Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
DEPARTEMEN GERONTIK
Oleh:
Erda Riyadi A, S. Kep
15.0103.1034
Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. K Dengan Hipertensi Di Wisma Cempaka UPT Panti
Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jember telah dilaksanakan pada tanggal 15-17 Maret 2016 Oleh:
Nama : Erda Riyadi Apriawan
NIM : 15 01031034
Mengetahui,
Penguji Ujian Dapertemen Gerontik
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat serta ridhoNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ujian departemen keperawatan gerontik dengan
judul asuhan keperawatan pada klien Tn. K dengan hipertensi di Wisma Cempaka UPT Panti
Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jember.
Penulisan laporan ini sebagai tugas akhir bagi mahasiswa Departemen Keperawatan
gerontik Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember.
Penyelesaian laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan kepada penulis hingga penyusunan laporan ini selesai, kepada yang saya hormati:
1. Ns. Susi Wahyuning Asih., S. Kep., M.Kep selaku pembimbing akademik dan penguji I ujian
Departemen Keperawatan Gerontik Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jember.
2. Ns. Sofia Rhosma Dewi, S.Kep.,M.Kep selaku PJMK Departemen keperawatan Gerontik
Program Studi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jember.
3. Pasien Wisma Cempaka UPT Panti Sosial Lanjut Usia Kabupaten Jember yang bersedia
menjadi responden dalam laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT memberi berkah kepada semua pihak yang telah
membantu dan menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah. Amiin.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .... 1
HALAMAN PENGESAHAN...... 2
KATA PENGANTAR . 3
DAFTAR ISI ............ 4
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .. 5
B. Tujuan . 6
BAB 2. LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar
1. Definisi......... 7
2. Etiologi......... 7
3. Patofisiologi dan Pathway 7
4. Manifestasi Klinis. 10
5. Derajat Dehidrasi.. 10
6. Komplikasi 11
7. Pemeriksaan Penunjang 12
8. Pengobatan.... 13
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengakajian 17
2. Diagnosis Keperawatan . 18
3. Perencanaan dan Kriteria Hasil . 19
BAB 3. LAPORAN KASUS
A. Pengkajian ... 27
B. Analisa Data 33
C. Pathway Kasus 35
D. Diagnosa .......................... 34
E. Perencanaan . 34
F. Implementasi 39
G. Evaluasi ... 44
BAB 4. PEMBAHASAN .. 51
BAB 5. PENUTUP
A. Kesimpulan .. 58
B. Saran ........ 58
DAFTAR PUSTAKA .. 60
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya ,
yaitu anak, dewasa, dan tua. Proses menua bukanlah suatu penyakit. Lambat atau cepatnya
proses menua tersebut tergantung pada setiap individu yang bersangkutan (Nugroho, 2008).
Menua selanjutnya disebut lanjut usia menurut Undang-Undang RI NO 13 Tahun 1993 dan
WHO disebut sebagai penduduk lanjut usia (Lansia) adalah mereka yang berusia 60 tahun
(Nugroho, 2008).
Proses menua diartikan sebagai proses biologi yang dicirikan dengan evolusi yang progresif
dapat diprediksi dan tidak dapat dihindari disertai dengan maturasi hingga pada suatu fase
akhir kehidupan yang disebut kematian (William, 2006). Proses menua yang terjadi pada
lanjut usia secara linier dapat digambarkan melalui empat tahap yaitu, kelemahan
(impairment), keterbatasan fungsional (functional limitation), ketidakmampuan (disability),
dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran
(Bondan, 2005).
Salah satu kemunduran fisik lansia yang sering terjadi adalah kemunduran sistem
kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% per tahun, berkurangnya curah jantung, berkurangnya denyut jantung
terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat
akibat resistensi pembuluh darah perifer (Mubarak, 2006).
Sekitar 60% lansia akan mengalami peningkatan tekanan darah setelah berusia 75 tahun
(Nugroho, 2008). Kontrol tekanan darah yang ketat pada lansia berhubungan dengan
pencegahan terjadinya peningkatan tekanan darah yang tak terkendali dan beberapa penyakit
lainnya, misalnya diabetes melitus, serangan stroke, infark miokard, dan penyakit vaskular
perifer.
Pada lansia terjadi penurunan masa otot serta kekuatannya, penurunan denyut jantung,
penurunan terhadap toleransi latihan, dan penurunan kapasitas aerobik. Dengan melakukan
olahraga seperti senam lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional
tersebut. Bahkan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa latihan /olah raga seperti
senam lansia dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti peningkatan tekanan
darah, diabetes mellitus, penyakit arteri koroner dan kecelakaan (Darmojo, 2004).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik di harapkan mampu
menerapkan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami masalah kesehatan.
2. Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan pengalaman belajar klinik di harapkan mampu:
a. Mengidentifikasi data yang sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi oleh
lanisa.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan masalah kesehatan yang di hadapi
oleh lansia.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul.
d. Melaksanakan rencana keperawatan yang telah di susun.
e. Memodifikasi rencana yang telah di susun agar dapat di laksanakan oleh lansia sesuai
dengan kemampuan lansia.
f. Mengevaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Lansia
1. Definisi Lansia
Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada
seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya (Fatimah, 2010). Oleh karena itu,
kesehatan manusia lanjut perlu mendapatkan perhatian kusus dengan tetap dipelihara dan
ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan
kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (UU
Kesehatan No. 23 tahun 1992, pasal 19 ayat 1).
Menurut UU RI No. 4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia 55 tahun
keatas. Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Menurut UU No. 13/ Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia disebutkan
bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi,
2014).
2. Karakteristik Lansia
Lansia memiliki tiga karakteristik sebagai berikut (Dewi, 2014):
a. Berusia lebih dari 60 tahun.
b. Kebutuhan dan masalah yang berfariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari adaptif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.
3. Klasifikasi Lansia
Menurut Maryam dkk (2008) lansia diklasifikasikan menjadi lima, yaitu:
a. Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi:
Sesorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/ jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada
bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
b. Teori psikologis
1) Teori kebutuhan dasar manusia
Menurut hierarki maslow tentang kebutuhan dasar manusia. Setiap manusia
memiliki kebutuhan dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya itu. Dalam
pemenuhan kebutuhannya, setiap individu memiliki prioritas. Seseorang individu
akan berusaha memenuhi kebutuhan di piramida lebih atas ketika kebutuhan
ditingkat piramida dibawahnya telah terpenuhi. Kebutuhan pada piramida tertinggi
adalah aktualisasi diri. Ketika individu mengalami proses menua, ia akan berusaha
memenuhi kebutuhan dipiramida tertinggi yaitu aktualisasi diri
2) Teori individualisme jung
Menurut teori ini kepribadian seseorang tidak hanya berorientasi pada dunia luar
namun juga pengalaman pribadi
3) Teori pusat kehidupan manusia
a) Masa anak-anak belum memiliki tujuan yang realistic
b) Remaja dan dewasa muda, muali memiliki konsep tujuan hidup yang spesifik
c) Dewasa tengah, mulai memiliki tujuan hidup yang lebih kongkrit dan berusaha
untuk mewujudkannya
d) Usia pertengahan melihat kebelakang mengevaluasi tujuan yang dicapai
e) Lansia saatnya berhenti untuk melakukan pencapaian tujuan hidup
4) Teori tugas perkembangan (integrity versus despair)
a) Meiliki integritas ego
Mampu menyesuaikan dan mengatur proses menua yang dialaminya
b) Tidak memiliki integritas ego
Dengan kata lain keputusasaan, marah, depresi, tidak adekuat
c. Teori sosiologi
1) Teori interaaksi social
Terjadi penuruna kekuasaan dan prestice sehingga onteraksi soaial mereka juga
berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk
mengikuti perintah
2) Teori penarikan diri
Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan
seseorang lansia secara perlahan-ahan menarik diri dari pergaulan disekitarnya
3) Teori aktivitas (activity theory
Penuaan yang sukses yaitu lansia mampu merasakan kepuasan dalam melakukan
aktivitas dan mempertahankannya
4) teori berkesinambungan
setiap orang pasti berubah menjadi lebih tua namun kepribadian dasar dan pola
perilaku tidak akan mengalami perubahan
5) Subculture theory
Lansia memiliki norma dan standar budaya sendiri
b. Peruahan psikologis
Pertam-tama perubahan fisik, khusunya organ perasa, kesehatan umum tingkat
pendidikan, keturunan, lingkungan, gangguan saraf panca indera, timbul kebutuhan
dan ketulian, gangguan gizi akibat kehilangan jabatan, rangkaian dari kehilangan
(temman/family), hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik
c. Perubahan spiritual
Agama atau kepercayaan makin terinterasi dalam kehidupannya
d. Perubahan social
Lansia akan malu dan tidak berdaya ketika akan melakukan sosialisai terhadap
lingkungan sekitarnya dibandingkan ketika masih muda dulu
2) Kekuatan Otot
Regenerasi jaringan otot berjalan lambat dan masa otot berkurang. Otot lengan
dan betis mengecil dan bergelambir. Seiring dengan aktifitas otot kehilangan
fleksibilitas dan ketahanannya.
3) Sendi
Keterbatasan rentang gerak. Kartilago menipis sehingga menjadi kaku, nyeri, dan
mengalami inflamasi.
d. Sistem integument
Perubahan yang terjadi pada rambut dan kulit barangkali merupakan perubahan yanag
menjadi simbol terjadinya proses penuaan. Kulit keriput, terbentuknya age spot,
rambut beruban, dan kebotakan merupakan tanda seseorang telah berubah mejadi tua.
e. Sistem Gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal, meskipun bukan kondisi yang
mengancam nyawa, namun tetap menjadi perhatian utama bagi para lansia.
f. Sistem Genitourinaria
g. Perubahan sistem genitourinaria mempengaruhi fungsi dasar tubuh dalam BAK dan
penampilan seksual. Kepercayaan yang dipegang masyarakat bahwa masalah pada
sistem genitourinaria merupakan hal yang wajar seiring pertambahan usia.akibatnya
ketika terjadi masalah pada sistem ini lanjut usia terlambat mencari pertolongan.
h. Perubahan Sistem Persarafan
i. Perubahan pada sistem saraf mempengaruhi semua sistem tubuh termasuk sistem
vaskuler, mobilitas, koordinasi, aktivitas visual dan kemampuan kognitif.
j. Sistem sensori
Sistem sensori seperti pengelihatan, peraba, penciuman, dan perasa memfasilitasi
kounikasi manusia dengan lingkungan sekitarnya. Penurunan fungsi organ sensori
mempengaruhi kemampuan dan kualitas hidup lansia.
2. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program merupakan
sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan, dan agen federal.
Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh 33
ahli hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2008).
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection,
Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Tabel 5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Tabel 6
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Tekanan Darah dan/atau Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 Atau 100
Hipertensi Sistol 140 Dan <90
terisolasi
3. Penyebab
a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi
lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi
yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun.38
Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika
berumur lima puluhan dan enampuluhan. Dengan bertambahnya umur, risiko
terjadinya hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala
usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih.
Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan
bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung,
pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-
faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi.
2) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera
Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di
Jakarta (Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Ahli lain
mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita
dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan darah sistolik.38
Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk, pria dan wanita menapouse
mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi. Menurut MN.
Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria,
hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita.
3) Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang mempunyai
hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang
menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat.
4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila
dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya
akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50
tahun akan timbul tanda dan gejala.
7)Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas
pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan
memudahkan timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan
risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat
badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut
jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras
pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa,
makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri.
8)Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap
tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang
percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat
binatang tersebut menjadi hipertensi.
9)Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum
ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena
estrogen dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal
estrogen.MN Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian
kontrasepsi estrogen ( 12 tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan
darah perempuan.
4. Patofisiologi
Penyebab hipertensi sangat beragam, diantaranya disebabkan karena diet tinggi
garam, konsumsi garam yang berlebih dapat meningkatkan natrium vaskuler
akibatnya cairan tertarik ke vaskuler, volume darah meningkat sehingga terjadi
peningkatan volume diastolik-akhir dan peningkatan volume sekuncup
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
Darah sistemik menurun menyebabkan baroresptor merespon untuk melepaskan
renin dan mengaktifkan system saraf simpatis. Renin (diproduksi oleh ginjal) akan
mengubah protein angiotensinogen menjadi angiotensin I. Enzim ACE menguraikan
angiotensin I menjadi angiotensin II. ACE ini memegang peran fisiologis penting
dalam mengatur tekanan darah. Angiotensin II mempengaruhi vasokontriksi
pembuluh darah untuk melepaskan aldosteron dan meningkatkan resistensi perifer.
Aldosteron dilepas menyebabkan reabsorbsi natrium dan air diginjal sehingga
volume darah meningkat, volume diastolik akhir meningkat akibatnya volume
sekuncup meningkat dan akhirnya tekanan darah meningkat. Sedangkan aktifnya
sistem saraf simpatis meningkatkan kontraksi, frekuensi jantung dan kontraksi
pembuluh darah sehingga meningkatkan resistensi perifer total akibatnya tekanan
darah meningkat. Selain itu juga akibat sistem saraf simpatis aktif mengakibatkan
aliran darah ke ginjal berkurang, produksi urin berkurang, sehingga volume darah
meningkat dan tekanan darah meningkat yang berujung hipertensi.
Pada kasus diabetes melitus tubuh tidak mampu memecah glukosa sebagai energi
maka terjadi glukoneogenesis oleh hati (asam amino, asam lemak, glikogen)
sehingga lemak dipembuluh darah meningkat. Selain pada penyakit diabetes militus
juga terjadi pada obesitas, karena orang dengan obes lemak dipembuluh darahnya
pasti meningkat sehingga LDL dan VLDL akan membawa lemak masuk ke sel, dan
endotel arteri menyebabkan oksidasi kolesterol dan trigliserida yang mana dapat
membentuk radikal bebas dan dapat merusak sel endotel. Sel endotel rusak
menyebabkan terbentuknya jaringan parut dan berkibat aterosklerosis, selain itu
rusaknya sel endotel menyebabkan reaksi inflamasi dan imun yaitu berpengaruh
pada leukosit dan trombosit, dimana leukosit tertarik ke area cedera dan menempel
serta berimigrasi ke interstitial yang akan melepaskan sitokin proinflamatori
sehingga merangsang prolifirasi sel otot polos, sel otot polos tumbuh di tunika
intima mengakibatkan aterosklerosis. Sedangkan trombosit tertarik kearea cedera
menyebabkan aktifasi pembekuan dan fibrosis sehingga terbentuk pembekuan darah
dan berakibat terjadinya aterosklerosis. Dari aterosklerosis (pertumbuhan sel otot
polos, trombus, jaringan parut penimbunan lemak) tersebut menyebabkan lumen
vaskuler menyempit yang berakibat terhadap meningkatnya resistensi perifer dan
peningkatan tekanan darah sehingga terjadi hipertensi. Dengan keadaan hipertensi
maka mendorong plak aterosklerosis untuk menyumbat arteri kecil termasuk arteri
koroner yang berakibat terjadinya infark.
Selain penyebab diatas stresor fisik dan emosianal juga berpengarh terhadap
terjadinya hipertensi, dimana akan mengaktifkan sistem saraf simpatis dan saraf
simpatis ini akan melepaskan katekolamin yaitu epinefrin dan norepinefrin.
Epinefrin ini berikatan dengan reseptor 1 sehingga terjadi peningkatan frekuensi
dan kontraktilitas jantung, sedangkan norepinefrin berikatan dengan reseptor 1
menyebabkan vasokontriksi otot polos. Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi.
Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak
dibuktikan, karena dengan merokok struktur dan fungsi pembuluh darah berubah
yang menyebabkan penurunan elastisitas dan daya regang sehingga terjadi
ketidakmampuan menggeser aliran darah menuju perifer dan aliran darah menurun
akibatnya terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otak, menimbulkan gejala
pening dan bingung, selain itu penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otot rangka
akan terjadi metabolisme anaerob yang berakibat terjadinya peningkatan timbunan
asam laktat dan menyebabkan fatique.
5. Pathway
RESIKO TINGGI
PENURUNAN CURAH
JANTUNG
6. Tanda Dan Gejala
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
f. sakit kepala
g. marah
h. telinga berdengung
i. rasa berat ditengkuk
j. sukar tidur
k. mata berkunangkunang dan pusing
7. Komplikasi
Efek pada organ :
a. Otak
1) Pemekaran pembuluh darah
2) Perdarahan
3) Kematian sel otak : stroke
b. Ginjal
1) Malam banyak kencing
2) Kerusakan sel ginjal
3) Gagal ginjal
c.Jantung
1) Membesar
2) Sesak nafas (dyspnoe)
3) Cepat lelah
4) Gagal jantung
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1)Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
2)Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi
ginjal.
3)Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
4)Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5)Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
6)Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek
kardiovaskuler).
7)Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
8)Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
9)Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
10)Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
11)Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12)EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan,
dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
13)Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama ) :
1)IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
2)CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3)IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
4)Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
5) (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk
hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi :
1) Diet - diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
2) Penurunan berat badan
3) Penurunan asupan etanol
4) Menghentikan merokok
5) Latihan Fisik
6) Edukasi Psikologis
b. Penatalaksanaan Farmakologis
perhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
Pengobatannya meliputi :
1) Step 1
Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
2) Step 2
Alternatif yang bisa diberikan :
a) Dosis obat pertama dinaikkan
b) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
c) Ditambah obat ke 2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
3) Step 3 : Alternatif yang bisa ditempuh
a) Obat ke-2 diganti
4) Step 4 : Alternatif pemberian obatnya
a) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
b) Re-evaluasi dan konsultasi
c) Follow Up untuk mempertahankan terapi
10. Pencegahan
a.Pencegahan Primer
Faktor resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya
hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan
konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
1) Mengatur diet agar berat badan tetap ideal juga untuk menjaga agar tidak
terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes Mellitus, dsb.
2) Dilarang merokok atau menghentikan merokok.
3) Merubah kebiasaan makan sehari-hari dengan konsumsi rendah garam.
4) Melakukan exercise untuk mengendalikan berat badan.
b.Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita
hipertensi berupa:
1) Pengelolaan secara menyeluruh bagi penderita baik dengan obat maupun
dengan tindakan-tindakan seperti pada pencegahan primer.
2) Harus dijaga supaya tekanan darahnya tetap dapat terkontrol secara normal
dan stabil mungkin.
3) Faktor-faktor resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
4) Batasi aktivitas.
11. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup, penyakit
serebrovaskuler
Tanda: kenaikan TD, nadi : denyutan jelas, frekuensi / irama : takikardia, berbagai
disritmia, bunyi jantung : murmur, distensi vena jugularis, ekstermitas Perubahan warna
kulit, suhu dingin ( vasokontriksi perifer ), pengisian kapiler mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah, faktor
stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan )
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang (khususnya sekitar mata), Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat penyakit
ginjal )
e. Makanan / Cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik
Tanda: BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP, glikosuria
f. Neurosensori
Gejala: Keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan pada satu sisi
tubuh, gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia ), episode epistaksis
Tanda: Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau memori
( ingatan ), respon motorik : penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik
g.Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokokTanda: Distress respirasi/
penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan ( krekles, mengi ),
sianosis
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda: Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala: Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit serebrovaskuler, ginjal. Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon
lain. Penggunaan obat / alkohol
b. Kaji pengisian kapiler, warna kulit, memberan mukosa, dan dasar kuku.
Rasional: Keadekuatan perfusi jaringan membantu menentukan kebutuhan
intervens
c. Observasi dan catat tanda-anda vital dan klainan yang muncul.
Rasional: Keadekuatan perfusi jaringan membantu menentukan kebutuhan
intervens
d. Berikan HE tentang penyakit yang diderita
Rasional: Informasi yang didapat dapat menambah wawasan pasien dan keluarga
e. Kolaborasi dalam pemberian: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional: oksigen memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2
Tujuan: Aktivitas klien tidak terganggu
Kriteria Hasil: Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
Intervensi:
a. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan TD,
dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat, pusing atau
pingsan.
Rasional : Parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap stress,
aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja / jantung.
b. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan /
kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada aktivitas dan
perawatan diri.
c. Rasional : Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk memajukan tingkat
aktivitas individual.
d. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri.
Rasional : Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat
meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah
peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
e. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasional : teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi dan
sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
f. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
Rasional : Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
Tujuan: Klien merasa nyaman
Kriteria Hasil: Sakit kepala hilang, Pusing/pening hilang
Intervensi
a. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.
b. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala, misalnya :
kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik relaksasi.
Rasional : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya.
c. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit
kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk.
Rasional : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala
pada adanya peningkatkan tekanan vakuler serebral.
d. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasional : Meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang berlebihan
yang memperberat kondisi klien.
e. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah makan.
Rasional : menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll.
Rasional : Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis.
5. Resiko jatuh berhubungan dengan pusing,bingung
Tujuan: tidak terjadi jatuh
Kriteria Hasil: tidak pusing, tidak bingung, gaya berjalan mantap
Intervensi:
a. Orientasi pasien terhadap sekeliling
Rasional: informasi tentang keadaan disekitar
b. Gunakan lampu malam
c. Anjurkan kepada individu untuk meminta bantuan apabila gejala yang dirasa
semakin berat
d. Gunakan tempat tiduur yang rendah dengan pagar tempat tidur terpasang
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien
Tujuan: cemas pasien berkurang
Kriteria Hasil: Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas teknik nafas dalam,
Postur tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah tidak tegang, Mengungkapkan cemas
berkurang, TTV dbn TD = <120/<80 mmHg, RR = 14 24 x/ menit, N = 60 -100 x/
menit, S = 365 375 0C
Intervensi:
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
c. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
d. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
e. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
f. Dorong keluarga untuk menemani
g. Lakukan back / neck rub
h. Dengarkan dengan penuh perhatian
i. Identifikasi tingkat kecemasan
j. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
k. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
l. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
m. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi
Tujuan: pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil: Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan, Pasien dan keluarga mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan secara benar, Pasien dan keluarga mampu menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
Intervensi
a. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler yang dapat
diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol, pola hidup
monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60 cc / hari dengan teratur)
pola hidup penuh stress.
Rasional : Faktor-faktor resiko ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang
hipertensi dan penyakit kardiovaskuler serta ginjal.
b. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
Rasional : kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera
yang sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku tidak
akan dipertahankan.
c. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala,
pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut.
Rasional : mengidentivikasi tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi
dan mempermudah dalam menentukan intervensi.
d. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi(pengertian,penyebab,tanda
dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut) melalui penkes.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien tentang proses
penyakit hipertensi.
BAB III
LAPORAN KASUS
C. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Status pekerjaan saat ini : Tidak berkerja
2. Pekerjaan sebelumnya : Klien mengatakan pekerjaan sebelumnya yaitu sebagai
petani
3. Sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan : tidak ada
D. RIWAYAT LINGKUNGAN HIDUP
1. Tipe tempat tinggal : Permanen
2. Jumlah kamar : 4 kamar
3. Jumlah tingkat : Tidak ada
4. Jumlah orang yang tinggal di rumah : 6 orang
5. Derajat privasi : Klien tinggal bersama 2 orang temannya dalam satu
kamar
6. Tetangga terdekat : Klien tinggal bersama 8 orang dalam satu wisma Cempaka,
tetangga dekatnya adalah teman-teman lansia yang berada disamping kamarnya.
E. RIWAYAT REKREASI
1. Hobi/minat : Klien mengatakan jika hobi olahraga
2. Keanggotaan kelompok : Klien mengikuti senam setiap hari jumat
3. Liburan/perjalanan : Klien mengatakan liburan jika panti mengadakan
liburan, jikat tidak ada kegiatan liburan klien hanya diam saja di wisma.
F. SUMBER/SISTEM PENDUKUNG YANG DIGUNAKAN
1. Dokter : Dokter yang berada di PSLU datang seminggu
sekali
2. Rumah sakit : Tidak pernah
3. Klinik : Pelayanan kesehatan PSLU, perawat sebagai tenaga
kesehatannya.
4. Pelayanan kesehatan di rumah : Tidak pernah
G. RIWAYAT KESEHATAN SAAT INI
1. Penyakit
a. Penyakit yang diderita 1 tahun terakhir (dapat lebih dari satu)
Klien mengatakan mempunyai penyakit darah tinggi dan rematik.
b. Penyakit yang diderita saat ini (dapat lebih dari satu)
Hipertensi dan rematik
2. Keluhan
a. Keluhan yang dialami 1 tahun terakhir
Klien mengatakan dalam satu tahun terakhir ini sering mengeluh pusing dan nyeri
kepala dibagian belakang
b. Keluhan saat ini
Klien mengatakan sering pusing klien juga mengatakan suka sekali makan ikan
asin. Kepala bagian belakang / tengkuk terasa berat dan sakit.
Nyeri seperti ditusuk tusuk dari skala 1-10 klien memilih skala nyeri 6.
3. Pengetahuan/pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan (mis. Diet khusus,
mengganti balutan: Klien mengetahui cara meminum obat sesuai dengan anjuran
dokter. Misalnya obat catropil diminum 2x sehari setelah makan. Dan obat maag yaitu
antasida diminum sebelum makan. Klien mengetahui makanan yang harus di hindari
untuk penderita hipertensi yaitu makanan tinggi garam.
4. Derajat keseluruhan fungsi relatif terhadap masalah kesehatan dan diagnosa medis:
Klien memeriksakan penyakitnya ke petugas PSLU yaitu pelayanan kesehatan/ klinik
PSLU
5. Penggunaan obat-obatan
Captopril diminum 2xdalam sehari antasida diminum 3xsehari sebelum makan dokter
yang menginstrusikan tanggal resep 14 mei 2016
6. Status imunisasi (catat tanggal terbaru imunisasi)
Tetanus, difteria : Tidak pernah
PPD : Tidak pernah
Influenza : Tidak pernah
Pneumovaks : Tidak pernah
7. Alergi (catat agen dan reaksi spesifik)
Klien tidak mempunyai alergi apapun baik itu dari obat-obatan makanan kontak
substansi dan maupun lingkungan
8. Nutrisi ( ingat kembali diet 24 jam, termasuk intake cairan )
Kebiasaan makan (tinggi garam, kolesterol, purin) :
Makan 3 kali sehari sesuai jam pembagian jatah dari PSLU, makan 1/2 porsi, tidak
ada keluhan setelah makan. Minum klien 1 gelas besar perhari sebanyak 6-8 x. klien
senang dan suka sekali makan ikan asin tahu dan tempe
Diet khusus, pembatasan makanan :
Tidak makan makanan dengan lauk ikan laut daging ayam sayur berkuah dan
bersantan karena bias mual dan muntah
Riwayat peningkatan/penurunan berat badan : berat badan menurun
Indeks Masa Tubuh: BB/(TB)2
BB 40 Kg TB 150 cm
IMT = 40 / (1,5) 2
= 1,7 Termasuk kategori underweight
Pola konsumsi makanan (misal frekuensi, sendiri/dengan orang lain)
Klien mengatakan makan 3x sehari dengan teman satu kamarnya. Makan hanya
sedikit.
Masalah yang mempengaruhi intake makanan (mis. Pendapatan tidak adekuat, kurang
transportasi, masalah menelan/mengunyah, stres emosional,dll)
Klien sering tidak enak makan karna tidak nafsu makan
9. Pola istirahat tidur
Lama tidur
Tidur siang 1 jam
Tidur malam 6- 7 jam
Gangguan tidur yang sering dialami : klien sering terjaga saat tidur jika dengar suara-
suara gaduh
H. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
1. Penyakit masa kanak-kanak :
Tidak pernah sakit
2. Penyakit serius/kronik
Klien mengatakan bahwa tidak mempunyai penyakit yang serius
3. Trauma
Klien mengatakan hampir terjatuh dikamar mandi saat ingin BAK di wisma Cempaka
4. Pembedahan
Tidak pernah
5. Riwayat obsetri
Klien mengatkan memiliki 5 anak yang pertama melahirkan sontan perempuan, yang
kedua melahirkan dibidan perempuan, yg ketiga melahirkan spontan dibidan dengan
BB 2800gr, yang keempat melahirkan spontan dibidan dengan BB 330gr, yang kelima
melahikan spontan dengan BB 2500gr.
I. RIWAYAT KELUARGA
1. Silsilah keluarga (identifikasi kakek atau nenek, orang tua, paman, bibi, saudara
kandung, pasangan, anak-anak)
Keterangan:
Laki-laki meninggal
Perempuan meninggal
Perempuan hidup
Laki-laki hidup
Klien
Garis pernikahan
Garis keturunan
K. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
1. Cemas : ( ) ya ( ) tidak
2. Stabilitas emosi
a. Labil b. Stabil c. Iritable d. Datar
Jelaskan:
klien mampu berkomunikasi dengan baik dalam suasana apapun komunikasi focus.
klien juga mengatakan cemas akan masa tuanya ini karena klien tidak memiliki siapa
siapa, suami klien meninggal dan anaknya sudah banyak yang meninggal dan berkerja
di luar pualau
3. Permasalahan emosional
Pertanyaan tahap 1
(1) Apakah klien mengalami susah tidur Ya
(2) Apakah klien merasa gelisah Ya
(3) Apakah klien murung menangis sendiri Tidak
(4) Apakah klien sering was-was atau kuatir Tidak
Lanjutkan pertanyaan tahap 2 jika lebih dari satu atau sama dengan jawaban 1 ya
Pertanyaan tahap 2
(1) Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari 1 bulan 1 kali dalam satu bulan Ya
(2) Ada masalah atau banyak pikiran Ya
(3) Ada gangguan atau masalah dengan orang lain Ya
(4) Menggunakan obat tidur atau penenang atas anjuran dokter Tidak
(5) Cenderung mengurung diri ? Ya
Lebih dari 1 atau sama dengan 1 jawabannya ya, maka masalah emosional ada atau
ada gangguan emosional
4. Insomnia : ( ) ya ( ) tidak
5. Gugup : ( ) ya ( ) tidak
6. Takut : ( ) ya ( ) tidak
7. Stres : ( ) ya ( ) tidak
8. Mekanisme koping yang biasa digunakan : klien biasanya bersabar dengan masalah
yang dihadapi, klien lebih memilih untuk berdoa kepada Allah SWT
9. Pola respon seksual : -
L. STATUS FUNGSIONAL
Indek barthel
No Jenis aktivitas Nilai Penilaian
Bantuan Mandiri
1 Makan/minum 5 10 10
2 Berpindah dari kursi roda ke tempat 5-10 15 15
tidur/sebaliknya
3 Kebersihan diri: cuci muka, menyisir, dll 0 5 5
4 Keluar/masuk kamar mandi 5 10 10
5 Mandi 0 5 5
6 Berjalan (jalan datar) 10 15 10
7 Naik turun tangga 5 10 5
8 Berpakaian/bersepatu 5 10 10
9 Mengontrol defekasi 5 10 10
10 Mengontrol berkemih 5 10 10
Jumlah 85
Keterangan :
0 20 : Ketergantungan penuh/total
21 61 : Ketergantungan berat
62 90 : Ketergantungan moderat
91 99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri
M. STATUS KOGNITIF
Short Portable Mental Status Questsionnaire
Benar Salah Nomor Pertanyaan
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Di mana alamat Anda?
Keterangan :
Salah 0 3: fungsi intelektual utuh Salah 4 5: kerusakan intelektual ringan
Salah 6 8: kerusakan intelektual sedang Salah 9 10: kerusakan intelektual berat
TOTAL 30 20
Keterangan :
Skor 24-30 = normal
Nilai 18-23 = gangguan kognitif sedang
Nilai 0-17 = gangguan kognitif berat
Pertanyaan yang dijawab selalu (poin 2), kadang-kadang (poin 1), hampir tidak pernah (poin
0)
Keterangan
Nilai < 3 : disfungsi keluarga tinggi
Nilai 4 6 : disfungsi keluarga sedang
ANALISA DATA
DO:
- Skala nyeri 6
- Klien tampak memijat tengkuknya
yang sakit
- Wajah klien tampak meringis
- Klien sering makan ikan asin dan
kecap
- TD 160/100 mmHg
N 100 x/menit
S 36,6 C
RR 20 x/menit
15/03/ DS: klien mengatakan hampir jatuh Risiko cidera Kelemahan otot dan
2016 dikamar mandi karena saat berjalan, (jatuh) tulang karena proses
klien menggunakan alat bantu kursi. manua
DO:
- Penampilan klientegak dibantu
kursi untuk berjalan
- Cara berjalan tertatih dan pelan
- Sakit kepala terutama didaerah
tengkuk
- TD 160/100 mmHg
- Kelelahan
- Kekuatan otot
5 3
5 3
DIAGNOSA
TGL / KEPERAWATAN / TUJUAN DAN KRITERIA
RENCANA TINDAKAN RASIONAL TTD
JAM MASALAH HASIL
KOLABORATIF
15/03/ Ketidakefektifan Tujuan: 1. Batasi gerakan pada kepala, leher 1. Untuk mencegah terjadinya
2016 perfusi jaringan Sirkulasi darah ke otak dan punggunng pusing yang berlebihan
perifer yang lancar setelah dilakukan 2. Ajarkan teknik nafas dalam 2. Nafas dalam membantu
berhubungan dengan tindakan keperawatan selama sebelum berpindah tempat mengurangi nyeri
hipertensi 2 x 24 jam 3. Observasi tanda-tanda vital 3. Mengetahui kondisi pasienn
dan untuk menentukan
Kriteria hasil: tindakan selanjutnya
- Keadaan umum klien 4. Anjurkan klien untuk diet rendah 4. Mengurangi peningkatan
membaik garam tekanan darah
- Klien mengatakan
pusing berkurang 5. Memberikan penjelasan mengenai 5. Menambah pengetahuan klien
- Ekspresi wajah klien tekanan darah tinggi tentang tekanan darah tinggi
tenang tidak meringis
kesakitan
- Skala nyeri 1 6. Kolaborasi pemberian analgetik 6. Analgetik mampu meredahkan
- TTV dalam batas normal nyeri
TD 100-120/ 60-90 mmHg
N 60-100 x/menit
S 36-37 C
RR 16-24 x/menit
15/03/ Risiko cidera (jatuh) Tujuan: 1. Kaji ulang adanya factor-faktor 1. Meningkatkan keamanan klien
2016 yang berhubungan Risiko jatuh berkurang resiko jatuh pada klien untuk meningkatkan keamnaan
dengan kelemahan Setelah dilakukan tindakan sepanjang hayat hidup
otot dan tulang karena keperawatan selama 3x24 jam 2. Lakukan modifikasi lingkungan 2. Sebagai bentuk pencegahan
pross menua. , klien agar lebih aman seperti cidera pada klien
memasang pinggiran tempat tidur
Kriteria hasil: 3. Anjurkan klien untuk 3. Membatu klien melakukan
- Mampu mengidentikasi menggunakan alat bantu berjalan aktivitas
bahaya lingkungan yang 4. Anjurkan klien untuk 4. Lensa kontak atau kaca mata
dpat meningkatkan menggunakan lensa kontak / kaca dapat membatu memperjelas
kemungkina terjadinya mata penglihatan
cidera 5. Berikan pendidikan kesehatan 5. Sebagai sumber informasi
- Mampu mengidentifikasi mengenai upaya pencegahan yang dapat meningkatkan
tindakan preventif atas cidera (jatuh) seperti pencahyaan pengetahuan klien
bahaya tertentu yang baik, memasang penghalang
- Melaporkan penggunaan tempat tidur, menempatkan
cara yang tepat dalam tempat berbahaya ditempat yang
melindungi diri dari aman
cidera
15/03/ Risiko sindrom lansia Tujuan: 1. Berikan terapi gerakan senam 1. Terapi gerakan senam ringan
2016 lemah yang Srisiko sindrom lansia teratasi ringan pada lansia/ gerakan pada dapat meningkatkan masa otot
berhubungan dengan etelah dilakukan tindakan daerah yang nyeri 1 minggu klien
penurunan kekuatan keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitoring kelemahan dan 2. Suntuk memantau kelemahan
otot karena proses kekuatan otot dan kekuatan otot
penuaan. Kriteria hasil: 3. Berikan motivasi keada klien agar 3. Motivasi dapat membangun
- Kelemahan otot ( - ) semangat dalam melakukan semngat pada lansia tersebutu
- Kekuatan otot ( + ) latihan gerakan ringan agar dapat melatih gerakan
- Nyeri persendian ( - ) 4. Beri rom aktif ringan
4. Rom aktif untuk fisioterapi dan
fisik agar tidak lemah
PELAKSANAAN
MASALAH TGL /
TINDAKAN PARAF
KOLABORATIF JAM
15/03/2016
Selasa
1,2,3 08.00 1. Membina hubungan saling percaya
R/ klien berjabat tangan dan tersenyum
pada perawat
1 08.15 2. Membatasi gerakan pada kepala dan
leher serta punggung
R/ klien mengerti dengan yang
dijelaskan oleh perawat
1 08.20 3. Mengajarkan distraksi nafas dalam
R/ klien tampak mengikuti instruksi
1 08.30 4. Menganjurkan klien untuk diet rendah
garam dan kue- kue yang asin
1 08.45 5. R/ klien mengerti dengan peerintah
1 08.50 6. Memberikan penjelasan mengenai
tekanan darah tinmggi upaya
pencegahan cidera jatuh
R: klien kooperatif mendengarkan
penjelasan tetapi saat ditanya untuk
menjelaskan apa yang tadi sudah
disampaikan klien tidak mengingat
1 08.55 7. mengobservasi tanda-tanda vital
R: TD 160/100 mmHg N 100 x/mnt RR
20 x/mnt S 36,6 C
16/03/2016
Rabu
1 07.30 1. Membatasi gerakan pada kepala dan
leher serta punggung
R/ klien mengerti dengan yang
dijelaskan oleh perawat
MASALAH TANGGAL/
CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
KOLABORATIF JAM
Ketidakefektifan 15/03/2016 S: klien mengatakan pusing pada kepala
perfusi jaringan 14.00
bagian belakang skala 4
perifer yang
O:
berhubungan
dengan Hipertensi - Keadaan umum klien membaik
- Klien mengatakan pusing berkurang
- Ekspresi wajah klien tenang tidak
meringis kesakitan
- TD 160/100 mmHg
- N 100 x/mnt
- RR 20 x/mnt
- S 36,6 C
- Klien tampak memegang tengkuk
yang sakit
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
Risiko sindrom 15/03/2016 S:klien mengatakan tangan kirinya masih
lansia lemah yang 14.00
susah untuk menggenggam.
berhubungan
O:
dengan dengan
penurunan kekuatan - Kelemahan otot ( - )
otot proses penuaan - Kekuatan otot ( + )
- Nyeri persendian ( - )
BAB IV
PEMBAHASAN
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg
untuk usia diatas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal
sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut (WHO, 2001). Hipertensi
adalah suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri
menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, gagal jantung, serangan jantung, dan
kerusakan ginjal (faqih, 2006).
Berdasarkan fakta dan teori diatas dapat diangkat diagnosa medis jika Tn. K
menderita hipertensi, terbukti dari klien mengatakan pusing terutama kepala bagian
belakang terasa berat., dari skala 1-10 klien memilih skala nyeri 6, klien tampak memijat
tengkuknya yang sakit, wajah klien tampak meringis, klien sering makan ikan asin dan
kecap, TD 160/100 mmHg, N 100 x/menit, S 36,6 C, RR 20 x/menit. hipetensi pada
klien diduga kerena riwayat penyakit dahulu klien yang mempunyai penyakit hipertensi
dan kurangnya menjaga pola makan.
Selama di PSLU klien sangat suka sekali menkonsumsi ikan asin, dan makanan
yang disediakan oleh PSLU. Klien juga jarang sekali memeriksakan kondisinya, bila
klien sakit klien hanya meminum obat yang diberikan oleh pihak PSLU. Hasil pengkajian
yang telah dilakukan oleh perawat dapat diketahui bahwa keadaan umum klien cukup
dengan berat badan sekarang 78 kg, pusing terutama kepala bagian belakang terasa berat,
nyeri kepala, klien tampak memijat tengkuknya yang sakit. Dari hasil pengkajian tersebut
perawat menegakkan diagnose keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
yang berhubungan dengan hipertensi. Intervensi yang telah dilakukan oeh perawat yaitu
batasi gerakan pada kepala, leher dan punggunng, ajarkan teknik nafas dalam sebelum
berpindah tempat, observasi tanda-tanda vital, anjurkan klien untuk diet rendah garam,
memberikan penjelasan mengenai tekanan darah tinggi.
Dari hasil fakta dan teori di atas perawat mengangkat diagnosa keperawatan
risiko cidera (jatuh) yang berhubungan dengan kelemahan otot dan tulang karena proses
menua, dan risiko sindrom lansia lemah yang berhubungan dengan dengan penurunan
kekuatan otot proses penuaan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 hari
masalah belum teratasi, untuk itu perlu adanya kolaborasi dalam pemberian terapi yang
lebih optimal. Serta perlu adanya motivasi pada keluarga ataupun pihak PSLU untuk
memberikan terapi lanjutan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Klien mengatakan sering pusing klien juga mengatakan suka sekali makan ikan asin,
kepala bagian belakang / tengkuk terasa berat dan sakit, nyeri seperti ditusuk tusuk
dari skala 1-10 klien memilih skala nyeri 6.
2. Diagnosa keperawatan yang dapat diambil dalam kasus ini adalah :
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan Hipertensi
b. Risiko cidera (jatuh) yang berhubungan dengan kelemahan otot dan tulang karena
proses manua
c. Risiko sindrom lansia lemah yang berhubungan dengan dengan penurunan
kekuatan otot proses penuaan
3. Rencana tindakan keperawatan disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan
yang berfokus pada managemen penanganan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer,
risiko cidera (jatuh), risiko sindrom lansia lemah.
4. Implementasi keperawatan telah dilakukan sesuai dengan rencana tindakan
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan mengatasi masalah pasien.
5. Evaluasi yang didapatkan pada Tn. K setelah dilakukan tindakan keperawatan
didapatkan hasil bahwa masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi
sebagian, risiko cidera (jatuh), risiko sindrom lansia lemah juga teratasi sebagian
B. Saran
1. Untuk pihak PSLU dan Keluarga
Memperhatikan pola makan klien dan kebiasaan klien
2. Untuk tenaga kesehatan
a. Sebagai tenaga kesehatan harus memberikan penyuluhan tentang hipertensi,
pencegahan pencegahan, tanda-tanda gejala hipertensi, penatalaksanaan hipertensi
dan cara pencegahan hipertensi untuk memudahkan masyarakan mendapatkan
informasi yang baik tentang bagaimana proses terjadinya hipertensi.
b. Dapat menegakan diagnosa secara dini tentang hipertensi pada lansia untuk
mencegah adanya komplikasi akibat hipertensi.
3. Untuk institusi
Meningkatkan kualitas, kuantitas dan fasilitas dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat untuk menurunkan komplikasi akibat hipertensi.