Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Akad-Akad Lainnya. Shalawat serta salam juga
selalu tercurahkan kepada nabi akhir zaman, yakni Nabi Muhammad SAW.
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Ibu Desi Susanti selaku dosen pengampu yang
telah memberikan masukan dan dorongan serta ilmu yang bermanfaat bagi kami.
Penulis berusaha agar makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan benar. Namun, tidak
ada yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Untuk itu penulis memohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat banyak kecacatan dalam penulisan dan penyajian
makalah ini. Tentu saja kritik dan saran kami harapkan, agar kami dapat memperbaiki kesalahan-
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis serta seluruh pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Transaksi dalam bentuk jasa merupakan akad pelengkap di lembaga keuangan syariah.
Akad-akad berbasis jasa biasanya digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan nasabah atau
konsumen akan jasa keuangan yang tidak bisa dilakukan sendiri oleh nasabah atau konsumen itu.
Jasa-jasa pelengkap tersebut antara lain; transfer pembayaran listrik, telpon, air, jasa penukaran
mata uang, jasa gadai, jasa titipan barang, atau uang dan jasa-jasa lainnya. Jasa-jasa tersebut
merupakan sumber pendapatan lembaga keuangan selain kegiatan operasi utama.
Bank syariah adalah lembaga keuangan yang sangat membantu masyarakat. Karena salah
satu produk Bank Syariah bersifat sosial, yaitu al-qardh. Al-Qardh sangat bermanfaat bagi bank
dan terutama bagi nasabah yang tidak mempunyai dana dana dan sangat membutuhkan dana.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana konsep dari akad Sharf, akad Wadiah, akad Wakalah, akad Kafalah dan Qardh
2. Bagaimana perlakuan akuntansi dari akad Sharf, akad Wadiah, akad Wakalah, akad Kafalah dan
Qardh
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalh tersebut, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep dari akad Sharf, akad Wadiah, akad Wakalah, akad
Kafalah dan Qardh
2. Untuk mengetahui dan memahami perlakuan akuntansi akad Sharf, akad Wadiah, akad Wakalah,
akad Kafalah dan Qardh
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akad Sharf
A.1. Pengertian Akad Sharf
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran ,penghindaran atau transaksi jual beli.
Secara istilah sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual
beli mata uang asing (valuta asing), dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis
(misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dolar atau
sebaliknya).[1] Pendapat lain mengatakan bahwa Sharf adalah transaksi pertukaran antara emas
dengan perak atau pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata
uang domestik atau dengan mata uang asing lainnya.
A.2. Sumber Hukum
1. Al- Quran
Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 275 yang berbunyi:
Artinya: Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS. Al
Baqarah:275)
2. Al Hadist
Artinya: jualah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan
syair, kurma dengan kurma , dan garam dengan garam ( dengan syarat harus) sama dan sejenis
serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda ,jualah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.(HR.
Muslim).[2]
Menurut ajaran Islam uang hanya berfungsi sebagai alat tukar menukar dan bukan
merupakan komoditas. Tanpa didayagunakan atau diinvestasikan dengan sumber daya lainnya,
uang tidak dapat menghasilkan pendapatan atau keuntungan dengan dirinya sendiri. Apabila uang
dapat bertambah tanpa didayagunakan , maka tambahan itu adalah riba.
Dengan demikian secara syariah transaksi valuta asing dibolehkan sepanjang dilakukan
secara tunai dan tidak digunakan dengan tujuan spekulasi. Bila penjualannya tunai tapi jika
tujuannya untuk berspekulasi, tetap tidak dibolehkan karena seperti sudah dijelaskan bahwa uang
bukanlah komoditas.
Jika tujuannya untuk tabungan atau keperluan transaksi misalnya ingin pergi haji atau
mempunyai anak yang kuliah di luar negri, boleh saja menyimpan dalam bentuk valas. Sedangkan
transaksi pertukaran valas tidak tunai tidak diperbolehkan dengan alasan apa pun.[3]
Untuk tujuan laporan keuangan di akhir periode, aset moneter (piutang dan utang) dalam
satuan valuta asing akan dijabarkan dalam satuan rupiah dengan menggunakan nilai kurs tengah
Bank Indonesia pada tanggal laporan keuangan. Jurnal penyesuainnya adalah sebagai berikut:
Jika nilai kurs tengah BI lebih kecil dari nilai kurs tanggal transaksi, jurnal pecatatannya:
Dr. Kerugian xxx
Kr. Piutang (valas) xxx
Dr. Utang (valas) xxx
Kr. Keuntungan xxx
Jika nilai kurs tengah BI lebih besar dari nilai kurs tanggal transaksi, jurnal pencatatannya:
Dr. Piutang (valas) xxx
Kr. Keuntungan xxx
Dr. Kerugian xxx
Kr. Utang (valas) xxx
B. Akad Wadiah
B. 1. Pengertian Akad Wadiah
Wadiah merupakan akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang
atau uang dan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan,
keamanan, serta keutuhan barang atau uang. [6]
Menurut Imam Syafii (1999), wadiah merupakan titipan murni dari satu pihak ke
pihak lain, baik individu maupun Badan Hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja
si- penitip menghendaki.
Menurut Bank Indonesia (1999), wadiah adalah akad penitipan barang/uang antara pihak
yang mempunyai barang/uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk
menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang/uang.
B.2. Jenis-Jenis Akad Wadiah
a. Wadiah yad Amanah
Merupakan transaksi penitipan barang/uang ketika pihak penerima titipan tidak diperkenankan
menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan atau
kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan.[7]
b. Wadiah yad Dhamanah
Transaksi penitipan barang/uang ketika pihak penerima titipan dengan atau tanpa seizin
pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan., dan harus bertanggungjawab
terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang
diperoleh dalam penggunaan barang/uang tersebut menjadi hak penerima titipan. Produk yang
digunakan dalam akad ini adalah giro Wadiah dan tabungan Wadiah.
3. Pada saat menyerahkan barang dan menerima pembayaran kekurangan pendapatan penitipan
(mengeluarkan tanda penyerahan barang)
Jurnal:
Dr. Kas xxx
Cr. Piutang xxx
C. Akad Wakalah
C.1. Pengertian Akad Wakalah
Al Wakalah atau Al Wikalah atau At Tahwidh artinya penyerahan, pendelegasian atau
pemberian mandat.[11] Wakalah adalah pemberian kuasa dari pemberi kuasa (muwakkil) kepada
penerima kuasa (wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dalam
praktik perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu. Akad wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak
(muwakkil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal-hal yang boleh di wakilkan.[12]
Dalam fiqih berdasarkan ruang lingkupnya wakalah dibedakan menjadi tiga macam
yaitu:[13]
1. Wakalah al mutlaqah, yaitu mewakilkan secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk segala
urusan.
2. Wakalah al muqayyadah, yaitu penunjukan wakil untuk bertindak atas namanya dalam urusan-
urusan tertentu.
3. Wakalah al ammah yaitu perwakilan yang lebih luas dari al muqayyadah tetapi lebih sederhana
dari al mutlaqah.
Artinya : Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka
sendiri. Berkata salah seorang di antra mereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini)?
Mereka menjawab: kita sudah berada (disini) satu atau setengah hari. Berkata (yang lain lagi):
Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lama kami berada disini. Maka suruhlah salah seorang
kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah makanan
yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu dan hendaklah ia berlaku
lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.
2. As Sunnah
Artinya: Rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang Anshar untuk mengawinkan
(qabul perkawinan Nabi dengan) Maimunah r.a (HR. Malik dalam al-Muwaththa)
3.Ijma
Wakalah dibolehkan bahkan sunnah, karena wakalah termasuk jenis taawun (tolong
menolong) atas dasar kebaikan dan taqwa, beradasarkan Al-Quran dan Hadis.
D. Akad Kafalah
D.1. Pengertian Akad Kafalah
Kafalah adalah transaksi pemberian jaminan (makful alaih) yang diberikan satu pihak
kepada pihak lain ketika pemberi jaminan (kafiil) bertanggungjawab atas pembayaran kembali
suatu utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful).[16] Akad kafalah yaitu perjanjian
pemberian jaminan yang diberika oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga (makful lahu)
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung (makful anhu/ ashil). Secara
teknis akad kafalah merupakan perjanjian antara seseorang yang memberikan penjaminan
(penjamin) kepada seorang kreditur yang memberikan utang kepada seorang debitur, dimana utang
debitur akan dilunasi oleh penjamin apabila debitur tidak membayar utangnya.[17]
Kafalah bisa atas sesuatu yang bersifat segera, misalnya hutang yang harus segera di lunasi
atau sesuatu di masa depan. Kafalah dapat juga bersyarat, misalnya kalau kamu pinjamkan uang
pada adikku maka akan jamin utangnya.
Kafalah merupakan salah satu jenis akad tabarru yang bertujuan untuk saling tolong
menolong.[18] Namun, penjamin dapat menerima imbalan sepanjang tidak memberatkan. Apabila
ada imbalan maka akad kafalah bersifat mengikat dan tidak dapat dibatalkan secara sepihak.
D.2. Sumber Hukum
1. Al Quran
Allah berfirman dalam surat
Artinya: Dan Dia (Allah) menjadikan Zakaria sebagai penjaminnya (Maryam) (QS [3] :
37)
Allah berfirman dalam surat ayat 72:
Artinya: Dan bagi siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya (QS [12]:72)
2. As Sunnah
Artinya: telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk disolatkan
Rasulullah SAW bertanya, Apakah ia mempunyai hutang? Sahabat emnjawab, tidak . maka
beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah lain, Rasulullah pun bertanya,
apakah ia mempunyai hutang? sahabat menjawab, Ya Rasulullah berkata, salatkanlah
temanmu itu (beliau sendiri tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, Saya
menjamin hutangnya, ya Rasulullah. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut. (HR.
Bukhari dari Salamah bin Akwa)
E. Qhardhul Hasan
E.1. Pengertian Qhardhul Hasan
( potongan). Harta yang dibayarkan kepada muqtarib
Secara etimologi qardh berarti
(yang diajak akad qardh), dinamakan qardh sebab merupakan potongan dari harta muqrid ( orang
yang membayar).[20]
Qhardhul hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya ( hanya wajib membayar sebesar
pokok utangnya ), pinjaman uang seperti inilah yang sesuai dengan ketentuan syariah ( tidak ada
riba ), karena kalau meminjamkan uang maka ia tidak boleh meminta pengembalian yang lebih
besar dari pinjaman yang diberikan. Namun si peminjam boleh saja atas kehendaknya sendiri
memberikan kelebihan atas pokok pinjamannya[21].
Pinjaman qardh bertujuan untuk diberikan kepada orang yang membutuhkan atau tidak
memiliki kemampuan finansial, untuk tujuan sosial atau untuk kemanusiaan. Cara pelunasan dan
waktu pelunasan pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
Qhard adalah transaksi pinjaman dari bank (Muqridh) kepada pihak tertentu (Muqtaridh)
yang wajib dikembalikan dengan jumlah lama sesuai pinjaman. (Muqridh) dapat meminta jaminan
atas pinjaman kepada (Muqtaridh). Pengembalian pinjaman dapat dilakukan secara angsur atau
sekaligus. [22] Biaya administrasi, dalam jumlah yang terbatas, diperkenankan untuk dibebankan
kepada peminjaman. Jika peminjam mengalami kerugian bukan kelalaiannya maka kerugian
tersebut dapat mengurangi jumlah pinjaman.
Sumber dana pinjaman qhardhul hasan dapat berasal dari internal dan eksternal bank.
Sumber pinjaman qardh eksternal meliputi dana qardh yang diterima dari dan infak, sedekah, dan
sumber non-halal. Sedangkan pinjaman qardh yang berasal dari internal bank adalah ekuitas bank
syariah. Pinjaman qardh sumber dana internal biasanya digunakan untuk bantuan sosial terhadap
pihak yang memiliki hubungan bisnis dengan bank syariah, antara lain pegawai bank syariah
sendiri, nasabah deposito yang butuh uang tetapi tidak dapat mencairkannya, dan nasabah yang
megonversi pinjaman dari konvensional ke syariah. Adapun pinjaman qardh dengan sumber dana
eksternal biasanya digunakan untuk bantuan sosial kepada masyaraakat yang memiliki
keterbatasan ekonomi.[23]
... ...
Artinya: Dan jika ia (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, berilah tangguh sampai ia
berkelapangan..... (QS. Al-Baqarah [2]: 280
b) As Sunnah
(
)
Artinya: Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan
melepaskan kesulitannya di hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia
(suka) menolong saudaranya (HR. Muslim)
2. Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan nonhalal, yaitu :
Dr. Dana Kebajikan-Kas xxx
Kr. Dana Kebajikan-Denda/pendapatan Non-halal xxx
4. Untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman untuk qardh hasan, jurnal :
Dr. Dana Kebajikan-Kas xxx
Kr. Dana Kebajikan-Dana Kebajikan Produktif xxx
A. Kesimpulan
1. Sharf merupakan akad perjanjian jual beli antara satu valuta dengan valuta lainnya. Wadiah
merupakan akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan
pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta
keutuhan barang atau uang. Akad wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada
pihak lain dalam hal-hal yang boleh di wakilkan. Al kafalah merupakan perjanjian pemberian
jaminan yang diberika oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau pihak yang ditanggung. Qhard adalah transaksi pinjaman dari bank kepada pihak
tertentu yang wajib dikembalikan dengan jumlah lama sesuai pinjaman dapat meminta jaminan
atas pinjaman kepada.
2. Perlakuan akuntansi akad sharf terdapat pada PSAK 59 paragraf 145 dan 146, perlakuan akad
wadiah terdapata pada PSAK 59 paragraf 137 dan 138, perlakuan akuntandi akad wakalah dan
akad kafalah terdapat pada PSAK 59 paragraf 150 dan perlakuan akuntansi terdapat pada PSAK
59 paragraf 142 dan PAPSI bagian III.
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Abdul Ghofur, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2009)
DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan : Akuntansi Perbankan Syariah, (Jakarta: IAI,
2002)
Nurhayati, Sri dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi, (Jakarta: Salemba Empat.
2012)
Sjahdeini, Sutan Reny, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia,
(Jakarta:PT. Pustaka Utama Grafiti, 2005)
Syafei, Rachmat, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 151
Yaya, Rizal, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta: Salemba
Empat, 2012)
[1] Sutan Reny Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan
Indonesia, (Jakarta:PT. Pustaka Utama Grafiti, 2005), hlm. 87
[2] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi, (Jakarta: Salemba
Empat. 2012), hlm.244
[3] Ibid, hlm. 246
[4] Ibid, hlm. 247
[5] DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan : Akuntansi Perbankan Syariah,
(Jakarta: IAI, 2002),hlm. 21
[6] Nurnasrina, Perbangkan Syariah 1 (Pekanbaru: SUSKA PRESS, 2012), hlm. 83
[7] Ibid, hal 84
[8] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi, (Jakarta: Salemba
Empat. 2012), hlm.249
[9] DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan : Akuntansi Perbankan Syariah,
(Jakarta: IAI, 2002),hlm. 20
[10] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia: Edisi 4 (Jakarta: Salemba
Empat, 2015), hlm. 256
[11] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi, (Jakarta:
Salemba Empat. 2012), hlm.251
[12] Nurnasrina, Perbankan Syariah 1, ( Pekanbaru: SUSKA Press, 2012), hlm. 188
[13] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2009), hlm. 163
[14] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi, (Jakarta:
Salemba Empat. 2012), hlm.252
[15] DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan : Akuntansi Perbankan Syariah,
(Jakarta: IAI, 2002),hlm. 22
[16] Nurnasrina, Perbankan Syariah 1, ( Pekanbaru: SUSKA Press, 2012), hlm. 197
[17] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 2 Revisi, (Jakarta:
Salemba Empat. 2012), hlm.254
[18] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 4 Revisi, (Jakarta:
Salemba Empat. 2012), hlm.260
[19] DSAK IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan : Akuntansi Perbankan Syariah,
(Jakarta: IAI, 2002),hlm. 22
[20] Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 151
[21] Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, ( Jakarta: Salemba Empat,. 2012
), hlm. 257
[22] Nurnasrina, Perbankan Syariah 1, (pekanbaru: Suska Press, 2012), hlm. 216
[23] Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta:
Salemba Empat, 2012),hlm. 327
[24] Rizal Yaya, dkk, Akuntansi Perbankan Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer, (Jakarta:
Salemba Empat, 2012),hlm. 331