Vous êtes sur la page 1sur 42

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diantara penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular yang akan
meningkat jumlahnya di masa mendatang adalah diabetes mellitus. Faktor herediter
biasanya memainkan peranan besar dalam menentukan pada siapa diabetes akan
berkembang dan pada siapa diabetes tidak berkembang, dimana faktor herediter
seringkali menyebabkan timbulnya diabetes melalui peningkatan kerentanan sel-sel
beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi
autoimun melawan sel-sel beta, jadi juga mengarah kepada penghancuran sel-sel beta.
Pada keadaan lain, kelihatannya ada kecenderungan sederhana dari faktor
herediter terhadap degenerasi sel beta. Pada sebagian besar kasus, diabetes mellitus
disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin oleh sel-sel beta Langerhans. Penyakit
Diabetes Mellitus (DM) sering disebut the great imitator karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal (gagal ginjal), jantung, mata,
kaki (gangren diabetik). Gejala DM dapat timbul perlahan-lahan sehingga pasien
tidak menyadari adanya perubahan pada dirinya seperti minum menjadi lebih banyak
(polidipsi), buang air kecil lebih sering (poliuri), makan lebih banyak (polifagi)
ataupun berat badan menurun tanpa sebab yang jelas.
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 1996 di
dunia terdapat 120 juta penderita diabetes mellitus yang diperkirakan naik dua kali
lipat pada tahun 2025. Kenaikan ini disebabkan oleh pertambahan umur, kelebihan
berat badan (obesitas), dan gaya hidup. Kini DM menjadi salah satu masalah
kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukkan bahwa jumlah penderita
DM pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang, dan diperkirakan akan
menungkat menjadi 522 juta pada tahun 2030. Pada tahun 2006, terdapat lebih dari 50
juta orang yang menderita DM di asia tenggara. International Diabetes Federation
memperkirakan bahwa sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka
mengidap DM. Sebesar 80 % orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan
rendah dan menengah. Sebagian besar penderita DM berusia antara 40-59 tahun
(Trisnawati 2013).
Pada tahun 2013, proporsi penduduk indonesia yang berusia 15 tahun dengan
DM adalah 6,9 %, prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di
1
DI yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2.5%), Sulawesi Utara (2,4%), Kalimantan Timur
(2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau berdasarkan gejala, tertinggi
terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%),
dan Nusa Tenggara Timur (3,3%). (Kemenkes,2013).
Prevalensi DM di indonesia beranjak naik dari tahun ke tahun. Penderita yang
terkena bukan hanya berusia senja, namun banyak pula yang masih berusia produktif.
Pravelensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan
bertambahnya umur, namun mulai umur 65 tahun cenderung menurun. Pravelensi
DM pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada laki laki, di perkotaan
cenderung lebih tinggi dari pada di perdesaan, serta cenderung lebih tinggi pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi dan dengan kuintil indeks kepemilikan
tinggi (Kemenkes,2013).
Penyakit diabetes mellitus jarang tertangani dengan benar karena kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang penyakit tersebut. Penyakit ini dapat menimbulkan
komplikasi yang serius jika tidak tertangani dengan benar seperti penyempitan
pembuluh darah kapiler, koma diabetik, pembersihan luka yang tidak tepat dapat
memperparah luka pada penderita diabetes mellitus. Kurangnya kesadaran masyarakat
untuk memeriksa gula darah ke rumah sakit atau ke puskesmas terutama bagi
masyarakat ekonomi ke bawah yang merasa malas dan kekurangan biaya. Diabetes
militus bukanlah penyakit yang mudah ditangani, penyakit yang bisa menyerang
semua kalangan manusia ini memiliki efek yang mendukung timbulnya penyakit lain
yang menyertai. Penyakit atau keadaan merugikan lain yang bisa terjadi akibat
diabetes militus ini antara lain adalah Gangrene.
Gangrene marupakan salah satu bentuk nekrosis atau matinya sel atau jaringan
di suatu tempat yang sehingga berdampak luka bahkan pembusukan luka yang dapat
menyebar dengan cepat. Pembusukan luka inilah yang dapat memperparah keadaan
klien. Selain fisiknya yang terganggu, psikologinya juga dapat terganggu, seperti
kecemasan, gangguan harga diri rendah, aktualisasi diri, dan sebagainya bahkan
apabila tingkat penyebaran dan luka yang semakin berbahaya, penderita harus
merelakan anggota tubuh yang terluka tersebut untuk diamputasi bahkan dapat
teramputasi dengan sendirinya. Selain itu Diabetes militus juga dapat mempengaruhi
proses persepsi dan sensori si penderita.
Penyembuhan untuk Diabetes militus bukanlah hal yang mudah, selain uang
penderita juga harus mampu mengontrol nafsu makan juga aktivitasnya. Untuk itulah
2
penulis menulis makalah ini sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap penyakit
Diabetes militus beserta penyakit yang menyertai terutama Gangrene.

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang berkenaan
dengan DM dengan Gangren serta penanggulangan dan pencegahannya.
Tujuan Umum:
Mahasiswa dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangrene DM .
Tujuan Khusus:
1. Mahasiswa dapat memahami definisi, penyebab, tanda-tanda, gejala,
patofisiologi, penatalaksanaan pada kasus gangrene DM.
2. Mahasiswa memahami proses keperawatan pada klien dengan gangrene DM.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


a. DIABETES MELLITUS
1. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah
(Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes
Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

2. KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
1) Klasifikasi Klinis
a. Diabetes Mellitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
b. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c. Diabetes Kehamilan (GDM)
2) Klasifikasi risiko statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel pancreas yang secara normal
menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun,
sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan
kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan
mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus

4
tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi
insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.

3. ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel
pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
5
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin
(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang
merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul
pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

6
4. PATOFISIOLOGI
DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetil, dll

sel pancreas hancur


Jmh sel pancreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein meningkat Lipolisis meningkat

Penurunan BB polipagi

Glukoneogenesis
Glukosuria meningkat Gliserol asam lemak
bebas meningkat

Diuresis Osmotik Kehilangan elektrolit urine Ketogenesis

Kehilangan cairan hipotonik

Polidipsi Hiperosmolaritas ketoasidosis ketonuria

coma

7
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel
baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan
energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan
oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan
makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein
(Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi
glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus
semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan
glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah
sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan
bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka
sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan
dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien
akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya
transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan
simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan
untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar
sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah
yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
8
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati
akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).

5. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita
Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat
badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada
penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan
menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.

6. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and
Brunner, 1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati diabetik
b. Retinopati diabetik
c. Nefropati diabetik
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
9
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah
distal

7. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa
darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu
puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu
diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria
diagnostik penyakit DM.

8. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM
adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
10
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti


pedoman 3 J yaitu:
JI : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan
dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan
normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) 100

Kurus (underweight)
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal) : BBR 90 110 %

11
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 %
Obesitas ringan : BBR 120 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 140 %
Obesitas berat : BBR 140 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
kurus : BB X 40 60 kalori sehari
Normal : BB X 30 kalori sehari
Gemuk : BB X 20 kalori sehari
Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan
salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui
bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset
video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
12
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
(c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa factor antara lain:
lokasi suntikan

13
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut,
lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi)
janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan
kecepatan absorpsi setiap hari.
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan
dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30
menit setelah suntikan.
2) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat
penurunan dari u 100 ke u 10 maka efek insulin
dipercepat.
4) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau
pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan.
Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk
terapi koma diabetik.

14
b. KAKI DIABETES
1. Pengertian
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan
komplikasi kronik DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa:
dermopati, selulitis, ulkus, osteomilitis dan gangrene.
Faktor Penyebab Kaki DM
- Faktor endogen:
Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya
tonus vaskuler
Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko
lain.
Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
Adanya hormone aterogenik
Merokok
Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
Kaki dingin
Nyeri nocturnal
Tidak terabanya denyut nadi
Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
Kulit mengkilap
Hilangnya rambut dari jari kaki
Penebalan kuku

15
Gangrene kecil atau luas.
- Faktor eksogen
Infeksi
Trauma
Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:
Grade 0 : tidak ada luka
Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
Pedoman evaluasi kaki diabetes
1. Evaluasi vaskuler, meliputi:
palpasi pulsus perifer
ukur waktu pengisian pembuluh darah vena dengan cara mengangkat
kaki kemudian diturunkan, waktu lebih dari 20 detik berarti terdapat
iskemia atau kaki pucat waktu diangkat.
Ukur capillary reffile normal 3 detik atau kurang.
2. Evaluasi neurologik, meliputi pemeriksaan sensorik dan motorik
3. Evaluasi muskuloskeletal, meliputi pengukuran luas pergerakan
pergelangan kaki dan abnormalitas tulang.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1. Hiegene kaki:
Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan,
jangan digosok
Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan
gesekan yang berlebih
Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki
direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan
handuk atau dikikir jangan dikelupas.

16
2. Alas kaki yang tepat
3. Mencegah trauma kaki
4. Berhenti merokok
5. Segera bertindak jika ada masalah
Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes
1. perawatan luka
2. Antibiotika
3. Pemeriksaan radiologis
4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi
5. Meminimalkan berat badan

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1) Data Biografi
a) Identitas Klien. Meliputi nama, umur biasanya penderita Diabetes
Mellitus Tipe II berusia diatas 40 tahun, jenis kelamin, agama,
pendidikan perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien
yang akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman klien akan suatu
informasi, pekerjaan perlu dikaji untuk mengetahui apakah pekerjaannya
merupakan faktor predisposisi atau bahkan faktor presipitasi terjadinya
penyakit DM, suku/bangsa, status marital, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian, diagnosa medis dan alamat.
b) Identitas Penanggung jawab. Meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan klien.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
- Keluhan Utama Masuk Rumah Sakit
Pada umumnya klien dengan Diabetes Mellitus akan mengeluh
adanya gejala-gejala spesifik seperti poliuria, polidipsi dan
poliphagia, mengeluh kelemahan dan penurunan berat badan.
Pada klien DM tipe II biasanya juga mengeluh pruritus vulvular,
kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot
yang menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi
aterosklerosis. Dapat juga adanya keluhan luka yang tidak sembuh-
17
sembuh atau bahkan membusuk menjadi latar belakang penderita
datang ke rumah sakit.
Keluhan utama dikembangkan dengan metode PQRST dari mulai
keluhan dirasakan sampai klien datang ke rumah sakit.
- Keluhan Utama Saat Pengkajian
Berisi tentang keluhan klien pada saat dilakukan pengkajian yang
dikembangkan dengan metode PQRST.
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu dikaji apakah klien memiliki riwayat obesitas, hipertensi, riwayat
penyakit pankreatitis kronis, dan riwayat glukosuria selama stress
(kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit), atau terapi obat
(glukokortikosteroid, diuretik tiazid, kontrasepsi oral). Perlu juga dikaji
apakah klien pernah dirawat di rumah sakit karena keluhan yang sama.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
- Riwayat Penyakit Menular
Pada umumnya penderita DM mudah terkena penyakit peradangan
atau infeksi seperti TBC Paru, sehingga perlu dikaji apakah pada
keluarga ada yang mempunyai penyakit menular seperti TBC Paru,
Hepatitis, dll.
- Riwayat Penyakit Keturunan
Kaji apakah dalam keluarga ada yang mempunyai penyakit yang
sama dengan klien yaitu DM karena DM merupakan salah satu
penyakit yang diturunkan, juga perlu ditanyakan apakah ada anggota
keluarga yang mempunyai penyakit keturunan seperti asma,
hipertensi, atau penyakit endokrin lainnya.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji pola aktivitas klien selama di rumah, dan pola aktivitas klien kini
di rumah sakit, meliputi pola nutrisi (makan dan minum), eliminasi
(BAB/BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan aktivitas gerak. Dikaji
kebiasaan/pola makan klien apakah teratur atau tidak dan berapa banyak
porsi sekali makan, apakah klien sering makan makanan tambahan/cemilan
terutama yang manis-manis, apakah ada keluhan selalu merasa lapar
walaupun sudah banyak makan atau ada keluhan penurunan/hilang nafsu
makan karena mual/muntah, apakah klien melanggar program diet yang telah
18
ditetapkan dengan cara memakan makanan yang dipantang, apakah ada
penurunan berat badan dalam periode beberapa hari/minggu, kaji apakah ada
keluhan banyak minum dan selalu merasa haus. Perlu juga dikaji apakah
klien mengeluh sering BAK terutama malam hari, serta kaji pula kebiasaan
klien berolah raga atau beraktivitas sehari-hari.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernafasan.
Biasanya frekuensi nafas normal bila tidak terdapat komplikasi, akan
sedikit meningkat pada klien diabetes yang sudah lansia karena
menurunnya otot-otot pernafasan sehingga kemampuan pengembangan
paru juga menurun. Akan didapatkan pernafasan kussmaul jika penderita
mengalami ketoasidosis dan didapat pula nafas yang berbau aseton, dan
bau halitosis atau bau manis. Bisa juga didapatkan keluhan batuk dengan
atau tanpa sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak), dapat
pula terjadi paraestesia atau paralysis pada otot-otot pernafasan (jika
kadar Kalium menurun cukup tajam).
b) Sistem Kardiovaskuler.
Kaji adanya hipotensi ortostatik, akral dingin, nadi perifer melemah
terutama pada tibia posterior, dan dorsalis pedis, terjadinya
aterosklerosis yang dapat terbentuk baik pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) atau pembuluh darah kecil (mikrovaskuler). Kaji pula
adanya hipertensi, edema jaringan umum, disritmia jantung, nadi lemah
halus, pucat, dan takikardia serta palpitasi menunjukkan terjadinya
hipoglikemik. Apabila telah terjadi neuropati pada kelainan jantung
maka akan diperoleh kelainan gambaran EKG lambat.
c) Sistem Pencernaan.
Kaji adanya polidipsi, poliphagi, mual, muntah, konstipasi, diare,
perasaan penuh pada perut, obesitas ataupun penurunan berat badan yang
berlebihan pada periode beberapa hari/minggu dan adanya distensi
abdomen.
d) Sistem Persarafan.
Biasanya didapatkan data penurunan sensasi sensori, rasa pusing, sakit
kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, bahkan sampai paraestesia,
gangguan penglihatan, didapat juga gangguan orientasi dengan data
19
klien tampak mengantuk, gelisah, letargi, stupor, bahkan sampai koma
bila klien telah mengalami komplikasi ketoasidosis, hipoglikemia dan
adanya aktivitas kejang.
e) Sistem Endokrin.
Biasanya pada klien diabetes didapatkan gejala trias P yaitu Poliuria,
Polidipsi dan Poliphagia. Kondisi klien akan lebih berat jika penderita
mempunyai penyakit penyerta lain terutama gangguan pada hormon lain.
Oleh karena itu perlu dikaji penyakit yang dapat ditimbulkan oleh kerja
hormon-hormon tersebut seperti adanya pembesaran kelenjar tiroid
paratiroid, moonface, adanya tremor, dll. Jika tidak ada gangguan pada
hormon lain maka pengkajian difokuskan pada hal-hal yang
berhubungan dengan DM seperti trias P, penggunaan insulin, dan faktor
hipoglikemik.
f) Sistem Genitourinaria.
Biasanya terjadi perubahan pola dan frekuensi berkemih (poliuria) dan
terkadang nokturia, rasa nyeri dan terbakar saat BAK, kesulitan
berkemih karena infeksi, bahkan bisa terjadi infeksi saluran kemih.
Urine akan tampak lebih encer, pucat, kuning, dan poliuria dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat.
Urine bisa tercium bau busuk jika infeksi. Klien sering merasa haus
sehingga intake cairan bertambah. Perlu dikaji juga adanya masalah
impotensi pada laki-laki dan masalah orgasme pada wanita serta infeksi
pada vagina.
g) Sistem Muskuloskeletal.
Biasanya didapatkan rasa lemah, letih, dan penurunan kekuatan otot,
sehingga klien sulit bergerak/berjalan (beraktivitas), juga adanya keluhan
kram pada otot.
h) Sistem Integumen.
Biasanya ditemukan turgor kulit menurun, apabila terdapat luka klien
sering mengeluh luka sulit sembuh dan malah membusuk. Akral teraba
dingin, dan integritas kulit menurun (rusak). Kulit bisa kering, gatal,
bahkan terjadi ulkus. Demam dan diaporesis dapat terjadi jika klien
mengalami infeksi.

20
5) Data Psikologis Meliputi konsep diri, status emosi, pola koping dan gaya
komunikasi. Kemungkinan klien menunjukkan kecemasan bahkan terdapat
perasaan depresi terhadap penyakitnya. Hal ini diakibatkan karena proses
penyakit yang lama, kurangnya pengetahuan tentang prosedur tindakan yang
dilakukan. Perlu dikaji pandangan hidup klien terhadap segala tindakan
keperawatan yang dijalani. Kaji ungkapan klien tentang ketidakmampuan
koping/penggunaan koping yang maladaptif dalam menghadapi penyakitnya,
perasaan negatif tentang tubuhnya, klien merasa kehilangan fungsi tubuhnya,
kehilangan kebebasan, dan kehilangan kesempatan untuk menjalani
kehidupannya.
a) Data Sosial
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap dirinya sehubungan dengan
kondisi sekitarnya, hubungan klien dengan perawat, dokter, tim
kesehatan lain serta klien lain dan bagaimana penerimaan orang-orang
sekitar klien terutama keluarga akan kondisinya saat ini serta dukungan
yang diberikan orang-orang terdekat klien baik dari segi moril ataupun
materil.
Biasanya hubungan klien dengan lingkungan sosial tidak terganggu,
klien tetap ikut serta dalam aktifitas sosial atau menarik diri dari
interaksi sosial terutama jika sudah terjadi komplikasi fisik seperti ulkus,
gangren, dan gangguan penglihatan.
b) Data Spiritual
Perlu dikaji tentang keyakinan dan persepsi klien terhadap penyakit dan
kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang klien anut. Bagaimana
aktifitas spiritual klien selama klien menjalani perawatan di rumah sakit
dan siapa yang menjadi pendorong atau pemberi motivasi untuk
kesembuhannya.
6) Data Penunjang
Dari pemeriksaan diagnostik ditemukan:
- Tes Toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dL).
- Gula darah puasa normal (70-115 mg/dL) atau diatas normal (> 115
mg/dL).
- Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL.

21
- Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (normal: 5-6%).
Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas
urin mungkin meningkat.
- Kolesterol dan trigliserida serum dapat meningkat.
- Elektrolit: mungkin normal, meningkat atau bahkan menurun.
- Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun.
- Kalium : mungkin normal atau terjadi peningkatan semu akibat
perpindahan seluler, selanjutnya akan menurun.
- Fosfor : lebih sering menurun. Insulin darah: mungkin menurun/bahkan
sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (pada tipe II)
yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam
penggunaannya.
- Hb Glikolisat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal, yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir.
- Trombosit darah/Ht : mungkin meningkat/dehidrasi atau normal,
leukositosis hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau
infeksi
7) Program dan Rencana Pengobatan
Pada umumnya ada lima hal yang utama dalam pengobatan DM antara lain:
a. Menjaga penderita DM tetap sehat dengan menghilangkan gejala dan
keluhan akibat penyakit.
b. Memberi kemampuan bagi penderita DM untuk menjalankan hidup
senormal mungkin.
c. Mengusahakan dan memelihara kontrol metabolik sebaik mungkin
dengan mematuhi program diet, olah raga teratur, obat anti diabetik,
pendidikan dan motivasi penderita DM.
d. Melakukan upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari komplikasi akut
maupun kronis.
e. Menyadarkan penderita bahwa cara hidup penderita DM ditentukan oleh
penyakitnya.

22
b. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetic
adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.

c. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1) Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2) Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat,
hindari penggunaan bantal, dibelakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga
tidak terjadi oedema.
3) Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan
merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional : kolestrol
tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat

23
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk
mengurangi efek dari stres.
Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh
darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan
pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan
dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah
ulkus/gangren.
2. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- Pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan
yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga
kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan
granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan
kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat

24
untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui
perkembangan penyakit.
3. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
- Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36
37,5, N : 60 80 x /menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x
/menit).
Rencana tindakan :
1) Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2) Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi
akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk
diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3) Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri.
4) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien.
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan
kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri
pasien.

25
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di
kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
Kriteria Hasil :
- Pergerakan paien bertambah luas
- Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan (
duduk, berdiri, berjalan ).
- Rasa nyeri berkurang.
- Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1) Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2) Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3) Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah
sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan
baik.
4) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5) Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik )
dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri,
fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap
dan benar.

26
BAB III
TINJAUAN KASUS

Ruang : Flamboyan 2
No. medical record : 57915
Tanggal pengkajian : 30 Desember 2016
Pukul : 09.00 WIB

A. DATA DASAR
1. DATA DOMOGRAFI
Identitas pasien
Nama : Ny. S
Usia : 76 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Status perkawinan : menikah
Pekerjaan :-
Agama : katolik
Pendidikan :-
Suku : jawa
Bahasa yang digunakan : jawa dan indonesia
Alamat rumah : waringin sari timur
Sumber biaya : BPJS
Tanggal masuk RS : 26 Desember 2016
Diagnose medis saat pengkajian : diabetes mellitus, Gejala thyphi
Sumber informasi
Nama : Ny. St
Usia : 47 tahun
Hubungan dengan pasien : anak pasien
Pekerjaan : guru
Pendidikan : Strata satu
Alamat rumah : waringin sari timur

27
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat kesehatan masuk RS (UGD/poliklinik) :
Ny. S masuk RS tanggal 26 Desember 2016 pukul 03. 40 WIB dengan
keluhan nyeri pada uluh hati dan demam, keluarga menceritakan demam
terjadi setelah mengkonsumsi tape, saat dilakukan pemeriksaan keadaan
umum lemah, TD : 110/70 mmHg, Suhu 39C, nadi 89 x/menit, RR : 25
x/menit, pupil 3mm/3mm, dengan data penunjang GDS 277, dilakukan
penatalaksanaan diberikan infuse RL 20 tetes/menit, injeksi ceftriaxone 2x1gr,
ranitidine 2x50mg, ondansintron 2x4mg, pemberian obat paracetamol
3x500gr, diet BB dan konsul kepada dokter.
b. Riwayat kesehatan saat pengkajian/riwayat penyakit sekarang
Klien dikaji ulang pada tanggal 30 Desember 2016 pukul 09.00 WIB,
Keluarga klien mengatakan terdapat bekas luka DM yang menghitam dan bau,
bekas luka ini bersisik dan akan menghilang jika rajin dibersihkan dengan air
dan diperparah jika jarang dibersihkan, bekas luka terdapat dibagian kedua
kaki klien.
c. Riwayat kesehatan lalu
Ny. S tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan, tidak
memiliki riwayat kecelakaan, Ny. S menderita penyakit diabetes mellitus
selama 15 tahun, Ny. S pernah masuk rumah sakit sebelumnya dengan
gangrene dikedua kakinya dan rencana akan dioperasi, akan tetapi saat dirawat
di rumah sakit tersebut tidak dilakukan operasi dan hanya disuntik, luka
membaik akan tetapi masih sering kambuh.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Ny. S tinggal dengan anaknya, keluarga tidak memiliki riwayat penyakit yang
beresiko, dan menurut keterangan dari anaknya klien menderita diabetes
mellitus dikarenakan pola makan dengan kandungan gula berlebih di masa
lalu.
e. Riwayat psikososial spiritual
Klien lebih sering terdiam dengan penyakitnya, kurang berinteraksi dengan
masyarakat dikarenakan keterbatasan berjalan sebab usianya, dan memiliki
gangguan pendengaran saat berinteraksi dengan orang lain, klien mendapat
dukungan dari keluarganya yaitu anak klien, klien rajin dalam beribadah setiap
hari minggu dan mengikuti setiap ritual keagamaan.
28
f. Pengetahuan pasien dan keluarga
Klien dan keluarga memiliki pengetahuan yang baik akan penyakit klien dan
cara pengobatannya akan tetapi klien masih saja mengkonsumsi tape sehingga
menyebabkan gula darahnya naik saat diperiksa di UGD.
g. Lingkungan
Rumah klien bersih, jauh dari polusi dan klien sudah tidak bekerja sehingga
tidak dilakukan pengkajian pada karakteristik tempat kerja.
h. Pola kebiasaan sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
1) Pola pemenuhan nutrisi dan cairan
- Pola nutrisi
- Sebelum sakit : klien makan 3 kali sehari, nafsu makan klien baik, diit
yang diterima klien rendah gula, setiap kali makan dengan satu piring
berisikan sedikit diperbanyak buah dan sayur, klien tidak memiliki
alergi makanan.
- Saat dikaji : Klien makan 3 kali sehari, nafsu makan kurang baik,
klien hanya makan bubur halus dan dilarang makanan yang asam dan
manis.
- Pola cairan
- Sebelum sakit : Klien minum 5 gelas setiap hari sekitar 1250 ml.
- Saat dikaji : Klien minum 3 gelas sekitar 750 ml + cairan Infus RL
500 ml/ 8 jam.
2) Pola eliminasi
- BAK
Sebelum sakit : Klien BAK 5 kali dalam sehari. Bau khas urine, warna
urine kuning jernih.
Saat dikaji : Klien BAK 2 kali dalam sehari. Bau khas urine, warna
urine kuning jernih.
- BAB
Sebelu sakit : Klien BAB 2 Kali dalam sehari, konsistensi lembek,
warna kurning.
Saat sakit : Klien jarang BAB, Terkadang dalam 3 hari belum
tentu BAB, Konsistensi lembek.

29
3) Pola personal hygiene
Sebelum sakit : Klien mandi 2 kali sehari, melakukan oral hygiene 2
kali sehari, mencuci rambut 1 kali sehari.
Saat dikaji : Klien tidak mandi saat dirumah sakit dan tidak
melakukan oran hygiene dan tidak melakukan mencuci rambut.
4) Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Klien tidur 8 jam dalam sehari, klien sering tidur
siang dan berdoa sebelum tidur.
Saat Dikaji : Klien tidur 6 jam dalam sehari, klien berdoa sebelum
tidur.
5) Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan Ny. St mengahabiskan
harinya bersama cucu dan anaknya dirumah. Sering duduk saat
beraktivitas. Melakukan olah raga dengan berjemur dipagi hari.
Saat Dikaji : Klien hanyak terbaring lemah diatas kasur ,
dikarenakan sakitnya, klien melakuakn aktivitas dibantu sebagian oleh
keluarganya.
6) Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Klien tidak merokok, mimum minuman keras, dan tidak memiliki
ketergantungan obat.
3. Pengkajian Fisik
a) Pemeriksaan umum
TD : 120/70 mmHg N : 88x/menit
S : 36,5oc RR : 20X/menit
b) Pemeriksaan fisik per sistem
1) Sistem Penglihatan
Posisi mata simetris, pergerkan bola mata baik, konjungiva anemis,
scelara iterik, ketajaman penglihatan berkurang, tidak ada tanda tanda
radang, dan tidak memakai alat bantu penglihatan.
2) Sistem pendengaran
Bentuk telinga simetris, tidak dapat tanda tanda lesi dan radang, mastoid
tidak ada pembengkakan, terdapat serumen berwarna kuning, konsistensi
cair dan memiliki bau khas serumen, terdapat penurunan fungsi
pendengaran dikarenakan usia.
30
3) Sistem Wicara
Terdapat kesulitan wicara dikarenakan suaranya yang kecil dan tidak jelas
saat berbicara dengan orang lain.
4) Sistem Pernafasan
Pernafasan baik, RR : 20 x/menit, tidak menggunakan atot bantu
Pernafasan, kondisi jalan nafas baik tidak ada secret atau sekutum, Dan
tidak mengunakan terapi oksigen dan sejenisnya.
5) Kardiovaskuler
- Sirkulasi perifer
Nadi 88x/menit, irama teratur, denyut nadi kuat, tempertur kulit
hangat, CRT : 5 detik
- Sirkulasi jantung
Sirkulasi jantung normal irama teratur, Klien mengatakan kakinya
kesemutan.
6) Sistem Neurologi
Skala GCS : E 4 M 6 V 5, Kesadran kompesmentis tidak ada peningkatan
tekanan intra cranial.
7) Sistem Pencernaan
Bibir klien berwarna kecoklatan, bentuk simetris, tektur lembabdan tidak
ada lesi, Kondisi mulut kotor gigi dan gusi terdapat sisah makanan, gusi
tidak ada perdarahan dan peradangan. Kondisi lidah kotor, lidah berwarna
putih, reflek menelan baik, terdapat asites pada abdomen, bising usus
5x/menit. Tidak terdapat luka post op pada abdomen.
8) Sistem Immunologi
Tidak ada pembesaran kelajar getah bening
9) Sistem Endokrin
Terdapat bekas luka ulkus dikedua kakinya dan berbau, gula darah
sewaktu 277 mg/dL. Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, dan
terdapat teremor pada saat memengan benda
10) Sistem Urogenital
Tidak terdapat nyeri tekan pada kandung kemih, tidak menggunakan
katreter dan keaadaan genetelia baik.

31
11) Sistem Integumen
Keadaan rambut klien : keadaan rambut kotor dan bau, rambut berwarna
hitam bercampur uban. Rambut mudah rontok dan terdapat sedikit
kebotakan, dikarenkan usia yang menua.
Keadaan kuku : keadaan kuku klien kotor, kuku klien mudah rapuh atau
pecah,warna kuku hitam.
Keadaan kulit : Turgor kulit tidak elastic, keadaan kulit kotor terdapat
bekas luka di ekstremitas bawah yaitu kedua kakinya menghitam dan
bersisik. Luka termasuk grede 2, pada bekas luka terdapat bau dan edema
12) Sistem Muskuloskletal
Terdapat penurunan fungsi pergerakan, terdapat kelemahan otot tulang
dan sendi, terdapat kesulitan saat berjalan dikarenakan umurnya yang
sudah menua, tidak terdapat depormitas dan tidak pernah mengalami
amputasi.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
26-12-2016 DARAH RUTIN
Hb 12,2 12-18 gr %
Leukosit 17100 5-10 Ribu/ul
Eritrosit 4,36 4-6 Juta/uL
Trombosit 210000 150-450 Ribu/ul
Hematokrit 36,8 37-48% %
HEMATOLOGI
Malaria Plasmodium negatif Negatif
KIMIA DARAH
Glukosa sewaktu 277 80-120 Mg/dl
WIDAL
Thyphi O:Neg H:1/160 Negatif
Parathyphi A O:1/320 H:1/80 Negatif
Parathyphi B O:1/160 H:1/160 Negatif
Parathyphi C O:1/160 H:1/160 Negatif
DARAH

32
27-12-2016 Glukosa sewaktu 134 80-120 Mg/dl
28-12-2016 Glukosa sewaktu 146 80-120 Mg/dl
29-12-2016 Glukosa sewaktu 191 80-120 Mg/dl
30-12-2016 Glukosa sewaktu 140 80-120 Mg/dl

5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang diberikan kepada klien dari tanggal 26 30
Desember 2016 saat diindikasikan dengan gejala thyphi yaitu infuse RL 20
tetes/menit, injeksi ceftriaxone 2x1gr, ranitidine 2x50mg, ondansintron 2x4mg,
pemberian obat paracetamol 3x500gr, Pemberian Oral domperidone 3x1mg, asam
mefenamat 3x1mg , oflo fileknow (ofloxacin) 2x1/2, metformin 3x500, diet BB,
dan konsul kepada dokter.
Penatalaksanaan pada tanggal 30 Desember untuk bekas luka DM yang
diderita klien yaitu Kompres hangat pada bagian luka, memandikan pasien,
melakuakn ambulasi kepada pasien, memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien tentang perawatan saat dirumah.

6. RESUME KONDISI PASIEN


Ny. S masuk RS tanggal 26 Desember 2016 pukul 03. 40 WIB dengan
keluhan nyeri pada uluh hati dan demam, saat dilakukan pemeriksaan keadaan
umum lemah, TD : 110/70 mmHg, Suhu 39C, nadi 89 x/menit, RR : 25 x/menit,
pupil 3mm/3mm, dengan data penunjang GDS 277, dilakukan penatalaksanaan
diberikan infuse RL 20 tetes/menit, injeksi ceftriaxone 2x1gr, ranitidine 2x50mg,
ondansintron 2x4mg, pemberian obat paracetamol 3x500gr, Pemberian Oral
domperidone 3x1mg, asam mefenamat 3x1mg ,oflo fileknow 2x1/2,metformin
3x500,diet BB, dan konsul kepada dokter.
Saat pengkajian ulang pada tangan 30 desember 2016 pukul 09.00 WIB.
Keluarga klien mengatakan terdapat bekas luka DM satu tahun yang lalu yang
direncanakan untuk operesi akan tetapi hanya disuntik saat dirumah sakit tersebut
dan keadaan luka tersebut sekarang yaitu menghitam dan bau, bekas luka ini
bersisik dan akan menghilang jika rajin dibersihkan dengan air dan diperparah jika
jarang dibersihkan, bekas luka terdapat dibagian kedua kaki klien. Penatalaksanan
yang direncanakan yaitu : Kompres hangat pada bagian luka, memandikan pasien,

33
melakuakn ambulasi kepada pasien, memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga pasien tentang perawatan saat dirumah.

B. DATA FOKUS
Data subjektif :
- Keluarga mengatakan klien terdapat luka bekas DM 1 tahun yang lalu.
- Keluarga mengatakan luka di kedua kaki klien sedang tahap pemulihan
- Keluarga mengatakan kedua kaki klien tidak nyeri akan tetapi bekasnya sukar
dihilangkan.
- Keluarga klien mengatakan, saat dirumah sakit klien tidak melakukan mandi, oral
hygine dan cuci rambut
- Kelurga mengatakan klien menganti pakaian setiap hari akan tetapi klien
membersihkan diri hanya dengan dilap dengan kain basah saja
- Keluarga mengatakan klien dibantu saat melakukan aktivitas
- Keluarga klien mengatakan klien berjalan dengan memegang benda terdekat
seperti dinding atau tangga.
- Keluarga mengatakan keadaan klien melemah sesaat setalah mengkonsumsi tape
yang menyebabkan klien masuk rumah sakit.
Data objektif :
- Warna kulit bekas luka berwarna hitam dan bau.
- Kulit klien bersisik
- Bekas luka 20 cm ekstrimitas bawah
- CRT selama 5 detik
- Turgor kulit tidak elastic
- Edema pada kedua kakinya
- GDS 140 mg/dL
- Rambut klien kontor, rontok dan berbau
- Kuku klien kotor
- Kulit klien kering dan bersisik dan pada bagian eksterimitas bawah berwarna hitam
dan bau
- Penampilan klien kurang rapih
- Wajah klien kusam
- Mata kotor Commented [H1]: Mata kotor mksudnya gimna? Ex ada belek
dll

34
- Klien berespon lambat saat berinteraksi
- Klien memiliki kesulitan saat mika miki
- Langkah kecil
- Lambat saat berjalan
- Tingkat kemandirian klien yaitu tingkat 2 (membutuhkan bantuan dari orang lain
untuk pertolongan, pengawasan, dan pengajaran)
- Klien tremor saat memegang benda
- Pergerakan lambat saat akitivitas

C. ANALISA DATA
No Data Masalah Etiologi
1 DS : Kerusakan integritas Turgor kulit
- Keluarga mengatakan klien terdapat luka kulit tidak elastis
bekas DM 1 tahun yang lalu.
- Keluarga mengatakan luka di kedua kaki
klien sedang tahap pemulihan
- Keluarga mengatakan kedua kaki klien
tidak nyeri akan tetapi bekasnya sukar
dihilangkan.
DO :
- Warna kulit bekas luka berwarna hitam
dan bau.
- Kulit klien bersisik
- Bekas luka 20 cm ekstrimitas bawah
- CRT selama 5 detik
- Turgor kulit tidak elastic
- Edema pada kedua kakinya
- GDS 140 mg/dL
2 DS : Deficit perawatan diri Kendala
- Keluarga klien mengatakan, saat dirumah lingkungan
sakit klien tidak melakukan mandi, oral (saran dan
hygine dan cuci rambut prasarana rumah
- Kelurga mengatakan klien menganti sakit kurang

35
pakaian setiap hari akan tetapi klien memadai)
membersihkan diri hanya dengan dilap
dengan kain basah saja
DO
- Rambut klien kontor, rontok dan berbau
- Kuku klien kotor
- Kulit klien kering dan bersisik dan pada
bagian eksterimitas bawah berwarna
hitam dan bau
- Penampilan klien kurang rapih
- Wajah klien kusam
- Mata kotor Commented [H2]: Terdapat belek or apa gtu, jangan kotor

3 DS : Resiko hambatan Indeks masa


- Keluarga mengatakan klien dibantu saat mobalitas fisik tubuh di atas
melakukan aktivitas parental ke 75
- Keluarga klien mengatakan klien sesuai usia
berjalan dengan memegang benda (penurunan
terdekat seperti dinding atau tangga. fungsi tubuh
- Keluarga mengatakan keadaan klien akibat usia
melemah sesaat setalah mengkonsumsi menua)
tape yang menyebabkan klien masuk
rumah sakit.
DO :
- Klien berespon lambat saat berinteraksi
- Klien memiliki kesulitan saat mika miki
- Langkah kecil
- Lambat saat berjalan
- Tingkat kemandirian klien yaitu tingkat 2
(membutuhkan bantuan dari orang lain
untuk pertolongan, pengawasan, dan
pengajaran)
- Klien tremor saat memegang benda
- Pergerakan lambat saat akitivitas

36
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan turgor kulit tidak elastic
2. Deficit perawatan diri berhubungan dengan kendala lingkungan (saran dan
prasarana rumah sakit kurang memadai)
3. Resiko hambatan mobalitas fisik berhubungan dengan indeks masa tubuh di atas
parental ke 75 sesuai usia (penurunan fungsi tubuh akibat usia menua)

E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No Tanggal No Tujuan dan criteria hasil Intervensi
Dx
1 30-12- 1 NOC NIC
2016 Tissue integrity : skin and Pressure Management
mucous - Anjurkan pasien untuk
Membranes menggunakan pakain yang longgar
Hemodyalis akses - Hidari kerutan pada tempat tidur
Kriteria hasil : - Janga kebersihan kulit agar tetap
Integritas kulit yang baik bersih dan kering
bisa dipertahankan - Mobilisasi pasien (ubah posisi
(sesnsasi, elastisitas, pasien) setiap 2 jam sekali
temperature, hidrasi, - Monitor kulit akan adanya
pigmentasi) kemerahan
Tidak ada luka /lesi pada - Oleskan lotion atau minyak baby
kulit olie pada daerah yang tertekan
Menunjukkan pemahaman - Monitor aktivitas dan mobilisasi
dalam proses perbaikan pasien
kulit dan mencegah - Monitor status nutrisi pasien
terjadinya cedera berulang. - Memandikan pasien dengan air
Mampu melindungi kulit hangat
dan mempertahankan kulit Insision site care
dan perawatan alami. - Mebersihkan, memantau dan
meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang

37
ditutup dengan jahitan,kliep atau
stereples
- Monitor proses kesembuhan area
insisi
- Bersihakan area sekitar jahitan atau
streples, menggunakan lidi kapas
steril
- Gunakan replat antiseptic, sesuia
program
- Ganti balutan pada interval waktu
yang sesuai atau biarkn luka tatap
terbuka (tidak dibalut sesuai
program
2 30-12- 2 NOC NIC
2016 Activity Intolerance Self-Care Assistance :
Mobility : physical Bathing/Hygiene
impaired - Pertimbangkan budaya pasien
Self care deficit hygiene ketika mempromosikan aktivitas
Sensory perception, perawatan diri
audiotory disturbed - Membertimbangan usia pasien
Kriteria hasil : ketika mempromosikan aktivitas
Perawatan diri ostomi : perawatan diri
tindakan - Menentukan jumlah dan jenis
pribadimempertahankan bantuan yang dibutuhkan
ostomi untuk eliminasi - Tempat
Perawatan diri : aktivitas handuk,sabun,deodoran,alat
kehidupan sehari-hari pencukur,dan aksessoris lainya
(ADL) mampu untuk yang dibutuhakan disamping
melakukan aktivitas tempat tidur atau kamar mandi
perawatan fisik dan pribadi - Menyediakan artikel beribadi yang
secara mandiri dengan atau diinginkan (misalnya : deodorant,
tanpa alat bantu. sikat gigi,sabun
Perawatan diri mandi : mandi,sampo,lotion, dan produk

38
mampu untuk aroma terapi)
membersihkan tubuh - Menyediakan lingkangan yang
sendiri secara mandiri terapeutik dengan memastikan
dengan atau tanpa alat hangat, santai,pengalaman
bantu. pribadi,dan personal
Perawatan diri hygiene : - Memfasilitasi gigi pasien menyikat
mampu mempertahankan , sesuai
kebersihan dan penampilan - Memfasilitasi diri mandi pasien,
yang rapi secara mandiri sesuai
dengan atau tanpa alat - Memantau pembersihan
bantu. kuku,menurut kemampuan
Perawatan diri hygiene oral perawatan diri pasien
: mampu untuk merawat - Memantau integritas kulit
mulut dan gigi secara - Menjaga kebersihan ritual
mandiri dengan atau tanpa - Memfasilitasi pemeliharaan rutin
alat bantu. yang biasa pasien tidur,isyarat
Mampu mempertahankan seblum tidurtau alat peraga, dan
mobilitas yang diperlukan benda benda asing misalnya, untuk
untuk ke kamar mandi dan anak anak, cerita selimut, atau
menyediakan perlengkapan mainan,goyang, doat atau favorit,
mandi. untuk orang dewasa, sebuah buku
Membersihkan dan untuk membaca atau bantal dari
mengeringkan tubuh. rumah
Mengungkapkan secara - Mendorong orang tua atau keluarga
verbal kepuasan tentang dalamkebiasaan tidur biasa
kebersihan tubuh dan - Memberikan bantuan bantuan
hygiene oral pasien sepenuhnya dapat
mengangsumsikan perawatan diri
3 30-12- 3 NOC NIC
2016 Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
Mobility Level - Monitoring sign in sebelum atau
Self Care : ADLs sesudah latihan dan respon pasien
Transfer Performance saat latihan

39
- Konsultasikan dengan terapi fisik
Kriteria hasil : tentang rencana ambulasi sesuai
Klien meningkat dalam dengan kebutuhan
aktivitas fisik - Bantu klien untuk menggunakan
Mengerti tujuan dari tongkat saat bejalan dan cgah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
Menverbalisasikan perasaan - Anjarkan pasien atau tenaga
dalam meningkatkan kesehatan lainya tentang teknik
kekuatan dan kemampuan ambulasi
berpindah - Kaji kemampuan pasien dalam
Memperagakan penggunaan mobilisasi
alat bantu untuk mobilisasi - Latih pasien dalam pemenuhan
(walker) kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
- Damping dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan
- ADLs pasien
- Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
- Ajarkan apsien bagaimana
memerubah posisi dan beriakan
bantuan jika diperlukan

40
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan
komplikasi kronik DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati,
selulitis, ulkus, osteomilitis dan gangrene.
Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:
Grade 0 : tidak ada luka
Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
Asuhan keperawatan pada klien dengan kaki diabetikum sama hal nya dengan
asuhan keperawatan pada penyakit lainnya yaitu meliputi pengkajian, diagnose
keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.

B. Saran
Dengan hadirnya makalah ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan
khususnya sebagai acuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada kaki
diabetiku dan cara perawatannya.

41
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit
EGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6, Penerbit
EGC, Jakarta.
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St.
Louis
Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St.
Louis
Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002.
NANDA
NANDA International, 2001, Nursing Diagnosis Classification 2005 2006, USA
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Panduan Penatalaksanaan Diabetes Melitus bagi Dokter dan Edukator.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta.
PERKENI. (2006) Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.
Soegondo, Soewondo, Subekti. 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, balai
penerbit FKUI, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih,
Jakarta : EGC, 1997.

42

Vous aimerez peut-être aussi