik
terhadapindividu maupun masyarakat, karena menurunkan kualitas manusia dan sosial
ekonomi, serta menghambat pembangunan bangsa. 1.2.3.4.
Hal ini erat hubungannya dengan konsekuensi fungsional anemia gizi tersebut,
yaitu menurunkan produktifitas kerja. Penelitian yang dilakukan di luar negeri maupun di
Indonesia menunjukkan bahwa keadaan gizi kurang dapat menghambat aktivitas kerja
yangakan menurunkan produktivitas kerja. Hal ini disebabkan karena kemampuan
kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh jumlah energi yang tersedia, dimana energi
tersebut diperoleh dari makanan sehari-hari dan bilamana jumlah makanan sehari-hari

1
tak memenuhi kebutuhan tubuh, maka energi didapat dari cadangan tubuh. Kekurangan
zat gizi, pada tahap awal menimbulkan rasa lapar dalam jangka waktu tertentu berat
badan menurun yang disertai dengan kemampuan(produktivitas) kerja. Kekurangan
yang berlanjut akan mengakibatkan keadaan gizi kurang dan gizi buruk. Pada usia
dewasa, faktor gizi berperan untuk meningkatkan ketahanan fisik dan produktivitas
kerja dan selanjutnya disebutkan bahwa tanpa mengabaikan arti penting dari faktor
lain, gizi merupakan faktor kualitas SDM yang pokok, karena unsur gizi tidak hanya
sekedar mempengaruhi derajat kesehatan dan ketahanan fisik, tetapi juga menentukan
kualitas daya pikir atau kecerdasan intelektual yang sangat esensial bagi kehidupan
manusia. Dengan status gizi yang rendah akan sulit untuk hidup secara sehat, aktif,
dan produktif yang secara berkelanjutan. 1.2.3.4
Vitamin B12 merupakan kebutuhan pokok manusia dalam jumlah yang sangat
kecil yaitu 2 mikro-gram per hari. Fungsi vitamin B12 adalah membantu bekerjanya
enzim methionine synthase dan 5-metilmalonil-CoA mutase. Produksimetilkobalamin
memerlukan vitamin B12 yang ditemukan pada sistem syaraf pusat dan otak. Hal
tersebut merupakan alasan mengapa kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan
kelainan darah seperti macrocytos dan anemia pernisiosaserta kerusakan syaraf seperti
alzeimer. Perbedaan vitamin B12 dengan vitamin dan koenzim lainnya adalah strukturnya
sangat kompleks. Hal ini juga menggambarkan banyaknya tahapan biosintesis dengan
melibatkan banyak enzim yang diekspresikan lebih dari tiga puluh gen untuk sintesis
lengkap secara denovo.1.2.3.4
Gejala psikiatrik yang biasa ditemukan pada masyarakat umum adalah cemas,
kelelahan, dan tidak bisa tidur pada malam hari terjadi pada lebih dari separuh orang
dewasa pada waktu tertentu, sedangkan sebanyak satu dari tujuh orang mengalami
berbagai bentuk gangguan neurotik yang dapat didiagnosis. Gangguan yang paling
sering adalah depresi (10%), gangguan ansietas generalisata (8%) dan pengobatan
alkohol dengan dosis berbahaya (3%). Ansietas dan depresi, yang sering timbul
bersamaan, merupakan gangguan mental yang paling sering pada masyarakat umum.
Laporan perkembangan dunia tahun 1993 oleh Bank Dunia memperkirakan bahwa
masalah kesehatan mental menyebabkan 8% penyakit global yang berat, lebih besar
daripada yang disebabkan oleh tuberkulosis, kanker, atau penyakit jantung.

2
Manifestasi psikiatri dapat terjadi dengan adanya kadar B12 serum rendah
namun dengan tidak adanya kelainan neurologis dan hematologi yang dikenal dengan
baik lainnya. Berbagai macam gangguan kejiwaan yang dikaitkan dengan kekurangan
vitamin B12 meliputi demensia, depresi, psikosis, skizofrenia, ketergantungan alkohol,
mania dan gangguan obsesif-kompulsif . Di sisi lain penyakit kejiwaan dapat menjadi
predisposisi pasien terhadap kekurangan vitamin B12 akibat perubahan kebutuhan
nafsu makan, diet, atau metabolik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
malabsorpsi karena Giardia lamblia, lama rawat inap dan penyakit kejiwaan, riwayat
operasi gastro-intestinal, infeksi HIV, usia yang lebih tua dan beberapa obat
mempengaruhi tingkat vitamin B12 rendah. Tingkat serum vitamin B12 yang rendah
dapat membahayakan pemulihan total kesehatan mental pada pasien yang dirawat
karena penyakit jiwa 5.6.7.8
Penyelidik telah melaporkan prevalensi tingkat vitamin B12 serum rendah di
antara rawat inap psikiatri antara 5% dan 30% Total kadar vitamin B12 serum
bermanfaat dalam diagnosis kekurangan vitamin B12. 8.9.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Reaksi pada Vitamin B12

Reaksi metionin sintetase melibatkan asam folat. Gugus metil 5-


metiltetrahidrofolat (5-metil-H4 folat) dipindahkan ke vitamin B12
untuk metilkobalamin yang kemudian memberikan gugus metil ke hemosistein.
Produk akhir adalah metionin, vitamin B12, H4 folat yang dibutuhkan utnuk
pembentukan poliglutamilfolat dan 5,10 -metil-H4 folat yang merupakan faktor
timidilatsintetase dan akhirnya untuk sintesis DNA. Terjadinya anemia megaloblastik
padakekurangan vitamin B12 dan folat terletak pada peranan vitamin B12 dalam
reaksiyang dipengaruhi oleh metionin sintetase ini. Absorbsi intestinal vitamin B12 terjadi
dengan perantaraan tempat-tempatreseptor dalam ileum yang memerlukan pengikatan
vitamin B12, suatu glikoprotein yang sangat spesifik yaitu faktor intrinsik yang
disekresi sel-sel parietal pada mukosa lambung.. Setelah diserap vitamin B12 terikat
dengan protein plasma, transkobalamin II untuk pengangkutan ke dalam jaringan.
Vitamin B12 disimpan dalam hati terikat dengan transkobalamin I. Koenzim vitamin
B12 yang aktif adalah metilkobalamin dan deoksiadenosilkobalamin.
Metilkobalaminmerupakan koenzim dalam konversi hemosistein menjadi metionin dan
jugakonversi metiltetrahidrofolat menjadi tetrafidrofolat. Deoksiadenosilkobalamin
adalah koenzim untuk konversi metilmalonil Co-A menjadi suksinil Co-A. 8.9.10.11

Gejala Kekurangan / Defisiensi Vitamin B12


Kekurangan atau defisiensi vitamin B12 menyebabkan anemia megaloblastik.
Karena defisiensi vitamin B12 akan mengganggu reaksi metioninsintase . Anemia
megaloblastik terjadi akibat terganggunya sintesis DNA yang mempengaruhi
pembentukan nukleus pada ertrosit yang baru . Keadaan inidisebabkan oleh gangguan
sintesis purin dan pirimidin yang terjadi akibatdefisiensi tetrahidrofolat.
Homosistinuria dan metilmalonat asiduria juga terjadi.Kelainan neurologik yang
berhubungan dengan defisiensi vitamin B12 Dapat terjadi sekunder akibat defisiensi
relatif metionin.Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan kekurangan darah
(anemia),yang sebenarnya disebabkan oleh kekurangan folat. 9.10.11.12

4
Tanpa vitamin B12, folat tidak dapat berperan dalam pembentukan sel-sel
darah merah.Gejala kekurangan / defisiensi vitamin B12 lainnya adalah sel-sel
darahmerah menjadi belum matang (immature), yang menunjukkan sintesis DNA
yanglambat. Kekurangan vitamin B12 dapat juga mempengaruhi sistem
syaraf, berperan pada regenerasi syaraf peripheral, mendorong kelumpuhan. Selain
itu juga dapat menyebabkan hipersensitif pada kulit.Defisiensi vitamin B12 jarang
terjadi karena kekurangan dalam makanan,akan tetapi sebagian besar sebagai akibat
penyakit saluran pencernaan atau padagangguan absorpsi dan transportasi. Karena
vitamin B12 dibutuhkan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktifnya, salah satu
gejala kekurangan vitamin B12 adalah anemia karena kekurangan folat. Anemia
pernisiosa terjadi pada atrofilambung yang menyebabkan berkurangnya sekresi faktor
intrinsik. Separuh dari kejadian ini bersifat keturunan dan selebihnya karena proses
menua (setelah 40tahun) dengan meningkatnya proses atrofi jaringan tubuh. 9.10.11.12
Kekurangan vitamin B12 menimbulkan dua jenis sindroma. Gangguansintesis
DNA (penghambatan pada sintesis purin dan pirimidin) menyebabkangangguan
perkembangan sel-sel, terutama sel-sel yang cepat membelah. Sel-sel membesar
(megaloblastosis), terutama prekursor eritrosit dalam sum-sum tulang,dan sel-sel
penyerap pada permukaan usus. Megaloblastosis menyebabkan anemiamegaloblastik,
glositis, serta gangguan saluran pencernaan berupa gangguanabsorpsi dan rasa lemah.
Sindroma kedua berupa gangguan saraf yang menunjukkan degenerasi otak,
saraf mata, saraf tulang belakang dan saraf periper.Tanda-tandanya adalah mati rasa,
kesemutan, kaki terasa panas, kaku, dan rasalemah pada kaki. Kekurangan vitamin
B12 lebih banyak terjadi pada orang tua karena pola makan yang tidak teratur. 9.10.11.12
Vitamin B12, disebut juga kobalamin ini, adalah sebuah vitamin larut air yang
berperan penting dalam berfungsi normalnya otak dan sistem saraf, serta dalam
pembentukan darah. Vitamin ini merupakan salah satu dari delapan vitamin B.
Umumnya, vitamin ini terlibat dalam metabolisme setiap sel dalam tubuh, terutama
pengaruhnya pada sintesis dan regulasi DNA serta pada sintesis asam lemak dan
produksi energi. Vitamin B12 merupakan kumpulan senyawa-senyawa yang
terhubung secara kimia, yang semuanya memiliki aktivitas sebagai vitamin. Secara
struktur, vitamin B12 adalah vitamin yang paling kompleks dan mengandung elemen
kobal yang jarang tersedia secara biokimia. Kekurangan vitamin B12 akan

5
menyebabkan berbagai masalah, namun kelebihan vitamin ini akan menimbulkan
kerusakan saraf, namun ini jarang terjadi. Fungsi vitamin B12 :
Membina bahan genetik
Membantu pembentukan sel darah merah
Berpartisipasi dalam pengubahan bentuk karbohidrat dan lemak
Berperan dalam mendukung fungsi saraf
Mencegah anemia berat
Mengaktifkan zat besi dan mempermudah penyerapan Vitamin A9.10.11.12

Pada ibu hamil Kekurangan vitamin B12


a. Anemia fatal yang disebut Pernicious anemia.
b. Terhambatnya perkembangan otak dan saraf janin
c. Kehilangan nafsu makan
Pada bayi Kekurangan vitamin B12
a. Anemia
b. Refleks menurun
c. Diare
Pada anak Kekurangan vitamin B12
a. Anemia
b. Menurunkan daya ingat
c. Menimbulkan gangguan pendengaran
d. Hilang nafsu makan
e. Refleks menurun
f. Menyebabkan kebodohan
Pada remaja Kekurangan vitamin B12
a. Mudah marah
b. Nafsu makan turun
c. Menurunkan daya ingat
d. Kerusakan saraf
Pada dewasa Kekurangan vitamin B12
a. Anemia
b. Mudah marah dan tersinggung

6
c. Gangguan pendengaran13.14.15.16.

B. Definisi Sehat Jiwa, Penggolongan dan Penyebab Gangguan Jiwa


1. Defenisi sehat jiwa
Menurut WHO (2011), yang dimaksud dengan sehat jiwa adalah a state of well-
being in which every individual realizes his or her own potential, can cope with the
normal stresses of life, can work productively , and is able to make a contribution to
her or his community Berdasarakan defenisi diatas jelaslah bahwa sehat jiwa itu
bukan hanya sekedar bebas dari gangguan jiwa akan tetapi, seseorang yang sehat
jiwanya adalah seseorang yang mengerti dan menyadari kemampuan yang
dimilikinya, bisa mengatasi stres dalam kehidupan sehari hari, dapat bekerja secara
produktif dan berkontribusi di masyarakat dimana dia berada. Jadi, seandainya
seseorang merasa bahwa dia tidak bisa apa apa atau merasa dirinya jelek atau bodoh,
orang tersebut bisa dikatakan tidak sehat jiwanya. 2.3.17
Demikian juga orang yang senangnya bermalas malasan, penggangguran bisa
juga tidak sehat jiwanya. Akan tetapi perlu dipahami bahwa produktig disini tidak
selalu berkonotasi materi. Produktif disini bisa juga menolong orang lain, beribadah
(menghasilkan pahala) atau menulis (menghasilkan ilmu). Selanjutnya, orang yang
sehat jiwanya mampu mengatasi stres yang dialaminya sehari hari. Orang yang sehat
jiwanya biasanya tidak stres-an. Tenang dalam menghadapi masalah dan tidak
menyalahkan hal hal diluar dirinya. Orang yang sehat jiwanya akan mampu
berkontribusi di masyarakat. Orang yang mempunyai harga diri rendah merasa malu
bergaul dengan orang lain, sebaliknya orang yang sombong merasa dirinya tidak
pantas berada disekitar orang kebanyakan sehingga biasanya dia hanya berteman
dengan orang orang tertentu saja. 2.3.4.17

2. Penggolongan gangguan jiwa


Secara internasional, penggolongan gangguan jiwa mengacu pada DSM IV. DSM
IV ini dikembangkan oleh para expert dibidang psikistri di Amerika Serikat. DSM IV
ini telah dipakai secara luas terutama oleh para psikiater dalam menentukan diagnosa
gangguan jiwa. Di indonesia para ahli kesehatan jiwa menggunakan PPDGJ 3 sebagai
acuan dalam menentukan diagnosa gangguan jiwa. Secara umum gangguan jiwa dapat

7
dibagi kedalam dua kelompok yaitu gangguan jiwa ringan dan gangguan jiwa berat.
Yang termasuk kedalam gangguan jiwa ringan antara lain cemas, depresi,
psikosomatis dan kekerasan sedangkan yang termasuk kedalam gangguan jiwa berat
seperti skizofrenia, manik depresif dan psikotik lainnya. Menurut Hawari (2001),
tanda dan gejala gangguan jiwa ringan (cemas) adalah sebagai berikut:
Perasan khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri dan mudah
tersinggung
Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang
Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
Gangguan konsentrasi dan daya ingat
Keluhan-keluhan somatik seperti rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran
berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan
perkemihan dan sakit kepala. Sedangkan tanda dan gejala depresi menurut NIMH
USA antara lain:
Rasa sedih yang terus-menerus
Rasa putus asa dan pesimis
Rasa bersalah, tidak berharga dan tidak berdaya
Kehilangan minat Energi lemah, menjadi lamban
Sulit tidur (insomnia) atau tidur berlebihan (hipersomnia)
Sulit makan atau rakus makan (menjadi kurus atau kegemukan)
Tidak tenang dan gampang tersinggung
Berpikir ingin mati atau bunuh diri 2.3.4.17
Apa tanda dan gejala gangguan jiwa berat ? Secara cepat sebenarnya kita dapat
mengenali seseorang yang mengalami gangguan jiwa berat. Mereka yang mengalami
gangguan jiwa berat tidak bisa menjalankan kehidupannya sehari hari, bicaranya
tidak nyambung, sering berperilaku menyimpang dan terkadang mengamuk. Orang
gila yang kita temukan dijalanan itu biasnya mengalami gangguan jiwa berat. Adapun
menurut DSM IV, tanda dan gejala skizofrenia adalah :
1. Gejala positif yaitu sekumpulan gejala perilaku tambahan yang menyimpang
dari perilaku normal seseorang termasuk distorsi persepsi (halusinasi), distorsi isi pikir

8
(waham), distorsi dalam proses berpikir dan bahasa dan distorsi perilaku dan
pengontrolan diri.
2. Gejala negatif yaitu sekumpulan gejala penyimpangan berupa hilangnya
sebagian fungsi normal dari individu termasuk keterbatasan dalam ekspresi emosi,
keterbatasan dalam produktifitas berfikir, keterbatasab dalam berbicara (alogia),
keterbatasan dalam maksud dan tujuan perilaku. 2.3.4.17

3. Penyebab gangguan jiwa


Pada umumnya orang awam beranggapan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh
santet atau diguna guna atau kekuatan supra natural. Akan tetapi sesungguhnya
gangguan jiwa disebabkan oleh banyak faktor yang beriteraksi satu sama lain. 2.3.4.17

3.1. Pengalaman traumatis sebelumnya


Sebuah survey yang dilakukan oleh Whitfield, Dubeb, Felitti, and Anda (2005)
di San Diego, Amerika Serikat selama 4 tahun terhadap 50,000 pasien psychosis
menemukan sebanyak 64% dari responden pernah mengalami trauma waktu mereka
kecil (sexual abuse, physical abuse, emotional abuse, and substance abuse). Penelitian
lain yang gangguan jiwa Biologis Psikoedukasi Pemahaman dan keyakinana agama
kurang Koping tidak konstruktif Stressor psikososial Pengalaman traumatis dilakukan
oleh Hardy et al. (2005) di UK terhadap 75 pasien psychosis menemukan bahwa ada
hubungan antara kejadian halusinasi dengan pengalaman trauma. 30,6% mereka yang
mengalami halusinasi pernah mengalami trauma waktu masa kecil mereka2.3.4.17
3.2. Faktor biologi
3.2.1. Faktor Genetik
Hingga saat ini belum ditemukan adanya gen tertentu yang menyebabkan
terjadinya gangguan jiwa. Akan tetapi telah ditemukan adanya variasi dari multiple
gen yang telah berkontribusi pada terganggunya fungsi otak (Mohr, 2003). Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika serikat telah
menemukan adanya variasi genetik pada 33000 pasien dgn diagnosa skizofrenia,
Autis, ADHD, bipolar disorder dan mayor deppressive disorder. (NIH, USA, 2013).
Penelitian tersebut menemukan bahwa Variasi CACNA1C dan CACNB2 diketahui
telah mempengaruhi circuitry yang meliputi memori, perhatian, cara berpikir dan

9
emosi (NIH, USA, 2013). Disamping itu juga telah ditemukan bahwa dari orang tua
dan anak dapat menurunkan sebesar 10%. Dari keponakan atau cucu sebesar 2 4 %
dan saudara kembar identik sebesar 48 %. 2.3.4.17

3.2.2. Gangguan sturktur dan fungsi otak


Hipoaktifitas lobus frontal telah menyebabkan afek menjadi tumpul, isolasi
sosial dan apati. Sedangkan gangguan pada lobus temporal telah ditemukan terkait
dengan munculnya waham, halusinasi dan ketidak mampuan mengenal objek atau
wajah. Gangguan prefrontal pada pasien skizofrenia berhubungan dengan terjadinya
gejala negatif seperti apati, afek tumpul serta miskin nya ide dan pembicaraan.
Sedangkan pada bipolar disorder, gangguan profrontal telah menyebabkan munculnya
episode depresi, perasaan tidak bertenaga dan sedih serta menurunnya kemampuan
kognitif dan konsentrasi. Dsifungsi sistim limbik berkaitan erat dengan terjadinya
waham , halusinasi, serta gangguan emosi dan perilaku. Penelitian terbaru menemukan
penyebab AH adanya perubahan struktur dalam sirkuit syaraf yaitu adanya kerusakan
dalam auditory spatial perception(Hunter et all,2010) 2.3.4.17

3.2.3. Neurotransmitter
Neurotransmiter adalah senyawa organik endogenus membawa sinyal di antara
neuron. Neurotransmitter terdiri dari: Dopamin: berfungsi membantu otak mengatasi
depresi, meningkatkan ingatan dan meningkatkan kewaspadaan mental. Serotonin:
pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur status mood dan temperatur tubuh serta
berperan dalam perilaku aggresi atau marah dan libido Norepinefrin: Fungsi Utama
adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur fight-
flightdan proses pembelajaran dan memory Asetilkolin: mempengaruhi kesiagaan,
kewaspadaan, dan pemusatan perhatian Glutamat: pengaturan kemampuan memori
dan memelihara fungsi automatic . 2.3.4.17

3.3. Faktor psikoedukasi


Faktor ini juga tidak kalah pentingnya dalam kontribusinya terhadap terjadinya
gangguan jiwa. Sebuah penelitian di Jawa yang dilakukan oleh Pebrianti, Wijayanti,
dan Munjiati (2009) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tipe

10
pola asuh keluarga dengan kejadian Skizofrenia. Sekitar 69 % dari responden
(penderita skizofrenia) diasuh dengan pola otoriter, dan sekitar 16,7 % diasuh dengan
pola permissive. Penelitian lain yang dilakukan oleh Erlina, Soewadi dan Pramono si
Sumatra Barat tentang determinan faktor timbulnya skizofrenia menemukan bahwa
pola asuh keluarga patogenik mempunyai risiko 4,5 kali untuk mengalami gangguan
jiwa skizofrenia dibandingkan dengan pola asuh keluarga tidak patogenik. Adapun
yang mereka maksud dengan pola suh patogenik tersebut antara lain :
1. Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya
2. Melindungi anak secara berlebihan karena sikap berkuasa dan harus tunduk
saja
3.Sikap penolakan terhadap kehadiran si anak (rejected child)
4. Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi
5. Penanaman disiplin yang terlalu keras
6. Penetapan aturan yang tidak teratur atau yang bertentangan
7. Adanya perselisihan dan pertengkaran antara kedua orang tua
8. Perceraian 9. Persaingan dengan sibling yang tidak sehat
10. Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral)
11. Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak)
12. Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-psikotik)

Berkaitan dengan penelantaran anak, sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh
Schafer et al (2007) pada 30 pasien wanita dengan skizofrenia, menemukan adanya
korelasi yang bermakna antara anak-anak yang ditelantarkan baik secara fisik maupun
mental dengan gangguan jiwa. Pada analisis multivariabel, Schafer menemukan bahwa
mereka yang mempunyai status ekonomi rendah berisiko 7,4 kali untuk menderita
ganguan jiwa skizofrenia dibanding dengan mereka yang mempunyai status ekonomi
tinggi . Artinya mereka dari kelompok ekonomi rendah kemungkinan mempunyai
risiko 7,4 kali lebih besar mengalami kejadian skizofrenia dibandingkan mereka yang
dari kelompok ekonomi tinggi. 2.3.4.17

11
3.4. Faktor koping

Ketika individu mengalami masalah, secara umum ada dua strategi koping yang
biasanya digunakan oleh individu tersebut, yaitu: Problem-solving focused coping,
dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan
kondisi atau situasi yang menimbulkan stres Emotion-focused coping, dimana
individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang akan timbul akibat suatu kondisi atau situasi
yang penuh tekanan. Individu yang menggunakan problem solving focused coping
cenderung berorientasi pada pemecahan masalah yang dialaminya sehingga bisa
terhindar dari stres yang berkepanjangan sebaliknya individu yang senantiasa
menggunakan emotion-focused coping cenderung berfokus pada ego mereka sehingga
masalah yang dihadapi tidak pernah ada pemecahannya yang membuat mereka
mengalami stres yang berkepanjangan bahkan akhirnya bisa jatuh kekeadaan
gangguan jiwa berat. 2.3.4.17

3.5. Stressor psikososial

Faktor stressor psikososial juga turut berkontribusi terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Seberapa berat stressor yang dialami seseorang sangat mempengaruhi respon dan
koping mereka. Seseorang mengalami stressor yang berat seperti kehilangan suami
tentunya berbeda dengan seseorang yang hanya mengalami strssor ringan seperti
terkena macet dijalan. Banyaknya stressor dan seringnya mengalami sebuah stressor
juga mempengaruhi respon dan koping. Seseorang yang mengalami banyak masalah
tentu berbeda dengan seseorang yang tidak punya banyak masalah. 2.3.4.17

3.6. Pemahaman dan keyakinan agama

Pemahaman dan keyakinan agama ternyata juga berkontribusi terhadap kejadian


gangguan jiwa. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan ini. Sebuah
penelitian ethnografi yang dilakukan oleh Saptandari (2001) di Jawa tengah
melaporkan bahwa lemahnya iman dan kurangnya ibadah dalam kehidupan sehari
hari berhubungan dengan kejadian gangguan jiwa. Penelitian saya di tahun 2011 juga

12
telah menemukan adanya hubungan antara kekuatan iman dengan kejadian gangguan
jiwa. Pada pasien yang mengalami halusinasi pendengaran, halusinasinya tidak
muncul kalau kondisi keimanan mereka kuat 2.3.4.17

C. Aspek Psikiatri pada Gangguan Gizi Defisiensi Cobalamin

Berbagai macam gangguan kejiwaan yang dikaitkan dengan kekurangan


vitamin B12 meliputi demensia, depresi, psikosis, skizofrenia, ketergantungan alkohol,
mania dan gangguan obsesif-kompulsif . Di sisi lain penyakit kejiwaan dapat menjadi
predisposisi pasien terhadap kekurangan vitamin B12 akibat perubahan kebutuhan
nafsu makan, diet, atau metabolik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
malabsorpsi karena Giardia lamblia, lama rawat inap dan penyakit kejiwaan, riwayat
operasi gastro-intestinal, infeksi HIV, usia yang lebih tua dan beberapa obat
mempengaruhi tingkat vitamin B12 rendah. Tingkat serum vitamin B12 yang rendah
dapat membahayakan pemulihan total kesehatan mental pada pasien yang dirawat
karena penyakit jiwa 17.18.19
Kekurangan vitamin B12 juga bisa menyebabkan gejala mania dan psikosis,
kelelahan, gangguan memori, mudah tersinggung, depresi, ataksia, dan perubahan
kepribadian. Pada gejala bayi termasuk iritabilitas, kegagalan tumbuh, apatis,
anoreksia, dan regresi perkembangan. Penyebabnya ialah Asupan makanan yang tidak
memadai dari vitamin B12. Vitamin B12 terjadi pada produk hewani (telur, daging,
susu) dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa hal itu mungkin juga terjadi pada
beberapa alga, seperti Chlorella dan Susabi-nori (Porphyra yezoensis). yang diisolasi
dari kultur bakteri juga ditambahkan ke banyak makanan yang diperkaya, dan tersedia
sebagai suplemen makanan Vegan, dan juga vegetarian, namun pada tingkat yang
lebih rendah, berisiko mengalami defisiensi B12 karena asupan makanan B12 yang
tidak memadai, jika tidak suplemen. Namun, kekurangan B12 bisa terjadi bahkan pada
orang yang mengonsumsi daging, unggas, dan ikan. Anak-anak berisiko lebih tinggi
mengalami defisiensi B12 karena asupan makanan yang tidak memadai, karena
mereka memiliki lebih sedikit persediaan vitamin dan kebutuhan vitamin yang relatif
lebih besar per kalori asupan makanan. 1.5.6.16

13
Selektif gangguan penyerapan vitamin B12 karena kekurangan faktor intrinsik.
Hal ini mungkin disebabkan oleh hilangnya sel parietal lambung pada gastritis atrofik
kronik (dalam hal ini, anemia megaloblastik yang dihasilkan mengambil nama
"anemia pernisiosa"), atau mungkin akibat reseksi perut yang lebar (untuk alasan
apapun), atau dari penyebab herediter yang jarang terjadi akibat gangguan sintesis
faktor intrinsik. 15.16.17
Gangguan penyerapan vitamin B12 dalam pengaturan sindrom malabsorpsi
atau maldigestion yang lebih umum. Ini termasuk segala bentuk kerusakan struktural
atau reseksi bedah yang luas dari ileum terminal (situs utama penyerapan vitamin
B12). Bentuk-bentuk achlorhydria (termasuk yang disebabkan oleh obat-obatan seperti
inhibitor pompa proton dan antagonis reseptor histamin 2) dapat menyebabkan
malabsorpsi B12 dari makanan, karena asam diperlukan untuk memisahkan B12 dari
protein makanan dan protein pengikat saliva. Proses ini dianggap sebagai penyebab
paling umum dari B12 rendah pada orang tua, yang seringkali memiliki kadar
achlorhydria tanpa faktor intrinsik yang rendah secara formal. Proses ini tidak
mempengaruhi penyerapan sejumlah kecil B12 dalam suplemen seperti multivitamin,
karena tidak terikat pada protein, seperti juga B12 dalam makanan. Operasi
pengangkatan usus kecil (misalnya pada penyakit Crohn) sehingga pasien hadir
dengan sindroma usus pendek dan tidak mampu menyerap vitamin B12. Ini bisa
diobati dengan suntikan vitamin B12 secara teratur. 1.3.13.18
Penggunaan jangka panjang hidroklorida ranitidin dapat menyebabkan
kekurangan vitamin B12. Penyakit celiac yang tidak diobati juga dapat menyebabkan
gangguan penyerapan vitamin ini, mungkin karena kerusakan pada mukosa usus halus.
Pada beberapa orang, kekurangan vitamin B12 dapat bertahan meski diobati dengan
diet bebas gluten dan memerlukan suplementasi. Beberapa prosedur bedah bariatrik,
terutama yang melibatkan pengangkatan bagian perut, seperti operasi bypass pinggul
Roux-en-Y. (Prosedur seperti tipe band lambung yang dapat disesuaikan tidak tampak
mempengaruhi metabolisme B12 secara signifikan). 17.18.19.20

14
Specialty Neurology

Symptoms Decreased ability to

think, depression,

irritability, abnormal

sensations, changes

in reflexes[1]

ComplicationsMegaloblastic anemia[2]

Causes Poor absorption,

decreased intake,

increased

requirements[1]

Diagnostic method
Blood levels below 120

180 picomol/L (170

250 pg/mL) in

adults[2]

Prevention Supplementation in
those at high risk[2]

Treatment Supplementation by

mouth or injection[3]

Frequency
6% (<60 years old), 20%

(>60 years old)[1]

Serum rendah dari Vitamin B12 lazim di antara pasien yang diobati dengan penyakit
kejiwaan terutama pada penderita skizofrenia. Manifestasi hematologis yang khas pada
tingkat serum B12 rendah tidak biasa seperti yang diharapkan. Skizofrenia, durasi penyakit

15
psikiatri yang lama, dan rawat inap akut dikaitkan secara independen dengan kadar B12
serum rendah di antara pasien psikiatri yang diajar. Populasi perempuan dikaitkan dengan
perlindungan dari tingkat serum rendah. Asosiasi dapat digunakan dalam pengembangan alat
skrining untuk pemilihan strategi pencegahan. Sebaiknya pasien yang diobati dengan penyakit
kejiwaan harus diskrining untuk kemungkinan kadar serum vitamin B12 yang rendah.17.18.19.20.

16
BAB III
KESIMPULAN
Vitamin B12 merupakan kebutuhan pokok manusia dalam jumlah yang sangat
kecil yaitu 2 mikro-gram per hari. Fungsi vitamin B12 adalah membantu bekerjanya
enzim methionine synthase dan 5-metilmalonil-CoA mutase. Produksimetilkobalamin
memerlukan vitamin B12 yang ditemukan pada sistem syaraf pusat dan otak. Hal
tersebut merupakan alasan mengapa kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan
kelainan darah seperti macrocytos dan anemia pernisiosaserta kerusakan syaraf seperti
alzeimer.
Manifestasi psikiatri dapat terjadi dengan adanya kadar B12 serum rendah
namun dengan tidak adanya kelainan neurologis dan hematologi yang dikenal dengan
baik lainnya. Berbagai macam gangguan kejiwaan yang dikaitkan dengan kekurangan
vitamin B12 meliputi demensia, depresi, psikosis, skizofrenia, ketergantungan alkohol,
mania dan gangguan obsesif-kompulsif . Di sisi lain penyakit kejiwaan dapat menjadi
predisposisi pasien terhadap kekurangan vitamin B12 akibat perubahan kebutuhan
nafsu makan, diet, atau metabolik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
malabsorpsi karena Giardia lamblia, lama rawat inap dan penyakit kejiwaan, riwayat
operasi gastro-intestinal, infeksi HIV, usia yang lebih tua dan beberapa obat
mempengaruhi tingkat vitamin B12 rendah. Tingkat serum vitamin B12 yang rendah
dapat membahayakan pemulihan total kesehatan mental pada pasien yang dirawat
karena penyakit jiwa
Manifestasi psikiatri dapat terjadi dengan adanya kadar B12 serum rendah
namun dengan tidak adanya kelainan neurologis dan hematologi yang dikenal dengan
baik lainnya. Berbagai macam gangguan kejiwaan yang dikaitkan dengan kekurangan
vitamin B12 meliputi demensia, depresi, psikosis, skizofrenia, ketergantungan alkohol,
mania dan gangguan obsesif-kompulsif . Di sisi lain penyakit kejiwaan dapat menjadi
predisposisi pasien terhadap kekurangan vitamin B12 akibat perubahan kebutuhan
nafsu makan, diet, atau metabolik. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa
malabsorpsi karena Giardia lamblia, lama rawat inap dan penyakit kejiwaan, riwayat
operasi gastro-intestinal, infeksi HIV, usia yang lebih tua dan beberapa obat
mempengaruhi tingkat vitamin B12 rendah. Tingkat serum vitamin B12 yang rendah

17
dapat membahayakan pemulihan total kesehatan mental pada pasien yang dirawat
karena penyakit jiwa.
Serum rendah dari Vitamin B12 lazim di antara pasien yang diobati dengan
penyakit kejiwaan terutama pada penderita skizofrenia. Manifestasi hematologis yang
khas pada tingkat serum B12 rendah tidak biasa seperti yang diharapkan. Skizofrenia,
durasi penyakit psikiatri yang lama, dan rawat inap akut dikaitkan secara independen
dengan kadar B12 serum rendah di antara pasien psikiatri yang diajar. Asosiasi dapat
digunakan dalam pengembangan alat skrining untuk pemilihan strategi pencegahan.
Sebaiknya pasien yang diobati dengan penyakit kejiwaan harus diskrining untuk
kemungkinan kadar serum vitamin B12 yang rendah.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Gille, D; Schmid, A . "Vitamin B12 in meat and dairy products.". Nutrition


Reviews. 73 (2): 10615.2015
2. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2009.
3. Barasi, Mary E. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Erlangga. 2007.
4. Stover, editors, Janos Zempleni, John W. Suttie, Jesse F. Gregory, III, Patrick J.
Handbook of vitamins (Fifth ed.). Hoboken: CRC Press. p. 477 . 2014.
5. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa. PPDGJ III. Jakarta. 2002.
6. kandar, Yul. Depresi dan Axites. PT Ciba Geigy: Jakarta. 1998.
7. Swarth, J. Stress dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara. 2004
8. Briani C, Dalla Torre C, Citton V, Manara R, Pompanin S, Binotto G, Adami F
"Cobalamin Deficiency: Clinical Picture and Radiological
Findings". Nutrients. 5 (11): 45214539. 2013.
9. "Dietary Supplement Fact Sheet: Vitamin B12 Health Professional Fact
Sheet". National Institutes of Health: Office of Dietary Supplements. 2016
10. Solomon LR . "Cobalamin-responsive disorders in the ambulatory care setting:
unreliability of cobalamin, methylmalonic acid, and homocysteine
testing". Blood. 105(3): 97885. 2015
11. Yamada K. "Chapter 9. Cobalt: Its Role in Health and Disease". In Astrid Sigel,
Helmut Sigel and Roland K. O. Sigel. Interrelations between Essential Metal Ions and
Human Diseases. Metal Ions in Life Sciences. Springer. pp. 295320.2013.
12. Hunt, A; Harrington, D; Robinson, S "Vitamin B12 deficiency.". BMJ (Clinical
research ed.). 349: g5226. (4 September 2014).
13. Lachner, C; Steinle, NI; Regenold, WT "The neuropsychiatry of vitamin B12
deficiency in elderly patients.". The Journal of neuropsychiatry and clinical
neurosciences. 24 (1): 515. 2012.
14. Guez S, Chiarelli G, Menni F, Salera S, Principi N, Esposito S "Severe vitamin B12
deficiency in an exclusively breastfed 5-month-old Italian infant born to a mother
receiving multivitamin supplementation during pregnancy". BMC Pediatrics (Full
text). Biomedcentral.com. 12: 85. 2012

19
15. Schwartz, William The 5-minute pediatric consult(6th ed.). Philadelphia: Wolters
Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. p. 535 . 2012.
16. Reynolds, E.H. "The neurology of folic acid deficiency". Handb Clin Neurol. 120:
92743. 2014.
17. Jaswinder Kaur, M.S Bhatania, Priyanka Gautam, Role of Dietary factors in
Psychiatry.Departmen Of Psychiatry, University Vollege of Medical Sciences. Under
Delhi University and Guru Teg Bahadur Hospital. Delhi Psychiatry Journal Vol 17
N0. 2. 2014.
18. Mafalda Brito Noronha, Nathalie Almeida Cunha, Daniela Agra Arajo.
Undernutrition, serum vitamin B12, folic acid and depressive symptoms in older
adults 1 Faculty of Nutrition and Food Science of Porto University, Nutr Hosp.
32:354-361; 2015.
19. Maja Vilibi, Vlado Juki, |elko Vidovi, and Petrana Bre. Cobalamin deficiency
manifested with seizures, mood oscillations, psychotic features and reversible dementia
in the absence of typical neurologic and hematologic signs and symptoms: A case
report. University of Zagreb, University Psychiatric Hospital, Coll. Antropol. 1: 317
319. 2013
20. Craig, TKJ. & Boardman, AP. Masalah kesehatan mental yang umum di layanan lini
pertama. Dalam Davies, T. & Craig, TKJ eds. ABC Kesehatan Mental. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009.

20

Vous aimerez peut-être aussi