Vous êtes sur la page 1sur 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jantung diberi sistem konduksi khusus untuk menghasilkan impuls elektrik ritmik dan
untuk menggerakkan impuls ini dengan cepat ke seluruh jantung untuk mengatur
kontraksi miokardium. Ketika sistem ini berfungsi dengan normal, atrium berkontraksi
seperenam detik lebih cepat daripada ventrikel. Aktifitas elektrik teratur ini harus terjadi
sebelum kontraksi untuk menyediakan curah jantung yang adekuat untuk perfusi seluruh
organ tubuh dan jaringan.
Sistem konduksi dan irama jantung rentan terhadap kerusakan jantung akibat penyakit
jantung, terutama akibat iskemia jaringan jatung yang disebabkan penurunan aliran darah
arteri koroner. Konsekuensinya berupa irama jantung yang aneh atau abnormal atau
abnormalitas urutan kontaksi dalam ruang jantung. Irama abnormal disebut dengan
aritmia (atau disritmia) dapat sangat menurunkan kemampuan jantung untuk memompa
dengan efektif, bahkan menyebabkan kematian.
Pada tahun 2003, aritmia menyebabkan atau berkontrubusi dalam lebih dari 479.000 dari
2.400.000 kematian di Amerika Serikat. Aritmia sejarahnya, aritmia berhubungan
dengan kesadaran manusia akan kekuatan dan irama denyut teraba. Pada awal abad ke-6
sebelum masehi, denyut tidak beraturan diketahui di Cina, dan kemudian di Yunani.
Banyak ketidakteraturan yang ditemukan sebelum adanya elektrokardiogram. Pada tahun
1985, Willem Einthoven mempublikasikan makalah mengenai sistem elektrik pada
jantung, yang mencatat 5 pola listrik yang berbeda, dan diberi nama P, Q, R, S, dan T.
Pada tahun 1903, Einthoven dan Thomas Lewis secara terpisah mempublikasikan
penelitian, observasi dan penemuan mengenai aritmia jantung. Meskipun penemuan dan
publikasi mereka mengenai penyimpangan dan sistem elektrik jantung, Einthoven dan
Lewis dianggap sebagai perintis elektrokardiografi. Sebelum membaca mengenai
aritmia.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apakah definisi dari aritmia?
1.2.2. Bagaimana anatomi sistem konduksi jantung pada aritmia?
1.2.3. Bagaimana prinsip elektrofisiologi jantung pada aritmia?
1.2.4. Bagaimana etiologi pada aritmia?

1
1.2.5. Bagaimana patofisiologi pada aritmia?
1.2.6. Bagaimana manifestasi klinis pada aritmia?
1.2.7. Apa saja jenis- jenis aritmia gangguan penghantaran?
1.2.8. Bagaimana Klasifikasi pada aritmia gangguan penghantaran?
1.2.9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada klien dengan aritmia gangguan
penghantaran?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi aritmia.
1.3.2 Untuk mengetahui anatomi sistem konduksi jantung pada aritmia.
1.3.3 Untuk mengetahui prinsip elektrofisiologi jantung pada aritmia.
1.3.4 Untuk menegetahui etiologi pada aritmia.
1.3.5 Untuk mengetahui patofisiologi pada aritmia.
1.3.6 Untuk mengetahui manifestasi klinis pada aritmia.
1.3.7 Untuk mengetahuai jenis- jenis aritmia gangguan penghantaran.
1.3.8 Untuk mengetahui klasifikasi pada aritmia gangguan penghantar.
1.3.9 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan aritmia
gangguan penghantaran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Aritmia

Aritmia adalah gangguan irama pada ja ntung bisa cepat, lambat dan ireguler yang dapat
disebabkan oleh gangguan sistem konduksi jantung serta gangguan pembentukan dan
atau penghantaran impuls. Disritmia umum pada orang dengan kelainan jantung, namun
dapat terjadi juga pada orang dengan jantung normal. Disritmia biasanya diketahui
karena manifestasi klinis terkait seperti gejala pusing, palpitasi, dan sinkop ( pingsan).
Kelainan pada konduksi itu berbahaya karena mengurangi curah jantung, yang dapat
menyebabkan gangguan perfusi serebri.( Aggraini, 2006., Anette E, dkk. 2016., Black &
Hawks, 2014., Futuri, 2009).
2.2 Anatomi Sistem Konduksi Jantung

Dibawah konduksi normal, fungsi alat pacu jantung (pacemaker) dilakukan oleh nodus
sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada perbatasan atrium kanan dan vena kava
superior. Nodus SA kira- kira berukuran panjang 1,5 cm dengan lebar 2-3 mm dan
disuplai oleh arteri nodus sinus yang bercabang dari arteri koronaria kanan (60%) atau
arteri koronari sirkrumfleks kiri (40%). Jika impuls sudah keluar dari nodus SA dan
jaringan perinodus, impuls akan berjalan di sepanjang atrium hingga mencapai nodus
atriovetrikuler (nodus AV). Suplay darah dari nodus AV ditunkan dari arteri koronari
posterios desenden (90%). Nodus AV terletak pada basis septum interatrium tepat diatas
annulus triskuspidalis dan anterior terhadap sinus koronari. Properti elektrofisiologi
nodus AV menyebabkan konduksi lambat yang bertanggung jawab terhadap penundaan
normal konduksi atrioventrikular ( pada EKG dicatat sebagai interval PR). (Issebacher
dkk. 2015., Syafuddin, 2011).
Berkas his ( Bundle of His) keluar dari nodus AV memasuki skeleton fibrosa dari
jantung dan berjalan ke anterior melewati septum interventrikuler membranosa. Struktur
ini mempunyai suplai darah ganda dari arteri nodus AV dan cabang arteri koronari
anterior desenden. Bagian percabangan (distal) dari berkas His akan membuat cabang-
cabang untuk lembaran luas serabut- serabut berjalan sepanjang sisi kiri septum
intraventrikuler untuk membentuk cabang berkas kiri dan stru ktur sempit serupa pada
sisi kanan membentuk right bundle branch. Arborisasi cabang- cabang berkas kanan dan

3
kiri mempercabangkan sistem his purkinje distal, yang akhirnya meluas melalui
endokardium dari ventrikel kanan dan kiri. (Syafuddin, 2011).
Nodus SA, atrium, dan nodus AV secara signifikan dipengaruhi oleh tonus otonom.
Pengaruh vagus menurunkan otomatisasi nodus SA, menurunkan konduksi, dan
memperbanjang keadaan refrakter atrium. Memperlambat konduksi atrium, serta
memperpanjang konduksi dan keadaan refrakter nodus AV. Pengaruh simpatis
memberikan efek sebaliknya. (Syafuddin, 2011).

Sumber: Syafuddin, 2011

2.3 Prinsip Elektrofisiologi Jantung

Interior dari sebagian sel- sel jantung pada keadaan istirahat memiliki potensial sebesar -
80 hingga -90 mV ( kecuali nodus SA dan nodus AV) negartif terhdap elektroda
ekstraseluler yang menjadi referensi. Potensial membran istirahat ditentukan oleh gradien
konsentrasi potasium yang melewati membran sel. Aktivasi sel- sel jantung terjadi akibat
pergerakan ion- ion melewati membran sel dan menyebabkan depolarisasi transien yang
dikenal sebagai potensial aksi. Spesies ionik yang bertanggung jawab untuk potensial
aksi bervariasi pada berbagai jaringan jantung dan karenanya konfigurasi aksi adalah
unik untuk masing- masing jaringan. (Syafuddin, 2011., Black & Hawk, 2014).
Potensial aksi dari sistem serabut purkinje dan miokardium pada ventrikel memiliki lima
fase. Arus depolarisasi cepat ( fase 0) terutama ditentukan oleh aliran masuk ion sodium

4
ke sel- sel miokardim diikuti oleh aliran masuk sekunder ion- ion kalsium yang lebih
lambat . fase repolarisasi aksi (fase 1 hingga 3) terutama terkait dengan aliran keluar ion-
ion potasium. Potensial membran istirahat adalah fase 4. (Syafuddin, 2011).
Bradiaritmia disebabkan oleh abnormalitas baik pembentukan impuls misalnya
otomatisasi atau dari konduksi . Otomatisasi yang normalnya ditemukan pada nodus SA,
serabut khusus pada sistem serabut purkinje, dan beberapa serabut khusus pada atrium
merupakan kemampuan sel jantung yang menyebabkan sel tersebut dapat mengalami
depolarisasi secara spontan selama fase 4 dari potensial aksi sehingga menyebabkan
pembentukan impuls. Untuk menimbulkan otomatisasi, potensial membran istirahat
harus turun secara spontan hingga ambang potensial tercapai dan terjadi respon
regeneratif yang bersifat semua atau tidak sama sekali ( all or none). Arus ion yang
menghasilkan depolarisasi diastolik spontan tampaknya melibatkan aliran ke dalam dari
salah satu antara sodium atau kalsium dan penurunan arah aliran ke luar dari arus
potasium. Kecepatan konduksi yaitu penyebaran inpuls sepanjang jaringan jantung.
Bergantung dari magnitudo arus masuk yang secara langsung terkait dengan tingkat
peningkatan dan amplitudo fase 0 sampai dari potensial aksi. Semakin positif ambang
potensial dan semakin lambat tingkat depolarisasi ke arah ambang, tingkat peningkatan
fase 0 potensial aksi akan semakin lambat dan kecepatan konsuksi juga semakin lambat.
Berbagai keadaan sakit atau obat- obatan dapat menyebabkan peningkatan peningkatan
yang lebih rendah pada fase 0 pada potensial membran berapa pun. Keadaan membaran
pasif ( yaitu resistansi intraseluler dan sumbatan interseluler) dapat juga memengaruhi
penyebaran impuls. Penyebaran terjadi lebih cepat pada orientasi serabut yang paralel
dibandingkan transversal yaitu suatu kondisi yang disebut sebagai konduksi anisotropik.
Refraktori merupakan kemampuan sel- sel jantung yang mendefinisikan suatu perode
pemulihan sel setelah tidak lagi bermuatan sebelum mereka dapat dieksitasi ulang oleh
suatu stimulus. Periode refrakter absolut didefinisikan dengan suatu keadaan potensial
aksi sel, dimana pada potensial tersebut tidak ada stimulus, tanpa peduli ekuatannya yang
dapat menimbulkan respon lain. Periode refrakter efektif adalah suatu periode potensial
aksi dimana pada potensial tersebut stimulus dapat menimbulkan hanya respon lokal
yang tidak dihantarkan. Periode refrakter relatif membentang dari akhir periode refakter
efektif hingga waktu dimana jaringan pulih secara penuh. Selama waktu ini, dibutuhkan
stimulus yang lebih besar besar dari kekuatan ambang untuk menciptakan respon, yang
kemudian mengalami propagasi dengan lebih lambat dibandingkan normal. Pada sistem
serabut purkinje atau miosit ventrikel yang normal, eksitabilitas telah kembali pasca

5
potensial aksi dan respon yang timbul memiliki karakteristik yang serupa dengan respon
spontan normal. Pada nodus AV, kembalinya eksitabilitas terjadi dengan baik setelah
selesainya potensial aksi. Takiaritmia dapat dibagi menjadi gangguan- gangguan
penyebaran impuls dan gangguan gangguan pembentukan impuls. (Syafuddin, 2011).

Sumber: Syafuddin, 2011.

2.4 Etiologi
Aritmia merupakan akibat dari gangguan mekanisme utam: (1) automatisitas, (2)
konduksi, dan (3) reentri impuls
1. Gangguan pada automatisitas
Automatisitas digunakan di sini untuk menggambarkan proses normal terjadinya
irama jantung. Proses automatisitas dalam menginisiasi impuls dapat berubah jika sel
pacemaker normal menembak terlalu cepat atau jika impuls dihasilkan oleh sel yang
normalnya tidak menginisiasi denyut jantung, yang disebut dengan pacemarker
ektopik. Automatisitas normal ditingkatkan ketika sel mengkonduksi impuls karena
tidak tersupresi. Pacemaker ektopik terjadi ketika otot jantung yang normalnya tidak
memperlihatkan potensial pacemaker atau aktivitas (sel laten) penembakan untuk
menghasilkan impuls. (Black & Hawk, 2014).
Nodus SA adalah pacemaker jantung karena memiliki tingkat automatisitas tertinggi.
Jantung normalnya menghasilkan irama 60-100 denyut/menit. Nodus SA diatur oleh
sistem saraf melalui saraf vagus. Stimulasi simpatis meningkatkan laju penembakan,

6
sementara tanpa stimulasi simpatis atau stimulasi vagal (parasimpatis) menurunkan
laju. Jika nodus SA gagal menembak, situs laten lain pada atrium dapat menembak
(60-100 denyut/menit). Jika atrium tidak menginisiasi denyutan, denyutan dapat
dimulai di nodus atroventrikular (AV); jika nodus AV tidak menginisiasi denyutan,
denyutan dapat dimulai di ventrikel. Mekanisme penanganan-kegagalan ini penting
dalam penyakit jantung. Sel pacemaker laten pada taut AV biasanya mengambil
pacemaker jantung tetapi dengan laju yang lebih rendah (40-60 denyut/menit).
Pacemaker yang demikian disebut dengan escape pacemaker. Jika taut AV tidak
dapat berperan sebagai pacemaker karena penyakit escape pacemaker (pemacu
jantung lepas) sebagai sistem konduksi elektrik dibawah taut AV (percabangan bekas
atau percabangan purkinje) dapat mengambil alih, namun masih dalam laju yang lebih
pelan/rendah (kurang dari 40 denyut/menit). Secara umum, semakin jauh escape
pacemaker dari nodus SA, impuls yang dihasilkan akan semakin pelan. (Black &
Hawk, 2014).
Faktor risiko. Kelainan automatisitas biasanya disebabkan oleh iskemia miokardium,
penurunan fungsi ventrikel kiri, penyakit katup jantung, ketidak seimbangan
elektrolit, hipoksia, stmulasi adregenik (sistem saraf simpatik), gangguan
metabolisme seluler, penggunaan antidisritmia, keracunan digitalis, dan pemberian
atropin (yang menghabat stimulasi vagal). (Black & Hawk, 2014).
2. Gangguan konduksi
Konduksi adalah kecepatan impuls yang berjalan melalui nodus sinus, nodus AV, dan
serabut purkine. Sel pacemaker laten juga menembak dengan laju di atas atau di
bawah laju inheren mereka. Irama yang lebih pelan daripada intrinsik disebut
bradikardia. Irama yang lebih cepat dari laju intrinsik disebut takikardia atau
percepatan. Misalnya, sinus bradikardia diidentifikasi sebagai denyut jantung di bawah
60 denyut/menit dan sinus takikardia didefinisikan sebagai denyut jantung di atas 100
denyut/menit. Takikardia juction dipercepat dapat memiliki laju yang lebih tinggi dari
60 denyut/menit (laju inhenren nodus AV). (Black & Hawk, 2014).
Impuls juga dapat terjadi secara prematur atau terhambat pada daerah di antara nodus
SA dan serabut purkinje. Denyut prematur dapat terjadi karena sel pacemaker laten.
Penghambatan, impuls terjadi secara normal, tetapi tidak sampai pada tujuan. Pada
penghambatan, dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk perjalanan ke tempat
tujuannya; gelombang EKG lebih luas daripada normal. Gangguan pada konduksi juga
dapat mengakibatkan penurunan curah jantung dan aritmia yang mengancam jiwa.

7
Faktor Risiko gangguan konduksi merupakan hasil dari iskemia miokardium, kompresi
dan perlukaan jalur konduksi, penyakit katup jantung atau pembedahan katup jantung ,
inflamasi nodus AV, stimulasi ekterm vagal pada jantung, ketidakseimbangan
elektrolit, peningkatan preload atrium, keracunan digitalis, agen penyekat beta,
penghambat saluran kalsium non- dihidropiridin, gangguan metabolisme seluler, dan
infark miokardium ( terutama bagian inferior). (Black & Hawk, 2014).
3. Re-entri impuls
Terjadi ketika jaringan jantung terdepolarisasi beberapa kali dengan impuls yang
sama. Normalnya impuls memasuki jaringan, mengeksistasi jaringan ( depolarisasi),
dan meninggalkan jaringan setelah periode refraktori selesai ( repolarisasi). Hal
tersebut terjadi sepanjang satu jaras/ jalur dengan kecepatan konduksi yang konstan.
Re- entri impuls terjadi ketika dua jaras ( jaras/ jalur lambat jaras/ jalur cepat).
Dua jaras dapat terjadi kelainananatomis ( jaras aksesoris dan fibrosis) atau defek
fungsi ( iskemia, interaksi obat). Kedua jaras dipisahkan oleh jaringan yang tidak
dapat bereksistasi. Ketika impuls memasuki kedua jaras, jaras cepat
memperlihatkan resistensi yang tidak memungkinkan impuls untuk berjalan maju,
namun impuls mampu berjalan melewati jaras lambat, kemudian berjalan kembali
ke jaras/ jalur cepat menyebabkan impuls berulang sendiri. Re- entri impuls
menyebabkan masalah karena beberapa sel sudah terpolarisasi dengan cukup sehingga
sel secara prematur mengalami depolarisasi lagi, menghasilkan denyut ektopik dan
gangguan irama. Re- entri dapat disebabkan oleh iskemik miokardium, aksi dari
medikasi antidisritmia, fibrosis miokardium, adanya jalur aksesoris atau
penghambatan berkas percabangan. (Black & Hawk, 2014).

2.5 Patofisiologi

Dampak disritmia adalah efeknya pada curah jantung dan perfusi vaskular dan cerebral.
Perlu didingat, curah jantung adalah hasil dari volume sekuncup ( stroke volume) dikali
denyut/ frekuensi jantung. Pada irama sinus normal, atrium berkontraksi untuk mengisi
dan ventrikel meregang dengan sekitar 30% darah lebih banyak. Proses ini disebut
dengan atrial kick, yang meningkatkan jumlah darah ( volume sekuncup) di dalam
ventrikel sebelum kotraktilitas, dengan demikian meningkatkan curah jantung sebesar
30%. Ketika impuls terjadi dibawah nodus SA, atau lebih dari satu area ditembakkan di
atrium melepaskan impuls ( misalnya vibrasi atrium atau atrial flutter), atrial kick akan
hilang dan curah jantung akan berkurang sebanyak 30%. (Black & Hawk, 2014).

8
2.6 Manifestasi Klinis

Penurunan curah jantung menyebabkan gejala klinis seperti palpitasi, pusing, pransinkop
atau sinkop, pucat, diaforesis, perubahan pola pikir ( kegelisahan, agitasi hingga letargi
dan koma), napas pendek, nyeri dada, otrpnea, dispnea nokturnal paroksimal, hipotensi,
pengisian ulang kapiler yang lambat, pembengkakan ekstremitas, dan penurunan
keluaran urine. (Black & Hawk, 2014).

2.7 Jenis- jenis Aritmia Gangguan Penghantaran

Aritmia gangguan penghantaran/ konduksi dibagi menjadi:

a. Aritmia Nodus Sinoatrial


1. Gangguan konduksi nodus sinoatrial
a) Sinus Exit Blok
b. Aritmia atrium
1. Gangguan konduksi impuls
a) Blok AV derajat pertama
b) Blok AV derajat kedua
1) Blok mobitz tipe 1
2) Blok mobitz tipe 2
c) Blok AV derajat ketiga
2. Abnormalitas konduksi impuls
a) Penghambatan berkas percabangan
c. Aritmia ventrikel
1. Asistol ventrikel
2. Aktivitas listrik tanpa nadi
3. Kematian jantung mendadak

Sumber: Black & Hawk, 2014.

2.8 Klasifikasi Aritmia Gangguan Penghantaran

a. Gangguan Konduksi Sinoatrial


Pada kondisi tertentu, impuls dari nodus SA (1) tidak dihasilkan dari nodus SA ( SA
arrest) atau (2) tidak diteruskan dari nodus SA (sinus exit arres). Penyebab kelainan
konduksi nodus SA, antara lain: kondisi yang meningkatkan tonus fagal, penyakit

9
arteri koroner, MI, keracunan digitalis dan penyekat saluran kalsium ( calcium
channel blocker), penyakit hipertensi, hipoksia jaringan, perlukaan jaras/ jalur intra-
atrial, dan ketidakseimbangan elektrolit. (Black & Hawk, 2014).

1. Sinus Exit Blok


Selama sinus exit blok, keterlambatan konduksi terjadi diantara nodus sinus dan
otot atrium. Tidak seperti irama dalam SA arrest, irama nodus SA dilepaskan di
sinus exit block tetap konstan dan tidak terganggu. Ciri EKG memperlihatkan
irama sinus normal terganggu samar- samar oleh penghentian sementara. Hal ini
menghasilkan pola penghentian sementara yang ketika diukur memperlihatkan
interval P- P yang berulang mendasari. Sinus arrest berbeda dengan sinus exit
block, yakni pada sinus arrest, nodus SA pada waktu tertentu tidak menembak
sama sekali. Hasilnya terjadi penghentian sementara yang lebih lama dan tidak
memperlihatkan interval P-P yang berulang. Penghentian sementara ini juga
sering dideterminasi oleh denyut ektopik. Sinus arrest sering berkaitan dengan
prognosis yang lebih serius. Klien biasanya tetap asimptomatis, bergantung pada
durasi dan frekuensi penghentian sementara, namun penghentian yang lebih lama
dapat menyebabkan pingsan, pusing, prasinkop, atau sinkop. Intervensi tidak
diperlukan, kecuali klien menjadi simtomatis dan menunjukkan penurunan curah
jantung. (Black & Hawk, 2014).

(Sumber: http://www.jantungarea.com: 2016)


Kecepatan : bergantung pada irama yang mendasari
Irama : reguler
Gelombang P : normal (tegak dan seragam)
Interval PR : normal
QRS : normal (0,06-0,10 detik)
Kompleks PQRS: hilang satu siklus atau lebih dan berulang

10
b. Gangguan konduksi Impuls
Aritmia gangguan penghantaran atau konduksi berasal dari daerah taut AV adalah
AV blok. Impuls menjalar melalui taut AV dihambat dalam derajat yang bervariasi.
Oleh karena itu konduksi impuls dari atrium ke ventrikel diperlambat atau berhenti
sepenuhnya, bergantung pada derajat blok AV. Normalnya impuls berasal dari nodus
SA dihambat pada taut AV selama 0,20 detik sebelum menjalar ke berkas His. Jika
taut AV terganggu ( oleh satu atau lebih etiologi). Impuls terhambat atau berhente
sama sekali pada taut AV untuk periode yang lama. Gangguan konduksi impuls
dikategorikan dengan tingkatan penghambatan: blok AV derajat pertama, derajat
kedua, dan ketiga. (Black & Hawk, 2014).

1. Blok AV Derajat Pertama


Merupakan hambatan impuls dari atrium ke ventrikel yang menyebabkan interval
P-R diperlama lebih dari 0,20 detik. Penghambatan ini biasanya terjadi pada
tingkatan nodus AV. Meskipun waktu konduksi diperlama, seluruh impuls
dikondisikan. Irama reguler dan setiap gelombang P diikuti kompleks QRS.
Interval P-R biasanya tetap konstan. Ciri ini penting untuk membedakan blok AV
derajat pertama dengan blok AV yang lain. Penghambatan ini sering berhubungan
dengan ketidaknormalan struktur, seperti pelebaran atrium kanan atau defek
septum atrium, terjadi pada 0,5% orang dewasa tanpa penyakit jantung: namun
pada populasi lansia sering dijumpai dengan penyakit degeneratif idiopatik sistem
konduksi. (Black & Hawk, 2014).

Sumber: Black & Hawks, 2014


Kecepatan : bergantung pada irama yang mendasari
Irama : reguler
Gelombang P : normal (tegak dan seragam)
Interval PR : memanjang lebih dari 20 detik

11
QRS : normal (0,06-0,10 detik)
Sumber : Shirley. 2016
2. Blok AV Derajat Kedua
Blok AV derajat kedua lebih serius dari perlambatan konduksi pada jantung;
beberapa impuls dikonduksi dan beberapa dihambat. Penghambatan derajat kedua
mengakibatkna jatuhnya kompleks QRS secara sama-samar. Depolarisasi atrial
berlanjut menghasilkan gelombang P yang terlihat normal pada interval reguler.
Blok AV derajat keduanya biasanya tidak berpengaruh pada konduksi melalui
ventrikel, dan kompleks QRS pada konfigurasi normal. Blok AV derajat kedua
muncul dari penyakit arteri koroner (CAD), toksisitas kedua muncul dari
reumatik, infeksi virus dan MI dinding inferior. Blok AV derajat kedua dibagi
menjadi dua jenis tambahan: mobitz tipe 1 (fenomena wenckebach) dan mobitz
tipe 2. (Black & Hawk, 2014).
a) Blok mobitz tipe 1 (fenomena wenckebach)
Blok AV derajat kedua jenis mobitz tipe 1 merupakan kelainan periode
refaktori yang lama pada nodus AV. Penghambatan ini menyebabkan interval
P-R secara progresif menjadi panjang hingga gelombang P gagal untuk
konduksi ke ventrikel dan kompleks QRS jatuh. Seiring dengan perpanjangan
interval P-R, interval R-R menjadi lebih pendek. Dengan fenomena
Wenckebach, kompleks QRS biasanya dikelompokkan menjadi dua, tiga,
empat, dan selanjutnya. Oleh karena pengelompokan ciri ini, irama
digambarkan dengan merekam jumlah gelombang P dibandingkan dengan
kompleks QRS ( misalnya 3.2 atau 4.3). (Black & Hawk, 2014).
Mobitsz tipe 1 merupakan bentuk blok jantung derajat kedua yang paling
ringan dan merupakan prognosis yang lebih baik daripada tipe 2. Etiologinya
sama dengan blok AV derajat pertama, kecuali mobitz tipe 1 merupakan irama
yang stabil, biasanya tidak menghasilkan gejala klinis karena denyut
ventrikuler cukup, namun klien mungkin mengalami denyut ireguler, vertigo,
kelemahan, dan gejala lain berupa rendahnya curah jantung jika denyutan
ventrikuler turun drastis. (Black & Hawk, 2014).
Intervensi tidak diperlukan selama denyut ventrikuler cukup untuk perfusi.
Klien dikaji untuk memeriksa progresi ke derajat blok yang lebih tinggi ( lebih
berat). (Black & Hawk, 2014).

12
Sumber: Black & Hawks, 2014
Kecepatan : bergantung pada irama yang mendasari
Irama : atrium reguler, ventrikel irraguler
Gelombang P : normal (tegak dan seragam), lebih banyak gelombang P dari
kompleks QRS
Interval PR : memanjang secara progeresif sampai satu gelombang P terhalang
dan tidak diikuti oleh QRS
QRS : normal (0,06 0,10 detik)
Sumber : Shirley. 2016
b) Blok Mobitz Tipe 2
Blok mobitz tipe 2 terjadi ketika gelombang P tidak dikonduksikan, yang
menghasilakn jatuhnya kompleks QRS. Meskipun kompleks QRS jatuh pada
tipe 1, pada tipe 2, interval P-R tetap konstan tanpa perpanjangan. Pada tipe 2,
gelombang P normal dan diikuti kompleks QRS normal pada interval yang
teratur hingga tiba- tiba kompleks QRS jatuh. Penghambatan digambarkan
dengan rasio jumlah gelombang P pada kompleks QRS ( misalnya 2:1, 3:1,
4:1). Hal ini diperkirakan sebagai irama tidak stabil yang biasanya disebabkan
oleh gangguan konduksi infranodal. Blok mobitz tipe 2 merupakan hasil dari
iskemia, MI, toksisitas obat, fibrosis idiopatik sistem konduksi, penyakit
konginetal atau penyakit katub jantung, atau hiperkalemia. (Black & Hawk,
2014).
Mobitz tipe 2 merupakan kondisi yang lebih serius dari mobitz tipe 1 karena
dapat berkembang menjadi blok AV derajat ketiga, terutama pada klien
dengan MI dinding anterior. Klien dengan blok AV derajat 2 membutuhkan
pemantauan EKG untuk kemungkinan berkembangnya penghambatan total
jantung. (Black & Hawk, 2014).

13
Intervensi yang diberikan antara lain: pemberian atropine atau isoproterenol (
yang meningkatkan laju impuls konduksi), insersi pacemaker temporer atau
permanen, dan penghentian obat depresan jantung ( misalnya digitalis,
penyekat beta, beberapa penghambat saluran kalsium). AV block derajat
kedua yang terjadi setelah MI, terutama pada MI inferior dapat pulih kembali
setelah iskemia miokardium sembuh.

Sumber: Black & Hawks, 2014


Kecepatan : atrium biasanya 60-100 kali per menit, ventrikel lebih lambat dari
kecepatan atrium
Irama : atrium reguler ventrikel reguler atau irreguler
Gelombang P : normal (tegak dan seragam) lebih banyak gelombang P dari
kompleks QRS
Interval PR : normal atau memanjang tapi konstan
QRS : dapat normal, tetapi biasanya melebar (lebih dari 10 detik) jika cabang-
cabang berkas terlibat.
Sumber : Shirley. 2016
3. Blok AV Derajat Ketiga
Merupakan pemisahan lengkap impuls atrium dan ventrikuler. Atrium normalnya
diatur nodus SA, namun karena pesan terlambat sepenuhnya, ventrikel biasanya
dikendalikan pacemaker ektopik. Penghambatan jantung derajat tiga terkadang
disebut dengan disosiasi AV atau penghambatan jantung komplet karena ruang atas
dan bawah jantung bekerja sendiri- sendiri. Denyut atrium selalu sama atau lebih
cepat daripada denyut ventrikuler pada penghambatan jantung komplet. Denyut
ventrikuler biasanya 40-60 denyut per menit. (Black & Hawk, 2014).
Gambaran lain dari EKG penghambatan jantung derajat ketiga adalah interval P-P
reguler, intervel R-R reguler, hilangnya interval P-R bermakna atau konsisten, dan
penampaan gelombang P normal. Bahaya terbesar dari blok AV derajat ketiga

14
inheren adalah penghentian ventrikel atau asistol. Jika fokus ektopik pada ventrikel
tidak memulai denyut jantung, asistol akan mengakibatkan kehilangan kesadaran
dengan seketika dan pada beberapa kasus menyebabkan kematian. (Black & Hawk,
2014).
Blok AV derajat ketiga merupakan hasil dari berbagai penyebab meliputi:
a) Fibrotik atau perubahan degeneratif pada sistem konduksi.
b) MI (terutama MI pada didnding inferior)
c) Anomali konginetal
d) Pembedahan jantung
e) Miokarditis
f) Infeksi virus pada sitem konduksi
g) Toksisitas obat ( digitalis, penyekat beta, penyekat saluran kalsium)
h) Trauma
i) Kardiomiopati
j) Penyakit lyme
Denyut ventrikel yang pelan menyebabkan penurunan curah jantung dan gangguan
sirkulasi. Klien mungkin akan mengalami hipotensi, angine pektoris, gagal jantung,
dispnea, pusing, presinkop, dan sinkop. (Black & Hawk, 2014).
Intervensi utama untuk penghambatan jantung komplet adalah atropine, pacing/
pemacu transkutan, infus katekolamin ( dopamin atau epinefrin), dan pacemaker
transvena. Jika terjadi asistol, RJP biasanya digunakan hingga pacemaker transvena
dapat dimasukkan. Isoprotenol jarang terjadi diindikasikan. Manajemen jangka
panjang untuk penyebab ireversibel termasuk implan pasemaker permanen. (Black
& Hawk, 2014).

Sumber: Black & Hawks, 2014

15
Kecepatan : atrium 60-100 kali per menit, ventrikel 40-60 kali per menit jika fokus
escape junctional kurang dari 40 kali per menit jika fokus escape ventrikular
Irama : biasanya reguler, tetapi atrium dan ventrikel bekerja secara independen
(terpisah)
Gelombang P : normal (tegak dan seragam), dapat tumpang tindih pada kompleks
QRS atau gelombang T
Interval PR : sangat bervariasi
QRS : normal jika diaktivasi oleh fokus escape junctional, melebar jika fokus
escape ventrikular
Sumber : Shirley. 2016
4. Abnormalitas Konduksi Impuls Intraventrikel
Penghambatan Berkas Percabangan
Penghambatan berkas percabangan mengindikasikan gangguan konduksi pada
suatu berkas percabangan ( bagian distal bundle of his) dan ventrikel tidak
terdepolarisasi secara simultan. Abnormalitas jaras/ jalur konduksi melalui
ventrikel menyebabkan kompleks QRS yang meluas ( > 20 detik). (Black & Hawk,
2014).
Kelainan dapat merupakan hasil dari:
a) Fibrosis miokardium
b) Penyakit Jantung Koroner (PJK) kronis
c) MI
d) Kardiomiopati
e) Inflamasi
f) Emboli paru
g) Hipertrofi berat ventrikel kiri
h) Anomali konginetal
Gangguan konduksi melalui ventrikel menyebabkan blok berkas cabang kanan (
right bundle- branch block/ RBBB) atau blok berkas cabang kiri (left bundle-
branch block/ LBBB). Elektrokardiogram sedapan 12 diperlukan untuk
membedakan RBBB dan LBBB. Pada LBBB, kompleks QRS pada V1
digambarkan sebagai rsR. Oleh karena berhubungan dengan penyakit ventrikuler
kiri disusun oleh fasikel anterior dan posterior ( berkas kecil), dan satu atau kedua
berkas terlibat. Tidak ada intervensi khusus untuk kelainan konduksi ini, namun
jika RBBB muncul bersama penghambatan salah satu fasikel pada berkas kiri, satu

16
fasikel tetap menggambarkan satu jaras/ jalur konduksi ventrikel. Oleh karena itu
pada kondisi ini, pacemaker diperlukan. (Black & Hawk, 2014).

Sumber: Black & Hawks, 2014


Kecapatan : bergantung pada kecepatan yang mendasari
Irama : reguler
Gelombang P : normal (tegak dan seragam)
Interval PR : normal 0,12-0,20 detik
QRS : lebar (lebih dari 0,10 detik dengan gambaran taktik
Sumber : Shirley. 2016
c. Disritmia Ventrikel
Disritmia ventrikel muncul dibawah taut AV. Disritmia ventrikel umumnya lebih
serius dan mengancam jiwa. Dibandingkan dengan disritmia atrium atau junction
karena disritmia ventrikel umumnya terjadi terkait penyakit jantung intrinstik.
Disritmia ventrikel biasanya menyebabkan gangguan hemodinamik yang lebih hebat
(misalnya hipotensi, gagal jantung, dan syok). Kontraksi independen ventrikel
menyebabkan berkurangnya volume sekuncup dan curah jantung. Denyut ventrikuler
yang cepat mencegah pengisian ruang ventrikel yang optimal dan mengurangi volume
sekuncup lebih jauh. Pada denyut kurang dari 40 kontraksi per menit, curah jantung
tidak akan cukup untuk mendukung fungsi vital tubuh. (Black & Hawk, 2014).
Pemeriksaan EKG klien dengan disritmia ventrikel menunjukkan kompleks QRS
yang lebar dan aneh. Normalnya, impuls berjalan ke ventrikel melalui rute terpendek
dan yang terefisien. Jalur normal ini menghasilkan kompleks QRS yang sempit. Akan
tetapi ketika impuls mengikuti jalur abnormal melalui jaringan otot ventrikel
abnormalitas ini terlihat pada kompleks EKG yang melebar. ( > 0,12 detik)

17
1. Asistol Ventrikel
Asistol ventrikel (cardiac standstill) merupakan tidak adanya aktivitas listrik
ventrikuler sama sekali. Klien tidak memiliki nadi yang teraba (tidak ada curah
jantung), dan tidak ada irama jika klien dimonitor. Kejadian asistol ventrikel tiba-
tiba pada klien sadar menyebabkan rasa pusing yang diikuti kehilangan kesadaran,
kejang, dan apnea dalam beberapa detik. Jika disritmia tetapi tidak tertangani,
kematian akan terjadi. Asistol ventrikel harus ditangani dengan cepat. (Black &
Hawk, 2014).
Asistol ventrikel dapat terjadi sebagai suatu kejadian utama, atau dapat mengikuti
VG pulseless electrical activity. Asistol juga dapat terjadi pada klien dengan blok
jantung komplet (CHB) yang tidak ada pacemaker di luar normal. Penyebab yang
mungkin terjadi:
a) Hipoksia
b) Hiperkalemia dan hipokalemia
c) Asidosis yang telah ada sebelumnya
d) Overdosis obat
e) Hipotermia

Terapi terdiri atas RJP, epinefrin, atropin, pacing transkutan, dan perbaikan dari
penyebab.

Sumber: Jones, Shirley, 2016

Kecepatan : tidak ada


Irama : tidak ada
Gelombang P : tidak ada
Interval PR : tidak ada
QRS : tidak ada

18
Sumber : Shirley. 2016., Malcolm. 2014)
2. Aktifitas Listrik Tanpa Nadi
Aktifitas listrik tanpa nadi ( pulseless electrical activity), dulunya disebut sebagai
disosiasi elektro- mekanik, merupakan kondisi adanya aktifitas listrik di dalam
jantung seperti yang terlihay di monitor, namun tidak teraba nadi dengan palpasi
pada arteri manapun. Oleh karena itu ventrikel tidak mampu memproduksi
kontraksi yang efektif walaupun adanya aktifitas listrik yang terus menerus.
Penyebab yang umum antara lain penyakit jantung stadium akhir, tamponade,
kordis, embolus paru masif, tekanan pneumotorak, hipovolemia parah, resusitasi
jantung dalam waktu lama, eksanguinasi, atau malfungsi akut dari katup prostetik.
Manajemen pada kasus ini yaitu mencari penyebab dengan cepat sangat penting.
Hingga lokasinya dipastikan, RJP dimulai bersama dengan tindakan bantuan
jantung tingkat lanjut. (Black & Hawk, 2014).

Kecepatan : mencerminkan irama yang mendasari


Irama : mencerminkan irama yang mendasari
Gelombang P : mencerminkan gelombang P yang mendasari
Interval PR : mencerminkan interval PR yang mendasari
QRS : mencerminkan QRS yang mendasari
(Sumber : Shirley. 2016., Malcolm. 2014)
3. Kematian Jantung Mendadak
Kematian jantung mendadak didefinisikan sebagai kematian akibat berhentinya
fungsi jantung secara tiba- tiba (cardiac arrest). Korban mungkin atau mungkin
tidak mengetahui penyakit jantung. Waktu dan mode kematian diprediksi, dan

19
kematian terjadi beberapa menit setelah manifestasi muncul. (Black & Hawk,
2014).
2.9 Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesa
a) Keluhan utama:
Adakah nyeri dada, sesak napas.
b) Riwayat Penyakit
1) Riwayat kesehatan keluarga
Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi.
2) Riwayat penyakit dahulu
Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi.
3) Riwayat pengobatan dan alergi
Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi.
4) Kondisi psikososiospiritual
Kaji status emosi, kognisi, dan perilaku klien
.
c) Pengkajian Fisik :
1) Aktivitas : kelelahan umum.
2) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun
berat.
3) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak, marah, gelisah, menangis.
4) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah, perubahan berat badan, perubahan kelembaban
kulit.
5) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.

20
6) Nyeri/ ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang
atau tidak dengan obat anti angina, gelisah.
7) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/ kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena trombo embolitik
pulmonal; hemoptisis.
8) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema,
edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.

1. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi
1) Penampilan secara umum dan tingkat kesadaran
Merupakan gambaran awal klien dan memperlihatkan tingkat kenyamanan
dan distress. Perhatikan klien dan tentukan apakah klien berbaring dengan
tenang atau adakah ketidaknyamanan atau ada gerakan terus menerus,
dapatkah klien berbaring atau hanya dapat tegak, apakah ekspresi wajah klien
menggambarkan kesakitan atau penampakan gagal napas, apa terjadi sianosis
atau pucat, dan dapatkah klien menjawab pertanyaan tanpa sesak napas?
Catat tingkat kesadaran klien. Tingkat kesadaran menggambarkan kecukupan
perfusi serebral dan oksigenasi.
2) Thoraks
Lakukan inspeksi prekordium secara bersamaan untuk mengetahui
keberadaan pulsasi/ denyut norma dan abnormal.
3) Warna kulit
Amati kulit dan membran mukosa untuk mengetahui abnormalitasan seperti
sianosis sentral atau perifer.
4) Edema
Inspeksi edema di daerah terkait. Pada klien yang aktif bergerak, edema
terlihat jelas pada kaki, pergelangan kaki, dan tungkai bawah.
b) Perkusi
1) Batas jantung
Umumnya jantung akan terletak pada ICS 3- 5.

21
c) Palpasi
1) Nadi
Karakteristik nadi bervariasi. Jika nadi tidak teratur, kaji jumlah nadi yang
kurang pada daerah apikal dan radial secara bersamaan, perhatikan perbedaan
frekuensi. Kekuatan nadi dapat dideskripsikan secara melompat- lompat
(bounding), samar (thready), atau tidak teraba (absent).
2) Thorak
Titik impuls maksimum atau impuls apeks biasanya terlihat pada ruang
intercosta 5 medial dari garis midclavikula kiri.
3) Abdomen
Digunakan untuk mencari tahu keberadaan asites dan pembesaran hati.
Selanjutnya akan didapatkan reflek hematojunggular pada klien dengan
distensi ventrikelkiri.
4) Turgor
Kulit normal akan kembali pada posisi semula dalam waktu < 2 detik, pada
keadaan norma sementara pada kondisi dehidrasi turgor kulit akan lebih
memanjang.
5) Suhu
Suhu kulit dapat menggambarkan penyakit jantung. Berdasarkan lokasi
hangat atau dingin di area kulit.
6) Vena junggularis
Distensi vena junggularis dapat digunakan untuk memperkirakan tekanan
vena sentral. Jumlah distensi menggambarkan perubahan tekanan dan volume
pada atrium kanan.
d) Auskultasi
1) Tekanan darah
Pengukuran tekanan darah seharusnya dilakukan dengan ukuran maenset yang
sesuai dengan posisi klien berbaring, duduk, dan berdiri. Tekanan darah
normalnya dapat bervariasi 5-15 mmHg dengan adanya perubahan posisi.
2) Bunyi jantung
Bunyi jantung normal pada manusia adalah S1 dan S2 tunggal. Dimana S1
terjadi saat katub atrioventrikuler menutup dan S2 terjadi saat terjadi
penutupan katub semilunar.
Sumber: Black and Hawks, 2014.

22
b. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung ybd kontraktilitas miokardium.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer ybd menurunnya curah jantung
3. Intoleransi aktivitas ybd ketidakseimbangan antara suplay oksigen ke jaringan.
4. Ansietas ybd ancaman kematian.
5. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan ybd kurang
informasi/salah pengertian kondisi
(Sumber: Muttaqien: 2009)

23
1.3 Intervensi dan Implementasi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Penurunan curah jantung ybd Tujuan: 1. Pantau tanda vital dan kaji 1. Meskipun tidak semua
kontraktilitas miokardium. Penurunan curah jantung keadekuatan. Laporkan variasi disritmia mengancam hidup,
klien teratasi dalam penting pada TD/frekuensi nadi, penanganan cepat untuk
waktu 2x24 jam kesamaan, pernafasan, perubahan mengakhiri disritmia
KH: pada warna kulit/suhu, tingkat diperlukan pada adanya
1. Sistole 110-1300 kesadaran/sensori, dan haluaran gangguan curah jantung dan
mmHg urine selama episode disritmia. perfusi jaringan.
2. Diastole 70- 90 2. Tentukan tipe disritmia dan catat 2. Menentukan disritmia secara
mmHg irama (bila pantau tepat membantu mempercepat
3. Nadi 60-100x/ menit jantung/telemetri tersedia). penanganan pasien aritmia
4. Urine adekuat sesuai kebutuhan.
5. Frekuensi aritmia 3. Demonstrasikan/dorong 3. Meningkatkan partisipasi
menurun penggunakan perilaku pengaturan pasien dalam mengeluarkan
stress. Contoh teknik relaksasi, beberapa rasa kontrol dalam
bimbingan imajinasi, nafas/dalam. situasi penuh stress.
4. Kolaborasi 4. Meningkatkan
profesionalisme
a. Pantau pemeriksaan a. Ketidakseimbangan

24
laboratorium contoh elektrolit elektrolit seperti kalium,
magnesium, dan kalsium,
secara merugikan
mempengaruhi irama dan
kontraktilitas jantung.
b. Kadar Obat b. Menyatakan kadar
terapeutik/toksik obat yang
diberikan atau obat jalanan
dimana dapat
mempergaruhi/berperanpad
a adanya disritmia.
c. Berikan oksigen tambahan c. Meningkatkan jumlah
sesuai indikasi sediaan oksigen untuk
miokard yang menurunkan
iritabilitas yang disebabkan
oleh hipoksia.
d. Berikan obat sesuai indikasi d. Disritmia umumnya diobati
secara simtomatik, kecuali
untuk ventrikel prematur,
dimana dapat diobati secara
profilaktik pada IM akut.

25
e. Kalium : e. Memperbaiki hipokalemia
mungkin perlu untuk
mengakhiri beberapa
disritmia ventrikuler.
f. Antidisritmia :
1) Kelompok Ia, contoh 1) Obat ini meningkatkan
disopiramid (Norpace); kerja potensial durasi
prokainamid (pronestly); dan periode refraktori
quinidin (Ouinagulate). efektif, dan menurunkan
respons membran.
Berguna untuk
pengobatan denyut atrial
dan ventrikel prematur
disritmia berulang
(contoh takikardiatrial
dan denyutan/librialis
atrial.
2) Kelompok Ib, contoh 2) Obat ini periode
lidokain (Xylocain); fenitoin refraktonnya lebih pende
(Dilantin); tokainidin dan kerja tergantung
(Tonocard); mekasilatine pada jaringan yang sakit

26
(Mexitil). dan kadar kalium
ekstiaseluler.
3) Kelompok Ic, contoh 3) Obat ini konduksi
enkainid (Enkaid); flakainid lambat dengan depresi
(Tambocor); propafenon nodus otomatik dan
(Rythnol). menurunkan frekuensi
konduksi melalui atrial,
ventrikel, dan serat
purkinje.
4) Kelompok II, contoh 4) Penyekat adrenergik
propanolol (Inderal); nadolol mempunyai kandungan
(Corgrad); asebutolol antiadrenergik dan
(monitan); asmolol menurunkan otomatisita.
(brevibloc). Sehingga berguna
pengobatan disritmia
yang terjadi karena
disfungsi nodus SA dan
AV (contoh takikardi
supraventrikuler, denyut
atrial atau fibrilasi).
5) Kelompok III, contoh 5) Obat ini periode

27
bretilium toslat (Bretylol); refraktorinya panjang
aminodaron. dan lama kerja
potensial. Juga
digunakan untuk
menghentikan fibrilasi
ventrikel, khususnya
bila lidokain/pronestil
tidak efektif.
6) Kelompok IV, contoh 6) Antagonis kalsium
verapamil (Calan); nifadipin konduksi lambat melalui
(procardia); ditiazem AV nodus untuk
(Cardizem). menurunkan respons
ventrikel pada takikard
supra-ventrikuler,
denyut atrial/fibrilasi.
7) Lain-lain contoh atropin 7) Berguna pada
sulfat, isoproterenol pengobatan bradikardi
(Isuprel); glikosid jantung; dengan meningkatkan
digitalis (lanoxin). nodus SA dan konduksi
AV dan meningkatkan
otomatisitas.

28
g. Siapkan untuk/bantu g. Dapat digunakan pada
kardioversi elektif. fibrilasi atrial atau
disritmia tidak stabil
untuk menyimpan
frekuensi jantung
normal/
menghilangkan gejala
gagal jantung.
h. Bantu h. Pacu sementara
pemasangan/mempertahankan mungkin perlu untuk
fungsi pacu jantung. meningkatkan
pembentukan impuls
atau menghambat
takidisritmia dan
aktivitas ektopik
supaya
mempertahankan
fungsi kardiovaskuler
sampai pacu spontan
diperbaiki atau pacuan
permanen dilakukan.

29
2. Ketidakefektifan perfusi Tujuan: 1. Lakukan pengkajian komprehensif 1. Memantau perubahan sirkulasi
jaringan perifer Perfusi jaringan perifer terhadap sirkulasi perifer darah secara berkala
klien efektif dalam 2. Pantau status cairan termasuk 2. Mencegah terjadinya syok
waktu 2x 24 jam asupan dan haluaran hipovelemik
KH: 3. Pantau parestesia, kebas, 3. Mengetahui tanda dan gejala
Nadi 60-100x/ menit kesemutan, hiperestesia dan peningkatan tekanan dan
Tekanan sistole 100-130 hipoestesia penurunan tekanan darah
mmHg 4. Beri obat nyeri, beritahu dokter 4. Ketidakefektifan perfusi
Tekanan distole 70-90 jika neri tidak kunjung reda jaringan sering ditandai degan
mmHg nyeri, terutama di daerah
CRT< 2 detik tengkuk kepala
5. Evaluasi ekstremitas yang terkena 5. Memperlancar sirkulasi darah
20 derajat atau lebih diatas jantung dari ekstremitas ke jantung
jika perlu
3. Intoleransi aktivitas Tujuan: 1. Kaji tingkat kemampuan pasien 1. Mengetahui kemampuan klien
Intoleransi aktivitas untuk berpindah dari tempat tidur, dalam melakukann aktivitas
klien teratasi dalam berdiri, ambulasi, dan melakukan sehari- hari.
waktu 2x 24 jam ADL
KH: 2. Pantau respon kardiorespiratori 2. Indikator dalam memantau
1. Fisik bugar terhadap aktivitas respon jantung dan paru- paru
2. Klien mampu dalam melakukan aktivitas

30
melakukan aktivitas 3. Instruksikan pada pasien dan 3. Membantu mengatasi
sehari- hari keluarga untuk Mengenali tanda munculnyarespon intoleransi
3. Klien mampu dan gejala intoleransi aktivitas, aktivitas yang berulang
memenuhi ADL termasuk kondisi yang perlu
dilaporkan ke dokter
4. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi 4. Penanganan penyakit jantung
jantung jika keletihan yang cepat dan tepat
berhubungan dengan penyakit membantu proses
jantung penyembuhan dan mencegah
terjadinya kematian
5. Ansietas ybd ancaman Tujuan: 1. Beri dorngan kepada pasien untuk 1. Pengungkapan secara verbal
kematian. Ansietas klien teratasi mengungkapkan secara verbal pikiran mampu mengurangi
dalam waktu 2x24 jam pikiran dan perasaan untuk ansietas klien secara bertahap.
KH: mengeksternalisasikan ansietas
1. Wajah rileks 2. Yakinkan kembali pasien melalui 2. Sentuhan mampu merangsang
2. Tekanan sistole 110- sentuhan, dan sikap empatik secara klien untuk lebih rileks.
130 mmHg verbal dan nonverbal secara
3. Tekanan diastole 70- bergantian.
90 mmHg 3. Instruksikan pasien tentang 3. Membantu klien dalam
4. Nadi 60-100x/ menit penggunaan teknik relaksasi mengatasi ansietas secara
berlebihan.

31
4. Ajarkan anggota keluarga 4. Keluarga mampu mengatasi
bagaimana membedakan antara permasalahan yang muncul
serangan panik dan gejala penyakit apabila ansietas kembali
fisik. terulang.
4. Kurang pengetahuan tentang Tujuan: 1. Jelaskan/tekankan masalah 1. Informasi terus menerus/baru
penyebab atau kondisi Pengetahuan tentang disritmia khusus dan tindakan (contoh masalah yang sedang
pengobatan ybd kurang penyebab atau kondisi terapeutik pada pasien/orang terjadi atau memerlukan
informasi/salah pengertian pengobatan klien terdekat. tindakan kontrol panjang)
kondisi medis. adekuat dalam waktu 2x dapat menurunkan cemas
24 jam sehubungan dengan
KH: ketidaktahuan dan
1. Menyatakan menyiapkan pasien/orang
pemahaman tentang terdekat.
kondisi, program 2. Dorong pengembangan latihan 2. Bila disritmia ditangani
pengobatan dan fungsi rutin, menghindari latihan dengan tepat aktivitas normal
pacu jantung (bila berlebihan. Identifikasi harus dilakukan. Program
menggunakan). tanda/gejala yang memerlukan latihan berguna dalam
2. Menyatakan tindakan aktivitas cepat contoh pusing, memperbaiki kesehatan
yang diperlukan dan silau, dispnea, nyeri dada. kardiovaskuler.
kemungkinan efek 3. Anjurkan pasien melakukan 3. Observasi/pemantauan sendiri
samping merugikan pengukuran nadi dengan tepat. terus menerus memberikan

32
dari obat. intervensi berkala untuk
3. Melakukan dengan menghindari komplikasi.
benar prosedur yang Program pengobatan mungkin
perlu dan menjelaskan terganggu atau evaluasi lanjut
alasan tindakan. diperlukan bila frekuensi
4. Menghubungkan jantung bervariasi dari
tanda gagal pacu frekuensi yang diharapkan
jantung. atau frekuensi pacu jantung
yang diatur.
4. Kaji ulang kewaspadaan 4. Meningkatkan perawatan
keamanan, teknik untuk mandiri, memberikan
mengevaluasi/ mempertahankan intervensi berkala untuk
pacu jantung atau fungsi AICD mencegah komplikasi serius.
dan gejala yang memerlukan Instruksi/masalah akan
intervensi medis. tergantung pada fungsi dan
tipe alat, sesuai dengan
kondisi pasien dan ada/tak
adanya keluarga atau pemberi
perawatan.
5. Kaji ulang prosedur untuk 5. Kadang-kadang prosedur ini
menghilangkan PAT contoh perlu pada beberapa pasien

33
pijatan karotis/sinus manuver untuk memperbaiki irama
valsalva bila perlu. . teratur/curah jantung pada
situasi darurat
Sumber: Black & Hawks, 2014., NANDA, 2015.

34
3.4 Evaluasi
a. Penurunan curah jantung ybd kontraktilitas miokardium.
1. Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh
tekanan darah/nadi dalam rentang normal haluaran urine adekuat nadi teraba
sama, status mental biasa.
2. Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia.
3. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
1. Nadi 60-100x/ menit
2. Tekanan sistole 100-130 mmHg
3. Tekanan distole 70-90 mmHg
4. CRT< 2 detik
c. Intoleransi aktivitas
1. Fisik bugar
2. Klien mampu melakukan aktivitas sehari- hari
3. Klien mampu memenuhi ADL
d. Ansietas ybd ancaman kematian
1. Mempertahankan suasana rileks dalam diri klien dengan cara pemantau raut
wajah secara teratur
2. Mempertahankan kondisi rileks klien yang dibuktikan oleh tekanan darah/nadi
dalam rentang normal.
e. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis.
1. Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan dan fungsi pacu
jantung (bila menggunakan).
2. Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping merugikan
dari obat.
3. Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
4. Menghubungkan tanda gagal pacu jantung.

35
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aritmia atau gangguan irama jantung adalah kelainan elektrofisiologi jantung yang dapat
disebabkan oleh gangguan sistem konduksi jantung serta gangguan pembentukan dan
atau penghantaran impuls.
Aritmia karena gangguan penghantar dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu aritmia nodus
sinus atrial, aritmia taut AV, dan aritmia ventrikel.

3.2 Saran

Penanganan pada kasus aritmia ventrikuler ini harus dilakukan dengan cepat dan tepat
karena pada kondisi tersebut merupakan kondisi yang sangat gawat darurat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Black, M. Joyce & Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis untuk Hasil yang diharapkan. Singapura: Elsevier.
Haukilahti, M. Anette E, dkk. 2016. QRS Fragmentation Patterns Representing Myocardial
Scar Need to Be Separated from Benign Normal Variants: Hypotheses and
Proposal for Morphology based Classification. Jurnal Fronties in Psikology.
Volume 7. Desember 2016.
Issebacher dkk. 2015. Harrison Prinsip- prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Jones, Shirley. 2016. Seri Panduan Klinis BLS, ACLS, dan PALS. Jakarta: Erlangga.
Muttaqien, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler.Jakarta: Salemba Medika.
Nanda. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Syamsudin.2011. Buku Ajar Farmakoterapi Kardiovaskuler dan Renal. Jakarta: Salemba
Medika
Thaler, Malcolm. 2014. Satu- satunya Buku EKG yang Anda Perlukan. Jakarta EGC.

37
38

Vous aimerez peut-être aussi