Vous êtes sur la page 1sur 20

PERAWATAN ORTODONTIK PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT MEDIS

RINGKASAN

Artikel ini akan membahas mengenai masalah yang dihadapi ketika perawatan
ortodontik dilakukan pada pasien yang memiliki kondisi medis yang serius. Berbagai
proses penyakit yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi keputusan perawatan
serta metode yang direkomendasikan untuk menghindari potensi masalah akan
didiskusikan.

PENDAHULUAN

Banyak anak-anak yang mengidap penyakit yang memiliki dampak yang fatal.
Diperkirakan bahwa 10-15 persen anak di bawah usia 16 tahun memiliki masalah
medis kronis jangka panjang. Ortodontis akan menghadapi anak dengan defek
jantung congenital, penyakit gangguan perdarahan, atau dalam masa penyembuhan
dari keganasan di masa kecilnya. Penyakit kronis merupakan tantangan besar bagi
anak dan keluarga, dengan implikasi praktis, sosial, dan emosional. Anak dan remaja
dengan kondisi kronis akan mengalami stress psikologis, di samping hal lain yang
juga dihadapi oleh seluruh anak. Membangun konsep sehat merupakan hal yang
sangat penting bagi anak yang mengalami kondisi kronis jika mreka berhasil masuk
sekolah serta melaksanakan aktivitas lainnya. Sayangnya, membangun kepercayaan -
diri anak dengan kondisi kronis merupakan hal yang sulit. Anak-anak ini cenderung
diusik; beberapa dari mereka terkadang diperolok bahkan diasingkan dari masyarakat.
Meskipun tidak terdapat penelitian yang secara spesifik menginvestigasi anak dengan
penyakit kronis, penelitian mengenai anak yang tidak memiliki penyakit kronis
menunjukkan bahwa koreksi maloklusi dapat meningkatkan kepercayaan diri. Dapat

1
diasumsikan bahwa anak dengan kondisi medis kronis akan memperoleh keuntungan
dari perawatan ortodontik.

Kondisi medis yang biasanya ditemukan pada pasien ortodontik antara lain :

(1) Resiko endokarditis infektif

(2) Penyakit gangguan perdarahan

(3) Leukimia

(4) Diabetes

(5) Fibrosis kistik

(6) Juvenile rheumatoid arthritis

(7) Gagal ginjal

Anak Dengan Resiko Endokarditis Infektif

Petunjuk mengenai pencegahan endokarditis bacterial yang dipublis di Inggris


dan Amerika Serikat tidak mempertimbangkan penyesuaian piranti ortodontik
sebagai resiko yang signifikan. Akan tetapi terdapat pertimbangan yang meragukan
mengenai kebutuhan profilaksis antibiotic ketika memasang atau melepas cincin
ortodontik. Degling berspekulasi bahwa seluruh prosedur ortodontik, pemasangan
cincin, dan pelepasan cincin memberikan resiko bagi margin gingiva.

Endokarditis merupakan penyakit yang mengancam jiwa, meskipun secara


relative tidak umum terjadi. Morbiditas dan mortaliras substansial dapat terjadi akibat
indeksi ini merskipun terapi antimicrobial telah ditingkatkan. Oleh karena itu,
pencegahan primer endokarditis sangat penting. Insidensi endokarditis tidak mudah

2
dihitung sebab tidak terdapat kebutuhan yang diwajibkan untuk melaporkan kasus,
dan diagnosis tidak selalu dapat disimpulkan.

Kebanyakan kasus endokarditis tidak dapat menjalani prosedur invasive dan


tidak dapat dilakukan percobaan terkontrol untuk mengungkapkan apakah profilaksis
antibiotic memberikan perlindungan dari endokarditis selama prosedur yang
melibatkan bakteremia.

Siapakah yang memiliki resiko Endokarditis?

Resiko tinggi direkomendasikan profilaksis endokarditis

Individu dengan resiko tinggi mengalami infeksi endokardial yang parah


meliputi mereka yang memiliki katup kardiak prostetik, riwayat endokardtis bacterial,
penyakit jantung congenital sianotik kompleks, atau bedah konstruksi saluran
pulmoner sistemik.

Resiko sedang direkomendasikan profilaksis endokarditis

Kategori ini meliputi kondisi karidak dimana terjadinya endokarditis tidak


lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Diantaranya adalah defek septal atrial
secundum terisolasi, bedah perbaikan defek septum ventricular atau atrial, atau pasien
duktus arteriosus, riwayat cangkok bypass arteri koroner, prolaps katup mitral tanpa
regurgitasi valvular, innocent heart murmurs, riwayat penyakit Kawasaki atau demam
reumatik tanpa disfungsi valvular, cardiac pacemakers, dan implant defibrillator.

3
Prosedur Ortodontik Apa yang Membutuhkan Profilaksis Antibiotik?

Petunjuk Nasional

Di Inggris, The British Society for Antimicrobial Chemotherapy


merekomendasikan penggunaan profilaksis antibiotic sebelum prosedur dental berikut
ini : ekstraksi, skeling, dan bedahyang melibatkan jaringan gingival. Mereka tidak
membuat rekomendasi spesifik mengenai penggunaan profilaksis antibiotic sebelum
pemasangan atau pelepasan cincin ortodontik.

Asosiasi Jantung Amerika merekomendasikan bahwa profilkais antibiotic


harus diberkan pada pemasangan cincin ortodontik perrama, namun tidak pada
pemasangan braket ortodontik.

Apakah terdapat resiko yang berhubungan dengan penggunaan profilaksis


antibiotic?

Reaksi alergi terhadap penisilin jarang terjadi, namun selalu terdapat


kemungkinan reaksi yang mengancam nyawa seperti anafilaksis atau angioedema
jalan napas. Perkiraan kemungkinan hal tersebut adalah satu hingga dua reaksi fatal
per 100.000 orang yang menerima satu atau lebih dosis penisilin.

Teknik analisis keputusan formal telah diaplikasikan pada kontroversi


profilaksis antibiotic pada pasien dengan prolaps katup mitral oleh Bor dan
Himmelstein. Mereka menghitung bahwa dalam 10 juta prosedur dental yang
dilakukan tanpa profilaksis, terdapat 47 kasus endokarditis yang terjadi (dari dari
jumlah tersebut berakibat fatal). Akan tetapi, penggunaan profilaksis penisilin dapat
menyebabkan 175 kefatalan akibat reaksi obat dan lima kasus endokarsitis terjadi

4
akibat kegagalan antibiotic. Mereka menyimpulkan bahwa profilaksis antibiotic
memiliki efek yang berbahaya bagi kelompok pasien ini.

Selain itu, terdapat resiko resistensi antibiotic bagi streptokokus akibat


penggunaan penisilin yang berulang.

Endokarditis Infektif pada pasien yang menjalani perawatan ortodontik

Biancaniello dan Romero melaporkan riwayat kasus dari dua anak dengan
defek jantung congenital yang mengalami endokarditis. Pada kedua pasien, satu-
satunya perawatan dental yang dilakukan 6 bulan terakhir sebelum terjadinya
endokarditis adalah penyesuaian piranti ortodontik. Hobson dan Clark juga
melaporkan kasus dimana pasien dating ke rumah sakit dengan keluhan endokarditis
2 minggu setelah archwire diganti dan elastometik chain dipasang. Akan tetapi, dari
kasus di atas tidak ada yang memberikan bukti yang konklusif untuk mengonfirmasi
bahwa perawatan ortodontik pasien menyebabkan endokarditis. Kemungkinan yang
terjadi adalah pada seluruh pasien ini, hubungan anatara perawatan ortodontik dan
endokarditis lebih mengarah pada hubungan yang tidak disengaja, dibandingkan
hubungan kausal. Artikel tersebut menyimpulkan bahwa kemungkinan perawatan
ortodontik menyebabkan endokarditis sangat lemah sehingga kebutuhan profilaksis
antbiotik dipertanyakan, kecuali pada tindakan ekstraksi.

Seberapa sering ortodontik menggunakan profilaksis antibiotic?

Berbagai survey telah mengevaluasi kebiasaan pemberian antibiotic oleh


ortodontis ketika merawat pasien yang beresiko. Satu survey di INggris menemukan
bahwa 67 persen ortodontis menggunakan profilaksis antibiotic ketika memasang

5
cincin ortodontik dan 50 persen ketika melepaskan cincin. Penelitian lain di Amerika
Serikat melaporkan bahwa 65 persen ortodontis yang disurvei menggunakan
profilaksis antibiotic ketika memasang cincin dan 38 persen ketika melepaskan cincin
ortodontik. Cukup jelas dari kedua penelitian tersebut bahwa orodontis menganggap
resiko bakteremia akan lebih besar ketika memasang cincin disbanding saat
melepaskan cincin ortodontik.

Apakah terdapat bukti bahwa prosedur ortodontik menyebabkan bakteremia?

Degling gagal mendeteksi adanya bakteremia ketika memasang atau melepas


cincin ortodontik pada 10 pasien. Akan tetapi, McLaughlin dkk melaporkan
bakteremia pada tiga (10 persen) dari 30 pasien ketika cincin molar dipasang.
Penelitian lebih baru, suatu penelitian pada 40 pasien melaporkan adanya prevalnesi
yang rendah dari bakteremia yakni 7,5 persen pada awal pemasangan cincin. Pada
penelitian terpisah mengenai melepaskan dan memasang cincin oleh peneliti yang
sama, terdeteksi adanya bakteremia pada 6,6 persen dari 30 pasien yang diteliti.
Gambar 1 mengilustrasikan prevalensi bakteremia maksimum yang dilaporkan
berhubungan dengan pemasangan cincin ortodontik dibandingkan dengan berbagai
pengukuran kebersihan mulut dan prosedur dental.

6
Apa yang harus dilakukan oleh ortodontis?

Sayangnya, sangat sulit untuk memberikan jawaban pasti pada pertanyaan ini.
Ortodontis harus membuat suatu keputusan pada kasus dengan pendekatan kasus
yang sesuai dengan kardiologis pasien. Resiko endokarditis harus dipertimbangkan
beserta resiko efek samping reaksi terhadap terapi antimicrobial yang diresepkan.

1. Sebagai langkah pertama, tingkat resiko terjadinya endokarditis harus ditentukan.


Hal ini akan melibatkan komunikasi dengan kardiologis pasien, meskipun
petunjuk Asosiasi Jantung Amerika memberikan pentujuk mengenai kategori
resiko dari berbagai defek jantung.

2. Perawatan ortodontik tidak boleh dilakukan hingga pasien memiliki kebersihan


mulut dan kesehatan dental yang baik. Prevalensi dan luasnya bakteremia yang
berasal dari rongga mulut secara langsung proporsional dengan derajat inflamasi
dan infeksi oral. Guntheroth menekankan fakta bahwa kebanyakan bakteremia
terjadi sebagai hasil dari mastikasi, menyikat gigi, atau secara random akibat
sepsis oral. Pada tinjauan mengenai perawatan ortodntik pada pasien dengan
resiko endokarditis infeksif, dinyatakan bahwa sebelum prosedur ortodontik,
pasien harus berkumur dengan klorheksidin 0,2 persen.

3. JIka memungkinkan, ortodontis harus menghndari penggunaan cincin ortodontik,


dan menggunakan perlekatan bonded. Profilaksis antibiotic dianggap tidak
diperlukan ketika pemasangan braket atau penyesuaian piranti ortodontik.

4. Jika pemasangan cincn dibutuhkan , ortodontis harus memutuskan apakah


profilaksis antibiotic dibutuhkan. Keputusan ini harus didasarkan pada resiko
endokarditis yang ditunjukkan oleh defek jantung pasien (resiko tinggi atau
sedang) dan kesehatan gigi pasien. Dua penelitian baru menemukan prevalensi
bakteremia yang relative rendah selama pemasangan cincin ortodontik.

7
5. Sebelum memberikan profilaksis antibiotic, penting untuk menentukan bahwa
tidak terdpat alergi terhadap penisilin.

6. Petunjukan Amerika terbaru merekomendasikan penggunaan profilaksis antibiotic


pada pemasangan cincin ortodontik, namun tidak saat melepaskan cincin. Dapat
dikatakan bahwa resiko bakteremia dapat lebih tinggi saat pelepasan cincin ketika
jaringan gingival berkontak dengan cincin terinflamasi. Erverdi dkk menemukan
adanya prevalensi bakteremia yang rendah saat melepaskan cincin ortodontik (6,6
persen), amun pasien dengan kebersihan mulut yang buruk secara spesifik
dieksklusikan dari penelitian mereka. Penting untuk mempertimbangkan
penggunaan profilaksis antibiotic jika gingival yang berada didekat cincn
ortodontik mengalami inflamasi dan pasien memiliki lesi kardiak beresiko tinggi.

7. Selama perawatan, ortodontis harus waspada jika terdapat gangguan kesehatan


gingival. Terapi pendukung teratur dari seorang hygienist disarankan.

Anak dengan penyakit gangguan perdarahan

Pasien dengan penyakit gangguan perdarahan ringan biasanya tidak


memberikan kesulitan pada ortodontis. Akan tetapi, mereka yang memiliki penyakit
perdarahan yang parah dapat menjadi lebih problematic. Selain hemophilia A
(defisiensi factor VIII) yang menyerang sekitar 1 dari 10.000 laki-laki, sejumlah
abnormaliras koagulasi congenital yang disebabkan oleh defisiensi factor pembekuan
darah telah dikenali. Karena prevalensi maloklusi pada anak-anak ini mirip dengan
populasi lainnya dan tampilan luar jangka panjang baik, perawatan ortodontik sering
dibutuhkan. Pasien dengan hemophilia dan penyakit prdarahan membuuhkan
pertimbangan khusus dalam dua hal.

8
Resiko Infeksi Virus

Sebelum 1985, di Inggris, kebanyakan pasien dengan hemophilia parah yang


dirawat dengan konsentrat yang tepat memiliki bukti infeksi baik hepatitis C maupun
HIV. KOnsentrat factor diperoleh dari donasi darah manusia. Sejak pertengahan
tahun 1980, metode pabrikan telah berkembang untuk menghilangkan hepatits B, C,
dan HIV dari konsentrat yang berasal dari manusia. Akan tetapi, penggunaan
konsentrat berkelanjutan masih memberikan resiko kecil penularan infeksi virus
serius, meskipun pemilihan donor secara teliti, screening, dan peningkatan metode
pabrikan telah dilakukan.

Kebanyakan pasien dengan hemophilia A sedang hingga berat membutuhkan


infuse konsentrat factor VIII sebelum prosedur bedah oral. Penegnalan produk factor
VIII secara genetic dan penggunaan luasnya pada anak lebih lanjut telah menurunkan
resiko transmisi viral pada kelompok usia tersebut.

Resiko Perdarahan

Umumnya, perawatan ortodontik bukan merupakan kontraindkasi pada anak


dengan gangguan perdarahan. Jika pencabutan gigi atau bedah lainnhya dibutuhkan
olehpasien dengan penyakit perdarahan yang parah, mereka biasanya dirawat inap di
rumah sakit dan diberi transfuse factor pembekuan darah yang hilang, dimana
pendekatan non-ekstraksi yang memungkinkan harus diadopsi.

Pertimbangan ortodontik khusus

1. Perdarahan gingival harus dihindari. Hal ini dapat dicapai dengan kebersihan
mulut yang baik.

9
2. Iritasi kronis dari piranti ortodontik dapat menyebabkan perdarahan dan tindakan
khusus harus dilakukan untuk mencegah segala bentuk iritasi mukosa atau
gingival.

3. Archwire harus diamankan dengan elastomeric modules dibandingkan kawat


ligature, yang memberikan resiko terlukanya permukaan mukosa. Perhatian
khusus diperlukan untuk mencegah terlukanya mukosa ketika memasang dan
melepaskan archwire.

4. Durasi perawatan ortodontik untuk pasien gangguan perdarahan harus penuh


pertimbangan. Semakin panjang durasi perawatan, masa semakin besar resiko
potensi komplikasi.

Anak dengan Leukemia

Hampir 70 persen anak saat ini yang didiagnosis keganasan akan bertahan
hidup lebih dari 5 tahun sejak didiagnosis dan banyak diantaranya dapat bertahan
hidup dalam jangka waktu yang lama. Kemoterapi saat ini merupakan perawatan
utama bagi berbagai kondisi tersebut, dimana radioterapi dan bedah masih menjadi
pilihan komplementari.

Sekitar 30 persen keganasan pada anak-anak adalah Leukemia (baik leukemia


limfoblastik akut maupun leukemia myeloblastik akut). Leukemia merupakan
penyakit keganasan pada sel progenitor limfoid atau myeloid. Leukemia limfoblastik
akut, yang memiliki insidensi puncak 3-4 tahun, bertanggung jawab atas sekitar 80
persen leukemia pada anak-anak.

Leukemia limfoblastik akut merupakan keganasan pada anak-anak yang


paling sering terjadi dan bertanggung jawab atas 25 persen tumor pada anak-anak.

10
Kemoterapi intravena intensif awal mencapai penyembuhan 95 persen pasien pada 4
minggu dari masa pemberian. Perawatan intravena intensif lebih lanjut (konsolidasi)
dan medikasi oral berkelanjutan (mempertahankan) selama lebih dari 2 tahun
memberikan kesembuhan pada 70 persen pasien. Perawatan spesifik mengarah pada
system saraf pusat dalam bentuk irradiasi cranial dan/atau intrathecal methotrexate
juga dibutuhkan sebagai bagian dari terapi. Leukemia Myeloblastik akut bertanggung
jawab atas 20 persen leukemia pada anak-anak. Manajemen terdiri dari periode
kemoterapi intravena yang intensif selama 4-5 bulan. Transplantasi sumsum tulang
dapat dilakukan ketika terdapat saudara kandung yang menjadi donor sumsum dan
tindakan tersebut membantu meningkatkan angka kesembuhan.

Bagaimana Keganasan Hematologi Mempengaruhi Perawatan Ortodontik?

Sebelum Diagnosis

Lesi orofaringeal dapat menjadi keluhan utama pada 10 persen kasus


leukemia akut. Jika tidak terdapat factor kausatif, ortodontis harus curiga pada pasien
yang memiliki gingival oozing, nyeri atau hipertrofi, mukosa pucat, faringitis, dan
limfadenopati. Pada beberapa kasus, rujukan ke dokter umum dibutuhkan untuk
mengetahui keganasan hematologi.

Setelah Diagnosis

Pada kebanyakan kasus, ortodontis akan menghadapi pasien yang telah


didiagnosis keganasan hematologis. Mereka yang menerima kemoterapi memiliki
potensi infeksi yang meningkat, dimana hal tersebut akan menyebabkan morbiditas
pada pasien dengan gangguan system imun. Infeksi yang kemungkinan berasal dari

11
rongga mulut telah diidentifikasi pada sekitrar sepertiga individu neutropenik yang
mengalami sepktikemia. Ortodontis harus berhati-hati pada implikasi infeksi
yangtelah ada pada pasien yang menjalani kemoterapi.

JAringan gigi yang sedang berkembang khususnya sensitive terhadap radiasi.


Terapi kemoradiasi yang digunakan pada pasien onkologi pediatric sering
menyebabkan anomaly perkembangan gigi, termasuk agenesis gigi, defek email
terlokalisasi, dan pemendekan akar gigi. Keparahan abnormalitas ini bergantung pada
tahap perkembangan gigi dan dosis radiasi yang diberikan. Pertimbangan yang teliti
harus diakukan dalam perawatan ortodontik pada pasien yang mengalami
pemendekan akar gigi yang parah.

Manajemen Ortodontik pada Pasien dengan Keganasan Hematologi

Ortodontis harus selalu berkomunikasi dengan dokter umum untuk


menentukan prognosis. Karena perawatan ortodontik sering menjadi prosedur elektif,
maka dapat ditunda hinga pasien menyelesaikan rangkaian kemoterapi dan dalam
remisi jangka panjang. JIka terdapat sumber infeksi dental yang potensial, dokter gigi
pasien harus dihubungi dan diberikan perawatan yang tepat.

Jika perawatan ortodontik telah dilakukan

Ortodontis harus menghubungi dokter umum pasien untuk menentukan


prognosis. Waktu diagnosis membuat pasien dan keluarga sangat stress. Ortodontis,
seperti profesi keseahatan lainnya, harus sensitive terhadap implikasi emosional dari
diagnosis keganasan hematologi. Dalam memutuskan apa yangharus dilakukan,
ortodontis harus mengingat bahwa kemoterapi yang intensif, terkadang disertai

12
dengan radioterapi, dapat menurunkan kapasitas regenerasi membrane mukosa. Hal
ini dapat berarti bahwa pada pasien yang menjalani kemoterapi, iritasi minor pada
mukosa akibat piranti ortodontik dapat menyebabkan ulserasi parah. Infeksi oral
selanjutnya oleh organism oportunistik tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan
konsekuensi yang cukup serius. Komplikasi lain pada individu ini adalah xerostomia,
yang dapat terjadi akibat kemoterapi atau perawatan radiasi yang diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.

Kenyamanan dan keamanan pasien selama kemoterapi akan meningkat jika


seluruh piranti ortodnotik dilepaskan. Pasien dan keluarganya dapat menolak saran
untuk menghentikan perawatan ortodontik. Hal ini benar jika estetikdental masih
buruk dan ruang bekas pencabutan masih terlihat. Masalah ini harus ditangani secara
sensitive. Konsultasi idealnya melibatan pasien, orangtua, dokter umum, dokter gigi
keluarga, dan ortodontis, dan semua orang diinformasikan bahwa menghentikan
perawatan ortodontik merupakan hal terbaik bagi pasien. Ortodontis harus
menekanan bahwa hal ini hanya tindakan sementara dari perawatan ortodontik, dan
ketika kemoterapi telah selesai, dan pasien dalam remisi jangka panjang, maka
perawatan ortodontik dapat direkomendasikan.

Anak dengan Diabetes

Terdapat dua bentuk utama dari kondisi ini : tipe I, diabetes mellitus yang
bergantung pada insulin (IDDM), dan tipe II, diabetes mellitus yang tidak bergantung
pada insulin (NIDDM).

Prevalensi di Inggris, Eropa Barat, dan Amerika Utara adalah sekitar 3-4
persen dari populasi. Sekitar 15 persen dari seluruh diabetic adalah IDDM. Meskipun
diabetes dapat trjadi pada usia mana saja, insidensi puncak IDDM adalah 10-12
tahun. NIDDM paling sering terjadi setelah usia pertengahan. Ortodontis harus teliti

13
terhadap signifikansi diabetes dalam hubungannya dengan periodontitis. DIketahui
bahwa diabetes merupakan factor resiko periodontitis, meskipun seluruh diabeteik
tidak memiliki resiko yang sama. IDDM, yang memiliki waktu onset yang mendadak,
disebabkan oleh destruksi 80-90 persen sel islet pankreatik yang memproduksi
insulin. Destrksi sel Beta terjadi secara genetic pada subyek yang rentan akibat proses
autoimun. INdividu ini bergantung pada insulin eksogenus untuk mencegah ketosis.
NIDDM dapat dikontrol dengan diet dan berhubungan lebih sering dengan penurunan
produksi insulin. Variablitas control metabolic pada diabetic nampaknya merupakan
factor yang signifikan dalam kerentanannya terhadap periodontitis.

Suatu penelitian yang dilakukan pada anak-anak dan remaja 263 diabetik dan
108 non-diabetik, Cianciola dkk menemukan prevalensi periodontitis 9,8 persen pada
IDDM (tipe I) dibandingkan dengan 1,7 persen pada NIDDM. PEnelitian tersebut
juga meneukan suatu peningkatan prevalensi periodontitis yang relative dengan usia;
39 persen subyek dengan diabetes yang berusia lebih dari 18 tahun memiliki
periodontitis. Rylander dkk membandingkan kondisi periodontal pada 46 diabetik
muda kontrol insulin dengan 41 orang dewsa muda yang sehat. Kelompok diabetic
ditemukan memiliki jumlah sisi gigi yang secara signifikan lebih banyak mengalami
kehilangan perlekatan klinis 2 mm atau lebih. Mereka melaporkan adanya inflamasi
gingival yang lebh banyak secara signifikan pada diabetic muda dengan retinopati
dan nefropati dibandingkan dengan diabetic tanpa komplikasi.

Pertimbangan Ortodontik

1. Perawatan ortodontik harus dihindari pada pasien IDDM yang tidak terkontrol
sebab individu tersebut sangat rentan terhadap kerusakan jaringan periodontal.
Beberapa pasien dengan IDDM yang dirawat dengan dosis insulin yang besar

14
akan memiliki periode hiper dan hipoglikemia yang ekstrim (diabetes rapuh),
bahkan dengan manajemen medis terbaik sekalipun.

2. Bahkan pada diabetic yang terkontrol baik, terdapat lebih banyak inflamasi
gingival, kemungkinan akibat gangguan fungsi neutrofil. Selama perawatan,
ortodontis harus memantau kondisi periodontal pasien dengan diaberes. Selain
itu, perjanjian ortodontik harus dilakukan pada pagi hari, diikuti dengan injeksi
insulin pasien dan sarapan yang normal. Sebelum memulai perawatan untuk
pasien diabetes, mereka harus diberitahu mengenai kemungkinan inflamasi
gingival ketika mereka menggunakan piranti cekat dan pentingnya memberikan
instruksi kebersihan mulut yang baik.

Anak-anak dengan fibrosis kistik

Fibrosis kistik merupakan penyakit resesif autosomal dari kelenjar eksokrin.


Merupakan penyakit yang diturunkan pada ras kulit putih (Kaukasian) dengan
insidensi satu dari 2500 kelahiran. Manifestasi klinis utama dari fibrosis kistik
berhubungan dengan perubahan kelenjar mucus pada system pulmoner dan
pencernaan. Laki-laki dan perempuan juga terkena. Laki-laki cenderung hidup lebih
lama dan sering mengalami kemandulan. Paru-paru sering terserang dan terdapat
batuk non-produktif yang memicu terjadinya infkesi pernapasan akut,
bronkopneumonia, bronhiektasis, dan abses paru. Penyakit ini terus berlanjut hingga
harapan hidup pasien tidak lebih dari dua decade. Transplantasi jantung dan paru
terbukti berhasil pada sekelompok kecil pasien dengan kegagaln respiratori. Harapan
hidup median saat ini untuk subyek fibrosis kistik adalah 30 tahun.

15
Pertimbangan Ortodontik

1. Sebelum melakukan perawatan ortondtik pada pasien dengan fibrosis kistik,


dokter umum pasen harus dihubungi untk menentukan keparahan masalah dan
kemungkinan prognosis.

2. Anestesi umum harus selalu dihindari dan ekstraksi ortodontik harus ditunda
hingga usia dimana ekstraksi di bawah anestesi local dapat dilakukan. Anestesi
local dikombinasikan dengan sedasi inhalasi memiliki peran penting dalam
manajemen anak dalam kondisi ini.

3. Telah dinyatakan bahwa kebanyakan anak ini hanya boleh mendapatkan


perawatan ortodontik yang terbatas. Akan tetapi, harapan hidup bervariasi dan
manajemen ortodntik akan bergantung pada prognosis mum dari masing-masing
kasus individu.

4. Harus juga diingat bahwa kelenjar saliva, khususnya kelenjar submandibula


sering terserang fibrosis kistik. Volume saliva dapat berkurang dan kemungkinan
terdapat peningkatan resiko dekalsifikasi selama perawatan ortodontik, akibat
perubahan dan gangguan diet serta saliva. Pencegahan yang tepat harus dilakukan
dari arah luar, yakni meliputi saran diet dan penggunaan obat kumur berfluoride
sehari-hari.

Anak dengan Juvenile Rheumatoid Arthritis

Juvenile rheumatoid arthtritis (JRA) merupakan arthritis inflamatori yang


terjadi sebelum usia 16 tahun dan saat ini meluputi penyakit Stills. JRA merupakan
kondisi variable dengan banyak subkelompok klinis. Meskipun jarang dibandingkan
dengan rheumatoid arthtritis dewasa, karena keburukannya, JRA dianggap lebih

16
parah dibandingkan penyakit dewasa dan memicu terjadinya deformitas parah. Salah
satu bentuk penyakit ini yang menyerang anak perempuan pada masa kanak-kanak
akhir, dapat melibatkan viturally any joint dan berhubungan dengan nodul
rheumatoid, demam ringan, anemia, dan malaise. Kerusakan pada sendi
temporomandibular (TMJ) telah dideskripsikan, meliputi ankilosis tulang total. Telah
dinyatakan terhambatnya perttumbuhan manidbula menyebablan diskrepansi rahang
Klas II yang parah yang terjadi pada 10-30 persen subyek JRA. Tanda klasik dari
destruksi rheumatoid TMJ meliputi perataan kondil dan ruang sendi yang besar.

Pertimbangan ortodontik

1. JIka sendi pergelangan tangan terkena, pasien ini akan mengalami kesulitan
menyikat gigi. Mereka mungkin membutuhkan dukungan tambahan dari seorang
hygienist selama perawatan ortodontik dan penggunaan sikat gigi elektrik dapat
dipertimbangkan.

2. Beberapa peneliti menyatakan bahwa prosedur ortodontik yang memberikan


tekanan pada TMJ, seperti piranti fungsional dan elastic klass II berat, harus
dihindari jika rheumatoid melibatkan TMJ. Pertimbangan harus diberikan untuk
menggunakan headgear untuk merawatan anak dengan rheumatoid arthtritis yang
mengalami defisiensi mandibula sedang. Akan tetapi, yang lain merasa bahwa
piranti fungsional dapat meredakan kondil yang terserang dan dapat berperan
sebagai pelindung sendi.

3. Telah dinyatakan bahwa pada ksus defisiensi mandibula yang parah, bedah
mandibula harus dihindari, dan pendekatan yang lebih konservatif menggunakan
bedah maksila dan genioplasti harus dipertimbangkan.

17
Anak dengan Gagal Ginjal

Gagal ginjal kronis dapat terjadi karena berbagai factor penyebab, yang
memicu kehilangan fungsi ginjal. Awalnya, perawatan dapat meliputi pembatasan
asupan garam, protein, dan potassium tergantung pada derajat keparahan penyakit.
Seiring dengan berkembangnya penyakit, manajemen medis konservatif mungkin
tidak adekuat, dan baik filtrasi artificial darah dengan dialysis atau transplantasi ginjal
dibutuhkan. Pada anak-anak dengan gagal ginjal kronis, pertumbuhannya dapat
terganggu dan erupsi gigi akan tertunda.

Pertimbangan ortodontik

Terdapat tiga jenis pasien dengan masalah ginjang yang dapat diberi
perawatan ortodontik :

Pasien dengan gagal ginjal kronis yang tidak bergantung pada dialysis.

Ortodontis harus berkonsultasi dengan dokter umum pasien, dan perawatan


ortodontik harus ditunda jika gagal ginjal bertambah parah dan dialysis harus segera
dilakukan. JIka penyakit pasien terkontrol dengan baik, perawatan ortodontik dapat
dipertimbangkan.

Perawatan ortodntik untuk pasien yang menjalani dialysis.

Kebanyakan anak di INggris menunggu hingga 18 bulan untuk transplantasi


ginjal. Mayoritas anak menjalani dialysis di rumah menggunakan teknik dialysis
peritoneal ambulatory kontinyu (CAPD). Ortodontis harus mendiskusikan perawatan

18
ortodontik yang direncakan dengan dokter umum pasien. Tidak terdapat
kontraindikasi mayor terhadap perawatan ortodontik pada anak ini. JIka
memungkinkan, perawatan ortodontik dapat dmulai sebelum transplantasi ginjal
sebelum imunosupresi menimbulkan masalah dengan pertumbuhan berlebih gingival.

Anak anak yang menerima transplantasi ginjal.

TRansplantasi ginjal menggunakan kombinasi obat-obatan imunosupresan


seperti Azathioprine, Prednisolone, Cyclosporin, Tacrolimus, dan MycoPhenolate
Mofetil untuk mencegah penolakan cangkok ginjal. Pasien ini dapat pula menerima
antaonis calcium chanel seperti Amlodipine atau Nifedipine. Anak dengan
transplantasi ginjal sering meunjukkan adanya pertumbuhan berlebih gingival akibat
obat-obatan sebagai konsekuensi dar medikasi jangka panjang (Cyclosporin dan/atau
antagonis calcium channel). Terdapat variasi besar individual yang mengalami
hyperplasia gingivia. Piranti ortodontik, khususnya piranti cekat, dapat memberikan
respon yang dramatis pada jaringan gingival meskipun tidak terdapat pembesaran
gingival sebelum perawatan ortodontik.

Pendekatan perawatan berikut ini direkomendasikan :

1. Sebelum memulai perawatan ortodontik, seluruh pasien transplantasi ginjal harus


diperiksa untuk menilai peluasan pembesaran gingival akibat obat-obatan.

2. Perawatan ortodontik tidak boleh dimulai hingga kebersihan mulut pasien sangat
baik dan penggunaan obat kumur klorheksidin 0,2 persen disarankan pada pasien
ini.

19
3. JIika pembesaran gingival timbul, perawatan ortodontik harus ditunda hingga
jaringan gingival yang berlebih dihilangkan dengan jalan bedah dan pasien dapat
melakukan plak control yang adekuat.

4. Waktu perawatan dengan piranti cekat harus dijaga tetap pada konsisten
minimum dengan standar tinggi hasil oklusal.

5. Pasien ini harus dipantau secara teratur oleh hygienist selama perawatan
ortoondtik.

6. Pada beberapa pasien rekurensi pembesaran gingival dapat menjadi masalah.


Penghilangan jaringan gingival yang membesar dengan jalan bedah terkadang
dibutuhkan selama perawatan ortodontik. Pasien dan orangtua harus diperingati
mengenai hal ini.

20

Vous aimerez peut-être aussi