Vous êtes sur la page 1sur 27

MAKALAH

AJARAN SOSIAL GEREJA


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Katolik
Dosen Pengampu:
Dra. Fransisca Valeria Sunartini, M.Si.

Disusun oleh:
Meilisa Silva (134150001)
M. Arief Soerjakentjana (134150004)
Petrus Faber Trinugroho (134150026)
Erna Asriani (134170031)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN
YOGYAKARTA
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan
rahmat-Nya yang memberikan kesehatan dan nikmat kepada tim penyusun
sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang
direncanakan
Makalah berjudul Ajaran Sosial Gereja disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pendidikan Agama Katolik.
Tim Penyusun telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam
penyelesaian makalah ini, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan
baik dari segi isi maupun tata bahasanya. Untuk itu tim penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya
makalah ini. Kiranya isi makalah ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah
ilmu pendidikan.

Yogyakarta, Oktober 2017

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................2
BAB II. AJARAN SOSIAL GEREJA ..................................................................3
A. Pengertian dan Tujuan Ajaran Sosial Gereja ............................................3
B. Ensiklik-Ensiklik Magisterium Gereja .....................................................5
C. Prinsip Dasar Ajaran Sosial Gereja .........................................................12
D. Nilai-Nilai Moral Dasar Dalam ASG ......................................................19

BAB III. PENUTUP .............................................................................................23


DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam seluruh bentangan sejarahnya, dan khususnya selama 100 tahun
belakangan ini, Gereja tidak pernah lalai, mengutip kata-kata Paus Leo XIII,
untuk mengangkat bicara sebagaimana "patut" baginya berkenaan dengan
pertanyaan-pertanyaan menyangkut kehidupan di tengah masyarakat. Dengan
tujuan melanjutkan pembabaran serta pemutakhiran warisan kaya ajaran sosial
Gereja, Yohanes Paulus II dari pihaknya telah menerbitkan tiga Ensiklik akbar
Laborem Exercens, Sollicitudo Rei Socialis dan Centesimus Annus yang
menyajikan tahap-tahap fundamental pemikiran Katolik dalam bidang ini.
Sejumlah uskup di setiap penjuru dunia ini, dari pihaknya masing-masing, telah
memberi andil selama tahun-tahun belakangan ini bagi suatu pemahaman yang
lebih mendalam tentang ajaran sosial Gereja. Sejumlah cendekiawan pada
setiap benua juga telah melakukan hal yang serupa.
Gereja adalah pakar perihal kemanusiaan dan, seraya berharap dengan
keyakinan dan dengan keterlibatan yang aktif, ia senantiasa menantikan "langit
baru" dan "bumi baru" (2 Ptr.3:13), yang ia tunjukkan kepada setiap orang
agar membantu mereka menghayati kehidupan mereka dalam matra makna
yang sejati. "Gloria Dei vivens homo": pribadi manusia yang menghayati
sepenuhnya martabatnya memberi kemuliaan bagi Allah yang telah
mengaruniakan martabat ini kepada manusia.
Warta keselamatan Kristus melalui kehadiran Gereja menuntut terjadinya
perubahan nyata tatanan dunia sesuai dengan yang dikehendaki Kristus. Cinta
kasih Kristus, yang menjadi perintah utama dan syarat utama sebagai
murid.Tuhan (Yoh 13:35), harus diterapkan kepada sesama dalam relasi sehari-
hari. Perwujudan cinta kasih itu bukan sekedar menyapa orang lain, memberi
senyum, dan membantu dengan mengulurkan tangan. Perintah kasih
diwujudkan dalam konteks membuat dunia ini menjadi tempat yang sesuai
dengan kehendak Allah dan membangun KerajaanNya. Maka, membangun

4
keadilan sosial, menebarkan perdamaian, mengutamakan kepentingan mereka
yang paling membutuhkan, mempromosikan hormat terhadap martabat
manusia merupakan bentuk nyata dari aplikasi perintah kasih. Ajaran Sosial
Gereja berkaitan langsung dengan bagaimana hukum cinta kasih Kristus
dilaksanakan oleh Gereja dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat dan
dunia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Ajaran Sosial Gereja (ASG) dan tujuannya?
2. Apa saja bentuk-bentuk ASG?
3. Apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip ASG?

C. Tujuan Penulisan
1. Menambah wawasan pembaca tentang ASG.
2. Mengetahui perjuangan atau tanggapan-tanggapan gereja terhadap masalah-
masalah sosial yang ada di masyarakat.

5
BAB II
AJARAN SOSIAL GEREJA

A. Pengertian dan Tujuan Ajaran Sosial Gereja


Ajaran Sosial Gereja atau ASG berisikan ajaran Gereja tentang
permasalahan keadilan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Secara sempit ASG dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen (umumnya
disebut ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara
tentang persoalan-persoalan sosial. Dokumen-dokumen tersebut antara lain
Rerum Novarum (tentang kondisi buruh, dikeluarkan oleh Paus Leo XIII tahun
1891), Quadragessimo Anno (tentang pembaharuan tatanan sosial oleh Paus
Pius XI tahun 1931), Mater et Magistra (tentang umat kristiani dan persoalan-
persoalan sosial di dunia oleh Paus Yohanes XXIII tahun 1961), hingga yang
terakhir untuk sementara ini, yakni Centesimus Annus (1991). Ensiklik terakhir
ini berisi penegasan Paus Yohanes Paulus II bahwa Ajaran Sosial Gereja
termasuk dalam ajaran resmi iman dan tergolong dalam antropologi teologis.
Antropologi teologis dimengerti sebagai teologi tentang manusia yang telah
ditebus dan dirahmati oleh Kristus.
Ajaran sosial Gereja sebenarnya adalah ajaran Gereja yang
diperuntukkan bagi kebaikan bersama (common good) dalam masyarakat,
untuk mengarahkan masyarakat kepada kebahagiaan. Banyak orang
menghubungkan surat ensiklik Bapa Paus Leo XIII, Rerum Novarum, tahun
1891, sebagai tanggapan Gereja Katolik yang nyata terhadap keadaan krisis
sosial dunia. Namun sebenarnya, keberadaan ajaran sosial Gereja telah ada
sejak lama, bahkan sejak jaman Perjanjian Lama.
Maka sumber ajaran sosial Gereja Katolik adalah: (disarikan dari buku
karangan Arthur Hippler, Citizens of the Heavenly City, A Catechism of
Catholic Social Teaching, (Rockford Illinois: Borromeo Books, 2003) p. 1-11:
1. Kitab Suci, terutama ke-sepuluh perintah Allah yang menjadi dasar
pengajaran moral dalam Gereja Katolik (lih. KGK 264-2068). Melalui
hukum-hukum Musa di Perjanjian Lama, sesungguhnya kita dapat

6
mengetahui bahwa Allah memberikan hukum tidak hanya untuk mengatur
penyembahan kepada Allah, tapi juga untuk mengatur kehidupan yang benar
antara sesama keluarga dan masyarakat. Hukum ini yang kemudian
disarikan menjadi Kasihilah Tuhanmu dengan segenap hatimu dan
kekuatanmu dan kasihilah sesamamu seperti mengasihi dirimu sendiri
(lih. Mat 22:37-39).
2. Pengajaran para Bapa Gereja dan para Pujangga Gereja (Doctors of the
Church), terutama St. Agustinus (354-430) melalui bukunya The City of
God, yang mengatur pengajaran tentang manusia dan masyarakat; dan St.
Thomas Aquinas (1225-1274), dengan bukunya, Summa Theologiae, di
mana bagian yang terbesar dari Summa adalah Teologi moral/ Moral
Theology.
3. Pengajaran dari Bapa Paus, yaitu dari surat-surat ensiklik dan pengajaran
lisan/ dalam homili/ sermon/ pidato. Pengajaran dari Bapa Paus ini
merangkum Kitab Suci dan pengajaran dari para Bapa Gereja dan Pujangga
Gereja. Bapa Paus yang mengajarkannya ajaran sosial ini kepada dunia
adalah merupakan tanda bahwa Kristus tak meninggalkan umat manusia
bagai yatim piatu, namun terus menyertainya dengan ajaran-Nya yang
ditujukan bagi semua orang, demi kebaikan bersama.
Memang banyak orang sukar melihat bahwa ajaran dari Bapa Paus
merupakan ajaran bagi semua orang, sebab mereka berpikir bahwa Paus hanya
mengajar umat Katolik. Namun sebagai the Vicar of Christ, wakil Kristus di
dunia, sebenarnya, Paus mempunyai tugas untuk mengajar semua orang.
Otoritas Paus dalam mengajarkan doktrin sosial Gereja sifatnya tetap, tidak
terpengaruh masa jabatan. Maka artinya:
1. Paus yang sekarang ini mengajarkan sesuatu yang telah menjadi pengajaran
Gereja sepanjang sejarah, dan tidak mengajarkan hal yang baru/ inovasi
yang dibuatnya sendiri.
2. Demikian pula, ajaran para Paus di masa lampau tetap berlaku. Contohnya,
surat ensiklikal Centesimus Annus dari Paus Yohanes Paulus II ditulis
berdasarkan Rerum Novarum dari Paus Leo XIII dan Quadragesimo anno

7
dari Paus Pius XII. Dan yang baru-baru ini surat ensiklik Caritatis in
Veritate dari Paus Benediktus XVI merupakan pengembangan/ kelanjutan
dari surat-surat ensiklik dari para Paus pendahulunya tersebut. Dalam surat
ensikliknya, khususnya Rerum Novarum dan Centesimus Annus, Paus
mendorong dibentuknya kegiatan dan lembaga sosial dalam masyarakat
yang sifatnya untuk mendukung masyarakat itu sendiri, namun harus dilihat
dasarnya, bahwa semua itu adalah untuk menerapkan hukum kasih dalam
masyarakat.
Memang dalam hal ini Gereja tidak mengajarkan penemuan suatu sistem
bisnis/pengaturan masyarakat, namun Gereja mengajarkan prinsip-prinsip
dasarnya demi mengarahkan umat manusia kepada kekudusan, sehingga
manusia dapat mencapai tujuan akhirnya, yaitu surga. Semua perkembangan di
dunia tidak boleh menghalangi manusia untuk mencapai tujuan akhir ini.
Tujuan ASG adalah menghadirkan kepada manusia rencana Allah bagi
realitas sekular dan menerangi serta membimbing manusia dalam membangun
dunia seturut rencana Tuhan.

B. Ensiklik-Ensiklik Magisterium Gereja


Secara sempit ASG dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen
(umumnya disebut ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan
berbicara tentang persoalan-persoalan sosial.
Berikut ini ulasan dokumen-dokumen Gereja Katolik yang mengajarkan
tentang ajaran sosial gereja.
1. Rerum Novarum (Paus Leo XIII, 1891)
Rerum Novarum (RN Tentang Kondisi Pekerja) merupakan ensiklik
pertama ajaran sosial gereja. Menaruh fokus keprihatinan pada kondisi kerja
pada waktu itu, dan tentu saja juga nasib para buruhnya. Tampilnya
masyarakat terindustrialisasi mengubah pola lama hidup bersama, pertanian.
Tetapi, para buruh mendapat perlakuan buruk. Mereka diperas. Jatuh dalam
kemiskinan struktural yang luar biasa. Dan tidak mendapat keadilan dalam
upah dan perlakuan.

8
Ensiklik ini merupakan ensiklik yang menanggapi masalah sosial akhir
abad 19 yaitu masalah kaum buruh. Masalah yang dibicarakan adalah
semacam tanggapan terhadap pandangan dan gerakan sosialisme-marxisme
dari satu pihak dan lain pihak pandangan liberalisme yang menguasai dunia
ekonomi. Ensiklik ini tidak langsung dialamatkan kepada kaum buruh,
tetapi menguraikan masalah-masalah kaum buruh kepada para pemimpin
Gereja dan masyarakat. Kaum buruh dan para pengusaha yang dimaksudkan
ensiklik ini pada prinsipnya adalah orang-orang Katolik, oleh karena itu
masalah sosial menjadi masalah Gereja juga. Ensiklik Rerum Novarum ini
dibagi menjadi tiga tema pokok. Pertama; situasi rakyat miskin dan kaum
buruh, kedua; penolakan atas pemecahan sosialis terhadap kemiskinan,
ketiga; usulan Sri Paus untuk memecahkan permasalahan terhadap
kemiskinan.
2. Quadragesimo Anno (Paus Pius XI, 1931)
Quadragesimo Anno (QA) memiliki maksud Rekonstruksi Keteraturan
Sosial. Nama Ensiklik ini (40 tahun) dimaksudkan untuk memperingati
Ensiklik Rerum Novarum. Tetapi pada zaman ini memang ada kebutuhan
sangat hebat untuk menata kehidupan sosial bangsa manusia. Diperkenalkan
dan ditekankan terminologi yang sangat penting dalam Ajaran Sosial
Gereja, yaitu subsidiaritas (maksudnya, apa yang bisa dikerjakan oleh
tingkat bawah, otoritas di atasnya tidak perlu ikut campur). Dalam banyak
hal Quadragesimo Anno masih melanjutkan Rerum Novarun mengenai soal-
soal dialog-nya dengan perkembangan masyarakat. Menolak solusi
komunisme yang menghilangkan hak-hak pribadi. Tetapi juga sekaligus
mengkritik persaingan kapitalisme sebagai yang akan menghancurkan
dirinya sendiri. Fungsi dari penguasa Negara adalah untuk mengawasi
masyarakat dan bagian-bagiannya, tetapi dalam melindungi individu-
individu pribadi di hak-hak mereka, pertimbangan utama harus diberikan
kepada yang lemah dan miskin.
Quadragesimo Anno bermaksud menggugat kebijakan-kebijakan
ekonomi zaman itu; membeberkan akar-akar kekacauannya sekaligus

9
menawarkan solusi pembenahan tata sosial hidup bersama, sambil
mengenang Ensklik Rerum Novarum; soal hak-hak pribadi dan kepemilikan
bersama; soal modal dan kerja; prinsip-prinsip bagi hasil yang adil; upah
adil; prinsip-prinsip pemulihan ekonomi dan tatanan sosial; pembahasan
sosialisme dan tentu saja kapitalisme; langkah-langkah Gereja dalam
mengatasi kemiskinan struktural.
3. Mater et Magistra (Paus Yohanes XXIII, 1961)
Masalah-masalah sosial yang diprihatinkan oleh Ensiklik ini khas pada
zaman ini. Soal jurang kaya miskin tidak hanya disimak dari sekedar urusan
pengusaha dan pekerja, atau pemilik modal dan kaum buruh, melainkan
sudah menyentuh masalah internasional. Untuk pertama kalinya isu
internasional dalam hal keadilan menjadi tema ajaran sosial Gereja. Ada
jurang sangat hebat antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin.
Kemiskinan di Asia, Afrika, dan Latin Amerika adalah produk dari sistem
tata dunia yang tidak adil. Di lain pihak, persoalan menjadi makin rumit
menyusul perlombaan senjata nuklir, persaingan eksplorasi ruang angkasa,
bangkitnya ideologi-ideologi. Dalam Ensiklik ini diajukan pula jalan
pikiran Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and act. Gereja Katolik didesak
untuk berpartisipasi secara aktif dalam memajukan tata dunia yang adil.
Ensiklik ini masih berkaitan dengan peringatan RN, maka pada bagian
awal Mater et Magistra diingat sekali lagi semangat RN dan QA. Disadari
isu-isu baru dalam perkembangan terakhir di bidang sosial, politik dan
ekonomi; peranan negara dalam kemajuan ekonomi; partisipasi kaum buruh;
soal kaum petani; bagaimana ekonomi ditata seimbang; kerjasama
antarnegara; bantuan internasional; soal pertambahan penduduk; kerjasama
internasional; ajaran sosial Gereja dan kepentingannya.
4. Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963)
Pacem in Terris (Damai di Bumi) menggagas perdamaian, yang menjadi
isu sentral pada dekade enam puluhan. Perdamaian terjadi bila ada rincian
tatanan yang adil dengan mengedepankan hak-hak manusiawi dan keluhuran
martabatnya. Yang dimaksudkan dengan tatanan hidup ialah tatanan relasi

10
(1) antarmasyarakat, (2) antara masyarakat dan negara, (3) antarnegara, (4)
antara masyarakat dan negara-negara dalam level komunitas dunia. Ensiklik
menyerukan dihentikannya perang dan perlombaan senjata serta pentingnya
memperkokoh hubungan internasional lewat lembaga yang sudah dibentuk:
PBB. Ensiklik ini memiliki muatan ajaran yang ditujukan tidak hanya bagi
kalangan Gereja Katolik tetapi seluruh bangsa manusia pada umumnya.
Tentang Menegakkan Perdamaian yang Universal berdasarkan Kebenaran,
Keadilan, Kemurahan, dan Kebebasan adalah sebuah ensiklik kepausan
yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 April 1963. Ensiklik ini
hingga kini tetap merupakan ensiklik yang paling terkenal dari abad ke-20
dan menetapkan prinsip-prinsip yang kelak muncul dalam sejumlah
dokumen dari Konsili Vatikan II dan paus-paus yang kemudian. Ini adalah
ensiklik terakhir yang dirancang oleh Yohanes XXIII.
5. Gaudium et Spes (Konsili Vatikan II, 1965)
Konsili Vatikan II merupakan tonggak pembaharuan hidup Gereja
Katolik secara menyeluruh. Gaudium et Spes (GS Gereja di Dunia
Modern) menaruh keprihatinan secara luas pada tema hubungan Gereja dan
Dunia modern. Ada kesadaran kokoh dalam Gereja untuk berubah seiring
dengan perubahan kehidupan manusia modern. Soal-soal yang disentuh oleh
GS dengan demikian berkisar tentang kemajuan manusia di dunia modern.
Di lain pihak tetap diangkat ke permukaan soal jurang yang tetap lebar
antara si kaya dan si miskin. Relasi antara Gereja dan sejarah perkembangan
manusia di dunia modern dibahas dalam suatu cara yang lebih gamblang,
menyentuh nilai perkawinan, keluarga, dan tata hidup masyarakat pada
umumnya. Judul dokumen ini mengatakan suatu perubahan eksternal dari
kebijakan hidup Gereja: Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan
manusia-manusia zaman ini, terutama kaum miskin dan yang menderita,
adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus
juga. Kardinal Joseph Suenens dari Belgia berkata bahwa pembaharuan
Konsili Vatikan II tidak hanya mencakup bidang liturgis saja, melainkan
juga hidup Gereja di dunia modern secara kurang lebih menyeluruh. GS

11
membuka cakrawala baru dengan mengajukan perlunya membaca tanda-
tanda zaman (signs of the times). Kegembiraan dan harapan, dengan
kesedihan dan kegelisahan laki-laki usia ini, terutama mereka yang miskin
atau dengan cara apapun menderita, ini adalah kegembiraan dan harapan,
dengan kesedihan dan kecemasan para pengikut Kristus. Memang, tidak ada
yang benar-benar manusia gagal untuk meningkatkan gema di dalam hati
mereka. Untuk mereka adalah sebuah komunitas terdiri dari laki-laki.
Bersatu dalam Kristus, mereka dipimpin oleh Roh Kudus dalam perjalanan
mereka menuju Kerajaan Bapa mereka dan mereka menyambut kabar
keselamatan yang dimaksudkan untuk setiap orang. Itulah sebabnya
mengapa komunitas ini menyadari bahwa itu benar-benar dikaitkan dengan
umat manusia dan sejarahnya oleh terdalam obligasi.
6. Populorum Progressio (Paus Paulus VI, 1967)
Populorum progressio adalah sebuah ensiklik yang ditulis oleh Paus
Paulus VI tentang "perkembangan bangsa-bangsa" dan bahwa ekonomi
dunia seharusnya melayani semua umat manusia dan tidak hanya sebagian
kecil saja. Ensiklik ini dikeluarkan pada tanggal 26 Maret 1967. Dokumen
ini menyinggung berbagai prinsip "Ajaran Sosial Katolik": hak akan upah
yang adil; hak akan keamanan pekerjaan; hak akan kondisi kerja yang cukup
baik dan wajar; hak akan bergabung dengan serikat pekerja dan melakukan
unjuk rasa sebagai jalan terakhir; dan tujuan universal dari kekayaan dan
harta benda.
7. Octogesima Adveniens (Paus Paulus VI, 1971)
Arti Octogesima adalah yang ke-80; maksudnya: surat apostolik ini
dimaksudkan untuk manandai usia Rerum Novarum yang ke-80 tahun. Paus
Paulus VI menyerukan kepada segenap anggota Gereja dan bangsa manusia
untuk bertindak memerangi kemiskinan. Soal-soal yang berkaitan dengan
urbanisasi dipandang menjadi salah satu sebab lahirnya kemiskinan baru,
seperti orang tua, cacat, kelompok masyarakat yang tinggal di pinggiran
kota, dst. Diajukan ke permukaan pula masalah-masalah diskriminasi warna
kulit, asal usul, budaya, sex, agama. Gereja mendorong umatnya untuk

12
bertindak ambil bagian secara aktif dalam masalah-masalah politik dan
mendesak untuk memperjuangkan nilai-nilai atau semangat injili dan
memperjuangkan keadilan sosial.
8. Convenientes ex Universo atau Justicia in Mundo (Sinode Uskup, 1971)
Dokumen ini banyak diinspirasikan oleh seruan keadilan dari Gereja-
Gereja di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Secara khusus pengaruh
pembahasan tema Liberation oleh para uskup Amerika Latin di Medellin
(Kolumbia). Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil. Dalam
menghadapi situasi sekarang, seperti yang ditandai oleh dosa besar
ketidakadilan, kita menyadari baik tanggung jawab kita dan
ketidakmampuan kita untuk mengatasinya dengan kekuatan kita sendiri.
Situasi seperti ini mendorong kita untuk mendengarkan dengan hati yang
rendah hati dan terbuka untuk Firman Allah, karena Ia menunjukkan kita
jalan baru terhadap tindakan di jalan keadilan di dunia.
Para anggota Gereja, sebagai anggota masyarakat, memiliki hak yang
sama dan tugas untuk mempromosikan baik seperti warga umum lainnya.
Seorang Kristen harus memenuhi kewajiban duniawi mereka dengan
kesetiaan dan kompetensi. Mereka harus bertindak sebagai ragi di dunia,
dalam, kehidupan keluarga mereka profesional, sosial, budaya dan politik.
Mereka harus menerima tanggung jawab mereka di wilayah ini di bawah
pengaruh Injil dan ajaran Gereja. Dengan cara ini mereka bersaksi kepada
kuasa Roh Kudus melalui tindakan mereka dalam pelayanan orang dalam
hal-hal yang menentukan bagi eksistensi dan masa depan kemanusiaan.
Sementara di kegiatan seperti mereka umumnya bertindak atas inisiatif
sendiri tanpa melibatkan tanggung jawab hirarki gerejawi, dalam arti
mereka lakukan melibatkan tanggung jawab Gereja yang anggotanya
mereka.
9. Laborem Exercens (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1981)
Laborem Exercens adalah sebuah ensiklik yang ditulis oleh Paus
Yohanes Paulus II di tahun 1981 mengenai pekerjaan manusiawi. Ensiklik
ini merupakan bagian dari sebuah kumpulan tulisan yang dikenal dengan

13
nama "Ajaran Sosial Katolik", yang asal-usulnya bisa ditelusuri pada
dokumen Rerum Novarum yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII di tahun
1891.
Di dalamnya ia mengembangkan konsep martabat manusia dalam
pekerjaan, penataan dalam empat poin: subordinasi bekerja untuk manusia;
keunggulan pekerja atas seluruh instrumen dan pengkondisian yang secara
historis merupakan dunia kerja, hak-hak manusia orang sebagai faktor
penentu dari semua proses sosial-ekonomi, teknologi dan produktif, yang
harus diakui, dan beberapa elemen yang dapat membantu semua orang
mengidentifikasi dengan Kristus melalui pekerjaan mereka sendiri.
10. Centesimus Annus (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1991)
Centesimus Annus (bahasa Latin yang berarti "seratus tahun") adalah
sebuah ensiklik yang ditulis Paus Yohanes Paulus II pada 1991, pada saat
perayaan ke-100 dari Rerum Novarum. Ensiklik ini merupakan bagian dari
tulisan mengenai Ajaran sosial Katolik, yang bermula dari Rerum Novarum,
yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII pada 1891, dan terutama Perjanjian
Baru.
Menandai ulang tahun Rerum Novarum yang ke-100. Dokumen ini
memiliki jalan pikiran yang kurang lebih sama, paradigma yang ditampilkan
dalam Rerum Novarum untuk menyimak dunia saat ini. Perkembangan baru
berupa jatuhnya komunisme dan sosialisme-marxisme di wilayah Timur
(Eropa Timur) menandai suatu periode baru yang harus disimak secara lebih
teliti. Jatuhnya sosialisme-marxisme tidak berarti kapitalisme dan
liberalisme menemukan pembenarannya. Kesalahan fundamental dari
sosialisme ialah tiadanya dasar yang lebih manusiawi atas perkembangan.
Martabat dan tanggung jawab pribadi manusia seakan-akan disepelekan. Di
lain pihak, kapitalisme bukanlah pilihan yang tepat pula. Perkembangan
yang mengedepankan eksplorasi kebebasan akan memicu ketidakadilan
yang sangat besar. Centesimus Annus mengurus pula soal-soal lingkungan
hidup yang menjadi permasalahan menyolok pada zaman ini.

14
11. Caritatis in Veritate (Paus Benediktus XVI, 2009)
Caritas in Veritate adalah sebuah ensiklik sosial, seperti banyak ensiklik-
ensiklik sosial yang lain sebelumnya, mulai dari Rerum Novarum dari Paus
Leo XIII (1891) [2]. Di dalamnya, pandangan teologi, filsafat, ekonomi,
ekologi dan politik dikemas secara serempak dan kompak guna
mengartikulasikan suatu ajaran sosial yang menempatkan pribadi manusia
pengembangan dirinya secara utuh dan dengan demikian juga kesehatannya
yang konkret pada pusat segala sistem dunia yang membahas pemikiran dan
kegiatan manusia. Penyelamatan setiap manusia itu juga yang menjadi pusat
dari perutusan dan pelayanan Yesus Kristus, yakni sebagai pewahyuan
cinta-kasih Bapa (Yoh. 3:16) dan kebenaran dari penciptaan manusia
sebagai gambaran citra Allah serta panggilannya yang transenden kepada
kekudusan dan kebahagiaan bersama Allah. Inilah tatanan terpadu dari
kedua gagasan kasih dan kebenaran [3], yang menjadi ilham dari ensiklik
ini. Kasih dan kebenaran bukan saja menjadi dasar dari jantung perutusan
dan pelayanan Yesus; tetapi juga berpadanan dengan sifat hakiki dan
kegiatan hidup manusia di dunia ini. Pribadi manusia adalah suatu
anugerah dan kasih dari Allah yang dipanggil oleh Allah juga, untuk
menjadi suatu anugerah dan kasih sendiri pula. Dinamika kasih yang
diterima sebagai anugerah inilah yang telah melahirkan Ajaran Sosial
Gereja, yang adalah juga Kasih dalam Kebenaran dalam masalah-masalah
sosial.

C. Prinsip Dasar Ajaran Sosial Gereja


Yang dimaksudkan dengan prinsip-prinsip dasar ASG adalah sejumlah
konsep atau gagasan pokok yang menjadi dasar dan acuan bagi upaya penataan
system dan struktur serta pola-laku sosial manusia dalam suatu masyarakat
sehingga yang dihasilkannya adalah suatu system, struktur dan pola-laku yang
menyokong serta memudahkan terwujudnya kesejahteraan umum.
Prinsip-prinsip ini menegaskan kebenaran tentang suatu masyarakat yang
menantang setiap pribadi, setiap suara hati, untuk peduli dan terlibat dalam

15
tanggungjawab yang menyangkut kesejahteraan dan kebaikan semua orang.
Manusia sebenarnya tidak dapat menghindar dari hal itu mengingat manusia
adlaah makhluk moral dan makhluk sosial. Sehingga tuntutan moral dari
prinsip-prinsip itu sungguh mengena pada perilaku pribadi dan perilaku sosial
manusia.
1. KESEJAHTERAAN UMUM
1.1. Makna dan Implikasi
GS 26 : kesejahteraan umum adalah keseluruhan kondisi masyarakat
yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota
perorangan untuk secara lebih penuh dan pebih lancer mencapai
kesempurnaan mereka sendiri.
Implikasi : kesejahteraan umum bukan jumlah dari keksejahteraan setiap
pribadi atau kelompok-kelompok. Tetapi kesejahteraan baik pribadi
maupun masayrakat secara keseluruhan yang diperoleh, ditingkatkan dan
dilestarikan secara bersama-sama. Kesejahteraan umum adalah dimensi
sosial dan komunal dari kebaikan moral.
1.2. Tanggungjawab demi kesejahteraan umum.
Perwujudan keksejahteraan umum erat kaitannya dengan komitmen pada
perdamaian, manajemen kekuasaan Negara, system peradilan dan hukum,
leingkungan hidup, sarana dan infrastruktur public, sandang-pangan-
papan, kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan kebebasan (beragama) (GS
26). Selain itu amat penting juga kerja sama dan solidaritas antar angsa
(MM 421). Kesejahteraan umum harus mengena pada semua anggota
masyarakat tanpa kecuali baik dalam partisipasi sesuai dengan kemampuan
dan talentanya maupun dalam menikmati buah-buah usaha pembangunan
dan kemajuan bersama (MM 417, OA 46, KGK, 1913). Setiap orang
berhak menikmati kondisi-kondisi kehidupan sosial yang dihasilkan oleh
pencarian akan kesejahteraan umum, sebagaimana dikatakan Pius XI:
Pemertaan harta benda tercipta yang, seperti setiap orang bernalar tahu,
dewasa ini mengalami situasi yang buruk sekali akibat perbedaan amat
besar antara kelompok kecil yang kaya raya dan mereka yang serba tak

16
punya dan tak terbilang jumlahnya, harus dikembalikan kepada kesesuaian
dengan norma-norma kesejahteraan umum, yakni keadilan sosial (QA
197).
1.3. Tugas mewujudkan kesejahteraan umum
Selain tugas masing-masing pribadi, perwujudan kesejahteraan umum
adalah tugas Negara, karena Negara ada untuk mewujudkan kesejahteraan
umum (KGK 1910). Negara berkewajiban menjamin sinerji, kesatuan dan
penataan masyarakat sipil karena masyarakat warga terlibat wujud
nyatanya dalam Negara sehingga setiap pribadi dapat lebih mudah
berpartisipasi mewujudkan kesejahteraan umum itu (GS 74; RH 17).
Dalam mewujudkan kesejahteraan umum maka pemerintah harus
menyelaraskan kepentingan setiap sektor yang berbeda-beda demi
trcapainya keadilan (KGK 1908). Dalam suatu Negara demokrasi panduan
penyelerasan itu tidak boleh hanya berdasarkan keinginan mayoritas, tetapi
kesejahteraan efektif setiap pribadi termasuk kelompok minoritas.

2. TUJUAN SOSIAL-UNIVERSAL HARTA BENDA


2.1. Makna
GS 69 : Allah menghendaki, supaya bumi beserta segala isinya
digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta benda
yang tercipta dengan cara yang wajar ahrus mencapai semua orang,
berpedoman pada keadilan, diiringi dengan cinta kasih bdk. Kej. 1:28-
29. Bumi adalah karunia Allah yang pertama untuk menjadi sumber hidup
bagi semua manusia (CA 31). Manusia tak dapat hidup tanpa sumber-
sumber hidup yang diperolehnya dari bumi.Inilah yang dimaksud dengan
tujuan universal harta benda. Setiap orang memiliki akses yang sama
pada sumber-sumber hidup dari bumi untuk kesejahteraan hidupnya
(pribadi dan bersama). Inilah prinsip utama etika sosial: bahwa semua
orang berhak atas harta benda yang bersumber dari dumi (LE 19); hal ini
juga merupakan asas yang khas dalam ajaran sosial Kristen (SRS 42). Ciri
universal harta benda ini tidak berarti bahwa semua orang harus

17
mempunyai hal yang sama dan bahwa segala sesuatu harus tersedia bagi
semua. Perlu pengaturan dan intervensi dasar dari institusi yang legitim
dan sah secara public, serta diatur secara yuridis sehingga perwujudan hak
dasar itu tidak saling meniadakan hak satu sama lain.
Pada level tatanan ekonomi, ciri universal harta milik sebenarnya
merupakan prinsip moral agar pengelolaan dan penataan ekonomi harus
bermuara pada kebaikan dan kesejahteraan untuk semua, sehingga tercipta
dunia yang adil dan solider. Prinsip ini juga seklaigus merupakan suatu
imperative untuk suatu partisipasi bagi semua pengembangan dan
pembangunan ekonomi berkeadilan di mana setiap orang memiiliki andil
bagi kesejahteraan bersama. Di mana setiap individu bisa member dan
menerima, dan di mana kemajuan dari beberapa kalangan tidak akan lagi
menjadi kendala bagi perkembangan kalangan lain, bukan pula sebuah
dalih bagi perbidakan mereka (Liberatatis Conscientia, 90). Prinsip ini
mengajarkan kita untuk mengatasi godaan-godaan sebagaimana
ditemumukan dalam Injil (Mt.1:12-13; 4:1-11:Lk 4:1-13).
2.2. Milik Pribadi
CA 33 : Begitulah manusia menjadikan miliknya sebagian bumi yang
diperolehnya dengan bekerja. Itulah asal mula milik perorangan. Milik
pribadi, member setiap orang ruang yg perlu untuk mengembangkan
otonomi pribadi maupun keluarganya, dan harus dipandang bagaikan
perluasan kebebasan manusiawi ikut mendorong pelaksanaan tugas
kewajiban yang merupakan suatu syarat bagi kebebasan warga
masyarakat (GS 71). ASG (CA 6) mengajarkan bahwa harta milik harus
bisa dijangkau secara merata bagi semua orang. Tetapi Gereja
mengajarkan bahwa hak milik pribadi itu tidak mutlak. RN mengajarkan
bahwa hak milik pribadi itu sekunder terhadap hak atas penggunaan
bersama (RN 11). Hal itu didasarkan pada KS yang menegaskan bahwa
segala sesuatu adalah milik Allah diciptakan dan disediakan untuk semua
manusia agar mereka hidup baik. Milik pribadi bahkan merupakan
prasyarat bagi terpenuhinya tujuan universal harta benda (PP 22-23).

18
Setiap milik pribadi memiliki fungsi sosial yang terarah kepada
pemenuhan kesejahteraan umum. GS 69 mengingatkan bahwa setiap orang
harus memandang bahwa harta yg dimilikinya tidak saja mesti erguna bagi
dirinya tetapi juga bagi sesamanya. Setiap orang tidak boleh mendewakan
harta miliknya (Mt 6:24; 19:21; Lk.16:13).
2.3. Harta Milik dan pilihan mengutamakan orang miskin
Prinsip tentang tujuan universal harta milik menuntut bahwa mereka
yang miskin dan tak beruntung harus mendapatkan atau diberi perhatian
khusus. Pilihan mengutamakan orang miskin adalah bagian utuh dari
tanggungjawab sosial kita berkaitan dengan harta miliki kita (SRS 42).
Kondisi kemiskinan dan kelaparan memperlihatkan kondisi kerapuhan
kodrati manusia serta kebutuhannya akan keselamatan (KGK 2448).
Kepedulian pada orang miskin adalah mandat atau kepercayaan yang
diberikan Kristus kepada kita, karena jika kita tidak peduli maka kita akan
agal sebagai pengikut Kristus. Kepedulian kita pada orang miskin diilahmi
oleh Sabda Bahagia (Mt.5:1-11); perhatian Yesus sendiri kepada orang
miskin. Mesti dipahami bahwa kemiskinan juga mencakup kemiskinan
baik material maupun spiritual (religious dan budaya). Apa yg kita terima
adalah anugerah karena itu kita pun harus memberikannya dengan Cuma-
Cuma (Mt.10:8). KGK mengingatkan juga bahwa dengan member kepada
orang miskin, sesungguhnya kita mengembalikan apa yang menjadi hak
mereka dan bukan hak kita, yang harus kita kembalikan demi keadilan dan
dalam kasih (AA 8). Perbuatan baik kepada orang miskin adalah bagian
utuh ibadat kita dan buah iman (Yak 127: 5:1-6).

3. SUBSIDIARITAS
Prinsip subsidiaritas merupakan prinsip yg klasik dalam ASG. Dimaksudkan
untuk melindungi orang dari penyalahgunaan kekuasaan oleh kekuasaan atau
otoritas yg lebih tinggi; sebaiknya harus membantu individu dan kelompok
agar mereka dapat melaksanakan kewajiban mereka. Prinsip ini bertentangan
dengan sentralisasi dan birokratisasasi.

19
Prinsip subsidiaritas berarti bahwa suatu lembaga dalam tatanan yang lebih
tinggi harus memberikan pertolongan subsidium, untuk mendukung,
memajukan dan mengembangkan apa yang dilakukan dan diprakarsai
kelompok yang lebih rendah.
Konrketnya, prinsip subsidiaritas, dipahami sebagai bantuan ekonomi,
kelembagaan atau hukum yang ditawarkan kepada kesatuan-kesatuan sosial
yang lebih rendah, sehingga bantuan itu menignkatkan dan memajukan apa
yang sudah dimulai, dikerjakan atau diprakarsai kelompok lebih rendah, tanpa
mengambil-alihnya.
Tentang subsidiaritas QA menuliskan: kelirulah merebut dari orang
perorangan dan mempercayakan kepada masyarakat apa yang dapat
dilaksanakan daya upaya dan usaha swasta, begitu pula tidak adillah, suatu
yang berat dan gangguan tata tertib yang wajar, bisa suatu perserikatan yang
lebih luas dan lebih tinggi mengakukan dirinya bagi fungsi-fungsi yang dapat
dijalankan secara efisien organisasi-organisasi yang tidak sebesar itu dan
bersifat bawahan. Sebab setiap kegiatan sosial pada hakikatnya harus
menyelenggarakan bantuan bagi pera anggota lembaga sosial, dan jangan
pernah menghancurkan dan menyerap mereka (QA; CA 48).

4. PARTISIPASI
Pada level antar bangsa, partisipasi bangsa-bangsa tetap merupakan sesuatu
yang niscaya bagi perwujudan kesejahteraan umum atau keadilan atas dasar
solidaritas. Partisipasi warga bukan saja merupakan hal penting demi
tanggungjawab bersama untuk kesejahteraan umum, partisipasi adalah juga
basis bagi suatu tatanan masyarakat demokratis dan penjamin kelestarian
demokrasi. Demokrasi mesti bercorak partisipatif (CA 46) di mana masyarakat
sipil dilibatkan dan diberitahu tentang pelbagai macam kebijaksanaan yang
menyangkut kehidupan mereka secara keseluruhan.
Partisipasi menjamin baik pribadi maupun masyarakat untuk bersama-sama
peduli dan terlibat memberikan kontribusinya yang beragam bagi pemenuhan
kesejahteraan umum. Partisipasi memperlihatkan keberadaan manusia sebagai

20
makhluk pribadi dan sosial. Dalam partisipasi pribadi tidak hilang dalam
kebersamaan; dan kebersamaan tidak tunduk pada individu. Partisipasi adalah
sintesa antara invidualisme dan sosialisme. Partisipasi merupakan basis
masyarakat komunitarian.

5. SOLIDARITAS
Solidaritas menegaskan sejumlah cirri dasar manusia sebagai makhluk
sosial, setara dalam hak dan martabat. Solidaritas membawa pribadi,
masyarakat atau Negara kepada kesatuan yg teguh. Dunia masa kini ditandai
ketergantungan yang membuahkan ketidakadilan, ketimpangan, eksploitasi,
penindasan dan pelbagai macam penyakit sosial lainnya. Kondisi yang negative
seperti ini menuntut adanya suatu etika sosial yang mendorong terciptanya
kesadaran etis untuk menata ulang relasi antar bangsa atau kelompok, sehingga
mencegah terus berkembangnya hal-hal negative di atas.
Solidaritas mengandung dua unsur utama: prinsip sosial dan kewajiban
moral. Solidaritas sebagai suatu prinsip sosial harus menjadi suatu kewajiban
moral yang membantu masyarakat warga menata struktur-strukturnya dengan
semangat solidaritas. Kalau struktur yang menciptakan ketergantungan
merupakan struktur-struktur dosa, maka struktur berdasarkan solidaritas adalah
struktur yang memerdekakan. Mengapa?
Karena solidaritas, bukan suatu perasaan belaskasih yang samar-samar atau
rasa sedih yang dangkal karena nasib buruk sekian banyak orang, dekat
maupun jauh. Sebaliknya, solidaritas ialah tekad yang teguh dan tabah untuk
membaktikan diri kepada kesejahteraan umum, artinya kepada kesejahteraan
semua orang dan setiap orang perorangan karena itu semua sungguh
bertanggungjawab atas semua orang (SRS 38) solidaritas merupakan
kewajiban moral karena tertuju kepada kesejahteraan dan berintikan keadilan
serta pengorbanan, kehilangan diri sendiri dan tidak mencari kepentingan diri
sendiri (bdk. Mt 10:4o-42; 20:25 dsj.).
Dari definisi solidaritas dapat ditemukan bahwa solidaritas berhubungan
dengan kesejahteraan umum; dgn tujuan universal harta benda; kesetaraan

21
semua manusia dan bangsa serta berhubungan dengan perdamaian. Solidaritas
membuahkan kesatuan, komitmen, totalitas dan pengorbanan.
Solidaritas sejati sebenarnya diperlihatkan oleh Yesus sendiri (Filipi 2:8);
solidaritas Allah pada manusia Immanuel Allah beserta kita. Dalam Yesus
Kristus solidaritas tak dipisahkan dari kasih (GS 32).

D. Nilai-Nilai Moral Dasar Dalam ASG


1. Cinta kasih
Cinta kasih tampak dalam Rerum Novarumsebagai dasar dan mesin utama
pendorong kepedulian Gereja bagi hidup bermasyarakat. Gejala ini
mencerminkan kesetiaan Gereja dalam tugas panggilannya yang harus
menolong kaum tak berdaya, kecil dan tertindas untuk meraih kesejahteraan
mereka. Kehidupan murid-murid pertama pada zaman Gereja Purba,
memberikan contoh bagi hidup persaudaraan sejati atas dasar saling bantu
dan mereka hidup saling serasi diantara sesame Kristiani. Tidak ada
seorangpun yang kekurangan diantara mereka (Kis. 4:34).
Seraya menjabarkan kasih ini kedalam kehidupan nyata, Gereja menjadi
ibu bagi semua orang miskin dan kayya. Sebagai ibu, Gereja memperhatikan
semua orang, semua golongan dan semua pihak dalam hidup sosial. Gereja
diilhami dan disemangati oleh kepahlawanan kasih yang tidak menyingkirkan
korban kekerasan dan ketidakadilan tanpa memberikan pertolongan.
Dalam Rerum Novarum, Paus Leo XIII mengatakan bahwa cinta kasih
pertama-tama ditandai oleh kemurahan hati seseorang dan kesediaannya
berkorban bagi orang-orang lain. Kasih tetap tegar melawan semua bentu
kebanggaan dan egoism di dunia. Cinta kasih tidak mementingkan diri sendiri
dan tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain. Dalam dirinya cinta kasih
merupakan intisari Kabar Baik. Cinta kasih mendatangkan keselamatan yang
merangkul seluruh dunia dan segenap kandungan didalamnya.
Paus Yohanes XXIII dalam Mater et magistra menyatakan bahwa kasih
akan Allah menjadi sumber cinta kasih Kristiani. Pentingnya makna cinta
kasih ini dapat dinilai dari sikap seseorang terhadap Allah, sebab cinta kasih

22
berasal dari Dia. Yang sungguh-sungguh mencintai Allah dengan sendirinya,
akan mencintai sesame manusia sebagai amkhluk ciptaan-Nya. Mencintai
ciptaan-Nya berarti mencintai Sang Pencipta.
2. Keadilan Sosial
Gagasan tentang keadilan dalam hubungan sosial dengan kepentingan-
kepentingan manusia yang pada hakikatnya saling terkait dan berdasarkan
martabat manusia. Nilai moral menuntun manusia untuk saling menghormati
martabat dan hak-hak manusia dalam setiap bidang hidup. Seorang manusia
selalu butuh dipandang sebagai manusia. Keadilan sejati menuntut agar setiap
orang dilihat dan dihargai sebagai makhluk Allah. Semua manusia termasuk
hamba dan pekerja, dalam keadaan apapun hendaknya tidak diperbudak.
Mereka adalah manusia dan makhluk ciptaan Allah yang memiliki kekudusan
dalam dirinya.
Keadilan merupakan kaidah dasar hubungan sosial dalammenghapus dan
mencegah aneka bentuk kerenggangan sosial. Keadilan yang sama juga
ditekankan pada semua tingkat hubungan sosial antar umat manusia. Bila azas
keadilan diterapkan pada situasi sosial konkrit, semua kegiatan usaha dalam
kelompok sosial meningkat baik. Dewasa ini keadilan lebih dituntut dalam
sector-sektor konflik kepentingan daripada disektor-sektor lain.
Keadilan dalam ASG adalah suatu kebajikan yang melampaui kebajikan
perorangan. Menurut Paus Paulus VI, keadilan merupakan nilai moral yang
membangun semua hubungan hidup bersama dalam setiap bidang kehidupan:
ekonomi, sosial, politik, budaya, dan agama. Nilai ini secara halus
mengharuskan semua orang, keluarga, dan kelompok sosial dalam proses
mencapai kesejahteraan bersama, yang berbeda dengan kesejahteraan
perorangan. Dimensi sosial mendapat penekanan dalam keadilan dan itu
berasal dari gagasan akan perdamaian.
Dalam pengantar Rerum Novarum, Paus Leo XIII mengemukakan gagasan
tentang keadilan dan kesetaraan sebagai prinsip-prinsip dasar dalam
memecahkan dan megatasi masalah-masalah sosial pada akhir abad ke XIX.
Keadilan harus terdapat diantara kaum kaya dan kaum miskin. Sesuai etika,

23
hendaknya keadilan diterapkan dalam sector distribusi dan menjadi sarana
pembela martabat manusia.
Sebagai pengganti Paus Leo XIII, Paus Pius XI mengikuti alur pikir yang
sama seperti pendahulunya. Hubungan antara pemimpin dan karyawan harus
berdasarkan keadilan. Hubungan inilah ynag menentukan upah bagi para
karyawan. Menentukan besarnya upah harus berdasarkan kepatutan tiga unsur
berikut ini: (1) Kebutuhan karyawan dan keluarga; (2) kondisi pabrik/tempat
kerja; (3) tuntutan-tuntutan kesejahteraan umum. Paus Pius XI mengatakan
bahwa hubungan pribadi antara majikan dan karyawan tak tergantikan oleh
ketentuan resmi apapun. Hubungan manusiawi tinggal tetap tak berubah
untuk selamanya sebgai dasar keadilan.
3. Bebas Merdeka
Lahirnya gagasan ini sangat terkait dengan dimensi hakiki perutusan
Gereja, yaitu mengembangkan martabat dan kemerdekaan manusia sebagai
bagian nilai-nilai Injili. Oleh karena itu untuk mendapatkan pengertian yang
cukup mengenai gagasan kebebasan dalam ASG, perlu dipelajari dua dari
ensiklik oleh Paus Leo XIII, yang diterbitkan sebelum Rerum Novarum,
yaitu: Immortale Dei (Negara menurut Konstitusi Kristiani, 1 November
1885) dan Libertas (Kodrat kebebasan manusia, 20 Juni 1888). Kedua
ensiklik ini secara khusus dipilih karena dengan jelas dan tegas Paus Leo XIII
menyebut kebebasan dengan merujuk pada Rerum Novarum dank arena
ensiklik-ensiklik itu diterbitkan demi kebaikan Gereja dan untuk keselamatn
bersama umat manusia.
Merujuk ajaran kebebasan Paus Leo XIII sekurang-kurangya terdapat tiga
tafsiran utama: Pertama Andrea Oddone, penulis Budaya Katolik,
melukiskan Gereja Katolik sebagai penjaga kebebasan sejati para warganya
ketika gereja berjuang menentang tindakan sewenang-wenang Negara. Dia
menulis,Paus Leo XIIIdalam Ensikliknya Libertas menegaskan bahwa
kelihatan semakin besar pengaruh Gereja dalam memelihara dan melindungi
kebebasan sipil dan politik bangsa-bangsa, baik dengan menghapus
perbudakan, baik dengan memulihkan keluarga, baik dengan menentag

24
kesewang-wenangan pemerintah dan melindngi orang tak bersalah dan orang
lemah terhadap tindakan kekerasan oleh orang kuat, maupun dengan
mengalahkan sedemikian banyak peraturan politik yang menggangu dinegara-
negara dengan persamaan derajat yang disukai oleh warga dan disegani oleh
kekuatan asing.
Kedua, dalam analisis ajaran Paus Leo XIII mengenai kebebasan, Vicenzo
mangano menulis bahwa ditemukan adanya perbedaan ynag jelas antara
kebebasan yang dikehendaki Tuhan dan kebebasan ynag disalah-gunakan
manusia yang mendatangkan sebegitu banyak masalah dan kesalahan.
Ketiga, para penulis dewasa ini memiliki pandangan berbeda atas ajaran
Paus Leo XIII mengenai kebebasan. Menurut Charles E. Curran, Paus Leo
XIII mencela kebebasan modern. Paus ini tidak termasuk pembela kebebasan
sipil dan kebebasan modern. Segaris dengan Curran, Paul Sigmun mencatat,
Paus Leo XIII menegaskan kembali kecaman-kecaman para pendahulunya
terhadap tidak adanya kebebasan beribadah, menyatakan diri, dan mengajar,
dengan menuduh kaum liberal menjadikan Negara berkuasa mutlak dan
mahakuasa dan menyatakan hendaknya orang hidup sama sekali tidak
tergantung kepada Allah.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ajaran Sosial Gereja merupakan mpulan aneka dokumen (umumnya disebut
ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara tentang
persoalan-persoalan sosial. Ajaran sosial Gereja sebenarnya adalah ajaran
Gereja yang diperuntukkan bagi kebaikan bersama (common good) dalam
masyarakat, untuk mengarahkan masyarakat kepada kebahagiaan.
2. Bentuk-bentuk ajaran sosial gereja adalah Rerum Novarum (Paus Leo XIII,
1891), Quadragesimo Anno (Paus Pius XI, 1931), Mater et Magistra (Paus
Yohanes XXIII, 1961), Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963),
Gaudium et Spes (Konsili Vatikan II, 1965), Populorum Progressio (Paus
Paulus VI, 1967), Octogesima Adveniens (Paus Paulus VI, 1971),
Convenientes ex Universo atau Justicia in Mundo (Sinode Uskup, 1971),
Laborem Exercens (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1981), Centesimus Annus
(Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1991) dan Caritatis in Veritate (Paus
Benediktus XVI, 2009).
3. Yang termasuk dalam Prinsip Ajaran Sosial Gereja adalah kesejahteraan
umum, tujuan sosial- universal harta benda, subsidiaritas, partisipasi dan
solidaritas.

B. Saran
Sebagai umat katolik sudah sewajibnya kita menerapkan semua ajaran sosial
gereja di dalam kehidupan kita sehari-hari dengan mewujudkannya
berdasarkan prinsip dasar ajaran sosial gereja.

26
DAFTAR PUSTAKA

Kompendium Ajaran Sosial Gereja. http://www.vatican.va/roman_curia. Diakses


pada 19 Oktober 2017.

Listiati, Ingrid. 2008. Apakah Itu Ajaran Sosial Gereja http://www.katolisitas.org


diakses pada 19 Oktober 2017.

Ordo Fratum Capucinorum Medan Province. 2016. Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran


Sosial Gereja. http://jpickapusinmedan.or.id/ diakses pada 19 Oktober
2017.

Surat Kardinal Angelo Sodano, Sekretaris Negara Vatikan kepada Kardinal


Renato Raffaele Martino, Ketua Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan
Perdamaian, 2004, dalam http://www.vatican.va/roman_curia.

Yolando, A.P., dkk, 2015, Makalah Ajaran Sosial Gereja. Universitas Negeri
Yogyakarta.

27

Vous aimerez peut-être aussi