Vous êtes sur la page 1sur 17

ASPEK MEDIKOLEGAL TRANSPLANTASI ORGAN

Oleh:

Muhammad Avin Zamroni 122011101027

DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO
TAHUN 2017
ASPEK MEDIKOLEGAL TRANSPLANTASI ORGAN

Tugas ini disusun untuk mengganti absensi kehadiran selama mengikuti


kepaniteraan klinik madya di Instalasi Kedokteran Forensik dan Medikolegal
RSUD dr. Soetomo

Oleh:

Muhammad Avin Zamroni 122011101027

DEPARTEMEN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD DR. SOETOMO
TAHUN 2017

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
BAB 1. PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Transplantasi Organ di Indonesia........................................... 2
BAB 2. PEMBAHASAN........................................................................... 4
2.1 Definsi..................................................................................... 4
2.2 Jenis-jenis Transplantasi......................................................... 4
2.3 Diagnosis Kematian ............................................................... 6
2.4 Aspek Medikolegal Transplantasi Organ ............................... 8
BAB 3. KESIMPULAN............................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14

iii
1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran
berkembang dengan pesat. Salah satunya adalah kemajuan dalam teknik
transplantasi organ. Transplantasi organ merupakan suatu teknologi medis untuk
penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi dengan organ dari individu
yang lain. Sejak kesuksesan transplantasi yang pertama kali berupa ginjal dari
donor kepada pasien gagal ginjal pada tahun 1954, perkembangan di bidang
transplantasi maju dengan pesat. Kemajuan ilmu dan teknologi memungkinkan
pengawetan organ, penemuan obat-obatan anti penolakan yang semakin baik
sehingga berbagai organ dan jaringan dapat ditransplantasikan. Dalam beberapa
kepustakaan disebutkan bahwa transplantasi organ sudah dilakukan sejak tahun
600 SM, dimana saat itu Susruta dari India telah melakukan transplantasi kulit1,2.
Seorang dokter di Cina, Pien Chiao melaporkan telah melakukan
pertukaran jantung antara seorang laki-laki dengan semangat kuat tetapi keinginan
lemah dengan seorang laki-laki yang semangatnya lemah tapi memiliki keinginan
yang kuat dalam berusaha, untuk mencapai keseimbangan dalam hidup. Gereja
Katolik mencatat pada abad ke 3, seorang pastur melakukan transplantasi kaki
pada seorang umatnya dengan kaki dari jenazah seorang Ethiopia 3. John Hunter
(1728-1793) dianggap sebagai pioneer dalam bedah eksperimental termasuk
transplantasi atas keberhasilannya dalam membuat kriteria teknik bedah untuk
menghasilkan jaringan transplantasi yang tumbuh di tempat yang baru. Namun
angka keberhasilan dari transplantasi tersebut masih minimal karena tidak
didukung dengan adanya sistem golongan darah dan histokompatibilitas. Seiring
dengan ditemukannya golongan darah sistem ABO dan Rhesus oleh Wiener dan
Landsteiner pada abad ke 20, angka keberhasilan transplantasi mengalami
peningkatan2,6.
2

Ilmu transplantasi modern semakin berkembang dengan ditemukannya


metode-metode pencangkokan, misalnya:
a. Pencangkokan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas
koroner oleh Dr. George E Green,
b. Pencangkokan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr.
Cristian Bernard, walaupun kemudian resipiennya kemudian
meninggal dalam waktu 18 hari,
c. Pencangkokan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke
penderita Parkinson oleh Dr. Andreas Bjorknlund,
d. Pencangkokan ginjal,
e. Pencangkokan hati,
f. Pencangkokan sumsum tulang,
g. Pencangkokan pankreas2

Sampai saat ini penelitian tentang transplantasi masih terus dilakukan.


Permintaan untuk transplantasi organ terus mengalami peningkatan melebihi
ketersediaan organ donor yang ada. Sebagai contoh di China, pada tahun 1999
tercatat hanya 24 transplantasi hati, namun tahun 2000 jumlahnya mencapai 78.
Sedangkan tahun 2003 angkanya bertambah hingga 356. Jumlah tersebut semakin
meningkat pada tahun 2004 yaitu 507 kali transplantasi. Tidak hanya hati, jumlah
transplantasi keseluruhan organ di China memang meningkat sangat drastis.
Setidaknya telah terjadi tiga kali lipat melebihi Amerika Serikat.
Ketidakseimbangan antara jumlah pemberi organ dengan penerima organ hampir
terjadi di seluruh dunia4.

1.2 Transplantasi Organ di Indonesia


Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan banyak cara yang
dapat ditempuh untuk memperoleh kesembuhan. Pada kasus-kasus tertentu,
transplantasi organ merupakan jalan yang dapat ditempuh untuk memperoleh
kesembuhan. Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan
3

atau organ dari satu individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya
baik yang sama maupun berbeda spesies5.
Transplantasi organ yang lazim dikerjakan di Indonesia adalah pemindahan
suatu jaringan atau organ antar manusia, bukan antara hewan ke manusia,
sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah pemindahan
seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau dari satu
tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini ditujukan untuk
mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain
yang masih berfungsi dari donor 6.
Transplantasi organ akan memiliki nilai sosial dan kemanusiaan tinggi bila
dilakukan atas dasar kemanusiaan bukan kepentingan komersial semata. Namun
dengan adanya ketimpangan yang cukup besar antara ketersediaan dengan
kebutuhan organ masalah komersialisasi organ menjadi salah satu perdebatan
yang sensitive di bidang medikolegal2.
Saat ini di Indonesia, transplantasi organ ataupun jaringan diatur dalam UU
No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Sedangkan peraturan pelaksanaannya
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat
Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh
Manusia. Hal ini tentu saja menimbulkan suatu pertanyaan tentang relevansi
antara Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang dimana Peraturan Pemerintah
diterbitkan jauh sebelum Undang-Undang2.
4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Transplantasi adalah perpindahan sebagian atau seluruh jaringan atau organ
dari satu individu pada individu itu sendiri atau pada individu lainnya baik yang
sama maupun berbeda spesies. Saat ini yang lazim di kerjakan di Indonesia saat
ini adalah pemindahan suatu jaringan atau organ antar manusia, bukan antara
hewan ke manusia, sehingga menimbulkan pengertian bahwa transplantasi adalah
pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain atau
dari satu tempat ke tempat yang lain di tubuh yang sama. Transplantasi ini
ditujukan untuk mengganti organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima
dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor1,2.
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, transplantasi adalah
tindakan medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang
berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk
mengganti jaringan dan atau organ tubuh yang tidak berfungsi dengan baik2.
Donor adalah orang yang menyumbangkan alat dan atau jaringan tubuhnya
kepada orang lain untuk tujuan kesehatan. Donor organ dapat merupakan organ
hidup ataupun telah meninggal. Sedangkan resipien adalah orang yang akan
menerima jaringan atau organ dari orang lain atau dari bagian lain dari tubuhnya
sendiri2. Transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai life saving sedangkan
transplantasi jaringan dikategorikan sebagai life enhancing3.

2.2. Jenis-Jenis Transplantasi


Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor alat dan atau jaringan tubuh,
maka transplantasi dapat dibedakan menjadi :
a) Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ
tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa
mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan pada jaringan atau organ yang
5

bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ
yang berpasangan misalnya ginjal. Sebelum memutuskan menjadi donor,
seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi baik resiko di
bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut
sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Jika dilakukan
pada orang yang sama dimana donor dan resipien adalah orang yang sama, maka
tindakan ini tidak mempunyai implikasi hukum. Namun akan berbeda jika donor
dan resipien adalah orang yang berbeda, karena tindakan ini melibatkan orang lain
yang juga memiliki hak, maka dengan sendirinya akan memiliki implikasi hukum
dan diperlukan undang-undang yang mengatur 2,7.

b) Transplantasi dengan donor mati atau jenazah


Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ
atau jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Jenis
organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki kemampuan
untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas. Seperti halnya
dengan transplantasi dengan donor hidup yang melibatkan dua orang yang
berbeda, tindakan ini juga berimplikasi hukum. Biasanya organ terbaik donor
jenazah berasal dari jenazah orang yang masih berusia muda dan tidak mengidap
penyakit, maka donor jenazah terbaik biasanya merupakan korban dari
kecelakaan, bunuh diri, maupun pembunuhan. Yang pada beberapa negara secara
hukum berada pada kekuasaan dokter forensik untuk penyidikan. Di negara
tersebut mulai dikembangkan pengambilan organ atau jaringan tubuh dari donor
jenazah di ruang autopsi dilakukan oleh dokter forensik dengan prosedur aseptik
sehingga lebih praktis dan menghemat biaya. Untuk pengambilan organ atau
jaringan tubuh ini dokter forensik bisa dibantu atau diawasi oleh dokter dari
bidang lain sesuai dengan organ yang akan diambil. Sebelum pengambilan organ
dilakukan informed consent pada jenazah-jenazah tersebut, jika jenazah diketahui
identitasnya maka informed consent didapatkan dari keluarga atau ahli warisnya.
Namun jika tidak diketahui identitasnya, maka jenazah tersebut dianggap milik
6

negara sehingga dokter forensik dapat mengambil organ atau jaringan tubuh untuk
kemudian diserahkan pada bank organ dan jaringan tubuh 8.
Sedangkan ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien, maka
transplantasi dapat dibedakan menjadi:
a) Autotransplantasi
Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat
lain dalam tubuh orang itu sendiri2. Biasanya transplantasi ini dilakukan pada
jaringan yang berlebih atau pada jaringan yang dapat beregenerasi kembali.
Sebagai contoh tindakan skin graft pada penderita luka bakar, dimana kulit donor
berasal dari kulit paha yang kemudian dipindahkan pada bagian kulit yang rusak
akibat mengalami luka bakar8.
b) Homotransplantasi
Homotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
seseorang ke tubuh orang lain2. Misalnya pemindahan jantung dari seseorang yang
telah dinyatakan meninggal pada orang lain yang masih hidup.
c) Heterotransplantasi
Heterotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh
seseorang ke tubuh orang lain2. Contohnya pemindahan organ dari babi ke tubuh
manusia untuk mengganti organ manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi
baik.

2.3 Diagnosis Kematian


Pada beberapa kepustakaan, kematian dianggap sebagai suatu kejadian
yang penting, dan memiliki kaitan yang erat dengan fungsi sosial, agama dan
hukum. Secara tradisional seseorang dikatakan mati jika berhentinya fungsi
jantung dan paru secara permanent atau ireversibel. Penentuan kematian erat
kaitannya dengan transplantasi organ khususnya pada transplantasi yang
menggunakan donor mati atau donor jenazah. Pada transplantasi dengan donor
mati, organ harus diambil pada saat donor sudah mati agar tidak menimbulkan
persoalan-persoalan seperti misalnya tuduhan dari keluarga jenazah bahwa tim
dokter pelaksana transplantasi berusaha mempercepat kematian keluarganya demi
7

mengejar organ yang ditransplantasikan. Namun perlu dimengerti bahwa organ


yang diambil pada saat jantung sudah berhenti berdenyut mempunyai kesempatan
hidup lebih kecil pada tubuh resipien dibandingkan dengan organ yang diambil
saat jantung masih berdenyut. Oleh sebab itu jantung perlu dipertahankan tetap
berdenyut agar proses oksigenasi tetap berlangsung. Seiring dengan kemajuan
ilmu kedokteran, hal ini tidak lagi menjadi masalah. Namun sebagai akibatnya
timbul masalah baru yaitu penentuan kematian yang tidak lagi dapat
menggunakan kriteria diagnosis yang lazim yaitu berhentinya denyut jantung dan
respirasi secara permanen2.
Pada tahun 1974 Harvard Medical School merevisi kriteria diagnosis
kematian yang sudah pernah dibuat pada tahun 1968 yang kesemuanya masih
bertolak pada konsep brain death is death. Namun ternyata Bram Death itu
sendiri sebenarnya merupakan proses bertingkat sebagai akibat dari resistensi
yang berbeda-beda dan bagian-bagian otak terhadap kekurangan oksigen. Dari
semua bagian otak, diketahui bahwa batang otak (brain stem) yang mengatur
fungsi pernafasan memiliki resistensi yang paling baik terhadap kurangnya
oksigenasi. Oleh karena itu saat ini konsep kematian telah bergeser dari brain
death is death menjadi brain stem death is death 2. Diagnosis dari kematian
batang otak menjadi penentu keberhasilan dari transplantasi organ. Diagnosis dini
dari organ pasien donor penting untuk keberhasilan dari transplantasi organ.
Untuk diagnosis klinis didapatkan dari tanda-tanda apneu, hilangnya reflex batang
otak, dan terkadang koma9.
Untuk di Indonesia sendiri, pada tahun 1988 IDI telah mengeluarkan fatwa
tentang kriteria mati dimana seseorang dikatakan telah meninggal jika telah terjadi
kematian batang otak. Mengenai dokter yang boleh menentukan kematian donor
di berbagai negara memiliki peraturan yang berbeda. Di Indonesia terdapat syarat
bahwa kematian ditentukan oleh dua dokter yang berbeda yang kesemuanya tidak
ada sangkut pautnya dengan dokter yang melakukan transplantasi. Hal ini sesuai
dengan deklarasi Sidney tahun l968 dan deklarasi Venice tahun 1983 tentang
Kriteria mati dan Penyakit Terminal yang Dikaitkan Dengan Transplantasi Organ
2
.
8

2.4 Aspek Medikolegal Transplantasi Organ


2.4.1 Dasar Hukum Transplantasi Organ
Transplantasi organ sangat erat kaitannya dengan bidang hukum karena di
dalamnya juga terdapat hak dan kewajiban orang yang berpotensi menimbulkan
permasalahan. Transplantasi dengan donor hidup menimbulkan dilema etik,
dimana transplantasi pada satu sisi dapat membahayakan donor namun di satu sisi
dapat menyelamatkan hidup pasien (resipien) 10. Di beberapa negara yang telah
memiliki Undang-Undang Transplantasi, terdapat pembalasan dalam pelaksanaan
transplantasi, misalnya adanya larangan untuk transplantasi embrio, testis, dan
ovarium baik untuk tujuan pengobatan maupun tujuan eksperimental. Namun ada
pula negara yang mengizinkan dilakukannya transplantasi organ-organ tersebut di
atas untuk kepentingan penelitian saja6.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, transplantasi adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan
organ dan atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau
tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau
jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik. Dasar hukum dilaksanakannya
transplantasi organ sebagai suatu terapi adalah Undang-Undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 32 ayat (1), (2), (3) tentang
hak pasien untuk memperoleh kesembuhan dengan pengobatan dan perawatan
atau cara lain yang dapat dipertanggungjawabkan11.
Pasal 32 ayat (1) berbunyi: Penyembuhcm penyakit dan pemulihan
kesehatan diselenggarakan untuk mengembalikan status kesehatan akibat
penyakit, mengembalikan fungsi badan akibat cacat atau menghilangkan cacat11.
Pasal 32 ayat (2) berbunyi: Penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan11.
Pasal 32 ayat (3) berbunyi: Pengobatan dan atau perawatan dapat
dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain
yang dapat dipertanggungjawabkan11.
9

2.4.2 Prosedur Pelaksanaan


Peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang mengatur
tentang pelaksanaan transplantasi organ adalah Undang-Undang No. 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang
Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau
Jaringan Tubuh Manusia. Pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan, pelaksanaan transplantasi diatur dalam Pasal 34 yang berbunyi2,11:
Pasal 34 Ayat (1): Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu11.
Pasal 34 Ayat (2): Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari
seorang donor harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan
ada persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya11.
Pasal 34 Ayat (3): Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
penyelenggaraan transplantasi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dan Ayat
(2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah11.
Pada Peraturan Pemerintah tersebut, transplantasi diatur dalam Pasal 10,
14, 15, 16, 17, dan 18 2, Pasal-pasal tersebut yaitu:
Pasal 10 berbunyi: Transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 huruf a dan b, yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan atau
keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal2.
Pasal 14 berbunyi: Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk
keperluan transplantasi atau bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal
dunia dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga dekat2.
Pasal 15 berbunyi: Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau
jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang
bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk
dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibat dan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar
10

bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari
pemberitahuan tersebut2.
Pada Pasal 10,14, dan 15 tersebut diatas diatur tentang informed consent
baik pada donor hidup maupun donor jenazah. Untuk transplantasi dengan donor
hidup, maka harus diberikan informed consent harus diberikan diatas kertas
bermaterai disaksikan oleh dua orang saksi, hal ini sesuai dengan Pasal 13 PP No.
18 Tahun 1981. Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa yang berhak sebagai
saksi2.
Sebelum seseorang memutuskan menjadi donor hidup, seseorang harus
mengetahui dan mengerti resiko yang akan dihadapinya, selain itu orang tersebut
tidak boleh mengalami tekanan psikologi2. Sehingga yang dapat menjadi donor
hidup adalah seseorang yang sudah berhak melakukan perbuatan hokum, yaitu
apabila sudah cukup umur dan sehat akalnya. Menurut hukum perdata di
Indonesia, seseorang dikatakan sudah cukup umur jika sudah berumur 21 tahun
atau sudah menikah6.
Namun Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tidak mengatur organ apa
saja yang boleh disumbangkan. Di beberapa negara transplantasi organ di batasi
pada ginjal saja dengan pertimbangan ginjal meupakan organ vital yang dapat
menyelamatkan nyawa dan orang bisa hidup dengan satu ginjal saja. Sementara
untuk organ lain yang tidak berfungsi menyelamatkan nyawa tidak dibenarkan
diambil sebagai donor hidup meskipun individu tersebut bersedia6.
Sedangkan untuk komersialisasi organ dan atau jaringan tubuh manusia
lainnya diatur dalam Pasal 16 dan 17.
Pasal 16 berbunyi: Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak
berhak atas suatu kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi2.
Pasal 17 berbunyi: Dilarang memperjualbelikan alat dan atau jaringan tubuh
manusia2.
Sedangkan pada Pasal 18 diatur tentang pengiriman organ dan atau jaringan tubuh
manusia dari dan ke luar negeri.
Pasal 18 berbunyi: Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan
tubuh manusia dalam segala bentuk ke dan dari luar negeri2.
11

Peraturan pemerintah No. 18 Tahun 1981 ini dibuat jauh sebelum Undang-
Undang tentang Kesehatan yaitu UU No. 23 Tahun 1992 sehingga tidak
ditemukan penjelasan yang yang rinci mengenai transplantasi organ dan
komersialisasinya2.

2.4.3 Sangsi Yang Berkaitan Dengan Transplantasi Organ


Adanya ketimpangan yang cukup besar antara ketersediaan dengan kebutuhan
organ memungkinkan timbulnya berbagai pelanggaran terhadap peraturan yang
berlaku. Masalah komersialisasi organ, kurangnya informed consent, serta
pelaksana yang tidak berkompeten dan membahayakan kesehatan donor2.
Komersialisasi organ tubuh manusia merupakan tindak pidana dan tindakan
tersebut merupakan delik biasa sehingga tanpa adanya laporan dari masyarakat,
aparat kepolisian tetap mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan.
Hal ini merupakan suatu bentuk perlindungan hukum dari negara terhadap
rakyatnya2.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, tidak merumuskan
mengenai definisi jual beli organ dan atau jaringan tubuh manusia. Namun pada
Undang-Undang tersebut tercantum pasal tentang larangan jual beli organ dan
atau jaringan tubuh manusia, yaitu Pasal 33 Ayat (2) yang berbunyi: Transplantasi
organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana dimaksud
dalam Ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk
tujuan komersial11.
Proses awal untuk melengkapi Undang-Undang Kesehatan, khususnya
Pasal 33Ayat (2), perlu dirinci dalam Peraturan Pemerintah yang merumuskan
secara tegas apa yang dimaksud pengalihan organ tubuh manusia, kemanusiaan,
komersial dan unsur kesengajaan. Jika batasan dari keempat unsur tersebut sudah
jelas, maka upaya penegakan hukum bisa lebih luwes dilakukan sehingga apa
yang tercantum pada Pasal 80 Ayat (3) bisa diterapkan. Pasal 80 Ayat (3)
berbunyi: Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan
komersil dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau
transfusi darah sebagaimana dimaksud Pasal 33 Ayat (2) dipidana dengan
12

pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling
banyak Rp 300.000,00(tiga ratus ribu rupiah)11.
Jika ditinjau dari sudut orabg yang akan melakukan transplantasi, maka
berdasarkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, tercantum hukuman bila
melakukan transplantasi tanpa keahlian ataupun dengan unsure kesengajaan
seperti yang diatur dalam Pasal 81 Ayat (1), yang berbunyi: Barang siapa yang
tanpa keahlian dengan sengaja: a. melakukan transplantasi organ dan atau
jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 Ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp
140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah)11.
Sedangkan pada Pasal 81 Ayat (2) berbunyi: Barang siapa dengan sengaja:
a. mengambil organ dari donor tanpa memperhatikan kesehatan donor dan atau
tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau keluarganya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 Ayat (2): dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan pidana denda paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh
juta rupiah)11.
Jika sampai terjadi kematian karena tindakan seperti yang diatur dalam
pasal-pasal tersebut diatas, maka UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengatur dalam Pasal 83 yang berbunyi: Ancaman pidana sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 80, 81 dan 82 ditambah seperempat apabila
menimbulkan luka berat atau sepertiga apabila menimbulkan kematian 11.
Sedangkan pada Pasal 85 Ayat (1) dijelaskan bahwa pelanggaran seperti uang
disebutkan diatas merupakan tindakan kejahatan. Pasal ini berbunyi: Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80,81 dan 82 adalah kejahatan11.
13

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia sebagai salah satu
kemajuan teknologi di bidang kedokteran perlu diatur dengan Undang-
Undang sehingga tidak terjadi komersialisasi dalam transplantasi organ.
2. Sebelum melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh, seseorang
yang memutuskan menjadi donor harus mengetahui dan mengerti resiko
yang dihadapi baik resiko di bidang medis, pembedahan maupun resiko
untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ
yang telah dipindahkan.
3. Bagi donor jenazah sebelum pengambilan organ dilakukan informed
consent pada jenazah tersebut, jika diketahui identitasnya maka informed
consent didapatkan dari keluarga atau ahli warisnya. Jika tidak diketahui
identitasnya, maka jenazah tersebut dianggap milik negara sehingga dokter
forensik dapat mengambil organ atau jaringan tubuh untuk kemudian
diserahkan pada bank organ dan jaringan tubuh.
4. Penegakan hukum tentang transplantasi di Indonesia masih sulit di
tegakkan karena UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan
Pemerintah No 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah
Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia
tidak memuat batasan yang jelas.
5. Komersialisasi organ dan atau jaringan tubuh manusia mereupakan
tindakan pidana yang bersifat delik biasa sehingga penyidik berwenang
melakukan penyidikan meskipun tanpa laporan dari masyarakat.
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Teresa,L. Nilai Etika Transplantasi Organ. Available at:


http://www./maranatha.com/transplantasi (Accessed: May 30, 2008)
2. Suprapti, S.R. Etika Kedokteran Indonesia.Transplantasi. Edisi 2. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2001.
3. Anonim. Organ Transplant. Available at: http://www.en.wikipedia.com
(Accessed: May 27, 2008)
4. Triana, N. Menengok Transplantasi Organ di China. Available at:
http://www.jurnalnasional.com (Accessed: May 29,2008)
5. Kaldjian, L. Are Individuals Diagnosed With Brain Death Really
Dead?.Available at: http://www.JHASIM.com (Accessed:May 30, 2008)
6. Karthi,L.P.Aghnihotri,A.K.Corneal Transplant. Available at:
http://www.InternetJournalMedicine.org/transplantation (Accessed : May
29, 2008)
7. Plueckhahn,V,Cordner,S. Ethics, Legal Medicine & Forensic
Pathology.Human Tissue Transplantation and The Law, 2nd Edition.
Melbourne University Press. Melbourne.1991.
8. Baxter, C. R. Heck,E.L.Petty, C.S. Transplantation Programs and
Medicolegal Investigation.Psychiatry and Forensic Medicine.2001.
9. Eser,L,E. Murat, T. Brain Death and Scintigraphy. Turk Geriatri
Dergisi.Turki. 2004
10. Truog, R, D. The Ethics of Organ Donation by Living Donors. Available
at: http://www.NEJM.com (Accessed: May 30, 2008)
11. Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Vous aimerez peut-être aussi