Vous êtes sur la page 1sur 39

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
Latar Belakang.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................3
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja..................................................................3
B. Urgensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja........................................................................4
C. Kasus Kecelakaan Kerja dan Solusi..................................................................................10
1. Kecelakaan Kerja...........................................................................................................10
2. Contoh Kasus Kecelakaan Kerja...................................................................................12
3. Analisis Kasus................................................................................................................14
4. Solusi Mengatasi Kecelakaan Kerja..............................................................................15
D. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja............................................................18
1. Kebijakan, Hukum, dan Peraturan.....................................................................................20
a. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja......................................................20
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja................................................21
d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)..............................................................22
2. Penegakan Hukum.............................................................................................................23
a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS.........................................23
b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan.............................................................24
c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)........................24
BAB III PENUTUP...................................................................................................................26

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu pemikiran dan upaya

untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani.

Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan dapat

melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan aman jika

apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, resiko yang mungkin muncul dapat

dihindari. Pekerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang bersangkutan dapat

melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah, sehingga tidak mudah

capek.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan

tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan

menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan

tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan

yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan

untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi,

unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor

fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.

Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur

sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang diharapkan. Begitu

banyak faktor di lapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja

2
seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologis. Masih banyak perusahaan yang

tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Begitu banyak berita

kecelakaan kerja yang dapat kita saksikan. Dalam makalah ini kemudian akan

dibahas mengenai permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja serta bagaimana

mewujudkannya dalam keadaan yang nyata.

ANALISA TENTANG DAMPAK LIMBAH PABRIK GULA TERHADAP

LINGKUNGAN DAN PENANGANANNYA

Indonesia adalah negara agraris dengan iklim subtropis. Di sinilah tumbuh

dengan subur tanaman tebu dan bahkan Indonesia dikenal dengan cikal bakal tebu

dunia. Tebu adalah bahan baku dalam pembuatan gula (gula kristal putih, white

sugar plantation) di pabrik gula. Dalam operasionalnya setiap musim giling

(setahun), pabrik gula selalu mengeluarkan limbah. Limbah merupakan buangan

yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestic (rumah

tangga atau yang lebih dikenal sabagai sampah), yang kehadirannya pada suatu

saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai

ekonomis. Jenis sampah ini pada umumnya berbentuk padat dan cair

Limbah cair meliputi cairan bekas analisa di laboratorium dan luberan

bahan olah yang tidak disengaja. Limbah padat meliputi ampas tebu, abu dan debu

hasil pembakaran ampas di ketel, padatan bekas analisa laboratorium, blotong dan

tetes. Limbah gas meliputi gas cerobong ketel dan gas SO2 dari cerobong reaktor

pemurnian cara sulfitasi.

Ampas tebu juga dapat dikatakan sebagai produk pendamping, karena

3
ampas tebu sebagian besar dipakai langsung oleh pabrik gula sebagai bahan bakar

ketel untuk memproduksi energi keperluan proses. Blotong merupakan limbah

padat produk stasiun pemurnian nira. Limbah ini sebagian besar diambil petani

untuk dipakai sebagai pupuk, sebagian yang lain dibuang di lahan tebuka, dapat

menyebabkan polusi udara, pandangan dan bau yang tidak sedap di sekitar lahan

tersebut. Sedangkan belerang dioksida (SO2) merupakan limbah gas yang keluar

dari cerobong reaktor sulfitir pada proses pemurnian nira tebu yang kurang

sempurna menyebabkan polusi udara di atas pabrik dan pemakaian belerang

menjadi lebih tinggi dari normal.

Tetes (molasses) sebagai limbah di stasiun pengolahan juga termasuk produk

pendamping karena sebagian besar dipakai sebagai bahan baku industri lain

seperti vitsin (sodium glutamate), alkohol atau spritius dan bahkan untuk

komoditas ekspor dalam pembuatan L-lysine dan lain-lain. Namun untuk hal ini

dibutuhkan kandungan gula dalam tetes yang cukup tinggi, sehingga tidak semua

tetes tebu yang dihasilkan dimanfaatkan untuk itu. Akibatnya tidak sedikit pabrik

gula yang mengalami kendala dalam penyimpanan tetes sampai musim giling

berikutnya, tangki tidak cukup menampung karena tetes kurang laku, atau

memungkinkan terjadinya ledakan dalam penyimpanan di tangki tetes sehubungan

dengan kondisi proses atau komposisi.

Oleh karena hasil sampingan (limbah) yang dihasilkan oleh pabrik gula

cukup beragam, maka agar limbah ini tidak menjadi masalah bagi lingkungan

sekitar, maka diperlukan suatu pengelolaan terhadap limbah tersebut. Cara- cara

4
yang bisa digunakan dalam pengolahan limbah yaitu menetralkan limbah sehingga

tidak berbahaya bagi lingkungan , dan dengan merubah limbah menjadi barang

lain yang lebih bernilai tinggi.

BAB II

PEMBAHASAN

5
A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Menurut Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu

pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik

jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada

umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan

makmur.

2. Menurut Sumamur (1981: 2), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha

untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan

yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

3. Menurut Simanjuntak (1994), keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan

yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang

mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan,

dan kondisi pekerja

4. Mathis dan Jackson, menyatakan bahwa keselamatan adalah merujuk pada

perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap cidera yang

terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi umum

fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

5. Menurut Ridley, John (1983), mengartikan kesehatan dan keselamatan kerja

adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi

pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar

pabrik atau tempat kerja tersebut.

6. Jackson, menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja menunjukkan

6
kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang

diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

7. Ditinjau dari sudut keilmuan, kesehatan dan keselamatan kerja adalah ilmu

pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. (Lalu Husni,

2003: 138).

Setelah melihat berbagai pengertian di atas, pada intinya dapat ditarik

kesimpulan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya

untuk menciptakan perindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya

baik fisik, mental maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat

dan lingkungan. Jadi berbicara mengenai kesehatan dan keselamatan kerja tidak

melulu membicarakan masalah keamanan fisik dari para pekerja, tetapi

menyangkut berbagai unsur dan pihak.

B. Urgensi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan bagian yang sangat penting

dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu, dibuatlah berbagai ketentuan yang

mengatur tentang kesehatan dan keselamatan kerja. Berawal dari adanya Undang-

Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang

dinyatakan dalam Pasal 9 bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan

perlindungan atas keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moril kerja serta

perlakuan yang sesuai dengan harkat, martabat, manusia, moral dan agama.

7
Undang-Undang tersebut kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 ini ada beberapa hal yang

diatur antara lain:

A. Ruang lingkup keselamatan kerja, adalah segala tempat kerja, baik di

darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara

yang berada dalam wilayah hukum kekuasaan RI. (Pasal 2).

B. Syarat-syarat keselamatan kerja adalah untuk:

Mencegah dan mengurangi kecelakaan

Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran

Mencegah dan mengurangi peledakan

Memberi pertolongan pada kecelakaan

Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja

Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai

Memelihara kesehatan dan ketertiban

dll (Pasal 3 dan 4).

C. Pengawasan Undang-Undang Keselamatan Kerja, direktur melakukan

pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini, sedangkan para pegawai

pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan

langsung terhadap ditaatinya undang-undang ini dan membantu

pelaksanaannya. (Pasal 5).

8
D. Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembinaan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk mengembangkan kerja sama,

saling pengertian dan partisipasi yang efektif dari pengusaha atau

pengurus tenaga kerja untuk melaksanakan tugas bersama dalam rangka

keselamatan dan kesehatan kerja untuk melancarkan produksi. (Pasal 10).

E. Setiap kecelakan kerja juga harus dilaporkan pada pejabat yang ditunjuk

oleh Menteri Tenaga Kerja di dinas yang terkait. (Pasal 11 ayat 1).

(Sumamur. 1981: 29-34).

Dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 86 ayat 1 UU Nomor 13 Tahun 2003 diatur

pula bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan

atas:

a) Keselamatan kerja

b) Moral dan kesusilaan

c) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

agama.

Selain diwujudkan dalam bentuk undang-undang, kesehatan dan

keselamatan kerja juga diatur dalam berbagai Peraturan Menteri. Diantaranya

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1979 tentang Pelayanan

Kesehatan Kerja. Tujuan pelayanan kesehatan kerja adalah:

1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan

pekerjaanya.

9
2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul

dari pekerjaan atau lingkungan kerja.

3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental, dan kemapuan fisik

tenaga kerja.

4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja

yang menderita sakit.

Selanjutnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-02/MEN/1979

tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja. Pemeriksaan kesehatan tenaga

kerja meliputi: pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan

berkala, pemeriksaan kesehatan khusus. Aturan yang lain diantaranya Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagaan dan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Nomor 03/MEN/1984 tentang Mekanisme Pengawasan

Ketenagakerjaan.

Arti penting dari kesehatan dan keselamatan kerja bagi perusahaan adalah

tujuan dan efisiensi perusahaan sendiri juga akan tercapai apabila semua pihak

melakukan pekerjaannya masing-masing dengan tenang dan tentram, tidak

khawatir akan ancaman yang mungkin menimpa mereka. Selain itu akan dapat

meningkatkan produksi dan produktivitas nasional. Setiap kecelakaan kerja yang

terjadi nantinya juga akan membawa kerugian bagi semua pihak. Kerugian

tersebut diantaranya menurut Slamet Saksono (1988: 102) adalah hilangnya jam

kerja selama terjadi kecelakaan, pengeluaran biaya perbaikan atau penggantian

mesin dan alat kerja serta pengeluaran biaya pengobatan bagi korban kecelakaan

10
kerja.

Menurut Mangkunegara tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah

sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik

secara fisik, sosial, dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan

seefektif mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi

pegawai.

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau

kondisi kerja.

g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

Melihat urgensi mengenai pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja,

maka di setiap tempat kerja perlu adanya pihak-pihak yang melakukan kesehatan

dan keselamatan kerja. Pelaksananya dapat terdiri atas pimpinan atau pengurus

perusahaan secara bersama-sama dengan seluruh tenaga kerja serta petugas

kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja yang bersangkutan. Petugas

tersebut adalah karyawan yang memang mempunyai keahlian di bidang

keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus

11
tempat kerja/perusahaan

Pengusaha sendiri juga memiliki kewajiban dalam melaksanakan kesehatan

dan keselamatan kerja. Misalnya terhadap tenaga kerja yang baru, ia berkewajiban

menjelaskan tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja, semua

alat pengaman diri yang harus dipakai saat bekerja, dan cara melakukan

pekerjaannya. Sedangkan untuk pekerja yang telah dipekerjakan, pengusaha wajib

memeriksa kesehatan fisik dan mental secara berkala, menyediakan secara cuma-

cuma alat pelindung diri, memasang gambar-gambar tanda bahaya di tempat kerja

dan melaporkan setiap kecelakaan kerja yang terjadi kepada Depnaker setempat.

Para pekerja sendiri berhak meminta kepada pimpinan perusahaan untuk

dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja, menyatakan

keberatan bila melakukan pekerjaan yang alat pelindung keselamatan dan

kesehatan kerjanya tidak layak. Tetapi pekerja juga memiliki kewajiban untuk

memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan dan menaati persyaratan

keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku. Setelah mengetahui urgensi

mengenai kesehatan dan keselamatan kerja, koordinasi dari pihak-pihak yang ada

di tempat kerja guna mewujudkan keadaan yang aman saat bekerja akan lebih

mudah terwujud.

C. Kasus Kecelakaan Kerja dan Solusi

1. Kecelakaan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja bertalian dengan apa yang disebut dengan

kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan

12
pelaksanaan kerja yang disebabkan karena faktor melakukan pekerjaan.

(Sumamur, 1981: 5). Kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kecelakaan yang

terjadi di tempat kerja atau suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak

dikehendaki yang mengacaukan proses aktivitas kerja. (Lalu Husni, 2003: 142).

Kecelakaan kerja ini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor dalam

hubungan pekerjaan yang dapat mendatangkan kecelakaan ini disebut sebagai

bahaya kerja. Bahaya kerja ini bersifat potensial jika faktor-faktor tersebut belum

mendatangkan bahaya. Jika kecelakaan telah terjadi, maka disebut sebagai bahaya

nyata. (Sumamur, 1981: 5).

Lalu Husni secara lebih jauh mengklasifikasikan ada empat faktor penyebab

kecelakaan kerja yaitu:

a. Faktor manusia, diantaranya kurangnya keterampilan atau pengetahuan tentang

industri dan kesalahan penempatan tenaga kerja.

b. Faktor material atau peralatannya, misalnya bahan yang seharusnya dibuat dari

besi dibuat dengan bahan lain yang lebih murah sehingga menyebabkan

kecelakaan kerja.

c. Faktor sumber bahaya, meliputi:

Perbuatan bahaya, misalnya metode kerja yang salah, sikap kerja yang

teledor serta tidak memakai alat pelindung diri.

Kondisi/keadaan bahaya, misalnya lingkungan kerja yang tidak aman

serta pekerjaan yang membahayakan.

d. Faktor lingkungan kerja yang tidak sehat, misalnya kurangnya cahaya,

13
ventilasi, pergantian udara yang tidak lancar dan suasana yang sumpek.

Dari beberapa faktor tersebut, Sumamur menyederhanakan faktor penyebab

kecelakaan kerja menjadi dua yaitu:

a. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human

act atau human error).

b. Keadaan lingkungan yang tidak aman. (Sumamur, 1981: 9).

Diantara penyederhanaan tersebut, faktor manusia adalah penyebab

kecelakaan kerja di Indonesia yang paling dominan. Para ahli belum dapat

menemukan cara yang benar-benar jitu untuk menghilangkan tidakan karyawan

yang tidak aman tersebut. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya membuat

peralatan keselamatan dan keamanan tidak beroperasi dengan cara memindahkan,

mengubah setting, atau memasangi kembali, memakai peralatan yang tidak aman

atau menggunakannya secara tidak aman, menggunakan prosedur yang tidak

aman saat mengisi, menempatkan, mencampur, dan mengkombinasikan material,

berada pada posisi tidak aman di bawah muatan yang tergantung, menaikkan lift

dengan cara yang tidak benar, pikiran kacau, tidak memperhatikan tanda bahaya

dan lain-lain.

Kecelakaan kerja tentunya akan membawa suatu akibat yang berupa

kerugian. Kerugian yang bersifat ekonomis misalnya kerusakan mesin, biaya

perawatan dan pengobatan korban, tunjangan kecelakaan, hilangnya waktu kerja,

serta menurunnya mutu produksi. Sedangkan kerugian yang bersifat non

ekonomis adalah penderitaan korban yang dapat berupa kematian, luka atau cidera

14
dan cacat fisik.

Sumamur (1981: 5) secara lebih rinci menyebut akibat dari kecelakan kerja

dengan 5K yaitu:

1. Kerusakan

2. Kekacauan organisasi

3. Keluhan dan kesedihan

4. Kelainan dan cacat

5. Kematian

2. Contoh Kasus Kecelakaan Kerja


Empat Pekerja di Pabrik Gula Tewas, Tersiram Air Panas

CilacapEmpat pekerja cleaning servis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala

Usaha Sukses, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/07/09), tewas setelah tersiram air

panas didalam tangki. Satu pekerja lainnya selamat namun mengalami luka parah.

Diduga kecelakaan ini akibat operator kran tidak tahu masih ada orang di dalam

tangki. Pihak perusahaan terkesan menutup-nutupi insiden ini.

Peristiwa tragis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses yang

ada di komplek Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap ini terjadi sekitar pukul 10.00

WIB. Musibah bermula saat 5 pekerja tengah membersihkan bagian dalam tangki

gula kristal di pabrik tersebut. Tiba-tiba kran yang berada di atas dan mengarah

kedalam tangki mengeluarkan air panas yang diperkirakan mencapai 400 derajat

Celsius. Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya tewas seketika dengan

kondisi mengenaskan karena panasnya uap.

15
Para korban yang tewas semuanya warga Cilacap yakni Feri Kisbianto,

Jumono, Puji Sutrisno dan Kasito. Sedangkan pekerja yang bernama Adi

Purwanto berhasil menyelamatkan diri, namun mengalami luka parah.

Menurut salah seorang rekan pekerja, air panas tersebut mengucur ke dalam

tangki setelah tombol kran dibuka oleh salah seorang karyawan pabrik. Diduga

operator kran tidak mengetahui jika pekerjaan didalam tangki tersebut belum

selesai.

Hingga saat ini belum diperoleh keterangan resmi terkait kecelakaan kerja

tersebut, karena semua pimpinan di Pabrik PT Darma Pala Usaha Sukses berusaha

menghindar saat ditemui wartawan. Sementara polisi juga belum mau

memberikan keterangan atas musibah tersebut. (Nanang Anna Nur/Sup).

3. Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja, penyebab dasar

kecelakaan kerja adalah human error. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada

operator kran. Menanggapi kecelakaan yang telah menewaskan empat orang

tersebut, seharusnya sang operator kran bersikap lebih hati-hati serta teliti yaitu

dengan benar-benar memastikan bahwa tangki gula krsital tersebut telah kosong

serta aman dialirkan air ke dalamnya, maka mungkin kecelakaan kerja tersebut

tidak akan terjadi. Karyawan saat memasuki tangki seharusnya juga mengenakan

alat-alat pelindung diri agar terhindar dari bahaya kecelakaan kerja.

Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya pengawasan

manajemen dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada perusahaan

16
tersebut. Sistem manajemen yang baik seharusnya lebih ketat pengawasannya

terhadap alat ini menyadari alat ini memiliki risiko yang besar untuk

menghasilkan loss atau kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang bisa

dilakukan adalah dengan meletakkan kamera-kamera di dalam alat tersebut

sehingga operator kran dapat memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar

tidak ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan

di sana, maka pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana

apabila di dalam tangki masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah

lampu yang menyala yang mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat

orang atau benda asing.

Kemudian apabila telah terjadi kecelakaan, seharusnya dilakukan investigasi

kecelakaan, inspeksi, pencatatan serta pelaporan kecelakaan kerja. Tujuan dari

kegiatan ini tentu untuk meningkatkan manajemen dari kesehatan, keamanan serta

keselamatan pada perusahaan tersebut, menentukan tindakan pencegahan yang

tepat serta menurunkan faktor risiko pada kecelakaan tersebut. Namun, sayangnya

sikap dari pihak perusahaan yang menutup-nutupi kejadian kecelakaan kerja

tersebut dapat menghambat berjalannya investigasi tersebut. Perusahaan tidak

akan dapat mengambil pelajaran melalui kecelakaan ini. Ini berarti kecelakaan

semacam ini masih memiliki kemungkinan yang cukup besar untuk kembali

terjadi, baik pada perusahaan yang sama maupun pada perusahaan sejenisnya.

4. Solusi Mengatasi Kecelakaan Kerja


Ada beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mencegah atau

17
mengurangi resiko dari adanya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah pengusaha

membentuk Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk menyusun

program keselamatan kerja. Beberapa hal yang menjadi ruang lingkup tugas

panitia tersebut adalah masalah kendali tata ruang kerja, pakaian kerja, alat

pelindung diri dan lingkungan kerja.

1. Tata ruang kerja yang baik adalah tata ruang kerja yang dapat mencegah

timbulnya gangguan keamanan dan keselamatan kerja bagi semua orang di

dalamnya. Barang-barang dalam ruang kerja harus ditempatkan

sedemikian rupa sehingga dapat dihindarkan dari gangguan yang

ditimbulkan oleh orang-orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Jalan-

jalan yang dipergunakan untuk lalu lalang juga harus diberi tanda,

misalnya dengan garis putih atau kuning dan tidak boleh dipergunakan

untuk meletakkan barang-barang yang tidak pada tempatnya.

Kaleng-kaleng yang mudah bocor atau terbakar harus ditempatkan di tempat

yang tidak beresiko kebocoran. Jika perusahaan yang bersangkutan mengeluarkan

sisa produksi berupa uap, maka faktor penglihatan dan sirkulasi udara di ruang

kerja juga harus diperhatikan

2. Pakaian kerja sebaiknya tidak terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar.

Pakaian yang terlalu longgar dapat mengganggu pekerja melakukan

penyesuaian diri dengan mesin atau lingkungan yang dihadapi. Pakaian

yang terlalu sempit juga akan sangat membatasi aktivitas kerjanya. Sepatu

dan hak yang terlalu tinggi juga akan beresiko menimbulkan kecelakaan.

18
Memakai cincin di dekat mesin yang bermagnet juga sebaiknya dihindari.

3. Alat pelindung diri dapat berupa kaca mata, masker, sepatu atau sarung

tangan. Alat pelindung diri ini sangat penting untuk menghindari atau

mengurangi resiko kecelakaan kerja. Tapi sayangnya, para pekerja

terkadang enggan memakai alat pelindung diri karena terkesan merepotkan

atau justru mengganggu aktivitas kerja. Dapat juga karena perusahaan

memang tidak menyediakan alat pelindung diri tersebut.

4. Lingkungan kerja meliputi faktor udara, suara, cahaya dan warna. Udara

yang baik dalam suatu ruangan kerja juga akan berpengaruh pada aktivitas

kerja. Kadar udara tidak boleh terlalu banyak mengandung CO2, ventilasi

dan AC juga harus diperhatikan termasuk sirkulasi pegawai dan

banyaknya pegawai dalam suatu ruang kerja. Untuk mesin-mesin yang

menimbulkan kebisingan, tempatkan di ruangan yang dilengkapi dengan

peredam suara. Pencahayaan disesuaikan dengan kebutuhan dan warna

ruang kerja disesuaikan dengan macam dan sifat pekerjaan. (Slamet

Saksono, 1988: 104-111).

Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di atas, ada beberapa

alternatif pencegahan selain yang tadi telah disebutkan. Tindakan tersebut dapat

berupa:

a. Dibuatnya peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki

standarisasi yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan,

konstruksi, alat-alat pelindung diri, monitoring perlatan dan sebagainya.

19
b. Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar peraturan

perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja dapat

dipatuhi.

c. Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang

berbahaya, pencegahan peledakan gas atau bahan beracun lainnya. Berilah tanda-

tanda peringatan beracun atau berbahaya pada alat-alat tersebut dan letakkan di

tempat yang aman.

d. Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan

terjadinya kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan dan keselamatan

kerja pada karyawan.

e.Mengikutsertakan semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam

asuransi. (Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007: 14).

D. Implementasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Dalam era industri seperti sekarang ini, tidak dapat kita pungkiri begitu

banyak perusahaan-perusahaan besar yang berdiri di Indonesia. Mulai dari

perusahaan kelas ringan sampai kelas berat ada. Sebagai perusahaan yang telah

mempekerjakan orang-orang di dalamnya, perusahaan diwajibkan untuk memberi

perlindungan dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja kepada setiap pihak

di dalamnya agar tercapai peningkatan produktivitas perusahaan.

Pemerintah sendiri sebenarnya cukup menaruh perhatian terhadap

permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja ini. Berbagai macam produk

20
perundang-undangan dan peraturan-peraturan pendukung lainnya dikeluarkan

untuk melindungi hak-hak pekerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja

mereka. Beberapa perusahaan yang ada sebagian juga telah memiliki standar

keamanan dan kesehatan kerja.

UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan tentang

pentingnya perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. Undang-

Undang tersebut berawal dari UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang keselamatan

kerja. UU Nomor 1 Tahun 1970 tersebut menjelaskan pentingnya keselamatan

kerja baik itu di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara

di wilayah Republik Indonesia. Implementasinya diberlakukan di tempat kerja

yang menggunakan peralatan berbahaya, bahan B3 (Bahan Beracun dan

Berbahaya), pekerjaan konstruksi, perawatan bangunan, pertamanan dan berbagai

sektor pekerjaan lainnya yang diidentifikasi memiliki sumber bahaya. Undang-

undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari

perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,

pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk

tekhnis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya

kecelakaan.

Menurut Permenaker PER.05 / MEN / 1996 Bab I, salah satu upaya dalam

mengimplementasikan kesehatan dan keselamatan kerja adalah SMK3 (Sistem

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja). SMK3 meliputi struktur

organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan

21
sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian,

pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam

rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya

tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. SMK3 merupakan upaya integratif

yang harus dilakukan tidak hanya dilakukan oleh pihak manajemen tetapi juga

para pekerja yang terlibat langsung dengan pekerjaan.

Perundang-undangan yang dihasilkan tentu saja harus selalu diawasi dalam

proses implementasinya. Proses pengawasan tersebut diharapkan bisa menekan

angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya

menghasilkan angka zero accident yang memang merupakan tujuan

dilaksanakannya SMK3. Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan,

namun pada pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena

terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia yang masih kurang

memilki pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja serta perusahaan-

perusahaan yang ternyata memang belum memenuhi standar kesehatan dan

keselamatan kerja.

Beberapa program yang dilaksanakan pemerintah dalam upaya mewujudkan

kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya adalah :

1. Kebijakan, Hukum, dan Peraturan

a. Undang-undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Indonesia mempunyai kerangka hukum K3 yang ekstensif, sebagaimana

terlihat pada daftar peraturan perundang-undangan K3 yang terdapat dalam

22
Lampiran II. Undang-undang K3 yang terutama di Indonesia adalah Undang-

Undang No. 1/ 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang-undang ini meliputi

semua tempat kerja dan menekankan pentingnya upaya atau tindakan pencegahan

primer.

Undang-Undang No. 23/ 1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan

mengenai kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan

kerja dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan

yang baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya

mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program

perlindungan tenaga kerja.

b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Di antara negara-negara Asia, Indonesia termasuk negara yang telah

memberlakukan undang-undang yang paling komprehensif (lengkap) tentang

sistem manajemen K3 khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang berisiko

tinggi. Peraturan tersebut (Pasal 87 UU no 13 Tahun 2003) menyebutkan bahwa

setiap perusahaan yang mempekerjakan 100 karyawan atau lebih atau yang sifat

proses atau bahan produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan

kecelakaan kerja berupa ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat

kerja diwajibkan menerapkan dan melaksanakan sistem manajemen K3.

Audit K3 secara sistematis, yang dianjurkan Pemerintah, diperlukan untuk

mengukur praktik sistem manajemen K3. Perusahaan yang mendapat sertifikat

sistem manajemen K3 adalah perusahaan yang telah mematuhi sekurang-

23
kurangnya 60 persen dari 12 elemen utama, atau 166 kriteria.

c.Panitia Pembina K3 (P2K3)

Menurut Topobroto (Markkanen, 2004 : 15), Pembentukan Panitia Pembina

K3 dimaksudkan untuk memperbaiki upaya penegakan ketentuan-ketentuan K3

dan pelaksanaannya di perusahaan-perusahaan. Semua perusahaan yang

mempekerjakan lebih dari 50 karyawan diwajibkan mempunyai komite K3 dan

mendaftarkannya pada kantor dinas tenaga kerja setempat. Namun, pada

kenyataannya masih ada banyak perusahaan dengan lebih dari 50 karyawan yang

belum membentuk komite K3, dan kalau pun sudah, komite tersebut sering kali

tidak berfungsi sebagaimana seharusnya.

d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)


Berdasarkan Undang-Undang No 3/ 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja, Pemerintah mendirikan perseroan terbatas PT JAMSOSTEK. Undang-

undang tersebut mengatur jaminan yang berkaitan dengan :

1. kecelakaan kerja [JKK]

2. hari tua [JHT]

3. kematian [JK]

4. perawatan kesehatan [JPK]

Keikutsertaan wajib dalam Jamsostek berlaku bagi pengusaha yang

mempekerjakan 10 karyawan atau lebih, atau membayar upah bulanan sebesar1

juta rupiah atau lebih. Pekerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas

manfaat/ jaminan yang meliputi (i) biaya transportasi, (ii) biaya pemeriksaan dan

24
perawatan medis, dan/ atau perawatan di rumah sakit, (iii) biaya rehabilitasi, dan

(iv) pembayaran tunai untuk santunan cacat atau santunan kematian.

e. Konvensi-konvensi ILO yang berkaitan dengan K3

Pada tahun 2003, Indonesia masih belum meratifikasi Konvensi-konvensi

ILO yang berkaitan dengan K3 kecuali Konvensi ILO No 120/ 1964 tentang

Higiene (Komersial dan Perkantoran). Tetapi hingga tahun 2000, Indonesia sudah

meratifikasi seluruh Konvensi Dasar ILO tentang Hak Asasi Manusia yang

semuanya berjumlah delapan.

Karena Indonesia mayoritas masih merupakan negara agraris dengan sekitar

70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, Konvensi ILO yang

terbaru, yaitu Konvensi No. 184/ 2001 tentang Pertanian dan Rekomendasinya,

dianggap merupakan perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas

Indonesia dipandang tidak siap untuk meratifikasi Konvensi ini karena rendahnya

tingkat kesadaran K3 di antara pekerja pertanian. Tingkat pendidikan umum

pekerja pertanian di Indonesia juga rendah, rata-rata hanya 3 sampai 4 tahun di

sekolah dasar (Markkanen, 2004 : 16)

2. Penegakan Hukum
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan peraturan hukum terkait K3

kemudian membentuk lembaga-lembaga penunjang diantaranya :

a. Direktorat Pengawasan Norma K3 di DEPNAKERTRANS


Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, pengawasan/ inspeksi

keselamatan kerja telah didesentralisasikan dan tanggung jawab untuk

25
pengawasan tersebut telah dialihkan ke pemerintah provinsi sejak tahun 1984. Di

Direktorat Jenderal Pengawasan Ketenagakerjaan DEPNAKERTRANS, sekitar

1,400 pengawas dilibatkan dalam pengawasan ketenagakerjaan secara nasional.

Sekitar 400 pengawas ketenagakerjaan memenuhi kualifikasi untuk melakukan

pengawasan K3 di bawah yurisdiksi Direktorat Pengawasan Norma K3 (PNKK).

b. Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan


Pelayanan kesehatan kerja adalah tanggung jawab Pusat Kesehatan Kerja di

bawah Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan. Pusat ini dibagi menjadi (i)

Seksi Pelayanan Kesehatan Kerja, (ii) Seksi Kesehatan dan Lingkungan Kerja,

dan (iii) Unit Administrasi.

Pusat ini sudah menyusun Rencana Strategis Program Kesehatan Kerja

untuk melaksanakan upaya nasional. K3 merupakan salah satu program dalam

mencapai Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan kebijakan Departemen

Kesehatan saat ini. Visi Indonesia Sehat 2010 dibentuk untuk mendorong

pembangunan kesehatan nasional, meningkatkan pelayanan kesehatan yang

merata dan terjangkau untuk perorangan, keluarga, dan masyarakat .

c. Dewan Tripartit National Keselamatan dan Kesehatan Kerja (DK3N)


Dewan K3 Nasional (DK3N) dibentuk oleh DEPNAKERTRANS pada

tahun 1982 sebagai badan tripartit untuk memberikan rekomendasi dan nasihat

kepada Pemerintah di tingkat nasional. Anggota Dewan ini terdiri dari semua

instansi pemerintah yang terkait dengan K3, wakil-wakil pengusaha dan pekerja

dan organisasi profesi. Tugasnya adalah mengumpulkan dan menganalisa data K3

26
di tingkat nasional dan provinsi, membantu DEPNAKERTRANS dalam

membimbing dan mengawasi dewan-dewan K3 provinsi, melakukan kegiatan-

kegiatan penelitian, dan menyelenggarakan program-program pelatihan dan

pendidikan. Selama periode 1998-2002, DK3N telah menyelenggarakan

sekurangkurangnya 27 lokakarya dan seminar mengenai berbagai subyek di

sektor-sektor industri terkait. DK3N juga telah menerbitkan sejumlah buku dan

majalah triwulan.

Pada hakikatnya kita memang tidak akan menemukan konsep dan realita

yang berjalan bersamaan, begitu pula dengan implementasi dari K3 yang belum

bisa berjalan maksimal apabila belum ada komitmen yang tegas dari berbagai

pihak baik pmerintah, pengusaha dan lembaga terkait lainnya dalam

melaksanakan K3.

A.JENIS-JENIS LIMBAH PABRIK GULA

Limbah memberikan arti teknis adalah sebagai barang yang dihasilkan oleh

sebuah proses dan dapat dikategorikan sebagai bahan yang sudah tidak terpakai.

Berikut adalah limbah yang dihasilkan dari produksi gula yang berasal dati

tanaman tebu:

1. Pucuk Tebu

Pucuk tebu adalah ujung atas batang tebu berikut 5-7 helai daun yang

dipotong dari tebu giling ataupun bibit.

2. Ampas Tebu

Tebu diekstrak di stasiun gilingan menghasilkan nira dan bahan bersabut

27
yang disebut ampas. Ampas terdiri dari air, sabut dan padatan terlarut. Komposisi

ampas rata-rata terdiri dari kadar air : 46 52 %; Sabut 43 52 %; padatan

terlarut 2 6%.

3. Blotong

Blotong Pada proses pemurnian nira yang diendapkan di clarifier akan

menghasilkan nira kotor yang kemudian diolah di rotary vacuum filter. Di alat ini

akan dihasilkan nira tapis dan endapan yang biasanya disebut blotong (filter

cake). Blotong dari PG Sulfitasi rata-rata berkadar air 67 %, kadar pol 3 %,

sedangkan dari PG. Karbonatasi kadar airnya 53 % dan kadar pol 2 %.

4. Tetes

Tetes (molasses) adalah sisa sirup terakhir dari masakan (massecuite) yang

telah dipisahkan gulanya melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin

lagi menghasilkan gula dengan kristalisasi konvensional.

5. Asap

Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan debu.senyawa

yang paling sering dikaitkan dengan pencemaran udara ialah: karbonmonoksida

(CO), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan

partikulat (debu).

B.PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK GULA

Secara umum pengelolaan limbah seperti limbah cair, yang dikeluarkan

pabrik gula merupakan limbah organik dan bukan Limbah B3 (bahan beracun dan

berbahaya). Limbah cair ini dikelola melalui dua tahapan, yaitu:

28
1) Penanganan di dalam pabrik (in house keeping)

Sistem ini dilakukan dengan cara mengefisienkan pemakaian air dan

penangkap minyak (oil trap) serta pembuatan bak penangkap abu bagasse (ash

trap).

2) Penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL)

IPAL dibangun di atas tanah seluas lebih dari 8 ha, terdiri dari 13 kolam

dengan kedalaman bervariasi dari 2 m (kolam aerasi) sampai 7 m (kolam

anaerob). Total daya tampung lebih dari 240.000 m3, sehingga waktu inap

(retention time) dapat mencapai 60 hari.

Pada prinsipnya instalasi pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi

enam tahapan pengolahan,yaitu:

3) Pengolahan Pendahuluan (Pre Tratment)

Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk menyaring benda terapung dan

mengendapkan benda yang berukuran besar seperti sampah, lemak, kerikil atau

pasir. Tahap selanjutnya adalah melakukan penyeragaman kondisi air limbah

(equalization) yang meliputi debit dan keasaman air limbah.

4) Pengolahan Primer (Primary Treatment)

Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan zat padat tersuspensi

melalui pengendapan (sedimentatio) atau pengapungan (flotation). Proses

pengendapan tahap pertama ini masih sederhana karena partikel-partikel yang ada

29
diendapkan dengan cara gravitasi. Bahan kimia dapat digunakan untuk membantu

proses pengendapan tersebut. Pengendapan biasanya dilakukan pada bak atau

kolam pengendapan yang secara periodik dibersihkan endapannya. Proses

pengapungan dilakukan dengan menghembuskan udara dari bawah sehingga

partikel akan mengapung kemudian dipisahkan dari cairan.

5) Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)

Pengolahan sekunder bertujuan untuk mengurangi kadar bahan organik

dalam air limbah dengan menggunakan proses biologi seperti lumpur aktif,

trickling filter, anaerobic digester, biogas, dll. Terdapat dua hal penting dalam

proses ini adalah penambahan oksigen dan pertumbuhan bakteri.

6) Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)

Pengolahan tersier dilakukan apabila setelah pengolahan pertama dan kedua

masih banyak bahan polutan yang terdapat dalam air limbah. Pengolahan ini

dilakukan secara khusu tergantung jenis bahan polutan yang ada. Beberapa alat

yang biasa digunakan untuk pengolahan tersier adalah saringan pasir, saringan

multimedia, vacum filter, penyerapan, dll.

7) Pembunuhan Kuman (Desinfektion)

Pembunuhan bakteri bertujuan untuk mengurangi atau membunuh

mikroorganisme patogen yang ada dalam air limbah. Bahan kimia biasanya

digunakan dalam proses ini seperti clorin.

8) Pembuangan Lanjutan (Ultimate Disposal)

Dari pengolahan air limbah biasanya dihasilkan lumpur. Lumpur tersebut

30
perlu diolah lebih lanjut untuk menghilangkan tingkat polutannya dan kemudian

dapat dimanfaatkan atau dibuang ke lingkungan. Beberapa proses pengolahan

lumpur adalah pemekatan, penstabilan, pengurangan air, dan pengeringan.

C.PENGOLAHAN ASAP DAN DEBU

Senyawa pencemar udara digolongkan menjadi 2 yaitu:

a.Senyawa pencemar primer

Senyawa pencemar primer adalah senyawa pencemar yang langsung

dibebaskan dari sumber.

b.Senyawapencemar sekunder

Senyawa pencemar sekunder ialah senyawa pencemar yang baru terbentuk

akibat antar-aksi dua atau lebih senyawa primer selama berada di atmosfer.

Pencemaran udara dari pada pabrik gula berupa asap dan debu, yang dapat

menyebabkan sejumlah penyakit pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan

pada manusia disekitar pabrik tersebut, iritasi mata dan lain-lain. Senyawa yang

paling sering dikaitkan dengan pencemaran udara ialah: karbonmonoksida (CO),

oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat

(debu). Untuk menanggulanginya dibutuhkan pengendalian pencemaran udara.

Pengendalian ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a.Pengendalian pada sumber pencemar

Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif

karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses

dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam sebuah pabrik kimia,

31
pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu penanggulangan

emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar. Idealnya demikian pula

yang harus dilakukan oleh pabrik tebu.

b.Pengenceran limbah gas.

Guna menekan tingkat pencemaran udara, pabrik tebu dapat mengelola asap

dan debu tersebut dengan jalan memisahkan partikel padatanya yang berada di

asap. jika partikel-partikel ini dalam jumlah yang cukup, maka bisa diolah

menjadi pupuk. Karenanya suatu pabrik gula seharusnya dilengkapai dengan alat-

alat pemisah debu untuk memisahkan debu dari alirah gas buang. Secara umum

alat pemisah debu dapat diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya:

a) Pemisah Brown

Alat pemisah debu yang bekerja dengan prinsip ini menerapkan prinsip

gerak partikel menurut Brown. Alat ini dapat memisahkan debu dengan rentang

ukuran 0,01 0,05 mikron. digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak

atau debu higroskopik

b) Electrostatic Precipitator (Pengendap elektrostatik)

Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas

yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara

beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan

pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu yang kering dengan ukuran

rentang 0,2 0,5 mikron.

32
c) Pengumpul sentrifugal

Pemisahan debu dari aliran gas didasarkan pada gaya sentrifugal yang

dibangkitkan oleh bentuk saluran masuk alat.

d) Pemisah inersia

Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel dalam

aliran gas. Pemisah ini menggunakan susunan penyekat sehingga partikel akan

bertumbukan dengan penyekat dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas.

e) Pengendapan dengan gravitasi

Alat yang bekerja dengan prinsip ini memanfaatkan perbedaan gaya

gravitasi dan kecepatan yang dialami oleh partikel.

D.PEMANFAATAN LIMBAH

A. Pemanfaatan Ampas Tebu

Limbah padat berupa ampas tebu (bagasse) dapat dapat dijadikan bubur

pulp dan dipakai untuk briket, partikel board, bahan baku pulp dan bahan kimia

seperti furfural, xylitol, methanol, metana, dll. pabrik kertas, untuk makanan

ternak; bahan baku pembuatan pupuk, bioetanol, dan sebagai bahan bakar ketel

uap (boiler) sehingga mengurangi konsumsi bahan-bakar minyak oleh pabrik.

Selain itu, adanya kandungan polisakarida dalam ampas tebu dapat dikonversi

menjadi produk atau senyawa kimia yang digunakan untuk mendukung proses

produksi sektor industri lainnya. Salah satu polisakarida yang terdapat dalam

ampas tebu adalah pentosan, dengan persentase sebesar 20-27%. Kandungan

33
pentosan yang cukup tinggi tersebut memungkinkan ampas tebu untuk diolah

menjadi Furfural. Furfural memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa

industri dan juga dapat disintesis menjadi turunan-turunannya seperti : Furfuril

Alkohol, Furan, dan lain-lain. Kebutuhan (demand) Furfural dan turunannya di

dalam negeri meski tidak terlalu besar namun jumlahnya terus meningkat.

Fraksi limbah tebu lainnya yang masih memiliki nilai gizi yang baik adalah

blotong. Blotong adalah limbah yang dapat dipisahkan dengan proses penapisan

dalam proses klarifkasi nira. Untuk meningkatkan nilai gizi dari protein pada

blotong perlu dilakukan fermentasi dengan menggunakan kapang. Keseimbangan

asam amino diharapkan dapat ditingkatkan melalui fermentasi. Dengan

meningkalnya kualitas protein diharapkan dapat meningkatkan kecernaan zat-zat

makanan. Jenis kapang yang biasa digunakan adalah Saccharomyces cereviceae,

Aspergillus oryzae, Aspergiltus niger. Blotong dapat dimanfaatkan antara lain

untuk pakan ternak, pupuk dan pabrik wax. Penggunaan yang paling

menguntungkan saat ini adalah sebagai pupuk di lahan tebu.

Penggunaan tetes antara lain sebagai pupuk dan pakan ternak dan pupuk.

Selain itu juga sebagai bahan baku fermentasi yang dapat menghasilkan etanol,

asam asetat, asam sitrat, MSG, asam laktat dll.

Pucuk tebu adalah limbah tebu yang memiliki potensi sangat besar. Pucuk

tebu segar maupun dalam bentuk awetan, sebagai silase atau jerami dapat

menggantikan rumput gajah yang merupakan pakan ternak yang sudah umum

digunakan di Indonesia. Pucuk tebu dapat dimanfaatkan untuk pakan

34
rum__inansia. Salah satu kelemahan dari pucuk tebu adalah kandungan serat kasar

yang tinggi. Untuk meningkatkan manfaaat dari pucuk tebu make dilakukan

pengolahan. Metode pengolahan yang biasa digunakan untuk pakan berserat

tinggi adalah pengolahan kimiawi. Bahan kimia yang biasa digunakan adalah urea

dan NaOH.

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

kesehatan dan keselamatan kerja adalah suatu usaha dan upaya untuk menciptakan

perlindungan dan keamanan dari resiko kecelakaan dan bahaya baik fisik, mental

maupun emosional terhadap pekerja, perusahaan, masyarakat dan lingkungan. Jadi

kesehatan dan keselamatan kerja tidak melulu berkaitan dengan masalah fisik

pekerja, tetapi juga mental, psikologis dan emosional.

Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu unsur yang penting

dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itulah sangat banyak berbagai peraturan

perundang-undangan yang dibuat untuk mengatur nmasalah kesehatan dan

keselamatan kerja. Meskipun banyak ketentuan yang mengatur mengenai

kesehatan dan keselamatan kerja, tetapi masih banyak faktor di lapangan yang

mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja yang disebut sebagai bahaya

kerja dan bahaya nyata. Masih banyak pula perusahaan yang tidak memenuhi

standar keselamatan dan kesehatan kerja sehingga banyak terjadi kecelakaan

kerja.

Oleh karena itu, perlu ditingkatkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan

kerja yang dalam hal ini tentu melibatkan peran bagi semua pihak. Tidak hanya

bagi para pekerja, tetapi juga pengusaha itu sendiri, masyarakat dan lingkungan

sehingga dapat tercapai peningkatan mutu kehidupan dan produktivitas nasional.

36
1.Limbah yang dihasilkan dari produksi gula yang berasal dati tanaman tebu:

Pucuk Tebu

Ampas Tebu

Blotong

Tetes

Asap

2.Limbah cair dikelola melalui dua tahapan, yaitu:

Penanganan di dalam pabrik (in house keeping)

Penanganan setelah limbah keluar dari pabrik, melalui Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL)

1.Pengolahan Pendahuluan (Pre Tratment)

2.Pengolahan Primer (Primary Treatment)

3.Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)

4.Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)

5.Pembunuhan Kuman (Desinfektion)

6.Pembuangan Lanjutan (Ultimate Disposal)

3.Pengendalian limbah asap dan debu dilakukan dengan dua cara yaitu:

a.Pengendalian pada sumber pencemar

b.Pengenceran limbah gas.

4.Alat pemisah debu dapat diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya:

Pemisah Brown

Electrostatic Precipitator (Pengendap elektrostatik)

37
Pengumpul sentrifugal

Pemisah inersia

DAFTAR PUSTAKA

Husni, Lalu. 2003. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo

38
Persada.

Markkanen, Pia K. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Indonesia. Jakarta :

Internasional Labour Organisation Sub Regional South-East Asia and The Pacific

Manila Philippines

Saksono, Slamet. 1998. Administrasi Kepegawaian. Yogyakarta: Kanisius.

Sumamur. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta:

Gunung Agung.

Sutrisno dan Kusmawan Ruswandi. 2007. Prosedur Keamanan, Keselamatan, &

Kesehatan Kerja. Sukabumi: Yudhistira.

Sumber Internet:

http://sarisolo.multiply.com/journal/item/35/kecelakaan_kerja_di_perusahaan.

http://saintek.uin-suka.ac.id/file_kuliah/manajemen%20lab%20kimia.doc.

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/10/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-k3.html

http://araralututu.wordpress.com/2009/12/19/my-k3ll-project/

http://solehpunya.wordpress.com/2009/02/03/implementasi-k3-di-indonesia/

39

Vous aimerez peut-être aussi