Vous êtes sur la page 1sur 104

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA DI YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai


Gelar Sarjana Teknik Arsitektur
Universitas Sebelas Maret

DISUSUN OLEH:
ANINDITA PRASASTI ISWARI
I 0207006

DOSEN PEMBIMBING:
Ir. Widi Suroto, MT
Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT

JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MATA KULIAH : TUGAS AKHIR


PERIODE : JULI-SEPTEMBER 2011
JUDUL : GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA DI
YOGYAKARTA
PENYUSUN : ANINDITA PRASASTI ISWARI ( I 0207006 )

Menyetujui,
Surakarta, 10 Oktober 2011

Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Widi Suroto, MT Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT


NIP. 19560905 198601 1 001 NIP. 197312272 00003 1 003

Ketua Prodi Arsitektur FT UNS Ketua Jurusan Arsitektur FT UNS

Kahar Sunoko, ST. MT Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT


NIP. 19690320 199503 1 002 NIP. 19620610 199103 1 002

Pembantu Dekan I
Fakultas Teknik UNS

Kusno Adi Sambowo, ST, M.Sc, Ph.D


NIP. 19691026 199503 1 002

commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah SWT yang menguasai
alam semesta dan dengan kemurahan-Nya telah memberikan kesempatan dan
kesehatan dalam menyelesaikan pengerjaan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini penulis susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar
kesarjanaan strata satu pada Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa proses Tugas akhir ini hanya
merupakan sebagian kecil ribuan kilometer jalan yang harus penulis tempuh.
Semoga dengan terselesaikannya Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat
untuk menapaki jalan selanjutnya.
Tugas Akhir ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan, bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih yang tulus kepada :
1. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektru Fakultas
Teknik UNS
2. Kahar Sunoko, ST, MT, selau Ketua Program Studi Arsitektur Fakultas
Teknik UNS
3. Sri Yuli, ST, MT dan Yosafat Winarno, ST, MT selaku Panitia Tugas Akhir
4. Ir. Widi Suroto, MT selaku pembimbing I yang telah dengan sabar
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis
5. Fauzan Ali Ikhsan, ST, MT, selaku pembimbing II. Terima kasih atas
pencerahan-pencerahan yang telah diberikan
6. Ir. Musyawaroh, MT selaku Pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan dan arahannya
7. Dr. Ir. Mohamad Muqoffa, MT dan Avi Marlina, ST, MT, selaku dosen
penguji. Terimakasih atas segala masukan sebagai penyempurna tugas saya
8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen serta staff pengajar Jurusan Arsitektur, Fakultas
Teknik Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ilmunya
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu memberikan dorongan dan bantuan dalam penyusunan laporan ini

commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan akan keterbatasan
kemampuan, maka tentu terdapat kelemahan-kelemahan dan kekurangan dari
tulisan ini. Untuk itu kritik dan saran yang dapat menambah serta memperluas
lingkup pengetahuan penulis akan diterima dengan senang hati. Akhir kata
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta, Oktober 2011

Penulis

commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
SPECIAL THANKS TO v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Judul 1
B. Pemahaman Judul
1. Galeri 1
2. Arsitektur Nusantara 1
3. Yogyakarta 1
C. Latar Belakang
1. Melestarikan Arsitektur Nusantara 2
2. Bentuk Apresiasi terhadap Karya-karya Arsitektur 3
3. Arsitektur merupakan Karya Seni 4
4. Arsitektur terus Berkembang 5
D. Permasalahan dan Pesoalan
1. Permasalahan 6
2. Persoalan 6
E. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan 7
2. Sasaran 7
F. Batasan dan Lingkup Pembahasan
1. Batasan 7
2. Lingkup Pembahasan 8
G. Metode Pembahasan
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

1. Metode Penemuan Masalah 8


2. Metode Mencari Data 8
3. Metode Pengolahan Data 9
4. Metode Pemecahan Masalah 9
5. Metode Penulisan 9
H. Sistematika dan Kerangka Penulisan 10

BAB II. TINJAUAN GALERI SENI DAN KOTA YOGYAKARTA


SEBAGAI LOKASI TERPILIH
A. Galeri Seni
1. Pemahaman Galeri 11
2. Sejarah Galeri 11
3. Perkembangan Fungsi Galeri 12
4. Tipe Galeri 15
5. Macam Galeri Seni 17
6. Lingkup Kegiatan Galeri 19
7. Macam Seni dalam Arsitektur 20
8. Ruang Pamer 23
B. Yogyakarta sebagai Lokasi Terpilih
1. Kondisi Fisik 25
2. Kondisi Non Fisik 27
C. Beberapa Pameran Arsitektur di Yogyakarta
1. Jogja Istimewa Merangkul Dunia 28
2. Seminar dan Workshop GIS Urban Thermal Comfort 29
3. Pameran Arsitektur Urbanizing World 30
4. Pameran Arsitektur UAJY Warner Sobek-Designing the
30
Future
5. Pameran Karya Lomba Fotografi dan Desain Poster Sepekan
31
Arsitektur 2011
6. Pameran Architecture for All di FTSP UII 31
7. Pameran dan Diskusi Arsitektur 32
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

D. Studi Banding
1. Empiris
Selasar Sunaryo Art Space 32
2. Preseden
Rumah Seni Cemeti Yogyakarta 37
Museum Soekarno di Blitar 39

BAB III. TINJAUAN ARSITEKTUR NUSANTARA


A. Arsitektur Nusantara
1. Pemahaman Arsitektur Nusantara 42
2. Sejarah Nusantara 42
3. Nusantara dan Jaringan Asia 45
4. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia 46
B. Arsitektur di Nusantara
1. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha 46
2. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Islam 55
3. Arsitektur Vernakuler Indonesia 62
C. Konsepsi Arsitektur Nusantara 77
D. Arsitektur Nusantara sebagai Tampilan Fisik Bangunan 79

BAB IV. GAGASAN GALERI YANG DIRENCANAKAN


A. Pemahaman Galeri 82
B. Fungsi, Visi dan Misi Galeri
1. Fungsi 82
2. Visi 83
3. Misi 83
C. Jenis Galeri 84
D. Status Galeri 84
E. Pengelola Galeri 84
F. Lingkup Kegiatan 84
G. Materi Pameran dan Koleksi 85
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

H. Sasaran Pengguna 86
I. Frekuensi Kegiatan 88
J. Bentuk dan Sistem Pelayanan
1. Bentuk Pelayanan 88
2. Sistem Pelayanan 88

BAB V. ANALISA PENDEKATAN PERENCANAAN DAN


PERANCANGAN GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA
A. Analisa Makro
1. Proses Penentuan Pemilihan Lokasi 89
2. Analisa Tapak
a) Klimatologi 97
b) Pencapaian 98
c) Sirkulasi 98
d) View 101
e) Noise 101
f) Tampilan Fisik Bangunan Sekitar 102
g) Vegetasi 102
B. Analisa Mikro
1. Analisa Pola Kegiatan 104
2. Analisa Peruangan
a) Analisa Kebutuhan Ruang 106
b) Analisa Besaran Ruang 108
3. Analisa Pola Hubungan Ruang 113
4. Analisa Persyaratan dan Perencanaan Ruang 115
5. Analisa Zonifikasi Kelompok Kegiatan 119
6. Analisa Gubahan Massa 120
7. Analisa Bentuk dan Tampilan Bangunan 124
8. Proses Penentuan Landscape Bangunan 127
9. Analisa Struktur dan Utilitas
a) Struktur 129
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Utilitas 131

BAB VI. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN


GALERI ARSITEKTUR NUSANTARA DI YOGYAKARTA
A. Konsep Makro
1. Penentuan Pemilihan Lokasi 136
2. Tapak
a) Klimatologi 138
b) Pencapaian 138
c) Sirkulasi 138
d) View 139
e) Noise 140
f) Tampilan Fisik Bangunan Sekitar 141
g) Vegetasi 141
B. Konsep Mikro
1. Pola Kegiatan 142
2. Peruangan
a) Kebutuhan Ruang 143
b) Besaran Ruang 145
3. Pola Hubungan Ruang 147
4. Persyaratan dan Perencanaan Ruang 150
5. Zonifikasi Kelompok Kegiatan 153
6. Gubahan Massa 154
7. Bentuk dan Tampilan Bangunan 156
8. Penentuan Landscape Bangunan 157
9. Struktur dan Utilitas
c) Struktur 157
d) Utilitas 158

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel ii.1. Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang Memiliki Jurusan


27
Arsitektur
Tabel ii.2. Aktifitas dan Fasilitas Selasar Sunaryo Art Space 37
Tabel iii.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama Era Hindu-
47
Buddha
Tabel iii.2. Perbedaan Bentuk dan Langgam Candi Jawa Tengah dan Jawa
54
Timur
Tabel iii.3. Rumah Tradisional di Indonesia 74
Tabel iv.1. Jumlah Rumah Tradisional Indonesia 86
Tabel iv.2. Jumlah Tinggalan Sejarah Kerajaan era Hindu-Buddha 86
Tabel v.1. Data Pusat Pertumbuhan Kabupaten Sleman 91
Tabel v.2. Data Potensi Tiap Kecamatan di Kabupaten Sleman 92
Tabel v.3. Penilaian masing-masing Site 95
Tabel v.4. Alternatif Jenis Sirkulasi 99
Tabel v.5. Penentuan Kelompok Kegiatan dan Pelaku Kegiatan 106
Tabel v.6. Kebutuhan Ruang berdasar Pelaku dan Kelompok Kegiatan 106
Tabel v.7. Besaran Ruang 109
Tabel v.8. Perencanaan Ruang Dalam 115
Tabel v.9. Perencanaan Ruang Luar 118
Tabel v.10. Analisa Zonifikasi Kelompok Kegaiatan 120
Tabel v.11. Alternatif Massa Dasar Bangunan 121
Tabel v.12. Alternatif Tata Massa Bangunan 121
Tabel v.13. Alternatif Organisasi Massa Bangunan 122
Tabel v.14. Ciri khas Langgam/ Gaya Arsitektur Nusantara di Indonesia 124
Tabel vi.1. Penentuan Kelompok Kegiatan dan Pelaku Kegiatan 143
Tabel vi.2. Kebutuhan Ruang berdasar pelaku dan Kelompok Kegiatan 143
Tabel vi.3. Besaran Ruang 145
Tabel vi.4. Perencanaan Ruang Dalam 150
Tabel vi.5. Perencanaan Ruang Luar 152

commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar ii.1. Pengumpulan Karya Seni 13


Gambar ii.2. Pameran Karya Maket 13
Gambar ii.3. Pemeliharaan Karya Seni 14
Gambar ii.4. Apresiasi Karya Maket 14
Gambar ii.5. Transaksi Jual Beli Produk 14
Gambar ii.6. National Gallerry, London 15
Gambar ii.7. Neue Staatsgalirie, Jerman 16
Gambar ii.8. Wexner Centre, Ohio 16
Gambar ii.9. Seni Grafik 20
Gambar ii.10. Fotografi Arsitektur 20
Gambar ii.11. Sketsa 21
Gambar ii.12. Maket 21
Gambar ii.13. Seni Instalasi 22
Gambar ii.14. Furniture dan Properti 22
Gambar ii.15. Seni Pertunjukkan Film 22
Gambar ii.16. Ruang Pamer berupa Ruang 23
Gambar ii.17. Ruang Pamer Hall 23
Gambar ii.18. Ruang Pamer Koridor 23
Gambar ii.19. Replika 1:1 24
Gambar ii.20. Miniatur Candi Prambanan 25
Gambar ii.21. Miniatur Ruamh Tradisional 25
Gambar ii.22. Enlargement Kursi 25
Gambar ii.23. Peta Yogyakarta 26
Gambar ii.24. 1.Seminar, 2.Pameran Karya, 3.Pameran Foto dan Sketsa, 4.
29
Maket
Gambar ii.25. Pameran Urbanizing World 30
Gambar ii.26. Pameran Architecture for All 31
Gambar ii.27. Selasar Sunaryo Art Space 32
Gambar ii.28. Gallery A 33
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar ii.29. Stone Garden 34


Gambar ii.30. Wing Gallery 34
Gambar ii.31. Gallery B 34
Gambar ii.32. Kopi Selasar 34
Gambar ii.33. Selasar Shop 34
Gambar ii.34. Amphiteater 35
Gambar ii.35. Bamboo House 35
Gambar ii.36. Bale Handap 35
Gambar ii.37. Bale Tonggoh 36
Gambar ii.38. Pustaka Selasar 36
Gambar ii.39. Mushola 36
Gambar ii.40. Area Parkir 37
Gambar ii.41. Denah dan Interior Rumah Seni Cemeti 38
Gambar ii.42. 1.Museum Soekarno, 2.Menuju Museum, 3.Gerbang
39
Museum, 4.Rumah Makam Soekarno
Gambar ii.43. Bangsal dan Gerbang Candi Bentar 39
Gambar ii.44. Patung Bung Karno dan Relief Dinding 41
Gambar ii.45. 3D Siteplan Museum Soekarno 41
Gambar iii.1. Indonesia dan Jaringan Asia 45
Gambar iii.2. Struktur Candi 49
Gambar iii.3. Teknik Konstruksi Dinding Berdaun Ganda 50
Gambar iii.4. Tata Cara Urutan Pembangunan Candi 51
Gambar iii.5. Peta Pengelompokan Candi 51
Gambar iii.6. Candi Gedong Songo dan Candi Badut 52
Gambar iii.7. Candi-candi di Jawa Tengah Selatan 52
Gambar iii.8. Candi Penataran dan Candi Jago 53
Gambar iii.9. Salah Satu Tipe Denah Candi 53
Gambar iii.10. Candi Biara Bahal 1, Padang Lawas, Sumatera 54
Gambar iii.11. Candi pada Masa Klasik Akhir 55
Gambar iii.12. Persebaran Kota-kota Islam Awal di Nusantara 56
Gambar iii.13. Pelabuhan di Lingkungan Banda Aceh 57
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar iii.14. Bentuk Batu Nisan di Beberapa Daerah 58


Gambar iii.15. Masjid yang Mendapat Pengaruh Arsitektur Candi dan
59
Arsitektur Vernakuler
Gambar iii.16. Masjid yang Mendapat Pengaruh India (Arsitektur Moghul) 60
Gambar iii.17. Masjid yang Mendapat Pengaruh Arsitektur Kolonial
60
(Modern Eropa)
Gambar iii.18. Kompleks Kraton Yogyakarta 61
Gambar iii.19. Bekas Istana Ternate (awal abad ke-18) 62
Gambar iii.20. Lokasi Persebaran Austronesia 62
Gambar iii.21. Arsitektur Vernakuler Indonesia yang Menggunakan
63
Tanduk Kerbau dan Atap Pelana
Gambar iii.22. Sebaran Lokasi Arsitektur Vernakuler Indonesia 65
Gambar iii.23. Macam Ragam Arsitektur Vernakuler Indonesia 65
Gambar iii.24. Pembagian Pola Perkampungan 67
Gambar iii.25. Pembagian horizontal Bangunan Vernakuler 68
Gambar iii.26. Tipe Rumah Komunal 69
Gambar iii.27. Penyambungan Tiang dan Balok di Tanah 69
Gambar iii.28. Teknik Konstruksi Rumah Vernakuler 70
Gambar iii.29. Batang Silang X dan V pada Rumah Nias 70
Gambar iii.30. Bangunan Lumbung di Indonesia 70
Gambar iii.31. Upacara Pendirian Bangunan 71
Gambar iii.32. Raga-raga yang digantung di Bawah Atap Rumah Batak
72
Toba
Gambar iii.33. Perwujudan Jagad Kecil dikaitkan dengan Mata Angin 72
Gambar iii.34. Pembagian Jagad Kecil Rumah Batak Toba 73
Gambar iv.1. Struktur Organisasi Galeri Arsitektru Nusantara 84
Gambar v.1. Peta Kabupaten Sleman 90
Gambar v.2. Daerah sepanjang Ringroad Utara 93
Gambar v.3. Site Alternatif 1 93
Gambar v.4. Site Alternatif 2 94
Gambar v.5. Site Alternatif 3 95
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar v.6. Site Terpilih 96


Gambar v.7. Eksisting Site 96
Gambar v.8. Analisa Klimatologi 97
Gambar v.9. Analiosa Pencapaian 98
Gambar v.10. Alternatif jalan keluar-masuk site 98
Gambar v.11. Sirkulasi dalam Site 99
Gambar v.12. Kantong Parkir 100
Gambar v.13. Analisa View 101
Gambar v.14. Analisa Noise 101
Gambar v.15. Tampilan Fisik Bangunan Sekitar 102
Gambar v.16. Analisa Perletakan Vegetasi 104
Gambar v.17. Skema Pola Kegiatan Galeri Arsitektur Nusantara 105
Gambar v.18. Bagan Hubungan Ruang Makro 113
Gambar v.19. Bagan Hubungan Ruang Mikro 115
Gambar v.20. Zonifikasi Kelompok Kegiatan 120
Gambar v.21. Tata Massa pada Denah 125
Gambar v.22. Gubahan Massa Analogi Candi 126
Gambar v.23. Gubahan Massa bangunan Tradisional 126
Gambar v.24. Keadaan terhadap Ancaman Bencana 129
Gambar v.25. Skema Sistem Penyediaan Listrik 131
Gambar v.26. Skema Sistem Penyediaan Telekomunikasi 133
Gambar v.27. Skema Sistem Penyediaan Air Bersih 133
Gambar v.28. Skema Sistem Pengolahan Sanitasi 134
Gambar v.29. Skema Sistem Pengolahan Air Hujan 134
Gambar v.30. Skema Sistem Penyediaan AC 134
Gambar v.31. Skema Sistem Pengolahan Sampah 135
Gambar vi.1. Peta Kabupaten Sleman 136
Gambar vi.2. Daerah sepanjang Ringroad Utara 136
Gambar vi.3. Site Terpilih 137
Gambar vi.4. Eksisting Site 137
Gambar vi.5. Hasil Analisa Klimatologi 138
commit to user
xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar vi.6. Jalan keluar-masuk site 138


Gambar vi.7. Hasil analisa Sirkulasi 139
Gambar vi.8. Kantong Parkir 139
Gambar vi.9. Hasil alternative parkir 139
Gambar vi.10. Hasil Analisa View 140
Gambar vi.11. Hasil Analisa Noise 140
Gambar vi.12. Perletakan Vegetasi 141
Gambar vi.13. Skema Pola Kegiatan Galeri Arsitektur Nusantara 143
Gambar vi.14. Bagan Hubungan Ruang Makro 147
Gambar vi.15. Bagan Hubungan Ruang Mikro 149
Gambar vi.16. Zoning Horizontal 153
Gambar vi.17. Zoning Vertikal bangunan utama dan pendukung 154
Gambar vi.18. Massa Dasar 154
Gambar vi.19. Tata massa 155
Gambar vi.20. Organisasi Massa 155
Gambar vi.21. Tata massa pada Denah 156
Gambar vi.22. Gubahan Massa Bangunan Utama 156
Gambar vi.23. Gubahan Massa Bangunan Pendukung 156
Gambar vi.24. Skema Sistem Penyediaan Listrik 158
Gambar vi.25. Skema Sistem Penyediaan Telekomunikasi 158
Gambar vi.26. Skema Sistem Penyediaan Air Bersih 159
Gambar vi.27. Skema Sistem Pengolahan Sanitasi 159
Gambar vi.28. Skema Sistem Pengolahan Air Hujan 159
Gambar vi.29. Skema Sistem Penyediaan AC 160
Gambar vi.30. Skema Sistem Pengolahan Sampah 160

commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Judul
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta

B. Pemahaman Judul
1. Galeri
sebuah ruang yang digunakan untuk menyajikan hasil karya seni, sebuah
area memajang aktifitas publik, area publik yang kadangkala digunakan
untuk keperluan khusus.1
2. Arsitektur Nusantara
adalah semua karya arsitektur yang ada di Indonesia dan untuk
menampilkan satu ciri tidak dapat digunakan parameter kedaerahan
(dengan memasukkan sisi kultur, religi dan adat istiadat yang spesifik),
tapi dengan menonjolkan ciri arsitektur tropisnya sebagai jiwa atau ciri
dari arsitektur Nusantara.2
3. Yogyakarta
merupakan salah satu kota yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa.
Kota Yogyakarta dan sekitarnya merupakan jangkauan radius pelayanan
galeri yang akan dihadirkan.
Jadi pengertian dari judul adalah sebuah ruang atau gedung yang
digunakan untuk menyajikan hasil karya seni arsitektur di Indonesia serta
sebuah area memajang aktifitas publik yang kadangkala digunakan untuk
keperluan khusus dengan mengangkat potensi-potensi arsitektur nusantara
sebagai wujud galeri ini. Merancang dengan potensi arsitektur nusantara
berarti mencari karakteristik arsitektur dari sebuah wilayah geografis
pulau-pulau yang tidak terbatasi oleh luasnya wilayah satu negara. 3
Secara keseluruhan Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta
diartikan sebagai galeri yang diselenggarakan untuk masyarakat umum

1
Dictionary of Architecture and Construction, 29 Maret 2011
2
Galih W.Pangarsa, Memaknai Kembali Arsitektur Nusantara, Univ. Brawijaya
3 commit
Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler, to user
Tradisional, Nusantara dan Indonesia, ITS
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dari berbagai lapisan masyarakat dengan radius pelayanan yang meliputi


kota Yogyakarta dan sekitarnya.

C. Latar Belakang
1. Melestarikan Arsitektur Nusantara
Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan. Sementara
kebudayaan nusantara berakar pada kebudayaan tradisionalnya, begitupun
arsitektur tradisional juga merupakan akar dari arsitektur nusantara.
Arsitektur tradisional sangat beraneka ragam di Indonesia, seiring dengan
keanekaragaman suku bangsanya.4
Arsitektur nusantara tinggal remah-remah, bahkan nyaris punah.
Sementara itu, kita perlu sadar sepenuhnya, betapa pentingnya identitas
pribadi, baik bagi individu maupun bangsa, karena sudah menjadi kodrat
manusia ia berperan sebagai subjek yang dimintai pertanggungjawaban.
Kebudayaan bukanlah hanya berarti sempit berupa kesenian.
Kebudayaan dalam arti luas adalah pola pikir dan mentalitas suatu
masyarakat. Arsitektur adalah bagian sangat kecil dari padanya. Karena
itu, siapa pun berhak memaknai arsitektur, termasuk dan justru terutama
generasi muda. Karena merekalah yang memiliki masa depan. Memaknai
arsitektur bukan hak mutlak para arsitek. Benarkah bahwa kaum arsitek
lepas dari pertanggung-jawabannya selaku bagian dari anak negeri yang
tengah dikepung bencana ini? Jika tidak benar, lalu apa yang bermanfaat
untuk disumbangkan mereka pada negeri ini?
Hancurnya identitas manusia dan masyarakat serta rusaknya alam
lingkungan nusantara, pengembangan ilmu arsitektur di negeri ini mesti
menanggapinya dengan berupaya menempatkan arsitektur di titik
perimbangan yang adil-bijak. Arsitektur nusantara sebagai peradaban
arsitektur lokal, nasional, regional dan sekaligus mondial. Itu akan tercapai
bila nilai universalitas arsitektur negeri ini ditemu-kenali kembali, lalu
ditumbuh-kembangkan sebagai rerumpunan kebudayaan yang tetap

commit to user
4
www.arsiteka.com 29 Maret 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

majemuk, yang terjagai oleh perangai dan sifat kasih-sayang


masyarakatnya.5
Tidak dapat dipungkiri bahwa suatu wujud arsitektur tradisional dari
suku bangsa tertentu pasti akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat suku bangsa tersebut. Namun demikian, apakah suatu suku
bangsa tertentu akan merasa bangga dengan arsitektur tradisional dari
daerah lain? 6 Bahkan mungkin saja masyarakat di daerah yang satu dengan
yang lain tidak mengenal ataupun mengetahui macam rumah tradisional
yang ada di Indonesia. Tentu perlu adanya upaya untuk melestarikan dan
memperkenalkan berbagai macam rumah tradisional di Indonesia guna
menahan tenggelamnya peradaban arsitektur nusantara.

2. Bentuk Apresiasi terhadap Karya-karya Arsitektur


Secara umum, apresiasi diterjemahkan sebagai penilaian atau
penghargaan terhadap sesuatu. Jadi apresiasi arsitektur berarti penilaian
atau penghargaan terhadap arsitektur. Untuk dapat menilai dan menghargai
arsitektur, tentunya perlu modal pengetahuan yang tidak sederhana.
Ketidak sederhanaan pengetahuan ini setara dengan kerumitan yang
melekat pada arsitektur itu sendiri. Selain ilmu, seseorang yang
berapresiasi dengan arsitektur membutuhkan alat, yaitu segenap indera
yang dimiliki dan paling memungkinkan untuk digunakan dalam menilai
atau menghargai arsitektur.7
Arsitektur merupakan sebuah karya yang dapat diapresiasi manusia.
Agar dapat dibedakan nilainya, arsitektur bahkan perlu untuk diapresiasi
baik secara nyata maupun maya. Sebuah karya arsitektur paling mudah
diapresiasi menggunakan penglihatan dan rabaan kulit, selain itu karya
tersebut juga memiliki dampak dalam menimbulkan suara, bau, suhu,
kelembaban, tekanan udara yang mempengaruhi perasaan tertentu. Jauh
atau dekatnya obyek arsitektur dengan manusia yang mengapresiasi

5
Galih W.Pangarsa, Arsitektur di Negeri Bencana, Univ. Brawijaya
6 commit
Galih W.Pangarsa, Memaknai Kembali Arsitektur to userUniv. Brawijaya
Nusantara,
7
www.architect-news.com 13 maret 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mempengaruhi indera mana yang berperan. Jika obyek tersebut memiliki


jarak yang tidak dapat direkam oleh indera pendengar, pencium dan
peraba, maka indera penglihatlah yang paling dominan dapat
didayagunakan untuk berapresiasi. 8
Akhir-akhir ini cukup banyak diselenggarakannya berbagai macam
sayembara yang berhubungan dengan arsitektur mulai dari sayembara
perencanaan dan desain, sayembara fotografi maupun sayembara tugas
akhir yang akhir-akhir ini sedang banyak dibicarakan. Fenomena ini
membuktikan bahwa arsitektur sedang mulai berkembang. Salah satu yang
sedang disoroti adalah sayembara Tugas Akhir yang merupakan puncak
akademis tertinggi bagi mahasiswa S1 jurusan Arsitektur. Sangat
disayangkan karya-karya yang akan menjadi master pieces ini kurang
mendapatkan wadah yang mampu menampung karya dengan tujuan untuk
diperkenalkan kepada khalayak umum. Padahal seluruh kemampuan
mahasiswa tercurah pada proyek tugas akhir ini, dengan demikian Tugas
Akhir menentukan kualitas calon arsitek masa depan.9

3. Arsitektur merupakan Karya Seni


Keunikan dan nilai seni yang terkandung pada karya-karya arsitektur
tersebut memunculkan pemahaman bahwa karya arsitektur juga dapat
dikategorikan sebagai suatu karya seni karena mengandung unsur
metafora, perumpamaan, keindahaan serta elemen-elemen artistik lainnya.
Di sisi lain, untuk memahami suatu karya arsitektur itu tidak cukup hanya
memahami dari sisi luar bangunan, tetapi juga harus memahami bagaimana
karya arsitektur itu terbentuk, dengan kata lain kita harus memahami dari
segi ilmiahnya juga barulah kita dapat memahami karya tersebut.10
Dari sebuah buku pula didapatkan sebuah kalimat yang semakin
meyakinkan bahwa karya arsitektur juga merupakan sebuah karya seni,
Architecture as a fne art has nothing to do with arts of expression... The

8
www.iai-jateng.web.id 13 Maret 2011
9 commit
Kompetisi Tugas Akhir Mahasiswa Arsitektur Tingkatto user
Jawa Tengah 2009
10
TGA Rachardian Hadiwibowo Galeri Arsitektur Jakarta UNDIP 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

business of buildings is not to tell tales about the world or of humanity,


or of technology 11
Sedangkan paham Vitruviuspun berujar, "Arsitektur adalah ilmu yang
timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan proses belajar:
dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni". 12
Selayaknya sebuah karya seni arsitektur yang setara dengan karya seni
lainnya seperti karya seni lukis, ukir, maupun patung yang telah banyak
mendapat perhatian dan wadah khusus, tentu karya arsitektur sangat perlu
diwadahi pula. Cukup banyak karya arsitektur nusantara hingga dunia yang
layak untuk dipamerkan dan diketahui lebih jauh oleh masyarakat pada
umumnya dan mahasiswa arsitektur pada khususnya.

4. Arsitektur terus Berkembang


Perkembangan yang terus menerus ini telah membawa karya arsitektur
ke arah modern, dengan gaya yang semakin beragam dan ditunjang dengan
perkembangan teknologi, hasil yang ditampilkan semakin unik dan
beragam. Hal ini juga tidak lepas dari dorongan kebutuhan masyarakat
akan sesuatu yang berbeda sehingga mampu meningkatkan kreatifitas para
arsitektur dalam merancang suatu karya. Perkembangan teknologi rancang
bangun juga memungkinkan para arsitek mengeksplorasi lebih jauh
karyanya sehingga tiap bangunan memiliki keunikan dan ciri khas yang
yang menjadi ikon bagi lingkungan sekitarnya. Meskipun tidak memiliki
nilai historis yang tinggi seperti karya arsitektur pada masa lalu, tetapi
karya-karya arsitektur pada masa ini tetap memiliki nilai seni dan
kreatifitas yang tinggi sebagai cerminan perkembangan pemahaman
teknologi dan ideologi pada masa itu.13
Melihat fenomena di atas, maka timbul pemikiran perlu adanya suatu
wadah atau lembaga yang dapat digunakan sebagai tempat untuk
melestarikan, menjaga, mendokumentasikan dan mengkomunikasikan

11
Rusell Sturgis, Address, in American Architect and building news, 1890
12
www.forumdesain.com 13 Maret 2011 commit to user
13
TGA Rachardian Hadiwibowo Galeri Arsitektur Jakarta UNDIP 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

karya arsitektur yang ada. Sarana tersebut haruslah edukatif, karena


sebagai salah satu produk yang terbentuk dari hasil pemikiran dan logika
ilmiah, maka harus dapat mengkomunikasikan hal tersebut dengan baik
sehingga bagi orang yang meninjau dapat memahami karya arsitektur
secara lebih mendalam.
Di sisi lain karena arsitektur juga memiliki nilai seni maka sarana itu
juga harus bersifat rekreatif dan menyenangkan, agar dapat menarik minat
masyarakat untuk datang serta menunjang kemampuan pengamatan dan
daya imajinasi bagi yang melihatnya.
Berdasarkan pemikiran di atas maka konsep berupa sebuah galeri dirasa
tepat untuk mengomunikasikan suatu karya arsitektur. Sebuah galeri,
seperti juga museum memiliki nilai edukatif, namun tidak terlalu intens
seperti museum, sehingga pengunjung serta kegiatan-kegiatan lain yang
terkait dapat dilakukan dengan lebih fleksibel.
Diharapkan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta ini selain
sebagai sarana untuk melestarikan, menjaga, mendokumentasikan dan
mengkomunikasikan karya arsitektur, juga dapat mendorong ketertarikan
masyrakat terhadap dunia arsitektur sehingga masyarakat dapat memahami
pentingnya menjaga karya-karya arsitektur yang ada.

D. Permasalahan dan Persoalan


1. Permasalahan
Merancang dan mendesain suatu bangunan Galeri Arsitektur Nusantara
di Yogyakarta dengan mengangkat potensi-potensi arsitektur nusantara
yaitu dengan mengambil ciri khas umum sebagai wujud galeri ini.

2. Persoalan
a) Menentukan site yang strategis dan sesuai untuk penempatan Galeri
Arsitektur Nusantara di Yogyakarta menurut peraturan tata ruang kota
dari pemerintah daerah tentang Rencana Tata Guna Tanah yang
difungsikan sebagai fungsi pendidikan yang bersifat rekreatif
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b) Menentukan macam ruang, besaran ruang, serta organisasi ruang


sebagai pola tata ruang yang mendukung mekanisme kegiatan,
pengelola serta pengunjung
c) Menampilkan bangunan Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta
yang dapat mencerminkan kegiatan di dalamnya dan kesesuaian dengan
lingkungan sekitarnya

E. Tujuan dan Sasaran


1. Tujuan
a) Menyusun konsep perencanaan dan perancangan fisik bangunan Galeri
Arsitektur Nusantara di Yogyakarta sebagai tempat untuk mewadahi
hasil karya arsitektur serta yang berhubungan dengan arsitektur.
b) Menciptakan suasana yang nyaman untuk kegiatan pameran dan
penunjang

2. Sasaran
Mewujudkan Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta dengan
pendekatan:
a) Menentukan site yang tepat untuk mendukung pengembangan kegiatan
pameran
b) Menentukan pola tata ruang yang mendukung mekanisme kegiatan
pameran yaitu macam, besaran, dan kegiatan ruang
c) Menampilkan bentuk Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang
sesuai dengan fungsi bangunan dan lingkungannya

F. Batasan dan Lingkup Pembahasan


1. Batasan
Pembahasan dibatasi pada lingkup disiplin ilmu arsitektur, serta
pembahasan dari disiplin ilmu lainnya antara lain ilmu sosial budaya, ilmu
sejarah, dan ilmu agama bila terkait dengan ilmu arsitektur dan diperlukan
dalam pembahasan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Lingkup Pembahasan
Pembahasan ditekankan dalam lingkup mengangkat potensi-potensi
asitektur nusantara pada visualisasi bangunan galeri untuk menentukan
konsep perancangan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta.

G. Metode Pembahasan
1. Metode Penemuan Masalah
Penemuan masalah berdasarkan realita yang ditemukan di lapangan
yang diutarakan responden seperti sulitnya mencari informasi mengenai
konsultan dan komunitas arsitektur yang ada, kurangnya fasilitas yang ada
untuk mewadahi aktifitas pengembangan, padahal animo masyarakat
terutama mahasiswa arsitektur yang cukup tinggi.

2. Metode mencari data


Dalam mencari data yang dibutuhkan, dilakukan beberapa cara yaitu:
a) Survey lapangan
Metode yang dilakukan dengan mendatangi dan melihat tempat-tempat
yang dapat memberikan informasi mengenai data-data yang
dibutuhkan. Seperti data mengenai jumlah universitas yang memiliki
jurusan Arsitektur di Yogyakarta, biro konsultan dan komunitas
arsitektur yang ada di Yogyakarta, peminat karya seni arsitektur di
Yogyakarta, dan mengenai data lokasi site.
b) Wawancara
Metode yang dilakukan dengan cara diskusi, bertukar pikiran dan
mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan data yang
dibutuhkan. Wawancara dilakukan dengan praktisi, pakar, pelaku
bisnis dengan obyek pameran Arsitektur . Hal ini penting dilakukan
mengingat data yang didapat harus di cross check dengan realita.
Macam data yang dikumpulkan dengan metode ini seperti event-event
yang melibatkan karya arsitektur, perkembangan peminat dan jenis
karya arsitektur serta komunitas-komunitas arsitektur di Yogyakarta,
commit to user
keadaan dan standar pameran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

c) Literatur
Metode yang dilakukan dengan membaca buku-buku, tugas akhir yang
berhubungan dengan judul, dan pencarian dari situs-situs internet
sesuai batasan dan lingkup pembahasan untuk mendapatkan referensi
berupa teori-teori seperti standar ukuran peruangan dan karakter ruang
pamer, sejarah perkembangan arsitektur nusantara hingga arsitektur
masa kini, jenis-jenis media pamer yang berhubungan dengan karya
arsitektur, data kota Yogyakarta, event-event yang melibatkan karya
arsitektur, banyaknya universitas yang memiliki jurusan Arsitektur di
Yogyakarta, perkembangan jenis dan peminat arsitektur serta
komunitas-komunitas arsitektur di Yogyakarta, penggabungan dalam
lingkup arsitektur dan budaya.

3. Metode pengolahan data


Mengolah data yang ada sehingga mempermudah pemecahan masalah
dengan mengidentifikasi data yang diperoleh, mengklasifikasi data,
menyusun data secara sistematis, menganalisa data, dan mengaitkan data
satu dengan yang lain untuk menunjang pembahasan tentang Galeri
Arsitektur Nusantara di Yogyakarta.

4. Metode pemecahan masalah


Menganalisa dengan cara mencocokkan teori yang ada dengan eksisting
kemudian menghasilkan alternatif penyelesaian masalah. Kemudian
dipilih hasil analisa sebagai pemecahan masalah berdasarkan pedoman dan
standar perancangan sehingga menghasilkan konsep perancangan Galeri
Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang sesuai.

5. Metode penulisan
Menuliskan konsep perancangan Galeri Arsitektur Nusantara di
Yogyakarta secara sistematis berupa deskripsi yang disertai dengan
gambar maupun chart sebagai penunjang visualisasi deskripsi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

10

H. Sistematika dan Kerangka Penulisan


Tahap I
Mengungkapkan permasalahan dan persoalan dari latar belakang untuk
mendapatkan tujuan dan sasaran yang akan dicapai, mengungkapkan batasan,
lingkup pembahasan dan metode pembahasan yang digunakan serta
sistematika penulisannya.
Tahap II
Mengungkapkan tinjauan galeri seni, tinjauan arsitektur nusantara yang
akan diwadahi, keberadaan Yogyakarta dan minat masyarakat Yogyakarta
akan karya arsitektur, geleri seni yang sudah ada di Yogyakarta, tinjauan
lokasi, studi banding bangunan sejenis galeri.
Tahap III
Mengungkapkan tinjauan mengenai potensi arsitektur nusantara, hubungan
antara arsitektur dan budaya, tinjauan penggabungan dan perwujudannya
menjadi langgam arsitektur dalam wujud fisik.
Tahap IV
Deskripsi Galeri Arsitektur Nusantara yang akan direncanakan di
Yogyakarta meliputi pengertian dan fungsi, visi dan misi, status kepemilikan,
lingkup kegiatan, karya terwadahi, sasaran pengguna, frekuensi kegiatan dan
fasilitas-fasilitas yang ada dalam bangunan galeri tersebut.
Tahap V
Mengungkapkan alternatif-alternatif kebutuhan peruangan yang terdapat
dalam bangunan galeri meliputi aktivitas dan fasilitas, kebutuhan ruang,
besaran ruang, pola hubungan ruang, utilitas bangunan dan sistem struktur
yang digunakan sebagai referensi untuk perwujudan bangunan galeri arsitektur
nusantara di Yogyakarta dengan tampilan fisik yang merepresentasikan
perpaduan potensi-potensi arsitektur nusantara.
Tahap VI
Konsep perancangan dari Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta
dengan dengan tampilan fisik yang merepresentasikan perpaduan karakter
arsitektur nusantara sebagai hasil analisa yang dilakukan dan merupakan
commit to user
pemecahan dari permasalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN GALERI SENI
DAN KOTA YOGYAKARTA SEBAGAI LOKASI TERPILIH

A. Galeri Seni
1. Pemahaman Galeri
Galeri diartikan sebagai ruangan, rangkaian ruangan atau bangunan
yang disediakan untuk memamerkan dan juga menjual karya seni (Stein &
Urdang, 1967:173), yang dimaksud dengan karya seni disini adalah karya-
karya arsitektur.
Sebagai ruang pamer dapat berupa museum, galeri atau showroom. Bila
museum khusus hanya memajang tanpa menjual, di showroom obyek
dipajang untuk dijual karena fungsi komersial adalah yang paling utama.
Dapat dikatakan bahwa galeri merupakan perpaduan antara museum dan
showroom, di mana kaya seni yang dipamerkan dapat dibeli.1

2. Sejarah Galeri
Galeri pada awalnya adalah bagian dari museum yang berfungsi sebagai
ruang pamer. Robillard (1982) membagi ruang publik pada museum
menjadi empat bagian, yaitu: entrance hall, jalur sirkulasi, galeri dan
lounge (ruang duduk).
Galeri adalah ruang utama dan paling penting dalam suatu bentuk
pameran karena galeri berfungsi mewadahi karya-karya seni yang
dipamerkan. Pada perkembangannya, galeri kemudian berdiri sendiri,
menjadi institusi tersendiri dan terlepas dari keberadaan museum. Fungsi
dari galeri tetap merupakan tempat untuk pameran tetapi mengalami
perkembangan, bukan hanya sekedar sebagai tempat untuk memajang
namun juga sebagai ruang untuk menjual karya seni.
Pada tahun 1950, para seniman Avan Garde dan neo-Dada
meruntuhkan kesakralan galeri dengan menjadikannya sebagai ruang

1 commit to user
http://digilib.petra.ac.id/ 3 oktober 2011
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

12

publik barang seni. Galeri dan museum pada masa neo-Dada tidak lagi
menjadi media seni bagi barang elit tetapi juga seni pemberontakan. Neo-
Dada menyerang ekslisivisme dari galeri dan museum dengan
mendudukinya dan membuat batasan baru pada galeri dan museum, yaitu
sebagai media dari seni yang terbuka (Barbara Rose, 1974), Slogan Lart
pour lart (seni untuk seni) bergeser kepada Lart pour lepublic (seni
untuk publik). Seni tidak menjadi suatu kawasan elit, di mana semua orang
bisa dan berhak untuk membuat dan menghasilkan karya seni. Seni untuk
publik dipelopori oleh Joseph Beuys yang memajang seni pemberontakan
di sebuah galeri. Karya seni yang berupa Jambang Putih dianggap sebagai
karya seni instalasi pertama dan sekaligus menjadikan galeri sebagai ruang
publik segala bentuk apresiasi seni.

3. Perkembangan Fungsi Galeri


Perkembangan galeri seni dapat dilihat bahwa fungsi awalnya adalah
memamerkan hasil karya seni agar dapat dikenal oleh masyarakat (sebelum
itu koleksi-koleksi seni hanya sebagai dekorasi ruang saja atau media bagi
seni elit). Dengan demikian terlihat adanya usaha:
a) mengumpulkan hasil-hasil karya seni sebagai koleksi
b) memamerkan hasil-hasil karya seni agar dikenal masyarakat
c) memelihara hasil-hasil karya seni agar tidak rusak (bersifat memelihara
atau konservasi)
Terjemahan dari fungsi baru yang terjadi adalah sebagai berikut:
a) Sebagai tempat mengumpulkan karya seni, yaitu dengan melakukan
penyimpanan karya seni pada ruang penyimpanan yang pada akhirnya
dapat dipamerkan kembali. Sebagai contoh karya-karya seni rupa
koleksi Galeri Nasional Indonesia yang sebagian besar ditempatkan di
ruang penyimpanan (storage) yang sudah memenuhi persyaratan
penyimpanan karya seni rupa karena ruang penyimpanan tersebut sudah
dilengkapi dengan fasilitas mesin penyejuk ruang, alat pengatur suhu
udara, lemari kayu, panel geser dan panel kayu, serta dilengkapi juga
commit to user
dengan alarm system sebagai sarana pengamanannya. Begitu pula
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

13

dengan penyimpanan karya arsitektur berupa maket, standar


penyimpanan mengacu pada persyaratan penyimpanan karya seni rupa.

Gambar ii.1. Pengumpulan Karya Seni


Sumber. http://www.galeri-nasional.or.id/galeri-
nasional/data/upimages/collecting1.gif 3 Oktober 2011

b) Sebagai tempat memamerkan hasil karya seni agar dikenal masyarakat.


Ini merupakan fungsi utama sebuah galeri, sehingga pada umumnya
ruang digunakan sebagai tempat memamerkan karya seni. Ruang-ruang
di desain memiliki bentuk yang menarik baik dari segi pencahayaan
yang menggunakan lampu-lampu spot, warna dinding yang kontras
dengan karya seni yang akan dipamerkan sehingga membuat karya seni
tersebut menjadi point of interest

Gambar ii.2. Pameran Karya Maket


Sumber.http://2.bp.blogspot.com/_65R0rK15t30/TUm8x8wl0jI/AAAAAA
AAAHU/yK_EqG1rwJs/s1600/100_0756.jpg 3 Oktober 2011

c) Sebagai tempat memelihara karya seni agar tidak rusak. Ruang yang
digunakan untuk memelihara karya seni ini biasa disebut dengan ruang
restorasi-konservasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

14

Gambar ii.3. Pemeliharaan Karya Seni


Sumber. http://suci-senikarya.blogspot.com/2010/01/perawatan-
karya-seni-rupa-lukisan.html 3 Oktober 2011

d) Sebagai tempat mengajak atau mendorong atau meningkatka apresiasi


masyarakat terhadap karya seni yang dipamerkan tersebut memiliki
sebuah arti yang ingin disampaikan oleh para seniman kepada
masyarakat sehingga masyarakat dapat mengapresiasi karya-karya seni
yang dipamerkan. Ruang-ruang yang digunakan merupakan ruang
pameran untuk karya seni.

Gambar ii.4. Apresiasi Karya Maket


Sumber. http://euro.okezone.com/images-
data/photo/2009/05/09/1/2841/image0.jpg 3 Oktober 2011

e) Sebagai tempat transaksi jual beli merupakan salah satu kegiatan utama
pada galeri. Karya seni yang dipamerkan dalam kegiatan ini bersifat
karya seni komersial berupa furniture, fotografi dengan obyek arsitektur

commit to user
Gambar ii.5. Transaksi jual beli produk
Sumber. http://v-images2.antarafoto.com/gpr/1257851518/peristiwa-
pameran-furniture-18.jpg 3 Oktober 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

15

Pada hakekatnya galeri seni berfungsi sebagai servis bagi publik. Servis
pelayanan ini menunjukkan aktivitas utama yang mempengaruhi sifat dan
yang menjadi dasar falsafahnya. Servis dimaksudkan dengan memberikan
pelayanan bagi kepuasan public sebagai kelompok social maupun individu
ataupun masyarakat umum. Oleh sebab itu servis harus memenuhi:
a) Kepuasan fisik: merupakan kepuasan yang dicapai melalui panca indera
yaitu penglihatan, perasaan, dan peraba
b) Kepuasan psikis: merupakan kepuasan jiwa sebagai reaksi pada suasana
dan kesan dari bangunan dan pelayanan yang diberikan baik oleh
pengelola atau pegawai maupun materi seninya.

4. Tipe Galeri
a) Tipe Shrine

Gambar ii.6. National Gallery, London


Sumber.
http://www.bookingonlinetravel.net/wp-
content/uploads/2011/02/london_guide_
national_gallery.jpg 3 Oktober 2011

Galeri tipe ini menempatkan seni di atas banyak hal lain. Koleksinya
sangat terpilih, di tata pada ruang yang memungkinkan pengunjung
melakukan kontemplasi. Kasus perluasan National Gallery di London
yang menganulir juara kompetisi perancangan akibat program ruang
yang direncanakan telah mengakomodasi secara signifikan. Peran
fasilitas komersial di dalamnya untuk menunjang pembiayaan galeri
menunjukkan betapa tegarnya galeri tipe ini memisahkan dari kegiatan
yang tidak berhubungan langsung dengan seni. Nilai koleksi dan
penghargaan terhadap seni pada galeri ini sangatlah tinggi.
b) Tipe Warehouse
Galeri ini mewadahi berbagai koleksi yang bernilai, sedemikian
beragamnya koleksi ini sehingga wadahnyapun memiliki fleksibilitas
commit to user
yang tinggi untuk menanggapi perubahan dan perkembangan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

16

dinamis. Contoh dari bangunan tipe warehouse adalah Pompi dou


Centre di Paris, Perancis. Pengabdian diri pada kefleksibelan dalam
galeri ini tercipta dalam bentuk dan artikulasi arsitekturnya. Segala
fungsi selain fungsi pameran dialokasikan di luar untuk memperolah
ruang dalam yang bebas dan karenanya mampu menjawab tuntutan
fleksibilitas tersebut. Tipe galeri ini sangat populer dalam berbagai
bentuk dan strategi perancangan arsitektur.
c) Tipe Cultural Shopping Mall

Gambar ii.7. Neue Staatsgalerie, Jerman


Sumber. http://www.architecturememe.com/wp-
content/plugins/rss-
poster/cache/71e2b_1301844710-staatsgalerie-
flickr-user-pov-steve-528x396.jpg 3 Oktober 2011

Strategi pemasaran galeri telah membaurkan distingsi mengenai seni dan


komersial, antara lain melalui maraknya aktivitas komersial dalam galeri
dengan bentuk yang elaborate. Strategi pameranpun tidak terbatas pada
display melainkan juga memberi takanan pada penjualan cinderamata
yang lebih beragam ketimbang sekedar poster, kartu pos, dan katalog
seperti halnya shopping mall memperluas layanan pemasaran lewat
fasilitas gedung bioskop, pameran seni, ataupun konser-konser. Tipe
baru galeri ini bahkan mencakup fasilitas-fasilitas seperti restoran,
auditorium sampai gedung teater. Dalam hal ini galeri dan mall
mempunyai satu kesamaan aktivitas utamanya adalah mendorong
pemasukan melalui konsumsi termasuk ke dalam tipe galeri ini adalah
Neue Staatsgalerie, Jerman karya James Starling Michael Wilford and
Associateds, 1984
d) Tipe Spectacle

commit to user
Gambar ii.8. Wexner Centre, Ohio
Sumber.http://www.rootsweb.ancestry.com/~ohfra
nkl/Franklin/Pics/1.jpg 3 Oktober 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

17

Kurt Foster mengidentifikasikan tipe galeri yang tidak lazim. Tipe


baru galeri ini mendorong pengunjung untuk menikmati pengalaman
estetik justru karena arsitektur bangunan galeri itu sendiri.
Arsitektur pada tipe galeri ini diorganisasikan untuk mencapai
pengharaagn dan kebanggan pada seni sama seperti yang terjadi pada
tipe galeri shrine yang mengharap pengalaman estetik lebih pada
pengamat yang bercitra tinggi. Namun secara tipikal sesungguhnya
galeri ini juga seperti galeri yang bertipe cultural shopping mall. Gallery
as Spectacle mengharap audiens yang melek artistik, hingga definisi
estetika bahkan dapat diperluas dari sebelumnya. Termasuk di dalam
tipe ini adalah Wexner Centre, karya Peter Einseman di Ohio, 1990.
merupakan sebuah galeri yang lebih kepada tempat pameran dan
pertunjukkan yang sangat luas untuk berbagai kegiatan pertunjukkan
film atau video, teater dan pertunjukkan seni lainnya beserta
perlengkapan pendukungnya. Galeri ini memiliki berbagai fasilitas
seperti gedung teater, ruang pertunjukkan, concert hall, auditorium,
perpustakaan seni, perpustakaan dan penelitian tempat kartun, lobby,
retail atau toko perhiasan, aksesoris, buku-buku seni dan cafe.

5. Macam Galeri Seni


Sebenarnya belum ada klasifikasi yang jelas mengenai macam-macam
galeri seni terlebih akan materi khusus yang dipublikasikan, akan tetapi
dengan pendekatan bentuk, sifat dan isinya yang menonjol, maka akan
digolongkan sebagai berikut:
a) Galeri seni berdasarkan bentuk
1) Traditional art gallery yaitu suatu galeri yang aktivitasnya
diselenggarakan pada selasar-selasar atau lorong-lorong panjang.
Walaupun bentuk galeri ini tradisional namun belum tentu juga karya
yang dipamerkan berupa karya-karya yang dinilai kuno sehingga
berkesan tradisional
2) Modern art gallery yaitu suatu galeri dengan perencanaan ruang
commit to user
secara modern atau merupakan kompleks bangunan. Kompleks
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

18

bangunan ini biasanya terdiri dari beberapa ruang pameran. Sebagai


contoh adalah Galeri Nasional Indonesia yang memiliki beberapa
massa bangunan dengan fungsi sebagai ruang pameran dan kegiatan
pendukung lainnya. Karya-karya seni yang dipamerkan pada modern
art gallery biasanya adalah sebuah karya seni yang modern atau
kontemporer. Sehingga hal ini sesuai dengan perencanaan ruang.

b) Galeri seni berdasarkan sifat kepemilikan


1) Privat art gallery merupakan suatu galeri milik perseorangan atau
sekelompok orang. Pada galeri ini biasanya karya-karya yang
dipamerkan adalah karya pemiliki galeri ini sendiri yang juga
merupakan seorang seniman. Seniman ini sudah tentu adalah seorang
seiman terkenal sehingga mereka berani untuk membuka galeri karya
mereka sendiri tanpa takut galeri tersebut akan dikunjungi banyak
orang atau tidak karena setiap orang memiliki pandangan tersendiri
terhadap karya mereka. Pemilik lain privat galeri ini biasanya
merupakan sebuah institusi dimana karya-karya yang dipamerkan
berasal dari institusi itu sendiri.
2) Public art gallery yaitu suatu galeri yang merupakan milik
pemerintah dan terbuka untuk umum. Karya-karya yang dipamerkan
pada galeri ini bermacam-macam sesuai dengan keinginan seniman.
Sehingga karya yang dipamerkan biasanya sesuai dengan kondisi
atau trend pada saat itu. Pengguna dari galeri ini dari berbagai macam
seniman baik muda ataupun tua serta dengan berbagai macam bentuk
aliran yang dianutnya.

c) Galeri seni berdasarkan isi atau materi seni


1) Gallery of primitive art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan
aktivitas dibidang seni primitive. Hal ini biasanya untuk
mempertahankan budaya suatu bangsa yang muncul ketika zaman
prasejarah hingga dikenal sampai luar negeri. Kebudayaan ini
commit to user
mungkin menjadi sesuatu yang menarik dikalangan pecinta seni dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

19

luar dan dalam negeri. Bentuk seni ini masih natural dan belum
terjamah dari luar pada saat budaya tersebut dulu ada.
2) Gallery of classic art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan
aktivitas dibidang seni klasik. Seni ini menggambarkan bentuk-
bentuk budaya tradisional di suatu bangsa.
3) Gallery of modern art yaitu suatu galeri yang menyelenggarakan
aktivitas dibidang seni modern. Dalam seni modern, bentuk karya
seni yang dipamerkan biasanya mengandung maksud atau arti yang
mengkritik sesuatu baik itu budaya, social, ataupun politik suatu
bangsa sehingga karya seni ini pasti sejalan beriringan dengan
perkembangan jaman atau bisa disebut dengan karya seni kekinian.
Dengan adanya karya ini seseorang dapat mengerti tujuan dari karya
ini dibuat.
Berdasarkan macam seni yang disajikan beberapa galeri (yang
sudah umum) biasanya merupakan galeri seni terwujud (2D atau 3D)
dengan berbagai macam karya seni.

6. Lingkup Kegiatan Galeri


Ada beberapa penggolongan kegiatan yang biasa di jumpai pada galeri seni
antara lain:
a) Kegiatan rekerasional
Pameran sebagai alternatif tujuan rekreasi yang mendidik bagi
masyarakat, diadakan secara rutin dan manjadi kegiatan utama yang
bertujuan untuk memperkenalkan dan menjual hasil karya seni
b) Kegiatan pendidikan
1) Diikuti oleh masyarakat umum peminat seni atau para arsitek muda
lewat kursus pendalaman seni arsitektur
2) Para pengamat seni arsitektur yang ingin melakukan studi baik
secara teori maupun praktek
3) Pengadaan seminar, acara diskusi, studi literatur melalui
perpustakaan maupun dunia maya yang menunjang perkembangan
commit to user
seni arsitektur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

20

4) Eksperimen yang dapat dilakukan di workshop atau studio yang


disediakan setelah menambah wawasan melalui studio demi
memantapkan ide-ide baru para arsitek muda
c) Kegiatan Pendukung
Kegiatan yang mendukung saat akan pembukaan sebuah pameran galeri
seperti art performance.

7. Macam Seni dalam Arsitektur


Seperti halnya seni secara umum, seni dalam bidang arsitektur dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu seni rupa (baik 2 dimensi
maupun 3 dimensi) dan seni pertunjukkan
a) Seni Rupa 2 Dimensi
1) Seni Grafik

Gambar ii.9. Seni Grafik


Sumber.http://www.hgd.com/gallery/images_gallery/art_
deco_lady_silver_250.jpg 3 Oktober 2011

Seni membuat gambar 2 dimensi dengan alat cetak (klise). Seorang


pencipta dapat memasukkan unsur-unsur estetis dalam karyanya.
Representasi dapat melalui poster-poster yang berisi imbuhan atau
kritik arsitektur.2
2) Seni Fotografi Arsitektur
Seni yang menggunakan alat sebuah kamera
yang digunakan untuk mencari karya arsitektur
yang unik, indah maupun kontroversial. Obyek
utama yang diambil tentu saja adalah obyek
bangunan.3
Gambar ii.10. Fotografi Arsitektur
Sumber. http://photos.ibibo.com/photo/7014774/art-
wall-photography-architecture 3 Oktober 2011

2 commitUNS,
TGA Tomy Arief, Galeri Seni Urban di Yogyakarta, to user
Surakarta, 2010
3
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

21

3) Sketsa

Gambar ii.11. Sketsa


Sumber.http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/ra
ziq_hasan/files/2007/07/gambar-rumah.jpg 3
Oktober 2011

Secara umum dapat juga diartikan sebagai seni gambar atau lukis dan
memiliki pemahaman sebagai cakupan visual ekspresi seseorang.4
Secara lebih jelas dapat disebutkan bahwa seni lukis adalah
penggunaan garis, warna, tekstur, ruang dan bentuk pada suatu
bidang 2 dimensional yang disusun sedemikian rupa sehingga
terbentuk sebuah harmoni. Hal ini bertujuan untuk menciptakan suatu
image yang merupakan pengungkapan pengalaman artistik serta
pengekspresian ide-ide dan emosional. Media yang biasa digunakan
adalah kertas serta menggunakan alat tulis maupun pensil warna atau
pewarna apapun. Pesan yang ingin disampaikan bisa seperti
penggambaran sebuah bentuk bangunan, penyampaian suasana
sebuah sketsa bangunan maupun kritik mengenai arsitektur.5
b) Seni Rupa 3 Dimensi
1) Maket
Maket adalah sebuah alat mempermudah orang awam mengenali
dan mengerti apa yang dimaksud oleh para arsitek lewat setiap
karyanya, dimana setiap orang dapat melihat dan merasakan secara
langsung sebuah bangunan dalam bentuk ukuran mini, dengan ukuran
terskala yang presisi tinggi. 6

Gambar ii.12. Maket


Sumber. http://skalaindonesia.com/node/256
3 Oktober 2011

4
TGA Tomy Arief, Galeri Seni Urban di Yogyakarta, UNS, Surakarta, 2010
5
Ibid commit to user
6
http://maket.inilahkita.com/ maret 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

22

2) Seni Instalasi

Gambar ii.13. Seni instalasi


Sumber.http://1.bp.blogspot.com/_b5lABnOqz4s/SJkpU28mUOI/AAAAAAAAC
t8/O8NXutMcQhQ/s400/chilean%20rural%20puzzle4.jpg 3 Oktober 2011

Merupakan seni 3 dimensi, dimana pada karya-karya instalasi ini


memiliki maksud yang ingin disampaikan oleh pencipta walaupun
dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang. Seni instalasi adalah
seni yang memasang, menyatukan dan mengkonstruksi sejumlah
benda yang dianggap bisa merujuk pada suatu konteks kesadaran
makna tertentu. Sebagai turunan seni rupa yang bersifat kontemporer,
seni jenis ini memiliki keterkaitan erat dengan dunia arsitektur.
Dengan sifatnya yang abstrak, instalasi bahkan mampu menciptakan
identitas sebuah ruangan. 7
3) Furniture dan Properti

Gambar ii.14. Furniture dan Properti


Sumber. http://bisnis-
jabar.com/show_image_NpAdvSinglePhoto.php?filename=/2011/05/060511-AJB-
BISNIS-02-FURNITUREb.jpg 3 Oktober 2011

c) Seni Pertunjukan Film

Gambar ii.15. Seni Pertunjukkan Film


Sumber.http://bisnisukm.com/wp-
content/uploads/2010/01/Bioskop-mini1.jpg
3 Oktober 2011
7 commit to
Seni-Instalasi-Merdeka-Untuk-Merdesa-1103-id.html user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

23

8. Ruang Pamer8
a) Model Ruang Pamer
Menurut bentuk ataupun kebutuhan dan perkembangan yang ada pada
ruang pamer dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1) Ruang Pamer berupa ruang-ruang

Gambar ii.16. Ruang Pamer berupa Ruang


Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_V7kM3Yd-
i0c/TC4EKPuAE8I/AAAAAAAAAeI/QuSfAhOI2oQ/
s400/20090731100109Ruang%20sejarah%201.png
3 Oktober 2011
Susunan ruang terdiri dari rangkaian kamar-kamar terbuka yang
saling bersebelahan, dengan masing-masing mempunyai tema
sendiri-sendiri sesuai dengan urutan periodesasi koleksi
2) Berupa hall

Gambar ii.17. Ruang pamer Hall


Sumber : http://www.asianafrican-
museum.org/images/Ruang_pameran.jpg
3Oktober 2011
Merupakan susunan ruang cukup luas dan merupakan salah satu
bentuk tertua serta banyak dijumpai pada museum yang bercorak
lama seperti renaissance dan romawi.
3) Koridor sebagai ruang pamer

Gambar ii.18. Ruang pamer koridor


Sumber : http://1.bp.blogspot.com/_FIifMQ--
TMw/TO3miL42pjI/AAAAAAAAAVc/SYbJjyxrD
Ds/s1600/mus3.jpg 3 Oktober 2011

Bentuk lain dari ruang pamer yang berfungsi sebagai ruang meski
tidak bisa disebut ruang karena pada awalnya hanya sebagai
sirkulasi antar ruang.
commit to user
8
Hatmadhi SP, Rhengo. 2008. Museum Wayang di Surakarta. UNS. Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

24

b) Teknik Pameran
1) Berdasar Obyek
a. Teknik dasar untuk memamerkan dibagi dalam 3 jenis:
Open (meletakkan seluruh koleksi galeri pada ruang pamer)
Selective Display (menampilkan sebagian koleksi galeri)
Thematic Grouping (menampilkan dalam topik tertentu)
b. Bentuk dalam memameran adalah sebagai berikut:
Unsecured Object, cara ini diterapkan untuk benda-benda
yang tidak butuh peragaan dan pengamanan khusus
Fastened Object, dengan cara mengikat benda-benda agar
tidak berpindah tempat
Enclose Object, benda-benda yang dipamerkan dilindungi
dengan pagar atau kaca
Hanging Object, benda-benda yang dipamerkan dengan cara
digantung
Animed Object, benda koleksi yang dipamerkan berupa
atraksi yang akan menarik pengunjung
Diorama, benda koleksi yang dipamerkan melalui tiruan
miniatur atau seukuran benda aslinya
Recreated strees and villages, penyajian dengan
menggunakan artefak-artefak seperti aslinya untuk
menggambarkansejarah aslinya.
2) Teknik Panel
Panel berfungsi dalam membantu mempresentasikan benda-benda
yang dipamerkan
3) Teknik model
a. Suatu tiruan benda asli dengan skala 1:1

Gambar ii.19. Replika 1:1


Sumber:http://blog.firstari.com/i
commit to user mages/chicago_fieldmuseum8.jpg
3 Oktober 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

25

b. Miniatur, suatu tiruan benda asli dengan ukuran lebih kecil

Gambar ii.20. Miniatur candi Prambanan


Sumber:http://tjokrosuharto.com/catalog/i
mages/sepuhan/miniatur/emg-018-
19x19x20.jpg 3 Oktober 2011

Gambar ii.21. Miniatur Rumah Tradisional


Sumberz: http://www.tembi.org/museum-
prev/images/candrakiranan/candrakiranan
3.jpg 3 Oktober 2011

c. Enlargement, suatu tiruan benda asli dengan ukuran lebih besar

Gambar ii.22. Enlargement kursi


Sumber:http://i.telegraph.co.uk/telegraph/
multimedia/archive/00979/giant-chair-
460_979899c.jpg 3 Oktober 2011

4) Teknik Simulasi
Bertujuan untuk mengajak pengunjung berpetualang atau
menggambarkan kondisi aslinya dalam pameran
5) Teknik audiovisual
Teknik pameran menggunakan slide, film, video, dan sebagainya

B. Yogyakarta sebagai Lokasi Terpilih


Yogyakarta merupakan salah satu Daerah Istimewa yang memiliki banyak
kekhasan dari berbagai sektor.
1) Kondisi Fisik
a) Letak geografis
Letak geografis Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di
antara 7o33 8o15 LS dan 110o5 110o50 BT. DIY merupakan
salah satu provinsi yang memiliki luas 3.185,81 km2 atau sekitar
commit to user
0,17% dari luas negara Indonesia, dan memiliki batas-batas wilayah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

26

Sebelah selatan : Lautan Indonesia


Sebelah timur laut : kabupaten Klaten
Sebelah tenggara : kabupaten Wonogiri
Sebelah barat : kabupaten Purworejo
Sebelah barat laut : kabupaten Magelang

Gambar ii.23. peta Yogyakarta


Sumber : http://www.yogyes.com/plug-
in/map/1.gif 3 Oktober 2011

Kotamadya Yogyakarta memiliki ketinggian 25 m sampai dengan 200


m diatas permukaan laut dengan tingkat kemiringan 0-2%. Kontur
paling curam dapat ditemukan pada bantaran kali Code dan Winongo.
b) Klimatologi
Secara umum keadaan iklim di Yogyakarta dipengaruhi oleh dua
angin musim sebagai berikut:
Angin musim barat laut, bertiup pada bulan Desember hingga
Maret, biasanya musim penghujan
Angin musim tenggara, bertiup pada bulan Mei hingga Oktober,
biasanya merupakan musim kemarau
Temperatur rata-rata berkisar antara 26,6C dengan 28,8C
sedangkan temperature minimum mencapai 18C dan temperatur
maksimum dapat mencapai 35C. Kelembapan udara rata-rata adalah
74% dengan kelembaban minimum 65% dan maksimum 85%.
Curah hujan bervariasi antara 33 mm sampai dengan 496 mm.
curah hujan di atas 300 mm terjadi pada bulan Januari, Februari dan
April. Curah hujan tertinggi yaitu 496 mm biasa terjadi pada bulan
Februari dan curah hujan terendah berkisar antara 3 mm sampai
dengan 24 mm terjadi pada bulan Mei sampai Oktober. Curah hujan
commit to user
tahunan rata-rata adalah 1855 mm.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

27

2) Kondisi non fisik


Banyak predikat yang dimiliki oleh kota Yogyakarta, seperti kota
pendidikan, kota budaya, kota pariwisata, dan lain-lain. Hal ini
mengakibatkan banyaknya masyarakat yang melirik kota ini untuk
berbagai kepentingan, bahkan menetap secara permanen maupun
sementara. Masyarakat yang ada pun sangat heterogen, sehingga banyak
sektor kegiatan-kegiatan yang ikut berkembang. Berikut potensi yang ada
di Yogyakarta sehubungan dengan seni Arsitektur:
a) Pendidikan
Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota pelajar memiliki sarana
pendidikan dengan kualitas baik. Jumlah perguruan tinggi dan sekolah
terus bertambah. Dari data terakhir diketahui bahwa terdapat 55
perguruan tinggi, belum termasuk sarana pendidikan nonformal
lainnya. Hal ini menarik masyarakat untuk bersekolah, menimba ilmu
di Yogyakarta. Banyak masyarakat dari segala latar belakang
berkumpul dan berbaur dengan masyarakat Yogyakarta. Jurusan
Asitektur merupakan salah satu jurusan favorit yang menjadi pilihan di
beberapa Perguruan Tinggi di Yogyakarta. Berikut ini adalah tabel
Perguruan Tinggi yang memiliki jurusan Arsitektur.
Tabel ii.1. Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta yang memiliki
jurusan Arsitektur

Nama Perguruan Tinggi di Yogyakarta


Swasta
1 Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
2 Universitas Janabadra, Yogyakarta
3 Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta
4 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta
5 Universitas Kristen Duta Wacana, Yogyakarta
6 Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
7 Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
8 Universitas Teknologi Yogyakarta
Negeri
1 Universitas Gadjah mada
2 Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Sumber. Data pribadi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

28

b) Kebudayaan
Yogyakarta masih sangat kental dengan budaya Jawanya. Seni dan
budaya merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat
Yogyakarta. Kesenian khas di Yogyakarta antara lain adalah kethoprak,
jathilan, dan wayang kulit. Yogyakarta juga dikenal dengan perak dan
gaya yang unik membuat batik kain dicelup serta musik gamelan.
c) Sarana dan Prasarana
Kebutuhan akan listrik telah cukup mampu menjangkau seluruh wilayah
kota. Sementara dari segi transportasi, terdiri dari transportasi darat (bus
umum, taksi, kereta api, andong atau kereta berkuda, dan becak) serta
udara (pesawat terbang) Bandar Udara Adi Sutjipto, akses menuju
beberapa bagian utama kota pun sudah dapat dicapai dengan TransJogja.
d) Pariwisata
Yogyakarta sebagai kota seni dan budaya memiliki banyak obyek wisata
seni dan budaya yang menarik untuk dikunjungi. Peninggalan seni-
budaya dapat disaksikan pada monumen-monumen peninggalan sejarah
seperti Candi Prambanan, Candi Kalasan, Candi Borobudur, istana
Sultan, tempat lain yang masih berkaitan dengan kehidupan istana,
museum budaya serta galeri kesenian. Beberapa contoh obyek wisata
budaya adalah Museum Sonobudoyo, Museum Sri Sultan HB IX,
Museum Kereta dan Kraton. Sedangkan contoh obyek wisata kesenian
antara lain Museum Batik Ulen Sentalu, Museum Batik, Museum
Affandi, Galeri Seni Rupa Tembi, Museum Wayang Kekayon, Rumah
Seni Cemeti. Banyaknya obyek wisata di Yogyakarta membawa kota ini
menempati peringkat kedua setelah Bali sebagai kota tujuan wisata.

C. Beberapa Pameran Arsitektur di Yogyakarta


1) Jogja Istimewa Merangkul Dunia9
Sebuah persembahan dari para mahasiswa/i angkatan 2008 Teknik
Arsitektur UGM berupa kegiatan pameran arsitektur yang menampilkan

9
commit to user
http://jogjasiana.com/events/jogja-istimewa-merangkul-dunia-pameran-arsitektur 16 Mei 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

29

proposal desain dari tugu km 0, yang menggunakan berbagai media,


seperti poster, maket, animasi, foto, sketsa, dan sebagainya. Acara ini juga
diramaikan dengan talkshow dan art performance. Pameran ini
diselenggarakan pada tanggal 6-8 Mei 2011 di Monumen Serangan Umum
Satu Maret Yogyakarta.

Gambar ii.24. 1. Seminar, 2. Pameran karya , 3. Pameran foto dan sketsa, 4. Maket
Sumber. Data pribadi

2) Seminar dan Workshop GIS Urban Thermal Comfort10


Program Studi Arsitektur Universitas Atma Jaya Yogyakarta
mengadakan seminar nasional yang bertemakan Urban Thermal
Comfort. Seminar ini bertujuan untuk membangun sebuah pemahaman
yang komprehensif mengenai pengaruh atau dampak berbagai elemen
desain suatu kawasan terhadap kondisi termal atau klimatik lingkungan
sekitar dan akhirnya akan menentukan tingkat kenyamanan manusia
sebagai penghuni.
Seminar ini menghadirkan Keynote Speech Herry Zudianto (Walikota
Yogyakarta), serta pembicara Djoko Widodo (Walikota Solo), M. Ridwan
Kamil, ST., MUD (PT. Urbane Indonesia), Dr. Steve Kardinal Jusuf
(Center for sustainable Asian Cities, National University of Singapore), Dr.
I Wayan Runa, MT (Universitas Marwadewa), Prof. Ir. Prasasto Satwiko,
MBSc., Ph. D ( Guru Besar Prodi Arsitektur, FT UAJY)

10
commit to user
http://www.uajy.ac.id/agenda/seminar-nasional-arsitektur-urban-thermal-comfort-scan12010/ 16 Mei 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

30

3) Pameran Arsitektur Urbanizing World 11


Program Studi Teknik Arsitektur
Fakultas Arsitek dan Desain UKDW
bekerjasama dengan Universitas
Stuttgart Jerman serta Goethe Institut
Jakarta menyelenggarakan Pameran
Urbanizing World di gedung Agape
Gambar ii.25.Pameran urbanizing World UKDW Yogyakarta, 18-22 Januari
Sumber. http://jogjanews.com/ 3 Oktober
2011 2011.
Pameran ini menampilkan poster-poster besar horizontal yang berisi
foto-foto dokumentasi yang sudah dicetak dalam printing media yang
menggambarkan situasi perkembangan kota di negara-negara berkembang.
Gambar-gambar berupa bangunan rumah, kehidupan masyarakat kota
dalam poster tersebut merupakan hasil penelitian Prof. Dr.-ing Eckhart
Ribbeck dari universitas Stuttgart Jerman yang telah melakukan penelitian
mengenai persoalan urbanisasi di banyak negara berkembang serta
mengerjakan proyek perencanaan kota.
Hasil penelitian ditampilkan dalam 40 hingga 50 panel, yang memuat
perkembangan tata kota di 30 kota di dunia. Pameran juga menampilkan
bangunan permukiman berusia 2500 tahun, hingga bangunan pencakar
langit di kota besar. Terdapat bangunan cagar budaya dan historis yang
memudar, tergerus, dan tergantikan oleh bangunan yang dibangun atas
landasan kapitalistik.

4) Pameran Arsitektur UAJY Werner Sobek Designing The Future12


Universitas Atma Jaya Yogyakarta(UAJY) menjadi tuan rumah
penyelenggaraan pameran keliling WERNER SOBEK-designing the future.
Pameran ini merupakan pameran keliling yang diselenggarakan UAJY
bekerjasama dengan Goethe-Institut Jakarta dan Universitas Pelita Harapan

11
http://jogjanews.com/2011/01/20/pameran-urbanizing-world-tampilkan-kesamaan-persoalan-kota-di-
dunia/16 Mei 2011
12 commit to user
http://www.uajy.ac.id/berita/pameran-arsitektur-uajy-werner-sobek%E2%80%93designing-the-future/ 16
Mei 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

31

berlangsung pada tanggal 8 sampai 21 Juni 2009 di gedung Perpustakaan


Pusat Jl. Babarsari No 5 Yogyakarta. Pameran ini menyorot secara khusus
hasil riset yang telah dilakukan oleh Institut Werner Sobek mengenai
struktur ringan dan design konseptual. Tujuan yang lebih penting dari
pameran ini ialah, ingin menunjukkan kepada publik Indonesia, bahwa
selain beton dan baja ada materi lain yang dapat digunakan untuk
bangunan. Terutama di kota-kota besar, tampaknya fungsi bangunan
bercampur dengan arsitektur yang tanpa fantasi.

5) Pameran Karya Lomba Fotografi dan Desain Poster Sepekan


Arsitektur 201113
Pameran karya lomba fotografi dan desain poster peserta sepekan
Arsitektur 2011 ditampilkan pada tanggal 6-12 Maret 2011 di Lobby dan
selasar Kampus II Thomas Aquinas Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

6) Pameran Architecture for All di FTSP UII14


Waktu : 29 Agustus - 4 September 2006
Tempat: Hall FTSP UII

Gambar ii.26. Pameran Architecture for All


Sumber.http://www.fotografer.net/isi/forum/topik.
php?id=3194406398 3 Oktober 2011

Pameran Karya Mahasiswa Trash.Arsitektur UII


Panel Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7), Perancangan Tapak (1 dan 2), Lansekap,

mata kuliah pilihan (Perumahan, Waterfront Building, Perancangan


Ergonomis, Urban Desain, dan Trash.Arsitektur Bioklimatis) dan
Simulasi Komputer
Panel Dokumentasi Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)

Panel Struktur

Maket Stupa (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7)

13
commit to user
http://www.fotografer.net/isi/forum/topik.php?id=3194406398 16 Mei 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

32

Maket Struktur dari mata kuliah KBG (1, 2) serta Perancangan Struktur

dan Konstruksi (1, 2, 3, 4)


Pameran Karya Dosen Trash.Arsitektur UII, Unit Pendukung FTSP,
Diskusi, Pemutaran Film Trash.Arsitektur

7) Pameran dan Diskusi Arsitektur15


Dalam rangka Ulang Tahun Emas Ikatan Arsitek Indonesia (1959
2009), IAI-DIY akan menggelar Pameran dan Diskusi Arsitektur bertempat
di Hall Gedung Lama Bank Indonesia Jogja. Pergelaran tersebut
bertemakan Jogja Kontemporer; Membaca Keragaman Arsitektur Jogja
dengan Wawasan Global dan dibuka untuk umum tanggal 26-30
November 2009.
Pameran ini berupaya menghadirkan apa yang telah dialami Jogja dalam
berarsitektur. Menyajikan berbagai rupa ungkapan bentuk yang membuat
ramai Jogja, dengan maksud agar semua kita merasakan betapa kaya dan
besar toleransi dunia berkesenian dan berarsitektur Jogja. Pembicara adalah
peserta pameran, penulis buku arsitektur serta arsitek.

D. Studi Banding
1. Empiris
Selasar Sunaryo Art Space 16

Gambar ii.27. Selasar Sunaryo Art Space


Sumber. www.selasarsunaryo.net 3 Oktober 2011

Nama Selasar Sunaryo Art Space diambil dari nama seniman yang
memiliki galeri ini yaitu Sunaryo. Istilah selasar mengacu pada filosofi

14
http://architecture.uii.ac.id/index.php/Daily-News/Pameran-Arsitektur-FTSP-UII 16 Mei 2011
15
http://jogjanews.com/ 3 Oktober 2011 commit to user
16
www.selasarsunaryo.net dan analisa studi pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

33

bahwa karya seninya adalah suatu proses kreatif yang terus berjalan.
Bangunan Art space terbangun pada satu tanah di Bukit Pakar Timur
seluas kira-kira 5,000 meter2 . Bentuk dasar dari bangunan diilhami oleh
bentuk "kuda lumping", satu artefak budaya tradisional Indonesia. Kata
"Selasar" mencerminkan konsep desain: untuk satu ruang terbuka yang
menghubungkan satu ruang dengan ruang lain, dan sebagai jembatan
penghubung antar bangunan. Konsep terakhir dari "Selasar", juga
mencerminkan arah dari ruang untuk menghubungkan artworks dengan
pendengar dan untuk membawa budaya yang berbeda secara bersama-
sama. Selasar adalah salah satu ' open space yang memberikan rasa ruang
untuk bebas masuk dan galeri seni yang terbuka bagi para komunitas.
Dalam perancangan penataan ruang dilakukan pemisahan massa
bangunan berdasarkan pengelompokan fungsi aktifitas. Berikut
pengelompokan massa bangunan berdasarkan fungsinya :
1) Fungsi Bangunan Utama, dengan dimensi sekitar 8,4x22 m2 yang
terdiri atas tiga lantai yang berbeda dengan split level yang
memanfaatkan pola kontur eksisting.
2) Fungsi Bangunan Penunjang, yang terdiri atas dua lantai yang berbeda
dengan split level.
3) Ruang Amphiteater terbuka berbentuk setengah lingkaran dengan
diameter sekitar 20m dari lingkar luar amphiteater dan 10m dari
lingkar luar panggung.

Ruang A (Gallery A)
Ruang A (seluas 177 m2), dipergunakan
untuk pondokkan karya Sunaryo. Ruang ini
juga digunakan untuk pameran besar bagi
seniman Indonesia dan asing untuk
Gambar ii.28. Gallery A
memperkenalkan karyanya.
Sumber. www.selasarsunaryo.net
Stone Garden
Taman batu (seluas 190 m2), satu ruang terbuka yang dipergunakan
commit to user
untuk memamerkan hasil karya Sunaryo yang terbuat dari bebatuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

34

Gambar ii.29. Stone Garden


Sumber. www.selasarsunaryo.net

Ruang Sayap (Wing Gallery)


Ruang Sayap (seluas 48 m2),
dipergunakan untuk pameran hasil karya
para seniman muda dari Indonesia dan luar
negeri. Gambar ii. 30. Wing Gallery
Sumber. www.selasarsunaryo.net

Ruang B (Gallery B)
Ruang B (seluas 210 m2), dipergunakan
untuk pameran hasil karya para seniman
muda dari Indonesia dan luar negeri.
Gambar ii.31. Gallery B
Sumber. www.selasarsunaryo.net

Kopi Selasar (Kedai Kopi Selasar)

Gambar ii.32. Kopi Selasar


Sumber. www.selasarsunaryo.net

Kopi Selasar (seluas 157 m2), sebuah kedai kopi outdoor yang luas

Cinderamata Selasar (Selasar Shop)

Gambar ii.33. Selasar Shop


Sumber. www.selasarsunaryo.net
Cinderamata Selasar, merupakan satu toko dimana pengunjung dapat
membeli karya seni dan buku budaya serta jurnal sebagai cendera mata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

35

Ampiteater
Ampiteater (seluas 198 m2), suatu ruang
lingkar terbuka dengan layar besar, dengan
kapasitas maksimum 300 orang,
dipergunakan untuk performing arts event,
pembacaan puisi, pemutaran film, panel
Gambar ii.34. Amphiteater
diskusi, kumpul-kumpul, resepsi, konser
Sumber. www.selasarsunaryo.net
musik dan seni budaya yang lain

Rumah bambu (Bamboo House)

Gambar ii.35. Bamboo House


Sumber. www.selasarsunaryo.net

Rumah bambu (seluas 76 m2), sebuah rumah yang terbuat dari bambu
dan merupakan salah satu rumah tradisional masyarakat Sunda, dibangun
untuk kediaman seniman yang akan pameran di sana dan berfungsi sebagai
satu pesanggrahan untuk pengunjung khusus.

Bale Handap

Gambar ii.36. Bale Handap


Sumber. www.selasarsunaryo.net

Bale Handap adalah satu ruang multi yang dipergunakan untuk diskusi,
bekerja, teater, sharing, pemutaran video serta berbagai events dan
workshops. Kapasitas maksimum untuk 250 orang. Bangunan diilhami
dari arsitektur tradisional jawa dengan teras terbuka. 'Bale Handap'
terpisah dari bangunan utama, ditempatkan di antara Rumah Bambu pada
commit to user
lantai dasar dari Selasar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

36

Bale Tonggoh (Balai bagian atas)


Bale Tonggoh (seluas 190 m2), adalah satu
bangunan semi permanen berfungsi sebagai
satu kamar proyek dan ruang pameran
temporary.
Gambar ii.37. Bale Tonggoh
Sumber.www.selasarsunaryo.n
et

Pustaka Selasar

Gambar ii.38. Pustaka Selasar


Sumber. www.selasarsunaryo.net

Koleksi Pustaka Selasar terdapat kurang lebih 1500 data meliputi, Seni
rupa, Fotografi, Katalog pameran, Selasar Sunaryo Art Space arsip catalog
dan daftar pustaka dari buku, monograf, majalah, jurnal, Klip media, Foto
dan negatif film, slides, film (DVD, VCD/ VHS/ MiniDVD), serta Poster,
terbuat dari kertas dan catatan diskusi dari wawancara serta ilmu
pengetahuan tentang teknik para seniman dalam berproses.

Mushola
Terdapat sebuah mushola di sudut utara
bangunan yang memiliki ukuran kurang lebih
10 m2, desain mushola detail dan menarik.

Gambar ii.39. Mushola


Sumber. www.selasarsunaryo.net

Area Parkir
Area parkir yang disediakan berupa parkir terbuka yang berada disisi
selatan bangunan yang dapat menampung kurang lebih 25 mobil. Ground
commit to user
cover berupa conblok dengan penataan lansekap pohon rindang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

37

Gambar ii.40. Area Parkir


Sumber. www.selasarsunaryo.net

Sistem Sirkulasi
Konsep sirkulasi cenderung menggunakan pola linier yang mengusung
pola ruang yang menerus. Citra bangunan menampilkan image modern
abstrak yang menjadi ekspresi karya-karya seni kontemporer dari
Sunaryo. Tampilan interior tidak menonjol dan cenderung netral untuk
lebih menonjolkan karya-karya seni yang dipamerkan di dalamnya.

Aktifitas dan Fasilitas


Berikut ini tabel Aktifitas dan Fasilitas yang ada di Selasar Sunaryo Art
Space di Bandung :
Tabel ii.2. Aktifitas dan Fasilitas Selasar Sunaryo Art Space
NO Aktifitas Fasilitas Kelompok ruang
1. Pameran tetap karya-karya Ruang pamer tetap Publik
milik Sunaryo dan pameran Ruang pamer temporer
temporer Ruang pamer outdoor
2. Produksi karya seni Studio seni Privat
3. Konvensi dan diskusi seni Ruang pertemuan Publik
4. Performance seni Amphitheater Publik
5. Kegiatan komersial Artshop, Caf Publik
6. Kegiatan informasi Lobby Publik
7. Kegiatan pengelolaan Ruang pengelola Privat
8 Mencari info tentang seni, Pustaka selasar publik
membaca, melihat video
9. Kegiatan service Lavatory, Dapur, Storage, dan Service
Stock Room
10. Kegiatan istisahat Rumah bambu privat
11. ibadah mushola publik
sumber : analisa pribadi

2. Preseden
Rumah Seni Cemeti Yogyakarta17
Rumah Seni Cemeti/ Cemeti Art House terletak di D.I. Panjaitan no.41
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

38

Yogyakarta. Galeri seni kontemporer ini dikelola oleh Yayasan Seni


Cemeti yang aktif mengadakan berbagai pameran seni kontemporer yang
diadakan secara periodik. Rumah Seni Cemeti sejak tahun 1988 telah
secara aktif memamerkan dan mengkomunikasikan karya dari seniman
kontemporer baik dari Indonesia maupun mancanegara. Setiap tahun
diselenggarakan paling sedikit sebelas proyek pameran baik pameran
tunggal, pameran kelompok, seni pertunjukkan, site spesifik, maupun
happening art, diskusi, presentasi slide serta perbincangan seniman.

Gambar ii.41. Denah dan Interior Rumah Seni Cemeti


Sumber.http://www.archive.cemetiarthouse.com/_file/others/denah_large.jpg 3 Oktober 2011

Bangunan Rumah Seni Cemeti ini bergaya arsitektur vernakuler. Hal


ini terlihat pada ruang lobby penerima yang bergaya joglo yang
mencirikan bangunan tradisional Jawa. Dari ruang penerima ini,
pengunjung digiring menuju ke ruang pamer melewati sebuah ruang
selasar dengan salah satu sisi yang terbuka. Terdapat sebuah taman hijau
kecil berukuran kurang lebih 25 m2 pada sebelah sisi yang terbuka pada
selasar. Di sisi sebelah kanan terdapat ruang penunjang berupa lavatory
dan pantry serta stockroom. Terdapat ceruk dinding yang berisi display
buku dokumentasi seniman dan kegiatan yang dilakukan oleh Rumah Seni
Cemeti yang berada di sisi kanan dan kiri pintu stockroom.
Ruang pamer berukuran 105 m2 dengan konsep ruang yang semi
terbuka yang salah satunya menghadap selasar yang menghubungkannya
ke ruang lobby penerima. Ruang pamer dilengkapi dengan sistem

commit to user
17
TGA Tomy Arief. Galeri Seni Urban di Yogyakarta. UNS. Surakarta. 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

39

pencahayaan alami dari bukaan atap dan sistem pencahayaan artifisial dari
lampu sorot. Finishing dinding ruang pamer menggunakan warna putih
netral tanpa ornamentasi. Plafond dibiarkan tanpa finishing untuk
pencahayaan alami yang merata pada seluruh ruang pamer. Sedangkan
finishing lantai dari ubin dengan warna krem merata dari ruang penerima
hingga ruang pamer.

Museum Soekarno di Blitar 18

Gambar ii.42. 1. Museum Soekarno, 2.Menuju Museum,3. Gerbang Museum, 4. Rumah


makam Sokearno
Sumber.Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011

Salah satu tempat wisata di Kota Blitar adalah makam Soekarno,


seorang pembaca proklamasi Indonesia dan Presiden pertama Republik
Indonesia yang berada di Jalan Slamet Riyadi 60, desa Bendogerit,
kecamatan Sunan wetan, sekitar 2 kilometer dari kota Blitar.

Gambar ii.43 Bangsal dan Gerbang Candi Bentar


Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011

18
commit to user
Http://www.bungkarno.net 9 Juni 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

40

Arsitektur "Joglo" gaya Jawa Timur mendominasi makam dikombinasikan


dengan Gerbang Candi Bentar. Selain bangunan utama dibentuk meliputi
rumah makam 'Bung Karno', kompleks kuburan juga dilengkapi dengan
beberapa bangunan pendukung, yakni Gapura Agung, Masjid dan Bangsal.
Terdapat pula bangunan pelengkap yang terdiri rumah pengurus makam,
tempat peristirahatan umum, halaman parkir, dan pertamanan.
Selain berziarah, pengunjung juga dapat menggali wawasan sejarah
seputar sosok Soekarno. Yakni dengan adanya sebuah perpustakaan
Soekarno lengkap dengan mini museum. Koleksi perpustakaan saat ini
sudah mencapai 120 ribu eksemplar yang terdiri dari buku umum,
referensi dan termasuk koleksi Soekarno. Jenis koleksi sebagai berikut:
a) Koleksi Khusus (Gedung A, Lantai 1 Timur)
Berupa biografi Bung Karno, buku-buku karya Bung Karno, buku-
buku tentang Bung Karno, dan buku tentang koleksi lukisan dan
patung Bung Karno.
b) Koleksi Referensi (Gedung A, Lantai 1 Timur)
Kamus, elektronika, fisika, kimia, komputer, filsafat, pariwisata,
istilah perbankan, ensiklopedia, perundangan, buku-buku langka
c) Terbitan Berkala (Gedung A, Lantai 1 Timur)
Koran, majalah, tabloid
d) Koleksi Umum (Gedung A, Lantai 2 Timur/Barat
Jenis koleksinya berupa karya umum, filsafat, agama, ilmu-ilmu
sosial, bahasa, ilmu-ilmu murni, ilmu-ilmu terapan (teknologi),
kesenian dan olahraga, kesusasteraan, sejarah dan geografi.
e) Koleksi Non buku (Gedung A, Lantai 1 Barat)
Lukisan Bung Karno, Peninggalan Bung Karno, berupa baju dan
koper, Uang seri Bung Karno, tahun 1964, serial lukisan Bung
Karno di Rengasdengklok sebelum kemerdekaan, foto-foto Bung
Karno sejak muda sampai menjadi presiden
f) Koleksi Audio-visual
Berupa CD pidato Bung Karno, VCD ilmu pengetahuan dan
commit to user
dokumenter, dan sebagainya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

41

g) Koleksi Anak dan Remaja (Gedung B)


Jenis koleksinya berupa karya umum, filsafat, agama, ilmu-ilmu
sosial, bahasa, ilmu-ilmu murni, ilmu-ilmu terapan (teknologi),
kesenian dan olahraga, kesusasteraan, sejarah dan geografi.

Gambar ii.44. patung Bung karno dan Relief dinding


Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 oktober 2011

Disamping bangunan Perpustakaan, PPBK ini diisi dengan 2 karya


seni, yang berupa Patung Bung Karno yang terletak di tengah gedung A
lantai 1, serta dinding relief berisi perjalanan hidup Bung Karno yang
membentang di pinggir kolam dari arah perpustakaan ke arah makam.
Relief itu akan bercerita tentang Bung Karno di masa muda, di masa
perjuangan, serta di masa tuanya.

Gambar ii.45. 3D Siteplan Museum Soekarno


Sumber. Http://www.bungkarno.net 3 Oktober 2011

Untuk museumnya, dipajang beberapa peninggalan Soekarno. Seperti


foto-foto keluarga Bung Karno dan foto perjalanannya ketika menjadi
Presiden, ada juga jas yang biasa digunakan saat melawat di dalam
maupun luar negeri, dan bendera merah-putih pertama buatan Fatmawati
(istri Bung Karno) yang dikibarkan di Rengasdengklok pada 16 Agustus
1945 silam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
TINJAUAN ARSITEKTUR NUSANTARA

A. Arsitektur Nusantara
1. Pemahaman Arsitektur Nusantara
Arsitektur nusantara berasal dari istilah nusantara yang mengambil
sumber dari sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada dengan arti gugusan
pulau-pulau kecil atau sedang yang terletak di antara dua benua dan dua
samudera.1 Kata Nusantara terdiri dari kata-kata nusa yang berarti pulau
dan antara berarti lain. Istilah ini digunakan dalam konsep kenegaraan
Jawa artinya daerah di luar pengaruh budaya Jawa.2
3
Tahun 1920-an Dr. Setiabudi mendistorsikan arti dari istilah nusantara
demi persatuan bangsa, yaitu gugusan pulau antara dua benua dan
samudra. Kondisi geografis wilayah di antara kathulistiwa berbagai
macam, ada yang berupa laut, ada yang berupa pulau besar dan ada yang
berupa pulau kecil/sedang. Gugusan pulau yang terdapat di antara garis
kathulistiwa itulah yang disebut sebagai Nusantara.
Proses rancang arsitektur nusantara dilandasi oleh pemikiran rasional
dan spiritual. Merancang dengan potensi arsitektur nusantara berarti
mencari karakteristik arsitektur dari sebuah wilayah geografis pulau-pulau
yang tidak terbatasi oleh luasnya wilayah satu negara. Baik asli maupun
paduan, baik diterapkan dalam aspek rinupa maupun tanrinupa, karya
arsitektur masa kini yang sudah berusaha dirancang dengan penggalian
adat dan budaya nusantara pantas disebut sebagai arsitektur nusantara.
Aspek esensial perancangan arsitektur nusantara adalah hasil eksplorasi
dari potensi yang ada di bumi nusantara sendiri.
2. Sejarah Nusantara4
Dalam penggunaan bahasa modern, istilah nusantara biasanya meliputi
daerah kepulauan Asia Tenggara atau wilayah Austronesia. Sehingga pada

1
Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler, Tradisional, Nusantara dan Indonesia, ITS
2
Isnen Fitri, ST, M.Eng. Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.
3
Tjahja Tribinuka, Antara Arsitektur Vernakuler, Tradisional, Nusantara dan Indonesia, ITS
4 commit
Isnen Fitri, ST, M.Eng. Kopendium Arsitektur to user
Nusantara, India, China dan Jepang.
42
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

43

masa sekarang ini banyak orang menggunakan istilah geografis ini untuk
menunjukkan sebagai satu kesatuan pulau di Nusantara termasuk wilayah-
wilayah di Semenanjung Malaya (Malaysia, Singapura) dan Filipina
bahkan beberapa negara di wilayah Indochina seperti Kamboja akan tetapi
tidak termasuk wilayah Papua. Di sisi lain, istilah geografis Nusantara saat
ini sering diartikan sebagai Indonesia yang merupakan satu entitas politik.
a) Sejarah Singkat Nusantara5
Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera
Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan
Australia. Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai
tempat persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke
India atau sebaliknya. Persinggahan para pelayar dan pedagang dari
berbagai mancanegara telah menjadikan Nusantara sebagai tempat
kehadiran semua kebudayaan besar didunia. Abad ke-5 sampai ke-15,
kebudayaan-kebudayaan India mempengaruhi Sumatra, Jawa -Bali, dan
Kalimantan bersamaan dengan dataran-dataran rendah yang luas di
Semenanjung Indocina. Kebudayaan India ini awalnya pada penyebaran
agama Hindu dan Buddha dan Islam di Indonesia. Di Jawa Tengah,
candi Borobudur dan Prambanan adalah monumen yang sama nilainya
dengan Angkor dan Pagan. Pada abad ke-7 hingga ke-14, kerajaan
Budha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Pada abad ke-14
bangkitnya kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Islam tiba di
Indonesia sekitar abad ke-12, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan
utama pada akhir dekad ke-16 di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang
tetap mempertahankan mayoriti Hindu. Agama Islam ini dibawa oleh
pedagang Arab dari Parsi dan Gujarat melalui pembauran. Islam
diketahui sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada
mayoritas yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan
tersebut. Peradaban Eropa, hadir sejak abad ke-16. Mulai tahun 1602
Belanda perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah Nusantara dengan

commit to user
5
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

44

memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah


menggantikan Majapahit. Pada dekade ke-17 dan 18 Hindia-Belanda
tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh
perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC).
Pemerintah Hindia Belanda mendirikan kota-kota dengan bermacam
fasilitas seperti bangunan perkantoran, rumah sakit, bangunan ibadah
(masjid dan gereja) dan sebagainya. Penetrasi Jepang di Asia Tenggara
pada tahun 1941 disambut pada bulan yang sama.
b) Geografi dan Lingkungan6
Nusantara beriklim tropis sesuai dengan letaknya yang melintang di
sepanjang garis khatulistiwa. Dataran Indonesia kurang lebih 1.904.000
kilometer persegi terletak antara 60 LU dan 110 LS serta 950 dan 1400
garis BT. Dataran ini dibagi menjadi empat satuan geografis yaitu
kepulauan Sunda Besar (Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi),
Kepulauan Sunda Kecil (Lombok, Sumba, Sumbawa, Komodo, Flores,
Alor, Savu, dan Lembata), Kepulauan Maluku (Halmahera, Ternate,
Tidore, Seram dan Ambon), dan Irian Jaya beserta kepulauan Aru.
Seluruh pulau di Indonesia termasuk dalam zona iklim khatulistiwa
dengan suhu yang hampir konstan serta dipengaruhi oleh angin musim
dan angin pasat. Secara geologis, Nusantara terdiri dari bentukan
vulkanik dan nonvulkanik yang saling terjalin, sehingga Indonesia
merupakan wilayah seismik paling aktif di dunia. Wilayah Nusantara
juga merupakan wilayah yang rawan tsunami.
c) Keragaman Budaya7
Indonesia memiliki 18,018 buah pulau yang tersebar di sekitar
khatulistiwa. Diantara puluhan ribu pulau, terdapat lima pulau besar,
yaitu: Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya, dengan
pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, sekitar 65% populasi
Indonesia hidup dipulau ini. Berdasarkan sosial linguistik, kebanyakan

6
Ibid commit to user
7
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

45

orang Indonesia berbahasa Austronesia yang kelompok wilayah


persebarannya meliputi banyak pulau di Asia Tenggara, sebagian dari
Vietnam Selatan, Taiwan Mikronesia, Polinesia dan Madagaskar
sehingga memiliki banyak kesamaan warisan budaya. Pengaruh budaya
Austronesia terlihat dalam budaya materi, organisasi sosial,
kepercayaan, mitos, serta bahasa. Indonesia, selain kekayaan bahasa,
masing-masing etnis memiliki keunikan adat istiadat dan budaya yang
sering direfleksikan dalam keunikan arsitektur lokal atau vernakular.
3. Nusantara dan Jaringan Asia8

Gambar iii.1. Indonesia dan Jaringan Asia


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Wilayah Nusantara terletak pada persilangan jalan, antara Samudera


Hindia dan Samudera Pasifik, atau lebih khusus, Benua Asia dan Australia.
Persilangan ini telah menjadikan wilayah Nusantara sebagai tempat
persinggahan bagi pelayar dan pedagang terutama dari China ke India atau
sebaliknya. Selain kedua bangsa Asia ini, terdapat juga pengaruh lain dari
berbagai budaya hebat di dunia seperti peradaban Iberia (Spanyol dan
Portugis), kemudian Britania Raya, dan Belanda. Kebudayaan India

commit to user
8
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

46

pengaruhnya mencakup terhadap penyebaran dan perkembangan Hindu


Buddha dan Islam di Indonesia yang bisa diketahui dari tinggalan
budayanya yaitu arsitektur candi dan arsitektur masjid bergaya Moghul di
Indonesia. Kebudayaan China hingga sekarang ini masih sangat besar dapat
terlihat dalam berbagai sapek kehidupan; kepercayaan, bahasa, makanan,
sistem pertanian dan lain sebagainya. Terdapat banyak tinggalan sejarah
yang mendapat pengaruh peradaban Cina di Indonesia terutama pada
klenteng dan bangunan pertokoan yang tersebar pada kota-kota lama di
seluruh wilayah Indonesia. Budaya Jepang pertama kali masuk ke
Nusantara pada sepertiga abad ke 20. Kemiripan pada arsitektur vernakular
yang sangat dipengaruhi oleh budaya Austronesia.
4. Sejarah Perkembangan Arsitektur Indonesia9
Perkembangan kebudayaan erat kaitannya dengan sejarah kebangsaan.
Secara umum periodisasi sejarah budaya Indonesia dibagi atas tiga bagian
besar yaitu Zaman Hindu-Budha, Zaman Islamisasi dan Zaman Modern,
dengan proses oksidentalisasi. Sebenarnya terdapat satu zaman lagi
sebelum zaman Hindu Buddha yaitu Zaman prasejarah akan tetapi tidak
banyak contoh yang tersisa dalam bidang arsitektur terutama pada masa
prasejarah awal. Sejarah budaya melahirkan peninggalan budaya termasuk
arsitektur sejalan dengan periodisasi tersebut, maka dapat dikategorikan
sebagai arsitektur percandian, arsitektur selama peradaban Islam (arsitektur
lokal atau tradisional, dan pra modern) dan arsitektur modern (arsitektur
kolonial dan pasca kolonial).

B. Arsitektur di Nusantara
1. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Hindu-Buddha10
Selama era kerajaan Hindu dan Buddha terdapat dua dinasti yang
berkuasa sekitar abad ke-8 hingga ke-10 yaitu dinasti Sanjaya dan
Syailendra. Dinasti Sanjaya beragama Hindu aliran Siwa, sementara dinasti

9
Ibid commit to user
10
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

47

Syailendra menganut agama Buddha Mahayana atau Vajrayana.


Peninggalan dari kedua dinasti ini berupa prasasti dan candi. Keluarga
Sanjaya memiliki kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah, dan keluarga
Syailendra di bagian Selatan Jawa Tengah. Pembangunan candi terkait
dengan kerajaan di Nusantara pada masa perkembangan agama Buddha dan
Hindu di Indonesia. Keberadaan kerajaan-kerajaan Hindu Budha dimasa
lampau diketahui dari prasasti-prasasti. Prasasti dari kerajan tertua di
nusantara ditemukan di Kutei, Kalimantan Timur. Setelah itu terdapat
ratusan prasasti yang bercerita tentang kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha
di Nusantara sekaligus juga bercerita tentang bangunan suci (candi).
Umumnya prasasti tersebut dibuat pada abad ke-9. Berikut beberapa
prasasti dan candi peninggalan kerajaan-kerajaan pada era Hindu dan
Buddha atau sebelumnya.
Tabel iii.1. Tinggalan Sejarah Kerajaan-kerajaan selama era Hindu-Buddha

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

48

Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Arsitektur Candi
a) Fungsi Candi
Kata Candi pada umumnya dianggap berasal dari kata
candikagrha, nama tempat tinggal Candika, Dewi Kematian dan
Permaisuri Siwa. Secara harfiah Candi bisa ditafsirkan sebagai
bangunan yang digunakan untuk keperluan pemakaman, atau bahkan
sebagai makam. Seringkali candi digunakan sebagai tempat
pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal. Akan tetapi,
Candi dibangun bukan semata hanyalah sebagai makam atau tempat
pemujaan dan memuliakan raja yang sudah meninggal, lebih dari itu,
candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa
yang dilambangkan sebagai arca. Arca diletakan di ruang tengah
candi dahulu kala hanya Pendeta yang memimpin acara pemuajaan
yang diperkenankan masuk kedalam ruang tersebut. Candi lebih
diyakini sebagai kuil atau tempat pemujaan daripada sebagai makam.
b) Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Candi
Secara vertikal, struktur Bangunan candi terdiri dari tiga bagian
yang melambangkan kosmologi atau kepercayaan terhadap
pembagian dunia sebagai satu kesatuan alam semesta yang sering
disebut dengan Triloka terdiri dari dunia manusia (bhurloka), dunia
tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka) kemudian
dunia untuk para dewa (svarloka).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

49

Gambar iii.2. Struktur Candi


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Ketiga tingkatan ini, dalam struktur candi adalah digambarkan


sebagai bagian kaki, badan dan kepala. Arsitektur candi sering juga
diidentikan dengan makna perlambangan Gunung Meru. Dalam
mitologi Hindu-Buddha, Gunung Meru adalah sebuah gunung di
pusat jagat yang berfungsi sebagai pusat bumi dan mencapai tingkat
tertinggi surga. Keyakinan seolah-olah mengatakan bahwa gunung
sebagai tempat tinggal para dewa. Pada bangunan candi di Indonesia,
selain berbagai macam arca Budha dan para dewa yang terdapat di
ruang dalam candi, elemen atau bagian bangunan yang terdapat pada
arsitektur candi baik candi Hindu dan Buddha yaitu kala-mekara,
peripih, stupa, ratha (mahkota), lingga dan yoni.
c) Teknik Konstruksi dan Pembangunan Candi
Bangunan candi di Indonesia umumnya dibangun dengan cara a
joint vif, yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada
bahan pengikat. Pada awalnya teknik penumpukan batu dilakukan
dengan cara membuat perkuatan dengan memotong bagian balok
commit to user
batu untuk membuat semacam lidah dan tekukan yang saling
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

50

mengunci dengan balok-balok yang bersebelahan baik secara


mendatar maupun ke atas. Pada awal abad ke-9, ahli bangunan Jawa
menggunakan teknik India mengenai dinding batu berdaun ganda.

Gambar iii.3. Teknik Konstruksi Dinding Berdaun Ganda


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Teknik ini memerlukan pembuatan sepasang dinding sejajar dan


pengisian rongga diantaranya dari puing atau dari batu dengan bentuk
yang tidak beraturan direkatkan dengan lumpur, kadang-kadang
ditambah sedikit kapur. Lapisan luar batu biasanya diarahkan ke
bagian luar dalam serangkaian bebatuan menggantung berjarak tidak
rata yang menghasilkan kesan bagian luar bagikan dipahat. Setelah
abad ke 9, teknik kontruksi candi agak sedikit berubah.
Pembangunan candi memiliki tata cara dan upacara ritual.
Upacara yang dilaksanakan serigkali dicatat dalam tulisan batu
(piagem) atau lempengan perak atau tembaga. Yang berinisiatif
membangun candi pada pertama kalinya adalah bangsawan (orang
suci) dengan mengajak orang-orang di kampungnya (sekelilingnya)
untuk bergotong royong membangun candi. Tata cara urutan
pembangunan candi seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

51

Gambar iii.4. Tata cara Urutan Pembangunan Candi


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

d) Pembagian Kelompok Arsitektur Candi

Gambar iii.5. Peta pengelompokan Candi


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Melihat dari masa pembangunan candi-candi di Nusantara, maka


dibagi atas tiga periode, yaitu masa Klasik Awal (600 M-900 M),
dimana candi Prambanan dan Borobudur dibangun pada masa ini,
kemudian masa Klasik Madya (900 M- 1250 M) yaitu candi-candi
yang terdapat di Sumatera seperti candi-candi yang ada di Padang
Lawas, Muara Takus, dan Muara Jambi. Candi-candi yang dibangun
pada Masa Klasik Akhir (1250 M 1500 M) umumnya terdiri dari
konstruksi bata yang secara meluas banyak terdapat di Jawa Timur
dimana candi berundak di lereng gunung popular pada akhir periode
commit to user
ini. Jika dilihat dari sudut pengelompokkan langgam atau jenis serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

52

agama yang mewakili keberadaan candi tersebut, Soekmono


membagi menjadi tiga jenis yaitu jenis Jawa tengah Utara mewakili
agama Hindu (Siwa), jenis Jawa Tengah Selatan mewakili agama
Budha (Mahayana) dan jenis Jawa Timur mewakili aliran Tantrayana
(baik Siwa maupun Budha). Pengelompokkan ini sejalan dengan
pengelompokkan candi berdasarkan masa pembangunannya.
Candi-candi di Jawa Tengah Utara merupakan candi pada masa
klasik awal. Candi di wilayah ini merupakan pemujaan terhadap
Siwa dengan bentuk mendekati tipe candi di India. Beberapa candi
yang terpenting lain pada masa dan wilayah ini adalah Candi Gunung
Wukir (732 M), Candi Badut (760 M), kelompok candi Gedong
Songo di lereng gunung Ungaran.

Gambar iii.6. Candi Gedong Songo dan Candi Badut


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Gambar iii.7. Candi-candi di Jawa Tengah Selatan


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India,
China dan Jepang.pdf

Candi-candi di Jawa Tengah Selatan merupakan candi-candi


Budha pertama di Jawa atau dikategorikan sebagai candi pada masa
commit to user
Klasik awal. Candi yang termasuk adalah candi Kalasan(778 M),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

53

candi Sari, candi Borobudur, candi Mendut, kelompok candi Sewu,


kelompok candi Plaosan. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara
candi di Jawa tengah Utara dengan candi di Jawa tengah Selatan,
hanya candi di Jawa tengah Selatan lebih mewah dan lebih megah
dari segi bentuk dan hiasan daripada candi di Jawa Tengah Utara.
Oleh karena itu, sering tipe candi di kedua wilayah ini disatukan,
perbedaan yang mendasar terlihat pada candi di Jawa Timur.

Gambar iii.8. Candi Penataran dan Candi Jago


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Candi-candi terpenting di Jawa Timur adalah candi-candi di


sekitar Malang : candi Kidal (candi Anusapati), candi Jago (candi
Wisnuwardhana), candi Singosari (candi Krtanagara). Kemudian
candi Jawi, kelompok candi Panataran, candi Jabung.

commit to user
Gambar iii.9. salah satu tipe Denah Candi
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

54

Tabel iii.2. Perbedaan bentuk dan langgam candi Jawa Tengah dan
Jawa Timur.

Di pulau Sumatra seperti candi Muara takus, candi-candi di


Padang Lawas terdapat beberapa candi yang digolongkan sebagai
candi pada masa klasik madya. Candi ini diperkirakan dibangun pada
abad ke-11 dan ke- 13.

Gambar iii.10. Candi Biaro Bahal 1, Padang Lawas, Sumatera


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Terdapat tipe lain dari candi yang berbeda yang sering disebut
dengan pertirtaan dan candi padas. Kelompok ini dimasukan ke
dalam candi pada masa klasik akhir. Pentirtaan dan Candi padas
yang terkenal adalah candi belahan di lereng gunung Penanggungan
dekat Mojokerto, dikenal dengan candi berundak, candi Tikus di
bekas kota Majapahit (abad ke-14), dan gunung kawi di
Tampaksiring (Bali). Kemudian ada lagi jenis bangunan candi yang
berupa gapura, terdapat dua jenis gapura yaitu yang pertama, bagian
commit to user
pintu keluar masuk yang mana bagian tubuhnya terdapat lobang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

55

pintu, misalnya candi Jedong, candi Plumbangan, dan candi Bajang


Ratu. Jenis gapura kedua, rupanya seperti bangunan candi yang
dibelah dua atau disebut juga dengan candi bentar yang biasanya
identik dengan seni bangunan pada masa Majapahit. Selain candi
Waringin Lawang di Majapahit, juga terdapat di Kapal, Bali.

Gambar iii.11. Candi pada masa Kalsik Akhir


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

2. Arsitektur Nusantara pada Masa Kerajaan Islam11


Islam masuk ke Indonesia kurang lebih abad ke-13 sangat terkait dengan
perkembangan perdagangan di wilayah Nusantara. Pada tahun 1297 di
Samudra, sebuah kerajaan di Aceh, ditemukan makam raja Islam, salah
satunya makam Sultan Malik al- Saleh. Dari bukti sejarah ini, disimpulkan
bahwa Kerajaan Samudra menjadi kerajaan Islam yang pertama di
Nusantara. Pada awal abad ke-15, Malaka timbul sebagai pusat
perdagangan dan pangkal penyebaran agama Islam. Sementara di bagian
Timur Nusantara timbul pula pusat kegiatan Islam, yaitu Ternate (1430)
yang meluaskan ajaran Islam hingga ke pantai timur Sulawesi. Kejayaan
Malaka mencapai daerah Riau (Kampar, Indragiri). Majapahit digantikan
kedudukannya oleh Kerajaan Demak yang kemudian meluaskan agama
Islam ke seluruh Jawa hingga bagian selatan Kalimantan sehingga tersebut
kerajaan Mataram dan Banten menjadi kerajaan Islam yang besar setelah

commit to user
11
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

56

Demak. Pada abad ke-16 juga timbul kerajaan Brunei yang meluaskan ke
Islaman hingga bagian barat Kalimantan, dan juga Filipina. Atas kegiatan
orang-orang Bugis, maka Islam masuk ke Kalimantan Timur dan Sulawesi
Tenggara dan juga beberapa pulau di Nusa Tenggara. Dari Ternate
(Kesultanan Ternate dan Tidore), Islam meluas meliputi pulau-pulau di
seluruh Maluku, dan di daerah pantai Timur Sulawesi serta Sulawesi Utara.
Hingga akhir abad ke 16, boleh dikata bahwa Islam telah tersebar dan
mulai mengakar di Nusantara.
a) Pertumbuhan Kota-Kota Islam Awal
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan kota pertama di
Indonesia adalah peningkatan perdagangan kelautan Asia secara umum
pada abad ke-13 dan ke-14. Disamping itu pusat kerajaan Islam yang
tumbuh setelah pudarnya kejayaan kerajaan Hindu Budha menjadi
bandar-bandar baru sebagai titik pintu masuk menuju perairan
internasional bersamaan dengan perkembangan kota-kota pelabuhan
yang mulai dikuasai oleh Potugis dan VOC.

Gambar iii.12. Persebaran Kota-kota Islam Awal di Nusantara


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Pada saat itu, ada dua jenis kota yang muncul; pertama, kota sebagai
pelabuhan dagang dengan pintu masuk menuju jalur perairan
internasional, dan kedua, kota sebagai pusat administratif dengan
daerah pertanian yang makmur. Kota yang terletak di pesisir dan
commit to user
muara-muara sungai besar disebut sebagai pusat Kerajaan Maritim
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

57

berfungsi sebagai pelabuhan atau titik masuk dan keluar pelayaran


seperti Sriwijaya/Palembang, Aceh/Pasai, Banten, Batavia,
Banjarmasin, Semarang, Demak, Jepara, Gersik, Tuban, Surabaya,
Makassar, Ternate dan Banda. Sedangkan kota jenis kedua, kota yang
berada di pedalaman seperti Pagaruyung, Jambi dan Mataram.
Pertumbuhan kota dan permukiman pada kedua kota memiliki
karakteristik dan pola sendiri. Kota pedalaman dicirikan dengan kota
dengan istana yang memiliki upacara yang rumit dengan arsitektur
yang didasarkan pada penduduk yang bermata pencaharian utama
pertanian. Sementara disepanjang pantai utara digambarkan sebagai
masyarakat kosmopolitan dengan sederet bandar perdagangan yang
lebih cenderung memandang ke luar daripada ke dalam.

Gambar iii.13. Pelabuhan di Lingkungan Bada Aceh


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Elemen lain dalam kota masa Islam awal adalah lebuh agung atau
alun-alun, lapangan yang terletak di tengah-tengah kota dan berfungsi
sebagai tempat berkumpul atau upacara ritual kerajaan/kota dan
kegiatan hiburan. Perkembangan pesat pada kota-kota pelabuhan
dagang Islam membentuk titik perhatian utama pembaharuan arsitektur
dan pembangunan kota saat itu. Sementara itu, masjid menggantikan
candi sebagai titik utama kehidupan keagamaan.
b) Makam dan Pekuburan Orang Islam
Masa Islam Awal ditandai dengan ditemukannya bentuk monumen
seperti makam, mesjid, kuburan dan keraton. Salah satu ciri utama
commit to user
bentuk makam yaitu balok batu persegi panjang yang menyerupai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

58

bangunan, terukir dengan ayat-ayat yang diambil dari Al Quran serta


dibubuhi ragam hias yang disebut sayap; sedangkan jenis yang satu lagi
lebih umum disebut sebagai bentuk jada atau club.

Gambar iii.14. Bentuk batu nisan di beberapa daerah


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

c) Mesjid sebagai Tempat Suci


Mesjid menjadi tempat peribadatan menggantikan fungsi candi pada
masa tersebut. Letak mesjid di kota-kota pusat kerajaan di Jawa di
sebelah barat alun-alun dan tidak terpisahkan dari komponen inti kota
yaitu keraton.
1) Kronologis Perkembangan Arsitektur Masjid
Mesjid-mesjid kuno di Indonesia menunjukkan kekhasan yang
membedakannya arsitektur mesjid-mesjid di negeri Islam. Mesjid-
mesjid kuno pada awal perkembangan Islam yang mengadopsi
konsep-konsep arsitektur Candi (Hindu/Budha), arsitektur lokal
serta arsitektur Cina. Kekhasan gaya arsitektur mesjid-mesjid kuno
ini dinyatakan oleh bentuk atap tumpang atau bertingkat 2,3,5,
dengan puncaknya dihiasi mustaka atau memolo, denahnya
persegiempat atau bujursangkar dengan serambi di depan atau di
samping; fondasinya pejal dan tinggi, pada bagian depan atau
samping terdapat parit berair (kulah) serta gerbang. Umumnya
mesjid tua di Jawa berciri seperangkat empat tiang yang dikenal
commit to user
dengan saka guru seperti:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

59

Masjid Menara Kudus, di Kudus,Jawa Tengah


Masjid Sendang Dawur di Lamongan, Cirebon
Masjid Mantingan di Jepara, Jawa Tengah
Masjid Lima Kaum, Tanah Datar di Sumatera Barat
Surau Syeh Burhanuddin, di Ulakan, Padang Pariaman,
Sumatera Barat.
Masjid Sultan Abdul Rahman, Kalimantan
Masjid Agung Anke di Jakarta
Masjid Sumenep di Madura
Mesjid Angke dan Marunda di Jakarta
Mesjid Agung Demak
Mesjid Agung Banten
Mesjid Baiturrahman pada masa Sultan Iskandar Muda
Mesjid di Ternate tahun abad ke 19 (sebelum perubahan)

Gambar iii.15. Masjid yang mendapat pengaruh arsitektur Candi dan arsitektur Vernakular
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Kemudian, sekitar awal abad ke-19, arsitektur mesjid-mesjid yang


mendapat pengaruh arsitektur India, Timur Tengah dan Kolonial
Belanda. Beberapa mesjid yang mendapat pengaruh gaya ini adalah :
Masjid Raya Baiturahman di Aceh
commit to user
Masjid Raya Al Osmani di Labuhan, Deli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

60

Masjid Azizi Tanjung Pura, Langkat


Masjid Raya Al Maksum di Deli, Medan
Masjid Agung di Palembang
Masjid Al Azhar di Jakarta
Masjid Agung Yogyakarta
Masjid Syuhada Yogyakarta
Masjid Agung di Banyuwangi

Gambar iii.16. Masjid yang mendapat pengaruh India (arsitektur Moghul)


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Gambar iii.17. Masjid yang mendapat


pengaruh arsitektur kolonial (modern Eropa)
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara,
India, China dan Jepang.pdf

2) Tatanan, Bagian dan Konsep Arsitektural Mesjid


Pada umumnya arsitektur mesjid Indonesia mempunyai konsep
dan elemen ruang utama, mihrab, mimbar, maksurah, halaman
terbuka, serambi, menara, tempat bersuci. Dibagian belakang dan
samping mesjid kuno di Indonesia biasanya terdapat pula makam
raja-raja atau sultan-sultan, anggota keluarga raja dan orang-orang
yang dianggap keramat, contohnya mesjid Demak, mesjid
commit to user
Kadilangu, mesjid Ampel, mesjeid Kuto Gede, Mesjid banten.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

61

d) Istana Kerajaan Islam


Keraton atau istana selama masa Islam tumbuh subur di Indonesia
meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumbawa, Sulawesi dan
Maluku. Umumnya keraton atau istana berada di dalam pagar keliling
dan di pusat kota kerajaan. Sehingga terdapat perbedaan di antara dunia
dalam dan dunia luar yang diwakili oleh istana (di Jawa terkadang
dikenal dengan Dalem) serta lingkungan alam sekitar di luar istana.
Lingkungan di dalam istana dikenal sebagai ruang yang bersifat sakral,
beradab dan halus, dan lingkungan di luar istana sebagai sesuatu yang
liar, kasar dan profan. Tata letak istana/keraton diibaratkan berporos
pada gunung yang suci atau berada dalam satu garis imajiner dengan
gunung dan laut, seperti halnya yang terjadi di Jawa, Sumatera,
Sumbawa, dan ternate, dibelakang keraton/istana terdapat gunung yang
dianggap suci. Didalam satu kompleks istana terdapat beberapa
bangunan yang mana orientasi atau penempatannya mengekspresikan
perumpamaan tingkatan atau hierarki dalam masyarakat tersebut. Unsur
arsitektur lokal dan kolonial mendominasi konsep arsitektural istana
pada abad ke-19 dan ke-20.

Gambar iii.18.Kompleks Kraton Yogyakarta


commitNusantara,
Sumber: Kopendium Arsitektur to user India, China dan Jepang.pdf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

62

Gambar iii.19.Bekas Istana Ternate (awal abad ke-18)


Sumber. Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

3. Arsitektur Vernakular Indonesia


a) Sejarah Perkembangan12
1) Hubungan Austronesia dan Indonesia
Pengaruh budaya Austronesia terlihat dalam budaya materi,
organisasi sosial, kepercayaan, mitos, dan bahasa. Kearifan nenek
moyang, mitos, animisme, penguburan mayat dalam peti, tempat
pemujaan yang terletak di tempat yang tinggi merupakan pengaruh
dalam kepercayaan.

Gambar iii.20.Lokasi Persebaran Austronesia


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Begitu pula halnya pengaruh dalam konsep dan bentuk rumah


Austronesia di Indonesia, bagi orang Austronesia rumah bukan
sekedar tempat tinggal, melainkan merupakan bangunan teratur
berlambang yang menunjukkan sejumlah ide penting perwujudan

commit to user
12
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

63

keramat para leluhur, perwujudan fisik jati diri kelompok, dunia


kecil di jagad raya, dan ungkapan tingkat dan kedudukan sosial.
Ciri dan karakteristik mendasar dari rumah austronesia yaitu terdiri
atas bangunan persegi empat, berdiri di atas tiang-tiang, beratap
ilalang. Bentuk dasar ini mengalami pembaharuan di daerah
Austronesia dan ditemukan di rumah Batak, rumah gadang di
Minangkabau, rumah Tongkonan di Toraja, dan rumah
panjang di dayak, Kalimantan.
Perlambangan dalam rumah austronesia nampak pada struktur
dan bentuk atap menggambarkan berbagai macam bentuk dan
simbol dari benda seperti kipas, perahu, dan tanduk kerbau yang
mencerminkan kekuasaan dan nilai kesakralan. Simbol tersebut
umumnya juga terdapat pada dinding penutup atap (gable-end).
Status sosial atau hierarki dari rumah sering digambarkan dalam
dekorasi yang ada di dinding penutup atap.

commit
Gambar iii.21.Arsitektur vernakular to useryang menggunakan tanduk kerbau dan atap pelana
Indonesia
2) Pengertian Arsitektur
Sumber: Kopendium Vernakular
Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

64

Kata Vernakular berasal dari vernaculus (latin) berarti asli


(native). Maka vernakular arsitektur dapat diartikan sebagai
arsitektur asli yang dibangun oleh masyarakat setempat. Paul
Oliver dalam bukunya Ensikolopedia Arsitektur Vernakular
menjabarkan bahwa arsitektur vernakular konteks dengan
lingkungan sumber daya setempat yang dibangun oleh suatu
masyarakat dengan menggunakan teknologi sederhana untuk
memenuhi kebutuhan karakteristik yang mengakomodasi nilai
ekonomi dan tantanan budaya masyarakat dari masyarakat tersebut.
Arsitektur vernakular ini terdiri dari rumah dan bangunan lain
seperti lumbung, balai adat dan lain sebagainya.
Pengertian vernakular arsitektur sering disamakan dengan
arsitektur tradisional. Josep Prijotomo berpendapat bahwa secara
konotatif kata tradisi dapat diartikan sebagai pewarisan atau
penerusan norma-norma adat istiadat atau pewarisan budaya yang
turun temurun dari generasi ke generasi. Kemudian, Ismunandar
menjelaskan bahwa arsitektur traditional, yang diturunkan dari
generasi ke generasi. Arsitektur dan bangunan tradisional
merupakan hasil seni budaya tradisional, yang merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari hidup manusia budaya tradisional, yang
mampu memberikan ikatan lahir batin.
Kata tradisional berasal dari kata tradisi yang di Indonesia sama
artinya dengan adat (custom), kata adat ini di adopsi dari bahasa
Arab. Pada prinsipnya, baik di dunia global dan Indonesia, kata
tradisional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan secara turun
temurun dari generasi ke generasi.
b) Tipe Arsitektur Vernakular Indonesia: Keberagaman dan
Kesamaannya13
Indonesia adalah negara kaya dengan ratusan etnis yang mana setiap
etnis memiliki kekhususan budaya tersendiri, sehingga terdapat pula

commit to user
13
Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

65

ratusan tipe rumah vernakular di Indonesia. Dari semua tipe tersebut,


terdapat beberapa tipe yang memiliki keunikan dan karakteristik yang
sangat kuat seperti yang terlihat pada gambar berikut

Gambar iii.22.Sebaran Lokasi Arsitektur vernakular Indonesia


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Gambar iii.23. Macam ragam arsitektur vernakular Indonesia


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Dari keberagaman arsitektur vernakular Indonesia, terdapat


kesamaan dari keberagaman tersebut yang berasal dari akar yang sama
yaitu budaya Austronesia. Bahkan kesamaan nampak pada arsitektur
non-austronesia seperti Papua. Kesamaan ciri-ciri arsitektur vernakular
Nusantara yang juga merupakan ciri dari arsitektur austronesia:
Tipe rumah panggung
Sebagian besar rumah vernakular Indonesia kecuali rumah Jawa,
Bali, Lombok dan commit to user
Papua, menggunakan struktur rangka tiang kayu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

66

atau tipe rumah panggung sebagai upaya adaptasi dengan iklim dan
geografi, menggunakan sistem sambungan tarik dan tekan (sistem
pen) tanpa menggunakan paku dan sistem cros-log foundation
(balok kayu yang saling tumpang tindih secara horizontal).
Tiang bangunan mempunyai alas batu. Tiang tidak ditanam
didalam tanah, melainkan beralas batu sehingga lebih fleksibel
ketika ada guncangan atau gempa.
Lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling
mengikat satu sama lain, biasanya tanpa menggunakan paku.
Pemanjangan bubungan atap sering dangan sopi-sopi mencondong
keluar. Seringklai pemanjangan dibuat lekukan sehingga
menimbulkan daya tarik estetis. Dominasi atap tampak pada
keseluruhan bangunan. Proporsi atap lebih besar dari pada badan
dan kaki (bagian bawah) bangunan. Selain itu itu atap pelana
(saddle roof) lebih umum digunakan.
Memiliki ornamen pada dinding penutup atap (gable end) yang
menyimbolkan status sosial, kekuasaan dan karakteristik budaya.

1) Pola Perkampungan
Di Indonesia, terdapat dua tipe tatanan permukiman dan rumah
dari kampung-kampung tradisional yaitu linear dan konsentris. Di
masa mendatang tatanan ini mengalami evolusi dalam
perkembangannya seperti bentuk radial, bentuk huruf T dan
bentuk silang (cross type). Kampung-kampung dengan tantanan
linear biasanya terdapat di pesisir-pesisir pantai Indonesia, namun
juga terdapat di pedalaman Sumatra, Nias, Kalimantan, Sulawesi,
Bali, dan beberapa wilayah di Jawa. Bangunan pada kampung
bersifat linear letaknya berbaris dan berhadapan satu sama lainnya,
diantara barisan bangunan tersebut terdapat ruang bersama yang
digunakan untuk berbagai macam kegiatan seperi berkumpul,
pemujaan atau ritual keagamaan, acara kesenian dan lain
commit to user
sebagainya. Pada ruang terbuka ini pula sering ditempatkan batu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

67

megalith, tugu dan tiang sakral keagamaan. Bangunan pemimpin


(chief house) atau raja ditempatkan dekat batu atau tugu tersebut
atau di ujung pelataran yang membelah barisan rumah dan menjadi
akhir dari deretan rumah dan kampung, tetapi ada juga yang
ditempatkan di tengah-tengah barisan.
Ditinjau dari fungsinya, bangunan vernakular Indonesia
umumnya terdiri dari tiga bagian ; rumah tinggal, bale adat atau
ruang pengadilan atau ruang musyawarah, dan lumbung. Letak
ketiga bangunan tersebut bisa saling berhadapan seperti halnya
yang terjadi di perkampungan Batak Toba dan Bali Aga.

Gambar iii.24. pembagian pola


perkampungan
Sumber: Kopendium Arsitektur
Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Perkampungan dengan pola konsentris terdapat di Flores dan


Sumba dan Jawa Tengah. Tantanan ini memiliki bagian tengah
yang dianggap sakral dan penting, misalnya ruang terbuka (tempat
berkumpul), batu megalith, tugu atau kuburan para nenek moyang.
Beberapa kampung memiliki pola gabungan dari linear dan
kosentris yang sering disebut dengan compound type. Pola
kosentris menyimbolkan penerapan sistem pemerintahan pada
kekuatan tunggal yang memusat. Sementara pola linear
menggambarkan demokrasi dari distribusi kekuasaan dengan strata
sosial lebih sederhana. Ada juga pola menyebar (scattered type)
atau disperse settlement pattern. Pola perkampungan ini seringkali
menggambarkan persamaan struktur sosial (less stratified social
commit to user
struktur) dan kelompok masyarakat yang lebih kecil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

68

2) Rumah dan Tatanan Ruang


Pembagian ruang dapat dikategorikan secara vertikal dan
horizontal, pembagian ruang ini sebagai respon terhadap sistem
sosial kekerabatan, kosmologi dan kondisi alam sekitar. Secara
horizontal, terdapat bagian dari rumah yang dianggap paling sakral
atau suci adalah bagian yang paling dalam atau belakang, sehingga
menjadi tempat pemujaan atau penyimpanan benda-benda keramat
atau warisan leluhur.

Gambar iii.25. pembagian horizontal bangunan vernakular


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Secara vertikal, pembagian ruang terdiri dari bagian atas,


tengah dan bawah, dengan bagian atas sebagai ruang yang paling
sakral sehingga barang-barang yang dianggap keramat disimpan di
dalam ruang atas ini. Ruang tengah untuk kehidupan manusia dan
ruang bawah untuk binatang ternak atau gudang.
Umumnya masyarakat primitif memiliki kepercayaan terhadap
pembagian dunia atau alam ke dalam tiga bagian yaitu dunia atas
sebagai tempat para dewa, dunia tengah bagi kehidupan manusia,
dan dunia bawah bagi roh-roh jahat. Dari segi bentuk dan
morphologi ruang, umumnya rumah vernakular di Indonesia terdiri
dari persegi panjang dan bujur sangkar seperti halnya rumah Aceh,
Melayu, Batak, Nias Selatan, Mentawai, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Bali dan Sumba. Ada juga yang menggunakan bentuk
lingkaran dan ellips seperti rumah di Nias Utara, Lombok dan
Papua. Beberapa rumah vernakular Indonesia merupakan tipe
commit to user
rumah komunal artinya terdapat beberapa keluarga yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

69

kekerabatan dengan beberapa generasi yang berbeda, tinggal dalam


satu rumah besar seperti rumah Batak Toba, Karo, Minangkabau,
Mentawai, Kalimantan, Lio (Flores), Sumba. Ruang dibatasi oleh
dinding, perbedaan tinggi lantai, alas (tikar) saja. Ruang-ruang
tersebut dihubungkan oleh ruang bersama.

3) Teknologi Bangunan:Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi


Salah satu ciri arsitektur vernakular adalah menggunakan bahan
yang alami dan teknik konstruksi yang sederhana dengan cara
menyusun tiang dan balok. Penyatuan semua bagian bangunan
dilakukan dengan cara membentuk dan menyambung bagian kayu
dengan beberapa alat khusus sederhana seperti kampak, gergaji,
pahat, golok (parang). Untuk kemudahan pemasangan, tiang dan
balok disambung di tanah sebelum diletakkan di atas batu pondasi.

Penyusunan tiang dan balok a tidak menggunakan paku, tapi


menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan
pangku dan sambungan takik. Susunan tiang-tiang tersebut
bersandar di atas batu pondasi dengan stabilitas didapat dari rel-rel
commit to user
melintang yang masuk ke lubang yang dibuat di dalam tiang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

70

Gambar iii.28. Teknik konstruksi rumah vernakular


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Perkuatan sistem konstruksi rumah untuk mengantisipasi


kondisi alam yang rawan gempa terlihat pada rumah Nias, dengan
menambahkan penopang yang membentuk huruf X dan V.

Gambar iii.29. Batang silang X dan V pada rumah Nias


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Pada bangunan lumbung di Indonesia memiliki kekhususan


dari teknik konstruksi yaitu pemasangan piringan kayu besar
disusun di atas puncak tiang dasar untuk mencegah hewan pengerat
mencapai tempat penyimpanan padi.

commit
Gambar iii.30. to user Lumbung di Indonesia
bangunan
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

71

4) Upacara Pendirian Bangunan


Rumah menjadi perlambang status kedudukan seseorang dalam
masyarakat, sehingga diperlukan tata cara dalam pendirian rumah.
Upacara dilakukan mulai dari pembersihan lahan rumah, penentuan
titik pembangunan rumah, pendirian tiang utama/seri/tengah,
pemasangan bubungan atau atap rumah, sampai upacara
masuk/penghunian rumah. Hal ini dilakukan secara bertahap dan
melibatkan pemilik rumah dan pemuka kampung atau ahli tukang
(chief carpenter) atau orang yang dianggap keramat atau sakti.
Misalnya, proses pembersihan dan pendirian tanda rumah
dilakukan pemilik rumah dalam hal ini ibu atau perempuan pemilik
rumah dengan orang sakti yang tahapannya dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar iii.31. Upacara Pendirian Bangunan


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Ritual ini bertujuan untuk memberikan spirit atau jiwa bagi


kehidupan yang berlangsung didalam rumah atau bangunan yang
didirikan yang sering disimbolkan dalam benda keramat yang
diletakkan di dalam rumah, seringkali di letakkan pada bagian
tengah atau atas (atap) rumah. Misalnya raga-raga yang digantung
dibawah atap rumah Batak Toba. Selain menjadi jiwa atau nyawa
dari rumah, berfungsi juga mengusir roh-roh atau gangguan dari
luar terhadap keselamatan penghuni rumah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

72

Gambar iii.32. raga-raga yang digantung dibawah atap rumah Batak Toba
Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Selain itu, rumah juga dianggap sebagai perwujudan jagad kecil


dari jagat raya. Rumah adalah tempat kelahiran, perkawinan dan
kematian. Seringkali upacara yang berhubungan dengan ketiga hal
tersebut dikaitkan dengan arah mata angin dan pergerakan
matahari. Sehingga unsur kejagadan ini menciptakan tatanan
upacara yang mengatur kegiatan di dalam rumah. Sebagai contoh
timur dianggap serupa dengan hal-hal memberi kehidupan dan
barat identik dengan kematian.

Gambar iii.33. Perwujudan jagad kecil dikaitkan dengan mata angin


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Sebagian besar masyarakat tradisional Indonesia membagi


alam kedalam tiga bagian; dunia atas, dunia tengah dan dunia
commit to user
bawah. Kosmologi ini juga mempengaruhi pembagian ruang dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

73

rumah; ruang dibawah atap disamakan dengan alam dewa dan


leluhur, lantai mewakili dunia biasa pengalaman sehari-hari dan
ruang kosong dibawah rumah dihubungkan dengan alam baka yang
dihuni oleh roh jahat, jiwa orang mati dan hal-hal gaib lainnya.
Pembagian ini sangat jelas terlihat pada rumah-rumah di Sumatra
khususnya Batak Toba, rumah di Kalimantan, Tongkonan di
Toraja, Sulawesi dan beberapa rumah Sumba di Nusa Tenggara.

Dunia Atas, tempat para dewa

Dunia Tengah, tempat kehidupan


manusia

Dunia Bawah, tempat para roh jahat


dan simbol kesuburan/ kemakmuran

Gambar iii.34. Pembagian jagad kecil rumah Batak Toba


Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

Ada pula pembagian dengan konsep berdasar gender serta


gagasan mengatur perilaku pria dan wanita. Seringkali wanita
dikaitkan dengan bagian dalam atau belakang rumah, dan pria
serupa dengan bagian depan atau luar rumah. Pengaturan ruangan
keluarga di dalam rumah suku Minangkabau di Sumatera Barat
sangat dipengaruhi oleh konsep gender tersebut.

5) Macam Arsitektur Vernakuler Indonesia


Arsitektur merupakan salah satu seni produk kebudayaan.
Sementara kebudayaan nusantara berakar pada kebudayaan
tradisionalnya, begitupun arsitektur vernakuler juga merupakan
akar dari arsitektur nusantara. Arsitektur vernakuler sangat
beranekaragam di Indonesia, seiring dengan keanekaragaman suku
commit to user
bangsanya. Salah satu contoh arsitektur vernakuler adalah rumah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

74

tradisional Indonesia.14
Pada hakikatnya arsitektur adalah keterpaduan antara ruang
sebagai wadah, dengan manusia sebagai isi yang menjiwai wadah
itu sendiri. Dengan kata lain dalam arsitektur terdapat perwujudan
ruang (meliputi fungsi, tata-susunan, dimensi, bahan, dan tampilan
bentuk) yang sangat ditentukan oleh keselarasan kehidupan daya
dan potensi dari manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya
(meliputi norma/tata-nilai, kegiatan, populasi, jatidiri, dan
kebudayaannya).15
Tabel iii.3. Rumah Tradisional di Indonesia
NO GAMBAR NAMA NAMA KETERANGAN
PROVINSI RUMAH ADAT
1 DI Aceh/ Rumoh aceh Bentuk: persegi panjang, panggung
Nanggro Atap: pelana
Aceh Bahan: kayu
Darussalam/
NAD

2 Sumatera Rumah balai Bentuk: panggung, persegi panjang


Utara batak toba Atap: pelana bertanduk
Bahan: ijuk, pelepah enau, kayu bulat, papan, bambu
dan batu

3 Sumatera Rumah gadang Bentuk: panggung, persegi panjang


Barat Atap: pelana bertanduk
Bahan: ijuk, pelepah enau, kayu bulat, papan, bambu
dan batu

4 Riau Rumah melayu Bentuk: panggung, persegi panjang


selaso jatuh Atap: pelana
kembar Bahan: kayu

5 Jambi Rumah Bentuk: panggung, persegi panjang


panggung Atap: pelana
Bahan: kayu

6 Sumatera Rumah limas Bentuk: panggung


Selatan Atap: pelana
Bahan: kayu

714 Ibid commit to user


815 Ibid
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

75

7 Lampung Nuwo sesat Bentuk: panggung


Atap: pelana
Bahan: kayu

8 Bengkulu Rumah Bentuk: panggung


bubungan lima Atap: pelana
Bahan: kayu

9 DKI Jakarta Rumah kebaya Bentuk: menapak tanah


Atap: pelana
Bahan: kayu

10 Jawa Barat Kesepuhan Bentuk: menapak tanah


Atap: limasan
Bahan: kayu

11 Jawa Tengah Rumah joglo Bentuk: menapak tanah, bujur sangkar


Atap: limasan
Bahan: kayu

12 DI Rumah joglo Bentuk: menapak tanah


Yogyakarta Atap: limasan
Bahan:
- kayu jati
- kayu nangka: pemakaian arah vertikal.
- Glugu: sebagai kerangka rumah misalnya:
balder, pengerat, sunduk, kili usuk
- Bambu: untuk kap rumah, yaitu usuk, reng,
gendong, juga untuk dinding (bilik)
- Ulelitan: bahan penutup atap dari daun kelapa,
daun tebu, daun bambu, atau ijuk
- Sirap: bahan penutup atap
- Ragum: tali dari ijuk untuk mengikat
hubungan-hubungan kayu.
13 Jawa Timur Rumah joglo Bentuk: menapak tanah
Atap: limasan
Bahan: kayu

14 Bali Gapura candi Bentuk: menapak tanah


bentar Atap: limasan
Bahan: kayu

15 Nusa Dalam loka Bentuk: panggung


Tenggara samawa Atap: pelana
Barat Bahan: kayu

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

76

16 Nusa Sao ata mosa Bentuk: panggung


Tenggara lakitana Atap: pelana
Timur Bahan: kayu

17 Kalimantan Rumah panjang Bentuk: panggung, persegi panjang


Barat Atap: pelana
Bahan: kayu

18 Kalimantan Rumah betang Bentuk: panggung, persegi panjang


Tengah Atap: pelana
Bahan: kayu

19 Kalimantan Rumah banjar Bentuk: panggung


Selatan Atap: pelana
Bahan: kayu

20 Kalimantan Rumah lamin Bentuk: panggung, persegi panjang


Timur Atap: pelana
Bahan: kayu

21 Sulawesi Rumah bolaang Bentuk: panggung, persegi panjang


Utara mongondow Atap: pelana
Bahan: kayu

22 Sulawesi Souraja / Rumah Bentuk: panggung, persegi panjang


Tengah besar Atap: pelana
Bahan: kayu

23 Sulawesi Laikas Bentuk: panggung, persegi panjang


Tenggara Atap: pelana
Bahan: kayu

24 Sulawesi Tongkonan Bentuk: panggung, persegi panjang


Selatan Atap: pelana
Bahan: daun nipah, batang nipau, bambu, kayu,
anyam dahan atau rotan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

77

25 Maluku Baileo Bentuk: panggung, persegi panjang


Atap: pelana
Bahan: kayu

26 Irian Jaya / Rumah honai Bentuk: lingkaran, menapak tanah


Papua Atap: berbahan ijuk
Bahan: kayu

Sumber: www.google.com 10 April 2011

C. Konsepsi Arsitektur Nusantara


Pembicaraan tentang lingkungan, kiranya tidak hanya akan terbatas pada
lingkungan alam saja. Sesungguhnya, istilah lingkungan mempunyai
pengertian yang sangat luas. Lingkungan dapat bermakna sebagai lingkungan
alam atau fisik, yaitu lingkungan yang terbentuk bukan atas hasil sentuhan
tangan manusia. Selanjutnya, lingkungan dapat bermakna sebagai lingkungan
fisik terbangun atau lingkungan buatan; yaitu lingkungan fisik yang terbentuk
dari hasil sentuhan tangan manusia, misalnya gedung-gedung. Lingkungan
pun dapat bermakna sebagai lingkungan sosial, yaitu lingkungan yang
berwujud sebagai suasana-suasana kemasyarakatan, dengan kata lain
merupakan hubungan manusia dengan manusia. Namun lingkungan tersebut
juga tidak lepas dengan hubungannya pada hal-hal yang metafisik, ini berarti
dalam lingkungan ada hubungan manusia dengan yang gaib, khususnya
dengan Sang Pencipta (Allah).
Menurut Silas dalam Tanudjaja (1991), adanya hubungan-hubungan ini
nampak pada wujud arsitektur tradisional masyarakat Jawa, khususnya
bangunan candi, yang melambangkan alam atas (dewa, leluhur dan masa
mendatang), alam tengah (kehidupan masa kini), dan alam bawah (masa lalu
atau dosa).
Ketergantungan manusia terhadap alamnya, adalah satu hal yang menjadi
orientasi nilai di dalam masyarakat tradisional, yang akan dimanifestasikan ke
dalam wujud-wujud arsitektural yang sangat tergantung pada karakter-karakter
alam. Sehingga menghasilkan karya-karya arsitektural yang akrab atau santun,
commit to user
selaras, dan serasi dengan alamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

78

Perumusan tentang arsitektur nusantara memang cukup sulit, mengingat


bahwa keanekaragaman suku bangsa di Indonesia menghadirkan pula
keanekaragaman arsitekturnya. Di satu sisinya, keanekaragaman ini mungkin
akan menimbulkan perasaan bangga di dalam diri masyarakatnya karena
adanya ke-bhineka tunggal ika-an. Namun demikian kebanggaan yang
dilandasi oleh pemikiran bahwa keragaman budaya tidak menjadi penghalang
bagi terwujudnya keserasian, kesatuan, dan kehidupan yang berdampingan
secara serasi; di dalam kesatuan terdapat keragaman. Dengan demikian, perlu
adanya upaya-upaya memecahkan permasalahan tersebut, akhirnya Tanudjaja
(1991), mengemukakan dua buah alternatif pemecahan masalah, yaitu:
1. Tidak perlu diadakan rumusan tentang arsitektur nasional Indonesia;
arsitektur-arsitektur tradisional di Indonesia tetap menjadi bagian yang
mandiri di dalam kancah arsitektur Indonesia. Arsitektur-arsitektur
tradisional daerah-daerah di Indonesia tersebut dibiarkan dan diberi
kebebasan untuk berkembang dan tumbuh subur sesuai dengan ciri dan
jiwanya. Arsitektur-arsitektur tersebut tidak perlu saling dirujuksilangkan
atau dikawinkan untuk dijadikan arsitektur Indonesia, karena hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya arsitektur eklektik yang kurang mendasar. Nilai-
nilai budaya tradisional yang terkandung pada arsitektur tradisional
tersebut dibiarkan dan diberi kebebasan untuk berkembang di dalam
ekosistemnya. Dengan demikian, tidak ada rumusan tentang arsitektur
Indonesia, melainkan arsitektur di Indonesia (atau mungkin, arsitektur
Indonesiawi yang bukan arsitektur Indonesia). Langkah ini bisa disertai
dengan konsekuensi bahwa pada suatu saat kelak, mungkin ada suatu
wujud arsitektur tradisional tertentu yang akan diakui oleh segenap
anggota masyarakat di Indonesia, tidak terbatas hanya pada sekelompok
masyarakat atau sekelompok suku bangsa, sebagai arsitektur Indonesia.
2. Upaya kedua ini merupakan upaya yang sangat berlainan, atau bahkan
berlawanan, dengan upaya yang pertama. Perumusan tentang arsitektur
Indonesia dilakukan melalui langkah-langkah yang bertahap dan mendasar.
Asal-muasal dari setiap komponen arsitektural; seperti atap, tiang, dinding,
commit to user
lantai, langit-langit, jendela, dan pintu bangunan dan suprasegmen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

79

arsitektural; seperti bentuk, warna, tekstur, dan ukuran dari setiap


komponen arsitektural ditelaah secara mendasar. Asal-muasal dari setiap
suprasegmen komponen arsitektural yang terdapat di dalam setiap
arsitektur tradisional (maupun non-tradisional) di Indonesia ini ditelaah;
menyangkut dasar-dasar filosofisnya, nilai-nilai sosial budaya yang
dikandungnya, dan konsepsi-konsepsi lain yang mendasari perwujudannya.
Selanjutnya, diadakan penelusuran terhadap benang-benang penghubung
antar masing-masing konsepsi yang menjadi jiwa dan asal-muasal
perwujudan tersebut. Akhirnya, jika terdapat kemiripan di dalam setiap
konsepsi, maka konsepsi tersebut dapat dinyatakan sebagai konsepsi yang
mewakili arsitektur-arsitektur di Indonesia. Namun demikian, langkah-
langkah ini hampir pasti tidak akan menghasilkan rumusan tentang bentuk
atap, tiang, langit-langit, dan komponen-komponen arsitektur lainnya,
ataupun gambaran nyata tentang warna, tekstur, dan ukuran dari setiap
komponen arsitekturalnya. Hal ini mungkin, disebabkan karena
keanekaragaman arsitektur di Indonesia.

D. Arsitektur Nusantara sebagai Tampilan Fisik Bangunan


Kesamaan ciri-ciri arsItektur candi di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Candi juga difungsikan sebagai tempat pemujaan kepada para Dewa yang
dilambangkan sebagai arca.
2. Secara vertikal, struktur Candi terdiri dari tiga bagian yang melambangkan
kosmologi atau kepercayaan terhadap pembagian dunia sebagai satu
kesatuan alam semesta yang disebut dengan Trilok;dunia manusia
(bhurloka), dunia tengah untuk orang-orang yang disucikan (bhuvarloka)
kemudian dunia untuk para dewa (svarloka). Ketiga tingkatan ini, dalam
struktur candi digambarkan sebagai bagian kaki, badan dan kepala
3. Bangunan candi di Indonesia umumnya dibangun dengan cara a joint vif,
yaitu bebatuan yang saling ditumpuk diatasnya tanpa ada bahan pengikat.
Awalnya teknik penumpukan batu dilakukan dengan cara membuat
perkuatan dengan memotong bagian balok batu untuk membuat semacam
commit to user
lidah dan tekukan yang saling mengunci dengan balok-balok yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

80

bersebelahan baik secara mendatar maupun ke atas. Awal abad ke-9, ahli
bangunan Jawa menggunakan teknik dinding batu berdaun ganda.

Kesamaan ciri-ciri arsitektur vernakuler Nusantara adalah sebagai berikut:


1. Arsitektur vernakuler Nusantara merupakan ciri dari arsitektur Austronesia:
a) Tipe rumah panggung
Sebagian besar rumah vernakular Indonesia kecuali rumah Jawa, Bali,
Lombok dan Papua, menggunakan struktur rangka tiang kayu,
menggunakan sistem sambungan tarik dan tekan (sistem pen) tanpa
menggunakan paku dan sistem cros-log foundation (balok kayu yang
saling tumpang tindih secara horizontal).
b) Tiang bangunan mempunyai alas batu. Tiang tidak ditanam didalam
tanah, melainkan beralas batu sehingga lebih fleksibel ketika ada
guncangan atau gempa.
c) Lantai bangunan didukung oleh tiang dan balok kayu yang saling
mengikat satu sama lain, biasanya tanpa menggunakan paku.
d) Pemanjangan bubungan atap sering dangan sopi-sopi mencondong
keluar. Proporsi atap lebih besar dari pada badan dan kaki (bagian
bawah) bangunan. Atap pelana (saddle roof) lebih umum digunakan.
e) Memiliki ornamen pada dinding penutup atap (gable end) yang
menyimbolkan status sosial, kekuasaan dan karakteristik budaya.
2. Pola Perkampungan
a) Tatanan permukiman dan rumah kampong tradisional yaitu linier dan
konsentris, terdapat pula pola radial, huruf T, dan silang.
b) Selalu terdapat ruang bersama untuk berkumpul, pemujaan atau ritual
agama, acara kesenian dan sebagainya
c) Tatanan perkampungan memiliki bagian tengah yang dianggap sacral,
sebagai ruang terbuka (tempat berumpul),batu megalith, tugu atau
kuburan nenek moyang
d) Pola menyebar mencerminkan persamaan struktur social
3. Rumah dan Tatanan Ruang
commit to user
a) Pembagian ruang dikategorikan secara vertical dan horizontal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

81

Horizontal: bagian yang dianggap paling suci atau sacral adalah bagian
paling dalam atau belakang
Vertical: bagian atas sebagai ruang paling sacral, bagian tengah untuk
kehidupan manusia, bagian bawah untuk binatang ternak atau gudang
b) Pembagian dengan konsep gender (pemisahan ruang serta gagasan
mengatur perilaku wanita dan pria)
c) Dari segi bentuk dan morphologi ruang, rumah vernakuler Indonesia
umumnya terdiri dari persegi panjang dan bujur sangkar namun ada
juga yang berbentuk lingkaran dan ellips
d) Dalam tipe rumah komunal, tiap ruang dibatasi oleh dinding, perbedaan
tinggi lantai atau alas tikar yang dihubungkan oleh ruang bersama
4. Teknologi Bangunan: Bahan Bangunan dan Teknik Konstruksi
a) Menggunakan bahan yang alami berupa kayu dengan penyusunan tiang
dan balok tanpa paku namun menggunakan sambungan lubang dengan
pasak, sambungan pangku dan sambungan tarik
b) Tiang bangunan beralas batu tanpa ditanam dalam tanah sebagai
perkuatan sistem konstruksi pengantisipasian kondisi alam yang rawan
gempa karena akan lebih fleksibel ketika terjadi guncangan
5. Upacara Pendirian Bangunan
a) Rumah lebih dari tempat tinggal namun juga menjadi perlambang
status kedudukan seseorang sehingga perlu tata cara dalam pendirian
rumah yang bertujuan memberikan spirit/ jiwa, disimbolkan dalam
bentuk benda keramat yang diletakkan di dalam rumah
b) Rumah merupakan tempat kelahiran, perkawinan dan kematian
sehingga dikaitkan dengan arah mata angin. Bagian timur memberi
kehidupan (awal) dan bagian barat merupakan kematian (akhir)
6. Kesamaan untuk mengantisipasi permasalahan termal dengan kondisi
iklim yang sama yaitu tropis lembab (arsitektur tropis)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
GAGASAN GALERI YANG DIRENCANAKAN

A. Pemahaman Galeri
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan merupakan
sebuah wadah untuk menyajikan hasil karya seni arsitektur serta sebuah area
memajang aktifitas publik yang diselenggarakan untuk masyarakat umum dari
berbagai lapisan masyarakat dengan radius pelayanan meliputi kota
Yogyakarta dan sekitarnya dengan menerapkan potensi arsitektur nusantara
yang akan diwujudkan dalam tampilan fisik, guna menciptakan image baru
dari sebuah galeri yang tentunya akan menarik minat masyarakat untuk datang
ke galeri.
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta ini berusaha untuk
mewujudkan galeri yang berbeda dengan menggunakan karakter arsitektur
nusantara yang diangkat dari filosofi candi-candi dan potensi rumah-rumah
tradisional Indonesia sebagai solusi permasalahan terkait dengan kegiatan
yang berlangsung di dalamnya serta lokasi galeri ini nantinya, sekaligus
sebagai usaha untuk menampilkan desain arsitektur galeri yang mewujudkan
citra ke-nusantara-an sesuai dengan fungsi di dalam galeri ini.

B. Fungsi, Visi dan Misi Galeri


1. Fungsi
Fungsi Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan yaitu
a) Fungsi Perlindungan
yaitu perlindungan aset arsitektur nusantara berupa replika candi dan
arsitektur rumah tradisional di Indonesia
b) Fungsi Edukatif
yaitu mengembangkan daya pikir dan kreativitas bagi pengguna serta
menunjang penyelenggaraan pendidikan Arsitektur dalam masyarakat.
c) Fungsi Informasi
yaitu memberi/ menyediakan fasilitas dalam mencari informasi
commit to user
terutama mengenai arsitektur

82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

83

d) Fungsi Rekreasi
yaitu galeri merupakan tempat untuk mengisi waktu luang.
e) Fungsi Apresiasi
yaitu memberikan apresiasi terhadap karya seni arsitektur

2. Visi
Visi atau tujuan dari Galeri Arsitektur Nusantara yang direncanakan
adalah sebagai pusat pelestarian arsitektur nusantara di Indonesia serta
wadah penyajian karya seni arsitektur dan wadah bagi masyarakat kota
Yogyakarta untuk memperoleh informasi arsitektur melalui berbagai
media atau sumber informasi yang tersedia. Dengan demikian diharapkan
dapat diwujudkan masyarakat yang terdidik terpelajar, kreatif, apresiatif
dan berbudaya tinggi. Masyarakat yang demikian diharapkan bisa
senantiasa mengikuti perkembangan arsitektur di era globalisasi serta tidak
melupakan dan lebih mengenal arsitektur nusantara di Indonesia sejak era
hindu-buddha (candi-candi) hingga ke rumah tradisional Indonesia.

3. Misi
Misi dari Galeri Arsitektur Nusantara yang direncanakan sebagai berikut:
a) Melestarikan arsitektur nusantara di Indonesia
b) Mewadahi penyajian karya seni arsitektur dalam lingkup nasional
maupun internasional.
c) Mengkaji dan menyebarluaskan data dan informasi tentang koleksi
Galeri Arsitektur Nusantara
d) Meningkatkan kreativitas dan apresiasi seni arsitektur dikalangan
arsitek, pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum
e) Mengembangkan pemikiran (wacana), pandangan dan tanggapan
terhadap karya seni arsitektur dalam kerangka peningkatan wawasan,
perluasan komunitas dan jaringan kerjasama
f) Memberikan bimbingan (guiding) dan pembelajaran arsitektur melalui
publik program yang bersifat edukatif-kultural dan rekreatif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

84

C. Jenis Galeri
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta ini direncanakan sebagai sebuah
Galeri karya arsitektur secara umum, sehingga dapat melayani berbagai
lapisan masyarakat sesuai dengan visi dan misinya.

D. Status Galeri
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan adalah galeri
yang dimiliki dan dikelola oleh lembaga swasta non-pemerintah, dimana
lembaga tersebut memiliki kepedulian terhadap dunia arsitektur.

E. Pengelola Galeri
Untuk kelancaran sistem pengelolaan dan pelaksanaan kegiatan dalam ruang
galeri, maka struktur organisasi dibentuk sebagai berikut:

Gambar iv.1. Struktur Organisasi Galeri Arsitektur Nusantara


Sumber: Analisa Pribadi

F. Lingkup Kegiatan
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam Galeri Arsitektur Nusantara yang
direncanakan berdasarkan jenis kegiatan utama terdiri dari:
1. Kegiatan Pengembangan, yang kemudian dibagi menjadi:
a) Kegiatan Informasi, yaitu kegiatan pemberian dan pertukaran
informasi yang berhubungan dengan karya arsitektur
b) Kegiatan Pemutaran Film, yaitu kegiatan pemutaran film yang
berkaitan dengan arsitektur, isu lingkungan, perkotaan, baik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

85

dokumenter maupun fiksi dari lingkupnya. Kegiatan ini dapat diadakan


baik untuk umum maupun untuk pengunjung terbatas
c) Kegiatan Pameran, yaitu kegiatan pameran karya-karya seni arsitektur.
Obyek pameran merupakan karya seni visual
1) Pameran Tetap,mengoleksi miniatur replika candi dan rumah
tradisional Indonesia
2) Pameran Temporer, merupakan pameran yang menampilkan karya-
karya yang berhubungan dengan arsitektur
3) Kegiatan Diskusi Umum/ Terbuka, yaitu kegiatan diskusi umum
terkait dengan isu lingkungan yang sedang berkembang. Termasuk
dalam diskusi ini yaitu kegiatan peluncuran buku, pembicaraan
seputar arsitek dan karyanya, pemutaran film dan lain sebagainya.
2. Kegiatan Pengelolaan, yaitu kegiatan administrasi yang meliputi tata
usaha, keuangan, personalia, pemeliharaan bangunan dan kawasan,
keamanan, serta kegiatan koordinasi
3. Kegiatan Penunjang, dibagi atas:
a) Kegiatan Komersiil/ Commercial Activity, yaitu kegiatan yang bersifat
komersial namun tidak berhubungan dengan kegiatan jual beli karya
seni. Kegiatan ini difasilitasi oleh toko cinderamata, restaurant, coffee
shop, dan book store
b) Kegiatan Pelayanan dan Servis
Meliputi kegiatan penyimpanan, penjagaan dan pengawasan
keamanan, pemeliharaan, dan bongkar muat

G. Materi Pameran dan Koleksi


Pada umumnya lingkungan seni arsitektur cukup luas, dengan berbagai bentuk
bidang yang dibedakan menurut media, material dan bentuk hasil karyanya.
Secara umum dibagi menjadi seni 3 dimensi dan 2 dimensi. Macam karya
yang diwadahi diantaranya:
a) Seni dua dimensi (fotografi, film, sketsa, seni grafik) penjelasan pada
bab II hal.20
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

86

b) Seni tiga dimensi (maket, instalasi, furniture, miniatur rumah


tradisional dan candi) penjelasan pada bab II hal.21 dan 24

Berdasarkan data pada Bab III hal.47 dan hal.74, jumlah materi
pameran untuk rumah tradisional dan candi adalah sebagai berikut:
Tabel iv.1. Jumlah Rumah Tradisional di Indonesia
NO Rumah Tradisional Jumlah
1 Sumatera 8
2 Jawa 5
3 Kalimantan 4
4 Nusa Tenggara, Bali 3
5 Sulawesi 4
6 Maluku, Papua 2
Total 26 buah
Sumber: www.google.com 10 April 2011

Tabel iv.2. Jumlah Tinggalan Sejarah Kerajaan era Hindu-Buddha


Tinggalan Agama Jumlah
Sejarah Hindu Buddha Siwa Hindu-Buddha Siwa-Hindu Siwa-Buddha
Candi 9 12 1 5 1 2 30
Prasasti 7 11 14 - 2 5 2 41
Arca/ 5 2 - 2 1 2 12
Monumen

Sumber: Kopendium Arsitektur Nusantara, India, China dan Jepang.pdf

H. Sasaran Pengguna
Berdasarkan jenisnya, pelaku kegiatan dalam galeri terdiri dari:
1. Pengunjung umum (masyarakat)
Kelompok ini merupakan pengunjung yang paling mendominasi. Motivasi
kelompok ini biasanya mempunyai dua arah yaitu umum (general) dan
detail. Kerangka pameran yang jelas dan didukung oleh tata pameran yang
mendetail akan sangat membantu mereka. Pengunjung ini memiliki
motivasi untuk berekreasi dan memanfaatkan liburan dengan aktivitas
commit to user
yang dapat merangsang kreativitas. Dari jumlahnya, kelompok ini dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

87

terdiri dari perorangan maupun rombongan. Untuk memenuhi minat


mereka, bantuan perpustakaan sangat diperlukan.
2. Peneliti
Yang tergolong dalam hal ini adalah peneliti ilmiah, dan atau untuk hal-hal
yang langsung terpakai dalam kehidupan sehari-hari. Keterangan-
keterangan detail dan tepat sangat dibutuhkan oleh mereka. Biasanya
kelompok ini terdiri dari perorangan, kecuali bila sedang ada seminar yang
menyangkut koleksi/ pameran museum. Perpustakaan merupakan syarat
mutlak bagi mereka.
3. Seniman dan Arsitek
Merupakan tulang punggung dari kelangsungan galeri ini. Setiap periode
pameran, akan diwakili oleh karya-karya beberapa arsitek maupun
seniman yang berbeda.
4. Kurator
Bertanggung jawab atas segala macam kegiatan yang berlangsung di
dalam galeri. Terdiri dari orang-otrang yang memiliki pegetahuan dibidang
arsitektur dan bertugas memberikan informasi bagi pengunjung, menilai
dan menganalisa suatu karya, memnentukan metode penyimpanan dan
pameran karya seni serta mengatur dan mengorganisir acara-acara yang
diadakan di galeri.
5. Pengelola
Bertugas mengelola manajemen dari organisasi galeri ini, terdiri dari:
a) Direktur dibantu oleh Wakil Direktur
Bertanggung jawab penuh atas segala kegiatan yang berjalan di galeri
b) Sekretaris membantu tugas dan tanggung jawab yang dijalankan oleh
Direktur dan Wakil Direktur
c) ManajerAdministrasi dan Keuangan
d) Manajer Program yang terdiri dari kurator pelaksana harian dan
koordinator commercial area
e) Manajer Informasi dan Penelitian yang terdiri dari dokumentasi dan
kepustakaan, front desk dan litbang teknologi dan informasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

88

f) Manajer Keamanan dan Perawatan yang tediri dari koordinator


perawatan dan rumah tangga serta koordinator keamanan.

I. Frekuansi Kegiatan
Frekuensi kegiatan dalam Galeri Arsitektu Nusantara di Yogyakarta yang
direncanakan dibagi dalam tiga kategori pelayanan, yaitu :
1. Kegiatan Pameran
Pameran Tetap dan Temporer berlangsung setiap hari pukul 09.00-18.00
kecuali hari minggu mulai pukul 08.00
2. Kegiatan Pendidikan
a) Perpustakaan buka setiap hari pukul 09.00-15.00
b) Konferensi, seminar, diskusi dikhususkan pada hari sabtu dan minggu
3. Kegiatan Pendukung
a) Toko cinderamata dan book store buka setiap hari pukul 09.00-15.00
b) Restaurant dan coffee shop buka setiap hari pukul 09.00-21.00
c) Kegiatan Penunjang (koordinasi, pengelolaan, administrasi) dilakukan
secara rutin setiap hari pukul 09.00-15.00

J. Bentuk dan Sistem Pelayanan


1. Bentuk Pelayanan
Galeri Arsitektur Nusantara di Yogyakarta yang direncanakan menerapkan
bentuk pelayanan langsung, yaitu masyarakat atau pengunjung datang
secara langsung ke Galeri.
2. Sistem Pelayanan
Sistem Pelayanan yang diterapkan pada galeri yang direncanakan
menggunakan sistem pelayanan terbuka (open access). Sistem ini
diterapkan pada semua ruang pameran dan perpustakaan umum.
Pengunjung dapat melihat karya pameran dengan bebas, memilih dan
mengambil sendiri bahan pustaka yang tersedia di ruang perpustakaan
tanpa harus dilakukan oleh petugas perpustakaan.

commit to user

Vous aimerez peut-être aussi