Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan sesuatu yang amat penting dalam kehidupan
manusia. Dalam mencapai manusia yang sehat secara fisik, manusia harus
tahu bahwa sistem imunlah yang bekerja dalam menangkal semua
penyakit yang menyerang tubuh kita. Di dalam melindungi tubuh kita,
sistem imun memiliki kelainan-kelainan yang ada baik akibat keturunan
ataupun akibat penyakit. Salah satu kelainan tersebut adalah hemofilia.
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor
pembekuan darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive
pada kromosom X (Xh). Meskipun hemofilia merupakan penyakit
herediter tetapi sekitar 20-30% pasien tidak memiliki riwayat keluarga
dengan gangguan pembekuan darah, sehingga diduga terjadi mutasi
spontan akibat lingkungan endogen maupun eksogen.
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemofilia yang diturunkan secara
sex-linked recessive yaitu :
Hemofilia A (hemofilia klasik), akibat defesiensi atau
disfungsi faktor pembekuan VIII (F VIIIc).
Hemofilia B (Christmas disease) akaibat defesiensi atau
disfungsi F IX (faktor Christmas)
Sedangkan hemofilia C merupakan penyakit perdarahn akibat
kekurangan faktor XI yang diturunkan secara autosomal recessive pada
kromosom 4q32q35.
Penyakit ini pertama kali dikenal pada keluarga Judah yaitu sekita
abad kedua sesudah Masehi di Talmud. Pada awal abad ke-19 sejarah baru
hemofilia baru dimulai dengan dituliskannya silsilah keluarga Kerajaan
Inggris mengenai penyakit ini oleh Otta (1803). Sejak itu hemofilia
dikenal dengan kelainan pembekuan darah yang diturunkan secara X-
linked recessive, sekitar setengah abad sebelum hukum Mandel
diperkenalkan. Selanjutnya legg pada tahun 1872 berhasil membedakan
hemofilia dari penyakit gangguan pembekuan darah lainnya berdasarkan
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami buat maka muncul
keinginan kami sebagai calon perawat untuk membahas masalah penyakit
hemofilia guna untuk memperdalam ilmu pengetahuan mengenai penyakit
hemofilia agar dapat menjadi acuan dan konsep dasar kami untuk
melakukan asuhan keperawatan pasien dengan hemofilia.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberi tahu
kepada pembaca khususnya bagi kalangan perawat agar mengetahui
apa itu hemofilia dan apa saja asuhan keperawatan pasien dengan
hemofilia.
2. Tujuan khusus
Secara khusus dalam menyusun makalah ini adalah penulis bertujuan
untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah sistem imun & hematologi
yang telah diberikan oleh dosen pembimbing serta mahasiswa dapat
mampu :
a. Mengetahui definisi hemofilia
b. Mengetahui klasifikasi hemofilia
c. Mengetahui etiologi hemofilia
d. Mengetahui patofisiologi hemofilia
e. Mengetahui manifestasi klinis hemofilia
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang hemofilia
g. Mengetahui penatalaksanaan hemofilia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
4
B. Klasifikasi
5
C. Etiologi
Hemofilia disebabkan oleh factor gen atau keturunan. hemofilia A
dan B, kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk
penyakit resesif terkait X. Oleh karna itu semua anak perempuan dari
laki-laki yang menderita hemofilia adalah karier penyakit, dan anak laki-
laki tidak terkena. Anak laki-laki dari perempuan yang kerier memiliki
kemungkinan 50% untuk menderita penyakit hemofilia dapat terjadi pada
wanita homozigot dengan hemofilia (ayah hemofilia, ibu karier) tetapi
keadaan ini sangat jarang terjadi .kira-kira 30% pasien tidak memiliki
7
D. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit kelainan koagulasi darah congenital
karena anak kekurangan faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau faktor
IX (hemofilia B, atau penyakit Christmas). Penyakit kongenital ini
diturunkan oleh gen resesif terkait-X dari pihak ibu. F VIII dam F IX
adalah protein plasma yang merupakan komponen yang yang diperlukan
untuk pembekuan darah; faktor-faktor tersebut diperlukan untuk
8
Gambar.1
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia
adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan,
pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta
keterbatasan gerak. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal
juga kecacatan terjadi akibat kerusakan sendi (Handayani, Wiwik, 2008).
10
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan PT (Partial Tromboplstin) dan APPT (Activated
Partial Tromboplastin Time). Bila masa protombin memberi hasil
normal dan APPT memanjang, memberi kesan adanya defisiensi
(kurang dari 25%) dari aktivitas satu atau lebih factor koagulasi plasma
(F XII, F XI, F IX, F VIII)
12
2. Pemeriksaan kadar factor VIII dan IX. Bila APPT pada pasien
dengan perdarahan yang berulang lebih dari 34 detik perlu dilakukan
pemeriksaan assay kuantitatif terhadap F VIII dan F IX untuk
memastikan diagnose.
3. Uji skrining koagulasi darah :
a. Jumlah trombosit
b. Masa protombin
c. Masa tromboplastin parsial
d. Masa pembekuan thrombin
e. Assay fungsional factor VIII dan IX
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
a. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau
benturan
b. Merencanakan suatu tindakan operasi serta
mempertahankan kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%
c. Lakukan Rest, Ice, Compressio, Elevation (RICE) pada
lokasi perdarahan untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi.
d. Kortikosteroid, untuk menghilangkan proses inflamasi pada
sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis
e. Analgetik, diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan
nyeri hebat, hindari analgetik yang mengganggu agregasi trombosit
f. Rehabilitasi medik, sebaiknya dilakukan sedini mungkin
secara komprehensif dan holistic dalam sebuah tim karena
keterlambatan pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan
ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun psikososial dan
edukasi. Rehabilitasi medic atritis hemofilia meliputi : latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas, penggunaan ortosis, terapi
psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.
3. Terapi lainnya
a. Pemberian DDAVP (desmopresin) pada pasien dengan
hemofili A ringan sampai sedang. DDAVP meningkatkan pelepasan
factor VIII.
b. Pemberian prednisone 0.5-1 mg/kg/bb/hari selama 5-7 hari
mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (atrosis) yang
mengganggu aktivitas harian serta menurunkan kualitas hidup
pasien Hemofilia (Aru et al, 2010)
c. Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
d. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
e. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
f. Bidai dan alat orthopedic bagi pasien yang mengalami
perdarahan otak dan sendi (Hadayani, Wiwik, 2008)
H. Komplikasi
Menurut Handayani (2008), komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien hemofilia adalah perdarahan intrakranium, infeksi oleh virus
imunodefisiensi manusia sebelum diciptakannya F VIII artificial,
kekakuan sendi, hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal, serta
resiko tinggi terkena AIDS akibat transfusi darah.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hemofilia (Cecily
Lynn Betz, 2009) :
1. Arthritis
2. Sindrom kompartemen
3. Atrofi otot
4. Kontraktur otot
5. Paralisis
6. Perdarahan intracranial
7. Kerusakan saraf
8. Hipertensi
9. Kerusakan ginjal
10. Splenomegali
11. Hepatitis
12. Sirosis
13. Infeksi HIV karena terpajan produk darah yang terkontaminasi
14. Antibody terbentuk sebagai antagonis F VIII dan IX
15. Reaksi tranfusi alergi terhadap produk darah
16. Anemia hemolitik
17. Thrombosis
18. Nyeri kronis
14
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata Klien
Biasanya lebih banyak terjadi pada pria karena mereka hanya
memiliki 1 kromosom X. Sedangkan wanita, umumnya menjadi
pembawa sifat saja (carrier)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sering terjadi nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan pada
jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral,
ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Focus primer yang sering terjadi pada hemofilia adalah sering
terjadi infeksi pada daerah luka, dan mungkin terjadi hipotensi
akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila sering terjadi
perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan
mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak
adalah sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku. Pada
sendi engsel mempunyai sedikit perlindungan terhadap tekanan,
akibatnya sering terjadi perdarahan.Sedangkan pada sendi peluru
seperti panggul dan bahu, jarang terjadi perdarahan karena pada
sendi peluru mempunyai perlindungan yang baik. Apabila terjadi
perdarahan, jarang menimbulkan kerusakan sendi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti
kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang:
Kurang dari 1% tergolong berat
Kurang dari 1%-5% tergolong sedang
Kurang dari 5%-10% tergolong ringan
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya
yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
e. Riwayat Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien
f. Pola Aktifitas
15
2. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pengkajian diagnosis keperawatan untuk klien ini
mencakup yang berikut :
a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekakuan ektrimitas akibat
adanya hematom
b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik, kelainan
proses pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen penurunan
resiko trauma
c. Koping individu atau keluarga tidak efektif b.d prognosis
penyakit, gambaran diri yang salah, perubahan peran
d. Kecemasan individu dan keluarga b.d prognosis sakit
3. Rencana Intervensi
a. Nyeri b.d perdarahan sendi dan kekauan ekstremitas
akibat adanya hematom
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri
dada
Kriteria hasil : secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa
nyeri, secara objektif didapatkan tanda-tanda vital dalam batas
normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi perifer.
Intervensi :
1) Catat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, serta lama dan
penyebarannya
R/ variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri terjadi
sebagai temuan pengkajian
2) Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
Atur posisi fisiologis
R/ posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O 2 ke
jaringan yang mengalami nyeri sekunder dari iskemia
Istirahatkanlah klien
R/ istirahat akan menurunkan kebutuhan O 2 jaringan
perifer, sehingga kebutuhan demand oksigen jaringan
16
Asam tranexamic
R/ penghambat enzim fibrinolitik. Obat ini dapat
memperlambat kelarutan bekuan darah yang sedang
terbentuk, dan dapat digunakan setelah pembedahan mulut
klien dengan Hemofilia.
b. Resiko tinggi trauma b.d hambatan mobilitas fisik,
kelainan proses pembekuan darah, ketidaktahuan manajemen
penurunan resiko trauma
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam resiko trauma tidak terjadi
Kriteria hasil : klien dan keluarga mau berpartisipasi terhadap
pencegahan trauma, mengenal factor-faktor yang potensial
meningkatkan resiko trauma, mengenal manajemen aktifitas
Intervensi :
1) Kaji kemampuan mobilisasi : catat factor yang potensial
meningkatkan cidera
R/ menjadi data dasar dan meminimalkan resiko cidera
2) Kaji adanya tanda dan gejala perfusi jaringan
R/ deteksi seperti hipoksia pada organ vital, gelisah, cemas,
pucat, kulit dingin, lembab, nyeri dada, dan penurunah curah
urine.
3) Ajarkan manajemen aktifitas
R/ klien didorong untuk bergerak perlahan dan mencegah stress
pada sendi yang terkena.
4) Ajarkan cara pemantauan dan pencegahan komplikasi
R/ pemantauan dan pencegahan komplikasi pada klien
hemofilia sangat penting diketahui klien atau orang tua dengan
tujuan menurunkannya pemantauan dan pencegahan
komplikasi tersebut meliputi :
monitor tekanan darah, denyut nadi, respirasi,
tekanan vena sentral dan tekanan arteri pumonal harus
dipantau, begitu juga hemoglobin dan hematocrit, waktu
perdarahan dan pembekuan, serta angka trombosit
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi herediter atau didapat
yang paling sering dijumpai, bermanifestasi sebagai episode perdarahan
intermiten. Hemofilia disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII (F VIII) atau
faktor IX (F IX), dikelompokkan sebagai hemofolia A dan hemofilia B.
Kedua gen tersebut terletak pada kromosom X, sehingga termasuk
penyakit resesif terkait-X,
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX
maka pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena
itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit
berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses
perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka
dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan
darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat
proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.
Gambaran klinis yang sering terjadi pada klien dengan hemofilia
adalah adanya perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan,
pembengkakan, nyeri, dan kelainan-kelainan degeneratife pada sendi, serta
24
B. Saran
Hemofilia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat di cegah maka
untuk penderita hemophilia kami sarankaan agar tetap sabar dan berusaha
untuk pengobatan rutin. Dan berusahasa agar menjaga kesehatan dan
mencegah dampak dari hemofilia.
25
DAFTAR PUSTAKA
Aru et al. 2009. Ilmu Penyakit dalam Jilid II: Edisi V. Jakarta: Interna Publishing
Betz, Cecily L.. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik E/3. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2 Edisi 4. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit dalam Fakultas Kedokteran, Universitas
Indonesia
Muscari, Mary E.. 2005. Panduan Belajar: Keperawatan Pediatrik, E/3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Nur Arif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC.Yogyakarta : Media
Action Publishing.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.