Vous êtes sur la page 1sur 72

askep pada pasien atelektasis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Gangguan pada system pernapasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.
Hal ini dapat disebabkan oleh karena kelainan paru bawaan atau congenital, infeksi pada saluran
pernapasan sering terjadi dibandingkan dengan infeksi pada system organ tubuh lain.
Meskipun atelektasis sebenarnya bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitannya dengan
penyakit parenkim paru. Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru-paru yang
tidak sempurna dan menerangkan arti bahwa alveolus pada bagian paru-paru yang terserang
tidak mengandung udara dan kollaps. Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-
paru akibat penyumbatan saluran udara( bronkus maupun bronkeolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat meliputi
subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat
terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda daripada anak
yang lebih tua dan remaja.
Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis
(atau kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen
dengan tanda pengempisan lobus. Secara patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan
lain di samping tidak adanya udara daripada lobus dan posisi yang disebabkannya daripada
dinding-dinding alveolar dan bronkhiolar.
Pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan khusus lainnya seperti bronkoskopi dan
bronkografi, dapat menentukan atau menegakkan diagnosis dari atelektasis.
Dari uraian di atas maka penulis mencoba mengangkat masalah tentang Atelektasis.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umun
Untuk mempelajari tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Atelektasis.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui kosep dasar teoritis penyakit Atelektasis..
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan pada klien dengan Atelektasis, yang
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan intervensi.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Atelektasis, yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.

1.3. Manfaat
1. Dalam pembuatan makalah ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan
kelompok dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan Atelektasis.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan Atelektasis.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep dasar teori


2.1.1. Pengertian
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan
berkembang secara sempurna sehingga aerasi berkurang atau sama sekali tidak berisi udara.
Hilangnya volume paru secara parsial ataupun komplit dapat diartikan sebagai kolaps atau
atelektasis.
Akhir-akhir ini kolaps atau atelektasis telah menjadi sinonim dan kedua hal tersebut
diartikan sebagai berkurangnya volume udara di dalam paru dan berkaitan dengan menurunnya
volume paru. Hal ini bertolak belakang dengan konsolidasi yang berarti berkurangnya udara di
paru namun volume paru tetap normal. Ada beberapa mekanisme yang berbeda yang dapat
menyebabkan paru menjadi kolaps.
Meskipun atelektasis bukan merupakan penyakit, tetapi ada kaitanya dengan penyakit
parenkim paru. Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna
dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara
dan kolaps.
Menurut kamus kedokteran (Ed, 2005), atelektasis adalah pengembangan paru-paru
secara tak sempurna pada bayi baru lahir. Meskipun atelektasis sebenarnya bukan merupakan
penyakit,tetapi ada kaitannya dengan penyakit parenkim paru.
Menurut kamus keperawatan (Ed.17,penerbit buku kedokteran, EGC) atelektasis adalah
sejumlah alveoli paru tidak mengandung udara akibat kegagalan ekspansi (atelektasis kongenital)
atau kegagalan resorpsi udara dari alveoli (collapse).
Atelektasis adalah suatu kondisi di mana paru-paru tidak dapat mengembang secara
sempurna (Somantri, 2008).
Atelektasis adalah suatu kondisi di mana paru-paru tidak dapat mengembang secara
sempurna (somantri, 2008).
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. (Keperawatan Medikal Bedah,vol.2,penerbit buku kedokteran.EGC.2002).
Jadi, atelektasis merupakan suatu keadaan kolaps, dimana paru-paru tidak dapat
mengembang secara sempurna, tepatnya pada alveolus/alveoli paru yang tidak mengandung
udara.

2.1.2 Etiologi
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Penyumbatan juga
bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya
gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa
tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah
bening.
Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran
darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya
terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
Atelektasis merupakan suatu akibat dari kelainan paru yang dapat disebabkan:
a. Bronkus tersumbat
penyumbatan bisa berasal didalam bronkus (tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi
yang massif) dan penyumbatan bronkus akibat penengkanan dari luar bronkus akibat
penengkanan dari luar bronkus (tumor sekitar bronkus, kelenjar membesar).

b. Tekanan ekstrapulmoner
Biasanya disebabkan oleh pneumothoraks, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi
alat perut kedalam rongga thoraks, dan tumor intra thoraks tepe ekstrapulmuner (tumor
mediastinum).
c. Paralisis atau paresis gerak pernapasan,
akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalnya pada kasus
poliomiolitis dan kelainan neurologic lainya. Gerak nafas yang tergangu akan mempengaruhi
kelancangan pengeluaran secret bronkus dan ini menyebabkan penyumbatan bronkus yang
berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis.
d. Hambatan gerak pernapasan
kelainan pleura atau trauma toraks yang menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan
menghambat pengeluaran secret bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.

Atelektasis seharusnya dapat dibedakan dengan pneumothoraks. Walaupun kolaps


alveolar terdapat pada kedua keadaan tersebut, penyebab kolapsnya dapat dibedakan dengan
jelas. Atelektasis timbul karna alveoli menjadi kurang berkembang atau tidak berkembang,
sedangkan pneumothoraks timbul karena udara masuk kedalam rongga pleura. Pada kebanyakan
pasien, pneumothoraks tidak dapat dicegah dengan perawatan yang tepat .

2.1.3. Klasifikasi atelektasis


Atelektasis dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Atelektasis Absorpsi
b. Atelektasis Kompresi

2.1.4. Patofisiologi
Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran napas menghambat masuknya udara ke dalam
alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan. Udara yang sudah terdapat dalam alveolus
tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus kolaps. Untuk
mengembangkan alveolus yang kolaps total diperlukan tekanan udara yang lebih besar, seperti
halnya seseorang harus meniup balon lebih keras pada waktu mulai mengembangkan balon.
Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau ekstrinsik.
Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh secret atau eksudat yang tertahan.
Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh neoplasma, pembesaran kelenjar
getah benih, aneurisma atau jaringan parut.
Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas saluran nafas
bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi terjadinya obstruksi.
Mekanisme-mekanisme yang beperan adalah kerja gabungan dari tangga berjalan silia yang
dibantu oleh batuk untuk memindahkan partikel-partikel dan bakteri yang berbahaya ke dalam
faring posterior, tempat partikel dan bakteri tersebut ditelan atau dikeluarkan.
Mekanisme lain yang bertujuan mencegah atelektasis adalah ventilasi kolateral. Hanya
inspirasi dalam saja yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn dan menimbulkan ventilasi
kolateral ke dalam alveolus disebelahnya yang mengalami penyumbatan. Dengan demikian
kolaps akibat absorpsi gas-gas dalam alveolus yang tersumbat dapat dicegah (dalam keadaan
normal absorpsi gas ke dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total gas-gas darah
sedikit lebih rendah daripada tekanan atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang diabsorpsi ke
dalam jaringan daripada CO2 yang diekskresikan).
Selama ekspirasi, pori-pori Kohn menutup, akibatnya tekanan di dalam alveolus yang
tersumbat meningkat, sehingga membantu pengeluaran sumbat mucus. Bahkan dapat dihasilkan
gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah bernafas dalam, glotis tertutup dan kemudian
terbuka tiba-tiba seperti pada proses batuk normal. Sebaliknya pori-pori Kohn tetap tertutup
sewaktu inspirasi dangkal; sehingga tidak ada ventilasi kolateral menuju alveolus yang
tersumbat; dan tekanan yang memadai untuk mengeluarkan sumbat mucus tidak akan tercapai.
Absorpsi gas-gas alveolus ke dalam aliran darah berlangsung terus, dan mengakibatkan kolaps
alveolus. Dengan keluarnya gas dari alveolus, maka tempat yang kosong itu sedikit demi sedikit
akan terisi cairan edema.
Atelektasis pada dasar paru sering kali muncul pada mereka yang pernapasannya dangkal
karena nyeri, lemah atau peregangan abdominal. Sekret yang tertahan dapat mengakibatkan
pneumonia dan atelektasis yang lebih luas. Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantina jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis. Untuk dapat melakukan
tindakan pencegahan yang memadai diperlukan pengenalan terhadap faktor-faktor yang
mengganggu mekanisme pertahanan paru normal.
Atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua bagian paru atau
bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps. Sebab-sebab
yang paling sering adalah efusi pleura, pneumothoraks, atau peregangan abdominal yang
mendorong diafragma ke atas. Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
atelektasis absorpsi.
Hilangnya surfaktan dari rongga udara terminal menyebabkan kegagalan paru untuk
mengembang secara menyeluruh dan disebut sebagai mikroatelektasis. Hilangnya surfaktan
merupakan keadaan yang penting baik pada sindrom distress pernapasan akut (ARDS) dewasa
maupun bayi.
Atelektasis dapat terjadi pada satu tempat yang terlokalisir di paru, pada seluruh lobus
atau pada seluruh paru. Penyebab yang palig sering adalah:
Atelektasis biasanya merupakan akibat dari sumbatan bronki kecil oleh mucus atau
sumbatan bronkus besar oleh gumpalan mucus yang besar atau benda padat seperti kanker.
Udara yang terperangkap di belakang sumbatan diserap dalam waktu beberapa menit sampai
beberapa jam. Oleh darah yang mengalir dalam kapiler paru. Jika jaringan paru cukup lentur
(pliable), alveoli akan menjadi kolaps.
Tetapi, jika paru bersikap kaku akibat jaringan fibrotik dan tidak dapat kolaps, maka
absorpsi udara dari alveoli menimbulkan tekanan negatif yang hebat dalam alveoli dan
mendorong cairan keluar dari kapiler paru masuk ke dalam alveoli, dengan demikian
menyebabkan alveoli terisi penuh dengan cairan edema. Ini merupakan efek yang paling sering
terjadi bila seluruh paru mengalami atelektasis, suatu keadaan yang disebut kolaps masif dari
paru, karena kepadatan dinding dada dan mediastinum memungkinkan ukuran paru berkurang
hanya kira-kira separuh dari normal, dan tidak mengalami kolaps sempurna.
Efek terhadap fungsi paru seluruhnya disebabkan oleh kolaps masif (atelektasis) pada
suatu paru dilukiskan pada gambar dibawah ini. Kolaps jaringan paru tidak hanya menyumbat
alveoli tapi hampir selalu juga meningkatkan tahanan aliran darah yang melalui pembuluh darah
paru. Meningkatan tahanan ini sebagian tejadi karena kolaps itu sendiri, yang menekan dan
melipat pembuluh darah sehingga volume paru berkurang. Selain itu, hipoksia pada alveoli yang
kolaps menyebabkan vasokonstriksi bertambah.
Akibat vasokonstriksi pembuluh darah, maka aliran darah yang melalui paru atelektasis
menjadi sedikit kebanyakan darah mengalir melalui paru yang terventilasi sehingga tejadi aerasi
dengan baik. Pada keadaan diatas lima per enam darah mengalir melalui paru yang teraerasi dan
hanya satu per-enam melalui paru yang tidak teraerasi. Sebagai akibatnya, rasio ventilasi/perkusi
seluruhnya hanya sedang saja, sehingga darah aorta hanya mempunyai sedikit oksigen yang tidak
tersaturasi walaupun terjadi kehilangan ventilasi total pada satu paru.
Sekresi dan fungsi surfaktan dihasilkan oleh sel-sel epitel alveolus spesifik ke dalam
cairan yang melapisi alveoli. Zat ini menurunkan tegangan permukaan pada alveoli 2 sampai 10
kali lipat, yang memegang peranan penting dalam mencegah kolapsnya alveolus.
Tetapi, pada berbagai keadaan, seperti penyakit membrane hialine (juga disebut sindrom
gawat napas), yang sering terjadi pada bayi-bayi premature yang baru lahir, jumlah surfaktan
yang disekresikan oleh alveoli sangat kurang. akibatnya tegangan permukaan cairan alveolus
meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan paru bayi cenderung mengempis, atau menjadi
terisi cairan, kebanyakan bayi ini mati lemas karena bagian paru yang atelektasis menjadi
semakin luas.
.
Pada atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua bagian paru atau
bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolpas. Sebab-sebab
yang paling sering adalah efusi pleura, pneumotoraks, atau peregangan abdominal yang
mendorong diapragma keatas. Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi di bandingkan dengan
atelektasis absorbsi.
Berbeda dengan atelektasis absorpsi, pada atelektasis kompresi (tekanan) terjadi akibat
adanya tekanan ekstrinsik pada bagian paru, sehingga mendorong udara keluar dan menyebabkan
bagian tersebut kolaps. Tekanan ini biasa terjadi akibat efusi pleura, pneumotoraks atau
peregangan abdominal yang mendorong diafragma ke atas.

2.1.5 WOC

Sekret tertahan
Penyumbatan bronkus

Alveoili menciut/memadat

2.1.6 Manifestasiklinik
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang
ringan.
Gejalanya bisa berupa :
gangguan pernafasan
nyeri dada
batuk
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang
sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).
Manifestasi klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis.
Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma, neoplasma,
asma dan penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan lain-
lain jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama.
Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi :
dipsneu dengan pola pernapasan yang cepat dan dangkal,
takikardi dan sering sianosis,
napas tertinggal,
temperatur yang tinggi, dan
jika berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok.
Pada palpasi didapatkan fremitus vokal melemah sampai menghilang. Pada perkusi pekak
dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi, batas jantung dan mediastinum
bergerak ke lateral/bergeser ke sisi yang sakit, dan letak diafragma meninggi.
Pada atelektasis yang luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus
suara napas menurun,
bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar,
biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak dinding thoraks, gerak sela iga dan diafragma.
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang
ringan.Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali,
walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek.
Jika disertai infeksi, bisa terjadi :
demam dan peningkatan denyut jantung,

kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan diagnostik
A. RADIOLOGI KONVENSIONAL
Pemeriksaan rontgen thoraks adakalanya dapat memberikan petunjuk untuk
mendiagnosis atelektasis. Bentuk-bentuk kolaps pada atelektasis secara klinis dan radiologi,
sebagai berikut:
1. Kolaps paru menyeluruh
a. Opasifikasi hemithoraks
b. Pergeseran mediastinum ke sisi yang terkena
c. Diafragma terangkat

2. Kolaps lobus kanan atas


a. Fisura horizontal normal terletak pada anterior kanan iga ke empat
b. Pada kolaps yang parah, lobus menjadi datar berlawanan dengan mediastinum posterior.

3. Kolaps lobus tengah kanan


a. Sumbatan pada perbatasan jantung kanan sering tampak
b. Proyeksi Lordotik AP memperlihatkan pergeseran fisura.
4. Kolaps lobus bawah
a. Opasitas terlihat pada proyeksi frontal
b. Gambaran wedge-shaped shadows
c. Hilus tertekan dan terputar ke medial.

5. Kolaps lingula
a. Gambaran radiologi mirip dengan gambaran kolaps lobus tengah kanan
b. Proyeksi frontal perbatasan jantung kiri menjadi kabur.

6. Kolaps lobus kiri atas


a. Terlihat jelas pada proyeksi frontal
b. Pergeseran anterior di seluruh celah obliq, hampir sejajar pada dinding dada anterior
c. Opasitas kabur terlihat di bagian atas, tengah dan kadang-kadang pada daerah bawah
d. Opasitas yang paling padat di dekat hilus
e. Elevasi hilus
f. Trakea sering menyimpang ke kiri

b. Computed Tomography Scan (CT-SCAN)

1. Kolaps lobus bawah


Adanya campuran densitas pada paru yang mengalami kolaps diakibatkan bronkus berisi cair

2. Kolaps lobus kiri atas


a. Opasitas kabur terlihat dibagian atas, tengah dan kadang-kadang pada daerah bawah
b. Opasitas yang paling padat di dekat hilus
c. Kadang seperti nodus limfatik yang mengalami klasifika

3. Kolaps paru menyeluruh


a. Opasifikasi hemithoraks
b. Adanya herniasi di kedua paru retrosternal dan refleksi azygo-esofagus. Esophagus berisi
sedikit udara
2. Pemeriksaan laboratorium

Analisa Gas darah : Po2 : 35 mmHg


Pco2 : 49 mmHg
: leukosit banyak di dalam sputum
Pemeriksaan Sputum : BTA ( + )
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
a. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
b. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
c. Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
d. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
e. Postural drainase
f. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
g. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
h. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat.
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis
akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan
lainnya.
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1. Medis
Pemeriksaan bronkoskopi
Pemberian oksigenasi
Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid)
Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)
Pemeriksaan bakteriologis

2. Keperawatan
Teknik batuk efektif
Pegaturan posisi secara teratur
Melakukan postural drainase dan perkusi dada
Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur

2.1.9 KOMPLIKASI
Pada pasien yang mengalami atelektasis maka akan terjadi :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura di mana masukan udara ke
dalam rongga pleura, dapat dibedakan menjadi pneumothorak spontan, udara lingkungan keluar
masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk, misalnya udara melalui mediastinum yang
disebabkan oleh trauma.
2. Efusi pleura
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat menyebabkan pirau (jalan
pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila meluas, dapat menyebabkan hipoksemia.

2.2.1. Konsep Dasar Askep


2.2.1.1. Pengkajian teoritis
1. Indentitas klien
(nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam masuk RS, no register dan diagnosis medis).
2. Keluhan utama
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan sesak napas
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
6. Data Dasar pengkajian
2.2.1.2 Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (
bronkospasme ), lemah, penurunan energi.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus
c. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap anoreksia yang
berhubungan dengan muntahan dan bau.

2.2.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan


Nama klien : Tn. H
Ruang Rawat : Kemuning
Diagnosa medic : Atelektasis

n Diagnosa Tujuan Keriteria hasil Intervensi Rasional


o keperawatan
a. Bersihan Setelah Jalan nafas bebas atau dahak Berbaring Berbaring
jalan nafas dilakuka dapat dikeluarkan . pada sisi paru- pada posisi
tidak efektif n Dispnea dan takipnea tidak paru yang sehat yang sehat
berhubunga interven ada. sehingga paru- akan akan
n dengan si Kesulitan bernapas tidak ada. paru yang menciptakan
peningkatan keperaw Penggunaan otot bantu terkena kenyamanan
produksi atan pernapasan tidak ada. kembali bisa pasien
sekret ( selama TTV DBN: mengembang
bronkospas 3x 24 TD:120-130/80-85mmHg
me ), lemah, jam ND;60-100x/i Perkusi
penurunan diharapk RR:16-24x/i akan
energi. an jalan Perkusi mengencerk
nafas Berpartisipasi dalam program (menepuk- an dahak
paten/ pengobatan dalam tingkat nepuk) dada
Kerusakan kembali kemampuan/situasi
pertukaran efektik, Dispnea & takipnea tidak ada.
gas dahak Kesulitan bernafas tidak ada.
Melaui
berhubunga dapat Gelisah tidak ada. bronkoscopy
n dengan dikeluar TTV DBN : akan bisa
obstruksi kan dan TD : 120-130/80-85 mmHg Menghilangka melihat
jalan nafas tidak ND : 80-100 x /i n penyumatan
oleh sekresi, sulit RR :16-24 x/i penyumbatan, ( obstruksi
2 spasme dalam Hb : 14 -18 dr/dL baik melalui jalan nafas
bronchus. bernafas bronkoskopi
maupun
Setelah Menunjukkan peningkatan prosedur
di nafsu makan lainnya
lakukan Mempertahankan/meningkatka
interven n berat badan.
si Klien tidak mual lagi.
keperaw BB stabil /tidak turun atau
atan naik.
selama Klien dapat menghabiskan -
3 x 24 1 porsi makan yang di berikan.
jam di Mukosa bibir lembab.
harapka Nilai lab DBN :
n Hb : 14-18 gr/dL
pertukar Albumin : 3,5-5,5 gr/dL
an gas Protein total : 6,0-8,0 gr/dL
atau
Perubahan oksigen Menurunka
nutrisi, asi ade n efek mual
kurang dari kuat, yang
kebutuhan tidak berhubunga
tubuh, risiko ada lagi n dengan
tinggi obtruksi pengobatan
terhadap jalan Jadwalkan ini.
anoreksia nafas pengobatan
yang pernapasan
berhubunga sedikitnya 1
n dengan jam sebelum
muntahan makan Bunyi usus
3 dan bau. mungkin
menurun/
tak ada bila
Setelah proses
di Auskultasi infeksi
lakukan bunyi usus. berat/
interven Observasi/ memanjang.
si palpasi distensi Distensi
keperaw abdomen. abdomen
atan terjadi
selama sebagai
3 x 24 akibat
jam di menelan
harapka udara atau
n menunjukka
kebutuh n pengaruh
an toksin
nutrisi bakteri pada
terpenuh saluran GI.
i / intake
ade Tindakan
kuat. ini dapat
meningkatka
n masukan
meskipun
nafsu makan
mungkin
lambat
untuk
kembali.

Berikan
makan porsi
kecil dan
sering
termasuk
makanan
kering atau
makanan yang
nenarik untuk
pasien.

BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Format Pengkajian
1. Data Biografi
Identitas Klien:
Nama : Tuan H
Umur : 51 th
Suku/bangsa : Rejang
Status Perkawinan : kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Alamat : Jl.Padang harapan
Tanggal masuk RS : 02 April 2011
Tanggal Pengkajian : 04 April 2011
Catatan kedatangan : kursi roda ( ), Ambulan ( ), Brankar ( )

Keluarga Terdekat yang dapat dihubungi :


Nama/Umur : Tn E/ 30 No Telepon : (0736) 46833
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jl lingkar barat

Sumber Informasi : Pasien, keluarga.

2. Riwayat Kesehatan/keperawatan
1) Keluhan utama/alasan masuk RS:
Tn H datang ke RS pada tanggal 02 April 2011 dengan keluhan utama nyeri dan sesak nafas.

2) Riwayat kesehatan sekarang:


Faktor pencetus:
Pasien mengatakan bahwa sesak nafas karena penyumbatan bronkus.
Sifat keluhan (mendadak/pelahan-lahan/terus-menerus/hilang timbul atau berhubungan dengan
waktu) :
Sifat keluhan hilang timbul

Lokalisasi dan sifatnya (menjalar/menyebar/berpindah-pindah/menetap):


lokasi nyeri pada bagian hidung dan menetap

Berat ringannya keluhan (menetap/cenderung bertambah atau berkurang) :


Nyeri yang timbul bersifat menetap.

Lamanya Keluhan:
Nyeri dirasakan 3 hari sebelum masuk RS.

Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi :


pasien beristirahat dan mengkonsumsi obat anti nyeri.

Keluhan saat pengkajian:


Nyeri yang dirasakan Tn H hilang timbul

Diagnosa medik :
Obstruksi saluran napas ( polip Tanggal: 03 April 2011
hidung )

TBC Tanggal : 03 April 2011

3) Riwayat kesehatan dahulu

Penyakit yang pernah dialami (jenis penyakit, lama dan upaya untuk mengatasi, riwayat masuk
RS): ATELEKTASIS dialami pasien dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Upaya yang dilakukan
pasien dengan mengkonsumsi obat menghilang nyeri dengan Salbutamol dosis 12,5 Mg.

Alergi : Pasien alergi terhadap antibiotik penisilin.

Obat-obatan Dosis Dosis Terakhir Frekuensi


(Resep/obat
bebas)

Salbutamol 12,5 mg 12,5 mg 3x sehari

4) Riwayat Kesehatan keluarga :


Penyakit menular atau keturunan dalam keluarga:
Tidak ada.

3. Pola Fungsi kesehatan


1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Persepsi terhadap penyakit :
Pasien merasakan dengan penyakit yang ia alami menyebabkan hilangnya kenyamanan.

Penggunaan :
Tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan berhenti) :
Pasien adalah seorang perokok. Pasien biasanya merokok sebanyak 1 bungkus perhari. Pasien
mulai merokok sejak umur 18 tahun. Pasien belum berniat untuk berhenti.
Alkohol (jenis, jumlah/hari/minggu/bulan):
Pasien mengkonsumsi alkohol jenis anggur merah, sebanyak 1 botol dalam seminggu.
Alergi (obat-obatan, makanan, plester, dll): pasien alergi terhadap antibiotik yaitu penisilin.
Reaksi alergi:
Gatal-gatal seluruh badan dan timbul ruam merah.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Diet/suplemen khusus: pasien biasa mengkonsumsi minuman berenergi seperti hemaviton,
kartingdeng, extra joss.
Intruksi diet sebelumnya: belum ada intruksi diet sebelumnya.
Nafsu makan (nomal, meningkat, menurun): menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : pasien mengalami stomatitis, mual dan
muntah.
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turu) : BB pasien menurun sebanyak 5 kg (60 kg menjadi 55
kg).
Kesulitan menelan (disfagia): ada
Gigi (lenkap/tidak,gigi palsu): lengkap
Riwayat masalah kulit/penyembuhan (ruam,kering,keringat berlebihan, penyembuhan abnormal:
tidak ada
Jumlah minimum/24 jam dan jenis (kehausan yang sangat): tidak ada
Frekuensi makan: menurun (2x sehari)
Jenis makanan: Karbohidrat, protein, lemak
Pantangan/alergi : pasien tidak boleh makan-makanan yang berminyak seperti goreng-gorengan.
Lain-lain : -

3) Pola Eliminasi
Buang air besar (BAB) :
Frekuensi : 1x/hari Waktu : pagi hari
Warna : kuning Konsistensi: lunak
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : Tidak terdapat kesulitan
Buang air kecil (BAK) :
Frekuensi : 4-6x/hari Warna : kuning jernih
Kesulitan : tidak ada
4) Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri :
0 = Mandiri 3 = Dibantu orang lain dan peralatan
1 = Dengan alat bantu 4 = Ketergantungan/ tidak mampu
2 = dibantu orang lain
Kegiatan / aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/minum
Mandi
Berpakaian/ berdandan
Toileting
Mobilisasi di tempa tidur
Berpindah
Berjalan
Menaiki tangga
Berbelanja
Memasak
Pemeliharaan rumah
Alat bantu ( kruk, pispot, tongkat, kursi roda) : tidak ada
Kekuatan otot : masih lemah
Kemampuam ROM : mampu
Keluhan saat beraktivitas : nafas semakin sesak,
Lain-lain :-
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 6 jam/malam, 1-2 jam tidur siang
Waktu : 22.00-04.00 Wib
Kebiasan menjelang tidur : berwudhu
Masalah tidur ( insomnia, terbangun dini, mimpi buruk ) : terbangun dini
6) Pola kognitif dan persepsi
Status mental : sadar, compos mentis
Bicara : normal ( ), tak jelas ( ), gagap ( ), aphasia ekspesif ( )
Kemampuan berkomunikasi : ya ( ), tidak ( )
Kemampuan memahami : ya ( ), tidak ( )
Tingkat ansietas : ringan ( ), sedang ( ), berat ( ), panik ( )
Pendengaran : DBN ( ), tuli ( ),kanan/kiri, tinitus ( ), alat bantu dengar ( )
Penglihatan : DBN, buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll ) : kacamata
Vertigo : Tidak ada
kut/kronik) : adanya ketidaknyama dan ada nyeri
i. Penatalaksanaan nyeri : Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun
prosedur lainnya

7) Persepsi diri dan konsep diri


Perasan klien tentang masalah ini : klien mengatakan sesak nafas sangat dirasakan karena akibat
penyakit atelektasis
8) Pola peran dan hubungan
Pekerjaan : petani
Sistem pendukung : pasangan/istri
Serumah ( ), tinggal berjauhan ( )
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan di RS : klien mengatakan mengalami kesulitan
dengan masalah biaya berkenaan dengan perawatan di RS
Kegiatan sosial : klien masih bisa untuk datang menghadiri undangan tapi tidak bisa membantu
aktivitas yang berat
9) Pola sexual dan reproduksi
Tanggal menstruasi terakhir : -
Masalah menstruasi :-
Pap Smear terakhir :-
Masalah sexual b/d penyakit : -
Lain-lain :-

10) Pola koping dan toleransi stress


Perhatian utama tentang perawatan di RS atau penyakit (Finansial, perawatan diri) : baik, tetapi
klien sedikit terpikir dengan masalah biaya perawatan
Kehilangan/ perubahan besar dimasa lalu : tidak ada
Hal yang dilakukan saat ada masalah ( sumber koping ) : musyawarah dengan istri dan keluarga
Penggunaan obat yang dilakukan untuk menghilangkan stress : tidak ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari ( santai/ tegang ): santai
11) Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : baik, pasien mengatakan agama adalah pedoman hidup
pasien dan juga keluarga
4. Pemerikasaan Fisik
a. Keadaan umum :
Penampilan umum: Penampilan tidak baik, gaya bicara tidak terkoordinasi, bicara tidak jelas.
Klien tampak sehat/sakit/sakit berat: Klien tampak sakit berat.
Kesadaran : Tidak komposmentis
BB : 55 Kg
TB : 167 Cm
b. Tanda-tanda vital :
TD : 100/80 mmHg
ND : 50/menit
RR : 14/menit
S : 36,5 C

c. Kulit
Warna kulit (sianosis,ikterus,pucat,eritema,dll) : Warna kulit pucat.
Kelembapan: Kering
Turgor kulit: Elastis
Ada/tidaknya oedema: Tidak ada

d. Kepala/ rambut
Inspeksi : Kepala simetris, warna rambut kusam, distribusi tidak merata, kurang bersih dan
tidak berketombe.
Palpasi : Textur tidak halus dan kering, tidak berminyak, tidak ada benjolan atau masa.

e. Mata
Fungsi pengelihatan : Baik, visus 6/6.
Ukuran pupil : 2mm
Konjungtiva : anemis
Lensa/iris : Lensa warna hitam, tidak ada kekeruhan lensa
Oedema palpebra : tidak ada odema palpebra
Palpebra : Terbuka
Skelera : Tidak ikterik
f. Telinga
Fungsi pendengaran : Baik
Kebersihan : bersih
Daun telinga : simetris, elastis, lesi tidak ada, tidak ada tanda-tanda mastoiditis
Fungsi keseimbangan : baik
Secret : tidak ada
g. Hidung dan sinus
Infeksi : Bentuk simetris, tidak ada deformitas
Fungsi penciuman : baik, dapat membedakan bau
Pembengkakan : tidak ada, polip tidak ada
Kebersihan : bersih
Perdarahan : tidak ada
Sekret : ada

h. Mulut dan tenggorokan


Membrane mukosa : Kering dan pucat
Keadaan gigi : Lengkap
Tanda radang (bibir,gusi,lidah) : tidak ada
Trismus : tidak ada kesulitan buka mulut.
Kesulitan menelan : disfagia tidak ada
i. Leher
Trakea(simetris/tidak) : Simetris saat dilakukan palpasi
Carotid bruid : ada bunyi bruid
JVP : 5-2 cm H2O
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Kelenjar toroid : tidak ada pembengkakan
Kaku kuduk : tidak ada kaku kuduk dan kepala mpasien bias fleksi ke dada

j. Thorak/paru
Inspeksi :inspeksi dada tidak simetri, RR : 14x/menit, menggunakan otot Bantu pernafasan
Palpasi : Fremitus KaKi, ekspansinparu tidak simetris
Perkusi : resonan pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler

k. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Paspasi : ictus cordis teraba 1 jari LMCS RIC ke5.
Perkusi : batas atas jantung RIC ke2
- batas kanan : linea sternalis dextra
- batas kiri : 1 jari linea mid clavikula sinistra
- batas bawah : 1 jari LMCS RIC ke5
Auskultasi : S1 dan S2 terdengar jelas, tidak ada bunyi tambahan S3ndan S4, murmur dan
gallop tidak ada
l. Abdomen
Inspeksi : Simetris, jaringan parut tidak ada, vena tidak menonjol, asites tidak ada
Auskultasi : B.U, 12x/i
Perkusi : Tympani
Palpasi : hepar dan limfa tidak teraba, tidak ada pembesaran hepar dan limfa

m. Genitalia : bersih, tanda-tanda radang tidak ada. Lesi tidak ada

n. Rectal : haemoroid tidak ada, lesi atau kemerahan tidak ada, massa tidak ada

o. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas : akral hangat, oedema tidak ada, genggaman tangan kuat
Ekstrimitas bawah : Akral hangat, oedema tidak ada, kekuatan penuh
ROM : gerakan aktif tanpa dibantu
Kekuatan otot : otot lemah

p. Vascular perifer
Capilari refille : tidak normal
Clubbing : tidak menonjol
Perubahan warna(kuku,kulit,bibir) : kilit sedikit pucat

q. Neurologis
Kesadaran(GCS) :
Status mental : compos mentis/15
Motorik : normal; gerak menurut perintah
Sensorik : normal, percakapan adekuat
Tanda rangsangan meningeal :-
Saraf ransangan meningea l: normal
Saraf cranial : normal
Refleks fisiologis : baik, ekstremitas semua bias digerakkan
Refleks patologis :-

3.2 Analisis data

Nama klien : Tn. H


Ruang Rawat : Kemuning
Diagnosa medic : Atelektasis
No Data Etologi Masalah
1
3.2 Diagnosa keperawatan yang muncul
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (
bronkospasme ), lemah, penurunan energi.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus
c. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap anoreksia yang
berhubungan dengan muntahan dan bau.

3.3 Rencana Asuhan keperawatan

Nama klien : Tn. H


Ruang Rawat : Kemuning
Diagnosa medic : Atelektasis
n Diagnosa Tujuan Keriteria hasil Intervensi Rasional
o keperawatan
1 Bersihan Setelah Jalan nafas bebas atau dahak Berbaring Berbaring
jalan nafas dilakuka dapat dikeluarkan . pada sisi paru- pada posisi
tidak efektif n Dispnea dan takipnea tidak paru yang yang sehat
berhubungan interven ada. sehat sehingga akan akan
dengan si Kesulitan bernapas tidak ada. paru-paru yang menciptaka
peningkatan keperaw Penggunaan otot bantu terkena n
produksi atan pernapasan tidak ada. kembali bisa kenyamanan
sekret ( selama TTV DBN: mengembang pasien
bronkospasm 3x 24 TD:120-130/80-85mmHg
e ), lemah, jam ND;60-100x/i
penurunan diharap RR:16-24x/i Perkusi
energi. kan Perkusi akan
jalan (menepuk- mengencerk
nafas nepuk) dada an dahak
paten/
Berpartisipasi dalam program
kembalipengobatan dalam tingkat
efektif,
kemampuan/situasi
dahak Dispnea & takipnea tidak ada.
dapat Kesulitan bernafas tidak ada.
Kerusakan dikeluar
Gelisah tidak ada. Melaui
pertukaran kan dan
TTV DBN : bronkoscop
gas tidak TD : 120-130/80-85 mmHg Menghilangka y akan bisa
berhubungan sulit ND : 80-100 x /i n melihat
dengan dalam RR :16-24 x/i penyumbatan, penyumatan
obstruksi bernafas
Hb : 14 -18 dr/dL. baik melalui ( obstruksi
jalan nafas bronkoskopi jalan nafas
oleh sekresi, Menunjukkan peningkatan maupun
spasme Setelah nafsu makan prosedur
bronchus. di Mempertahankan/meningkatka lainnya
lakukan n berat badan.
interven Klien tidak mual lagi.
si BB stabil /tidak turun atau
keperaw naik.
atan Klien dapat menghabiskan -
selama 1 porsi makan yang di berikan.
3 x 24 Mukosa bibir lembab.
2 jam di Nilai lab DBN :
harapka Hb : 14-18 gr/dL
n Albumin : 3,5-5,5 gr/dL
pertukar Protein total : 6,0-8,0 gr/dL
an gas
atau
oksigen
asi ade Menurunka
Perubahan kuat, n efek mual
nutrisi, tidak yang
kurang dari ada lagi berhubunga
kebutuhan obtruksi Jadwalkan n dengan
tubuh, risiko jalan pengobatan pengobatan
tinggi nafas pernapasan ini.
terhadap sedikitnya 1
3 anoreksia jam sebelum
yang makan
berhubungan
dengan Bunyi usus
muntahan Setelah mungkin
dan bau. di menurun/
lakukan Auskultasi tak ada bila
interven bunyi usus. proses
si Observasi/ infeksi
keperaw palpasi distensi berat/
atan abdomen. memanjang.
selama Distensi
3 x 24 abdomen
jam di terjadi
harapka sebagai
n akibat
kebutuh menelan
an udara atau
nutrisi menunjukka
terpenu n pengaruh
hi / toksin
intake bakteri pada
ade saluran GI.
kuat.
Tindakan
ini dapat
meningkatk
an masukan
meskipun
nafsu makan
mungkin
lambat
Berikan untuk
makan porsi kembali.
kecil dan
sering
termasuk
makanan
kering atau
makanan yang
nenarik untuk
pasien.

3.4 catatan perkembangan


BAB IV
PENUTUP

2.2 KESIMPULAN
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
Penyebab dari atelektasis bisa bersifat obstruktif maupun non-obstruktif.Penyebab
obstruktif bisa berasal dari dalam saluran pernafasan maupun dari luar saluran pernafasan.
Sedangkan penyebab non-obstruktif bisa disebabkan oleh adanya kompresi jaringan paru atau
pengembangan alveoli yang tidak sempurna dan akhirnya mengalami kolaps.
Diagnosa atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik.
Secara radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan
lobus.

4.2 SARAN
Atelektasis merupakan penyakit yang harus ditangani dengan cepat dan tepat karena
sebagian angka mortalitas dari penyakit gangguan pola nafas adalah penyakit atelektasis.
Penanganan yang baik dan pendiagnosaan yang tepat akan memberikan ketepatan dalam
pencegahan penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 1994. Keperawatan Medikal Bedah I, edisi 8, Vol. 1. EGC : Jakarta.
Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.
Dorlan W.A. Nawman. 2002. Kamus Kedokteran Darkin. Edisi 29. EGC : jakarta.
Junadi Purnawan, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. FKUI : Jakarta.
Mansjoer Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. FKUI : Jakarta.
Ramli Ahmad, dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.
Hamsafir, Evan. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Atelektasis. Available from
: www.infokedokteran.com. Accessed 08 April 2011.

askep atelektasis paru


A. Konsep Teori
1. DEFINISI
Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak mengandung udara
sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas
permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin
, 2009)

2. ETIOLOGI
Klasifikasi atelektasis berdasarkan penyebabnya ialah (Elizabeth J.Corwin , 2009)
1. Atelektasis Kompresi
Atelektasis kompresi terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpa kan gaya yang cukup besar pada
alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal ini terjadi jika dinding dada tertusuk atau terbuka, karena tekanan
atmosfir lebih besar daripada tekanan yang menahan paru mengembang ( tekanan pleura ) dan dengan
pajanan tekanan atmosfir paru akan kolaps. Atelekasis kompresi juga dapat terjadi jika terdapat tekanan
yang bekerja pada paru atau alveoli akibat pertumbuhan tumor. Distensi abdomen, atau edema, dan
pembengkakan ruang interstitial yang mengelilingi alveolus.
2. Atelektasis Absorpsi.
Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus, apabila aliran masuk udara ke
dalam alveolus dihambat, udara yang sedang berada di dalam alveolus akhirnya berdifusi keluar dan
alveolus akan kolaps. Penyumbatan aliran udara biasanya terjadi akibat penimbunan mukus dan
obstruksi aliran udara bronkus yang mengaliri suatu kelompok alveolus tertentu, setiap keadaan
menyebabkan akumulasi mukus, seperti fibrosis kistik, pneumonia, atau bronkitis kronik, meningkatkan
resiko atelektasis absorbsi. Atelektasis juga absorpsi juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang
menurunkan pembentukan atau konsentrasi surfaktan tanpa surfaktan, tegangan permukaan alveolus
sangat tinggi. Meningkatkan kemungkinan kolapsnya alveolus.
4. GEJALA KLINIS
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
Gejalanya bisa berupa :
- gangguan pernafasan
- nyeri dada
- batuk
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi
syok (tekanan darah sangat rendah).

5. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik. Rontgen dada akan
menunjukkan adanya daerah bebas udara di paru-paru. Untuk menentukan penyebab terjadinya
penyumbatan mungkin perlu dilakukan pemeriksaan CT - scan atau bronkoskopi serat optik.
Kolaps dapat didiagnosa dengan adanya :
a. Peningkatan densitas dan menggerombolnya pembuluh darah paru
b. Perubahan letak hilus atau fisura ( keatas atau ke bawah ). Pada keadaan normal letak
hilus kanan lebih rendah dari hilus kiri
c. Pergeseran trakea, mediastinum atau fisura interlobaris ke arah bagian paru yang kolaps
d. Sisa paru bisa amat berkembang ( over-expanded ) dan demikian menjadi
hipertranslusen.
e. 5. PENGOBATAN
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
- Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
- Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
- Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
- Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
- Postural drainase
- Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
- Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
- Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang
mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut
ataupun kerusakan lainnya.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Keluhan Utama
Keluhan utama pada atelektasis keluhan utama yang dirasakan adalah
- Sesak nafas
- Nyeri dada
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan sesak nafas, setelah beraktivitas dan merasakan nyeri dada pada
bagian yang terkena atelektasis
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada saat lahir pasien pernah mengalami kelainan yaitu setelah lahir belum sempat
terjadi tangisan yang pertama.
d. Riwayat psiko social
- Pasien merasakan cemas karena mengalami nyeri
- Pasien jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar
e. Pola aktivitas sehari-hari
- Mobilisasi berkurang karena pasien sesak nafas jika pasien banyak melakukan
aktivitas
- Pola istirahat, tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur
- Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Rontgen dada
Menunjukan adanya daerah bebas udara di paru-paru
b. CT scan
Menentukan penyebab terjadinya penyumbatan
c. GDA
Untuk menunjukan derajat hipoksemia dan keadekuatan ventilasi alveolar

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas dapat dihubungkan dengan
- perubahan membran alveolar kapiler(efek inflamasi)
- gangguan kapasitas pembawa oksigen
tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 124 jam pasien menunjukan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
kriteria hasil:
pertukaran gas dapat dipertahankan
intervensi:
MANDIRI
kaji frekuensi kedalaman pernafasan .
R/untuk mengevaluasi derajat distres pernafasan pernafasan atau proses penyakit .
tinggikan kepala tempat tidur bantu pasien memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.dorong pasien untuk penafasan dalam atau nafas bibir.
R/pengiriman oksigen dapat di perbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas
untuk menurunkan kolaps jalan nafas.
Auskultasi bunyi nafas,cacat area penurunan aliran udara /bunyi tambahan
,(ronki,mengi,redup).
R/bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara,adanya mengi
mengindikasikan spasme bronkus.
Palpasi fremitus (getaran vibrasi pada saat palpasi)
R/penurunan getaran fibrasi diduga ada pengumpulan cairan.
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
R/selama distres pernafasan berat/akut ,pasien secara total tidak mampu melakukan
aktivitas sehari hari
Awasi tanda tanda vital dan irama jantung.
R/takikardia dan perubahan tekanan darah yang dapat menunjukan adanya
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
KOLABORASI
Awasi /gambaran seri GDA dan nadi
R/PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis,emfisema)dan PaCO2 secara umum
menurun ,sehingga terjadi hipoksia .
Berika oksigen tambahan sesuai degan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
R/memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia
Bantu intubasi ,berikan /pertahankan ventilasi mekanik
R/terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya penyelamatan
hidup.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif


Dapat dihubungkan dengan Peningkatan produksi sputum
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 124 jam pasien menunjukan perilaku
mencapai bersihan jalan nafas.
kriteria hasil:
Klien dapat mempertahankan jalan nafas secara efektif
intervensi:
MANDIRI
auskultasi bunyi nafas.catat adanya bunyi nafas ,misal: mengi ,ronki.
R/beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obtruksi jalan nafas dan terdapat
nafas adventisius.
kaji frekwensi kedalaman pernafasan dan gerakan dada
R/pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada/cairan paru.
berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari ,kecuali kontra indikasi,tawarkan air hangat.
R/cairan (khususnya air hangat)memobilisasi
observasi warna kulit,membran mukosa,dan kuku
R/sianosis kuku menunjukan adanya vasokontruksi,sianosis membram mukosa dan
kulit sekitar mulut menunjukan hipoksemia sistemik

KOLABORASI
Berikan obat sesuai indikasi
bronkodilator,mis :egonis :epinefrin (adrenalin ,vaponefrin )
Xantin ,mis:aminofilin ,oxtrifilin.
R/merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal
berikan humidikasi tambahan,mis:nebulizer ultranik,humidifier aerosol ruangan
R/kelembaban menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran
secret.
berikan pengobatan pernafasan ,mis ;fisioterapi dada
R/drainase postural dan perkusi bagian penting untuk mengencerkan secret.dan
memperbaiki ventilasi pada segmen

asuhan keperawatan atelektasis


20.13 DWI APRIADI 1 COMMENT

MAKALAH
KEPERAWATAN ANAK 2
ASUHAN KEPERAWATAN ATELEKTASIS
Oleh:
Dwi Apriadi (10620312)
Marienlanda Kahar R (10620328)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1)


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KADIRI
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
tentang atelektasis ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah
satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak 2 Ns. Fatma
Sayekti R, S.Kep.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari
buku panduan dan hasil dari browsing internet yang berkaitan dengan atelektasis dan hal-hal
yang berkaitan dengan hal tersebut.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita,dalam hal
ini dapat menambah wawasan kita mengenai atelektasis dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya bagi para praktisi medis yang bersangkutan dengan hal-hal ini.
Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Kediri, 19 September 2012

Penyusun

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atelektasis berkenaan dengan kolaps dari bagian paru. Kolaps ini dapat meliputi
subsegmen paru atau seluruh paru. Atelektasis dapat terjadi pada wanita atau pria dan dapat
terjadi pada semua ras. Atelektasis lebih sering terjadi pada anak yang lebih muda daripada anak
yang lebih tua dan remaja.
Stenosis dengan penyumbatan efektif dari suatu bronkus lobar mengakibatkan atelektasis
(atau kolaps) dari suatu lobus, dan radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen
dengan tanda pengempisan lobus. Secara patologik, hampir selalu ada pula kelainan-kelainan
lain di samping tidak adanya udara daripada lobus dan posisi yang disebabkannya daripada
dinding-dinding alveolar dan bronkhiolar.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah proses asuhan keperawatan atelektasis?
1.3 Tujuan
1.3.2 Tujuan umum
Menjelaskan asuhan keperawatan atelektasis
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi pengertian atelektasis
2. Mengidentifikasi etiologi atelektasis
3. Mengidentifikasi patogenesis atelektasis
4. Mengidentifikasi pembagian atelektasis
5. Mengidentifikasi patologi atelektasis
6. Mengidentifikasi gejala klinis atelektasis
7. Mengidentifikasi diagnosis atelektasis
8. Mengidentifikasi prognosis atelektasis
9. Mengidentifikasi pengobatan atelektasi
10. Mengidentifikasi pencegahan atelektasis
11. Pathway
12. Mengidentifikasi asuhan keperawatan atelektasis
1.4 Manfaat
1.4.1 Mahasiswa mengetahui konsep dasar atelektasis
1.4.2 Mahasiswa mampu melakukan proses asuhan keperawatan pada atelektasis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Atelektasis adalah pengembangan tak sempurna atau kempisnya (kolaps) bagianparu yang
seharusnya mengandung udara. (staf pengajar ilmu kes anak FKUI, 1985).
Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak mengandung
udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan
penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan
berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
2.2 Etiologi
1. atelektasis bawaan
Sering ditemukan pada bayi yang ditemukan mati atau bayi yang
mati segerasetelah lahir jika sebelum sempat terjadi tangis yang pertama. Atelektasis bawaan
yang primer
sering dijumpai pada otopsi bayi premature, diduga penyebabnya adalahkarena jaringan paru ata
u diafragma atau otot pernafasan yang belum matur.
2. atelektasis didapat
Atelectasis ini relative sering terjadi pada bayi dan anak. Kempis
paru dapatterjadi karena beberapa hal yang sifatnya eksternal (dari luar paru) dan
internal (daridalam paru). Penyebab eksternal diantaranya ialah:
a. Gangguan pada bentuk dan gerakan dinding toraks, misalnya deformitas padatulang rusuk dan
tulang punggung, kelainan neuromuscular dan mungkin terjadikarena pembalut yang
terlalu kencang setelah suatu operasi.
b. Gangguan pada diafragma, misal karena paralisi saraf frenikus atau karenatekanan dari rongga
abdomen.
c. Gangguan yang langsung mempengaruhi pengembangan paru,
misal efusipleural pneumotoraks, tumor intra toraks, hernia diafragmatika dan lain-lain
d.
Tekanan langsung terhadap bronkus atau alveolus, misalnya karenapembesaran getah bening, tu
mor intratoraks dan lain-lain.
Penyebab internal yang utama adalah adanya sumbatan didalam bronkus ataubronkiolus, antara
lain
dapat terjadi oleh mukus, jaringan neoplasma jaringangranulomatous, absesparu, bronchitis mena
un dan lain-lain

2.3 Patogenesis
Pada saat terjadi sumbatan pada bronkus, udara bagian paru yang
bersangkuatanakan terjebak. Lambat laun udara tersebut akan dihisap oleh aliran darah yang
melaluidaerah itu. Cepat lambatnya atau luas tidaknya atelectasis yang
terjadi akantergantung oleh beberapa hal, misalnya: susunan gas yang ada didalam udara yang
terjebak, yaitu oksigen akan lebih cepat diserap dari pada nitrogen atau helium,
adatidaknya saluran yang dapat meloloskan udara yang terjebak itu dan kemungkinan yang dapat
terjadi adalah adanya ventilasi korateral sehinga udara dapat lolos melalui pori yang terdapat
antara alveoli atau melalui fistula bronkiolo-alveolar yang terjadi antara daerah atelektasis
dengan daerah paru disekelilingnya yang tak terjadi penyumbatan.
Adanya masa intratoraks dapat menyebabkan terjadinya kempis paru karenapenekanan lan
gsung oleh masa tersebut terhadap paru misal oleh tumor atau saluranpencernaan yang
masuk kedalam rongga toraks karena adanya hernia diafrakmatikaatau eventerasi diafragma.
Meningginya tekanan intrapleural dapat pula menyebabkanterjadinya atelektasis,
misal bila terjadi pengumpulan udara, darah, eksudat dan lain lain dalam rongga pleura.
Kelainan yang dapat menimbulkan kempis paru ialah kelainan yang sifatnya non-
obstruktif. Hal yang cukup dikenal karena sering dijumpai pada bayi baru lahiradalah atelektasis
yang disebabkan oleh defek pada lapisan alveoli yang dikenaldengan nama surfaktan.
Dalam keadaan normal, surfaktan sanggup mencegahkempisnya alveoli
karena tegangan permukaan yang diciptakannya dapatmengimbangi perubahan tekanan didalam
alveoli itu sendiri. Kelainan non-obstruktiflain yang dapat menimbulkan atelektasis adalah kelain
neuromuscular, misalkelumpuhan diafragma,otot interkosta dan lain-lain.
2.4 Pembagian Atelektasis
Menurut luasnya atelektasis dibagi :
a. Massive atelectase, mengenai satu paru
b. Satu lobus, percabangan main bronchus
Gambaran khas yaitu tumor ganas bronkus dengan atelectase lobus superior paru.
3. Satu segmen segmental atelectase
4. Platelike atelectase, berbentuk garis
Misal : Fleischner line oleh tumor paru
Bisa juga terjadi pada basal paru post operatif

2.5 Patologi
Daerah atelectasis tidak mengandung udara. Terdapat kongesti sehingga tampak berwarna
merah tua dan berkonsisten sikenyal. Jaringan paru disekitarnya dapat normal dan mungkin juga
terjadi emfisema. Kalau daerah atelectasis itu luas sehingga melibatkan lebih dari 1 lobus maka
sering terjadi emfisema kompensasi pada lobus lain yang tidak terkena atelectasis.
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis sangat berfariasi, tergantung pada sebab dan luas atelectasis. Pada umumnya
atelectasis yang terjadi pada penyakit tuberkolosis, limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang
disebabkan oleh infeksi misalnya bronchitis, bronkopneumonia dan lain-lain jarang
menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali bila terjadi obstuksi pada bronkus utama. Jika
daerah atelectasis itu luas dan terjadi dengan cepat, akan terjadi dispnu dengan pola pernafasan
yang cepat dan dangkal , takikardi dan sering terjadi sianosis. Pada perkusi redup dan mungkin
pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelectasis yang luas atau atelectasis yang
melibatkan lebih dari 1 lobus , bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar.
Kalau diteliti lebih lanjut biasanya akan diketahui adanya perbedaan gerak dinding toraks, gerak
sela iga dan diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser,
letak diafragma mungkin meninggi. Pada anak yang sehat tapi tiba-tiba menderita sesak nafas
disertai sianosis, kita harus waspada terhadap terjadinya atelectasis yang luas atau massif yang
disebabkan oleh penyumbatan salah satu bronkus utama oleh benda asing.
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
Gejalanya bisa berupa :
1. Gangguan Pernafasan
2. Nyeri Dada
3. Batuk
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok
(tekanan darah sangat rendah).

2.7 Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan dengan mudah berdasarkan gambaran radiologis. Kadang-
kadang pemeriksaan fisis yang teliti dapat pula menentukan adanya dan letak daerah atelektasis.
Pemeriksaan khusus misalnya bronkoskopi dan bronkografi, dapat dengan tepat menentukan
cabang bronkus yang tersumbat.
Kolaps dapat didiagnosa dengan adanya :
1. Peningkatan densitas dan menggerombolnya pembuluh darah paru
2. Perubahan letak hilus atau fisura ( keatas atau ke bawah ). Pada keadaan normal letak hilus kanan lebih rendah
dari hilus kiri
3. Pergeseran trakea, mediastinum atau fisura interlobaris ke arah bagian paru yang kolaps
4. Sisa paru bisa amat berkembang ( over-expanded ) dan demikian menjadi hipertranslusen.

2.8 Prognosis
Pada umumnya atelektasis dapat hilang jika penyebab obstruksi telah dihilangkan, kecuali
jika ada infeksi sekunder. Cepat lambatnya penyembuhan tergantung pula pada luas daerah
atelektasis, letak atelektasis, karena gerakan mukosilier pada bronkus yang bersangkutan
terganggu, sehingga efek batuk tidak bekerja. Jika infeksi ini berlangsung lebih lanjut dapat pula
menyebabkan bronkiektasis atau abses paru.
2.9 Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan jaringan paru
yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa mengembang
2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
3. Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
5. Postural drainase
6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
8. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau menyebabkan perdarahan,
maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu diangkat. Setelah penyumbatan dihilangkan, secara
bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan
jaringan parut ataupun kerusakan lainnya.
Pemeriksaan bronkoskopi harus segera dilakukan, apabila atelektasis terjadi karena
penyumbatan oleh benda asing. Juga harus dilakukan pada atelektasis yang terisolasi dan telah
berlangsung lama. Pada saat itu pula sekaligus dilakukan penghisapan lendir yang menyumbat
bronkus tersebut. Pada pemeriksaan dengan bronkoskop fiberoptik selain penghisapan lendir
sekaligus dapat dilakukan pengambilan benda asing yang menyumbat bronkus atau biopsi
terhadap jaringan yang menyumbat yang dicurigai sebagai penyebab obstruksi. Oksigen harus
diberikan pada penderita yang sesak dan sianotik.
Fisioterapi yang meliputi perubahan posisi, masase, latihan pernafasan, disertai pemberian
mukolitik yang tepat sangat membantu dalam pengembangan kembali paru yang kempis.
Kadang-kadang diperlukan juga respirator untuk melakukan Intermiten Positive Pressure
Breathing (IPPB). Pada infeksi yang kronis harus dilakukan pemeriksaan bakteriologis byang
lebih teliti. Jika dengan pengobatan tersebiut di atas belum juga membawa perbaikan, dapat
diulang pemeriksaan bronkoskopi dan pemberian antibiotika. Kadang-kadang diperlukan juga
bronkodilator dan kortikosteroid untuk membantu pengeluaran lendir.
2.10 Pencegahan
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis :
1. Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur dan kembali
melakukan aktivitas secepat mungkin. Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan
dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
2. Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal dalam jangka
lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasannya. Mesin ini
akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan,
saluran pernafasan tidak dapat menciut.

Kelainan-kelainan radiologik
Bilamana seluruh paru-paru mengempis, akan ada suatu bayangan homogen pada belah itu, dengan jantung
dan trakhea beranjak ke jurusan itu dan diafragma terangkat. Bilamana hanya satu lobus yang atelaktasis
disebabkan oleh penyumbatan bronkhial, mungkin kelihatan dua kelainan yang karakteristik. Kelainan pertama
adalah suatu bayangan yang homogen daripada lobus yang kempis itu sendiri, yang akan menempati ruangan yang
lebih kecil daripada bilamana ia berkembang sama sekali.
Suatu lobus kanan atas yang kempis akan kelihatan sebagai suatu daerah yang opak pada puncak, dengan
batas tegas yang bersifat konkaf di bawahnya di dekat klavikula yaitu yang diakibatkan oleh fisura horizontalis yang
terangkat.
Lobus kiri atas bilamana kempis biasanya mencakup lingula, dan bayangan yang diakibatkannya adalah lebih
tidak tegas tanpa batas bawah yang tegas. Akan tetapi pada proyeksi lateral akan kelihatan suatu bayangan
berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma; di sebelah anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau
mungkin dipisahkan oleh suatu daerah yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan yang menyelip
diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai batas yang tegas dengan batas konkaf yang
disebabkan oleh fisura besar yang terdesak ke depan.
Suatu lobus tengah akan menyebabkan suatu bayangan yang sangat tidak tegas pada proyeksi anterior, akan
tetapi mungkin mengaburkan batas daripada jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan kelihatan sebagai suatu
bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke angulus sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas
dibentuk oleh fisura horizontalis yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura mayor yang
terdesak ke depan.
Lobus bawah yang kempis menyebabkan suatu bayangan berbentuk segitiga, dengan batas lateral yang tegas
yang membujur ke bawah dan keluar dari daerah hilus ke diafragma. Oleh karena ia biasanya terletak di belakang
bayangan jantung, ia hanya dapat dilihat bilamana radiograf adalah baik. Pada proyeksi lateral bayangan mungkin
kabur sekali, akan tetapi biasanya kehadirannya memberikan tiga gambar; vertebrae torakalis di sebelah bawah akan
kelihatan lebih berwarna abu-abu daripada hitam daripada vertebrae di sebelah tengah; bagian posterior daripada
bayangan diafragma kiri akan tidak dapat dilihat; dan akhirnya, daerah vertebrae bawah di belakang bayangan
jantung akan kurang hitam daripada daerah translusen di belakang sternum.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Indentitas
Nama,
Umur, terjadi pada bayi yang baru lahir, anak-anak atau pada usia tua
Jenis kelamin bisa terjadi pada pria dan wanita
Pekerjaan, biasanya terjadi pada orang yang bekerja pada daerah dengan polusi tinggi
2. Keluhan utama
pada atelektasis keluhan utama yang dirasakan adalah
- Sesak nafas
- Nyeri dada
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien merasakan sesak nafas, setelah beraktivitas dan merasakan nyeri dada pada bagian yang terkena atelektasis
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien tidak mempunyai penyakit menurun
5. Riwayat penyakit dahulu
Pada saat lahir pasien pernah mengalami kelainan yaitu setelah lahir belum sempat terjadi tangis yang pertama
6. Riwayat psiko social
- Pasien merasakan cemas karena mengalami nyeri
- Pasien jarang berkomunikasi dengan lingkungan sekitar
7. Pola aktivitas sehari-hari
- Mobilisasi berkurang karena pasien sesak nafas jika pasien banyak melakukan aktivitas
- Pola istirahat, tidur pasien menjadi berkurang atau tidak teratur
- Pemasukan nutrisi dan cairan berkurang

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan thoraks yang cermat, yang mencakup inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, seringkali
menunjukkan diagnosis kelainan paru yang terjadi. Hasil pemeriksaan fisik pada atelektasis (obstruksi lobaris) yang
sering ditemukan adalah :
Tanda-tanda vital
TD : hipertensi
S : hipertermi >39C
RR : dipsnea 30x/mnt
N : takikardi 130x/mnt
Inspeksi berkurangnya gerakan pada sisi yang sakit,
adanya sianosis pada bibir dan ujung jari
pasien terlihat pucat
Palpasi fremitus berkurang, trakea dan jantung bergeser
Perkusi batas jantung dan mediastinumm akan bergeser
letak diagfragma meninggi
Auskultasi suara nafas melemah,dan terdengar ronki

Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen dada
Menunjukan adanya daerah bebas udara di paru-paru
2. CT scan
Menentukan penyebab terjadinya penyumbatan
3. GDA
Untuk menunjukan derajat hipoksemia dan keadekuatan ventilasi alveolar

Analisa Data
No Dx Data Etiologi Masalah Keperawatan
1 Ds : keluarga px mengatakan px Gangguan pertukaran
Gangguan
sesak saat bernafas. gas
pengembangan
Do : - Px terlihat lemah.
paru/kolaps alveoli
Bunyi nafas ronki
Bunyi nafas pasien melemah
Frekwensi nafas px >16x/m Ventilasi & pervusi
tdk seimbang

Gangguan pertukaran
gas
2 Ds: -Dispnea Trjd dg cpt dan luas Ketidakefektifan pola
-Sakit kepala pada saat bangun nafas
-Gangguan penglihatan
dispnu
Do:-Gas darah arteri yang tidak
normal
Pola nafas cpt dan
-Ketidaknormalan frekuensi, irama,
dangkal
dan kedalaman pernafasan
-Sianosis
-Takikardia

ketidakefektifan pola
nafas
3 Ds: keluargaa px mengatkan bahwa Ketidakafektifan
Sumbatan bronkus
px saat bernafas terdapat bunyi bersihan jalan nafas
Do: -bunyi nafas ronki
-bunyi nafas px melemah Gangguan
-Frekwensi nafas px >16x/m pengeluaran mukus

Akumulasi mukus pd
bronkus

Ketidakafektifan
bersihan jalan nafas
4 Ds: -Nyeri dada Trjd dg cpt dan luas Gangguan perfusi
-Dispnea jaringan
-Rasa seperti akan mati
Asupan
Do:-Aritmia
oksigen pd jar
-Retraksi dada menurun
-Pengisian kembali kapiler lebih dari
tiga detik
Oksigen jar
-Pengembangan cuping hidung
menurun

Sianosis

Gangguan perfusi
jaringan

2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi dan perfusi tidak seimbang
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d pola nafas cepat dan dangkal
3. Ketidakafektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi mukus pada bronkus
4. Gangguan perfusi jaringan b.d oksigen jaringan menurun;sianosis
3. Planning
No Diagnosa keperawatan Tujuan/kriteria hasil intervensi
1 Gangguan pertukaran tujuan: setelah dilakukan mandiri
gas b.d ventilasi dan tindakan keperawatan kaji frekuensi kedalaman
perfusi tidak seimbang selama 124 jam pasien pernafasan .
menunjukan perbaikan R/untuk mengevaluasi derajat
ventilasi dan oksigenasi distres pernafasan pernafasan
jaringan atau proses penyakit .
kriteria hasil: tinggikan kepala tempat
pertukaran gas dapat tidur bantu pasien memilih
dipertahankan posisi yang mudah untuk
bernafas.dorong pasien untuk
penafasan dalam atau nafas
bibir.
R/pengiriman oksigen dapat
di perbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan latihan
nafas untuk menurunkan
kolaps jalan nafas.
Auskultasi bunyi
nafas,cacat area penurunan
aliran udara /bunyi tambahan
,(ronki,mengi,redup).
R/bunyi nafas mungkin redup
karena penurunan aliran
udara,adanya mengi
mengindikasikan spasme
bronkus.
Palpasi fremitus (getaran
vibrasi pada saat palpasi)
R/penurunan getaran fibrasi
diduga ada pengumpulan
cairan.
Evaluasi tingkat toleransi
aktivitas.
R/selama distres pernafasan
berat/akut ,pasien secara total
tidak mampu melakukan
aktivitas sehari hari
Awasi tanda tanda vital
dan irama jantung.
R/takikardia dan perubahan
tekanan darah yang dapat
menunjukan adanya
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
Kolaborasi
Awasi /gambaran seri
GDA dan nadi
R/PaCO2 biasanya
meningkat
(bronchitis,emfisema)dan
PaCO2 secara umum
menurun ,sehingga terjadi
hipoksia .
Berika oksigen tambahan
sesuai degan indikasi hasil
GDA dan toleransi pasien.
R/memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia
Bantu intubasi ,berikan
/pertahankan ventilasi
mekanik
R/terjadinya kegagalan nafas
yang akan datang
memerlukan upaya
penyelamatan hidup.
2 Ketidakefektifan pola Pola nafas kembali 1. Berikan HE pada pasien
nafas efektif setelah dilakukan tentang penyakitnya
tindakan keperawatan R/ Informasi yang adekuat
selama 3 24 jam, dapat membawa pasien lebih
dengan kriteria hasil: kooperatif dalam
- Tidak terjadi hipoksia memberikan terapi
atau hipoksemia 2. Atur posisi semi fowler
- Tidak sesak R/ Jalan nafas yang longgar
- RR normal (16-20 / dan tidak ada sumbatan
menit) proses respirasi dapat
- Tidak terdapat kontraksi berjalan dengan lancar.
otot bantu nafas 3. Observasi tanda dan gejala
Tidak terdapat sianosis sianosis
R/ Sianosis merupakan salah
satu tanda manifestasi
ketidakadekuatan suply O2
pada jaringan tubuh perifer

4. Berikan terapi oksigenasi


R/ Pemberian oksigen secara
adequat dapat mensuplai dan
memberikan cadangan
oksigen, sehingga mencegah
terjadinya hipoksia.

5. Observasi tanda-tanda vital


R/ Dyspneu, sianosis
merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang
menurun timbul takikardia
dan capilary refill time yang
memanjang/lama.

6. Observasi timbulnya gagal


nafas.
R/ Ketidakmampuan tubuh
dalam proses respirasi
diperlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan
alat bantu pernafasan
(mekanical ventilation).
7. Kolaborasi dengan tim medis
dalam memberikan
pengobatan
R/ Pengobatan yang
diberikan berdasar indikasi
sangat membantu dalam
proses terapi keperawatan
3 Ketidakafektifan Tujuan : Mandiri
bersihan jalan nafas setelah dilakukan auskultasi bunyi
b.d akumulasi mukus tindakan keperawatan nafas.catat adanya bunyi
pada bronkus selama 124 jam pasien nafas ,misal: mengi ,ronki.
menunjukan perilaku R/beberapa derajat spasme
mencapai bersihan jalan bronkus terjadi dengan
nafas. obtruksi jalan nafas
kriteria hasil: dan terdapat nafas
Klien dapat adventisius.
mempertahankan jalan kaji frekwensi kedalaman
nafas secara efektif pernafasan dan gerakan dada
R/pernafasan dangkal dan
gerakan dada tidak simetris
sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan
dinding dada/cairan paru.
berikan cairan sedikitnya
2500 ml/hari ,kecuali kontra
indikasi,tawarkan air hangat.
R/cairan (khususnya air
hangat)memobilisasi
observasi warna
kulit,membran mukosa,dan
kuku
R/sianosis kuku menunjukan
adanya
vasokontruksi,sianosis
membram mukosa dan kulit
sekitar mulut menunjukan
hipoksemia sistemik
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi
bronkodilator,mis :egonis
:epinefrin (adrenalin
,vaponefrin ) Xantin
,mis:aminofilin ,oxtrifilin.
R/merilekskan otot halus dan
menurunkan kongesti lokal
berikan humidikasi
tambahan,mis:nebulizer
ultranik,humidifier aerosol
ruangan
R/kelembaban menurunkan
kekentalan sekret dan
mempermudah
pengeluaran secret.
berikan pengobatan
pernafasan ,mis ;fisioterapi
dada
R/drainase postural dan
perkusi bagian penting untuk
mengencerkan secret.dan
memperbaiki ventilasi pada
segmen

4 Gangguan perfusi Tujuan: selama 1. Kaji adanya perubahan


jaringan dilakukan tindakan kesadaran.
keperawatan tidak terjadi2. Inspeksi adanya pucat,
penurunan perfusi cyanosis, kulit yang dingin
jaringan. dan penurunan kualitas nadi
perifer.
3. Kaji adanya tanda Hopmans
(pain in calf on
dorsoflextion), erythema,
edema.
4. Kaji respirasi (irama,
kedalam dan usaha
pernafasan).
5. Kaji fungsi gastrointestinal
(bising usus, abdominal
distensi, constipasi).
6. Monitor intake dan out put.
7. Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan AGD(Analisa
Gas Darah),BUN (Blad Urea
Nitrogen), Serum ceratinin
dan elektrolit.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus
maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. Penyebab dari atelektasis bisa bersifat obstruktif
maupun non-obstruktif.Penyebab obstruktif bisa berasal dari dalam saluran pernafasan maupun dari luar saluran
pernafasan. Sedangkan penyebab non-obstruktif bisa disebabkan oleh adanya kompresi jaringan paru atau
pengembangan alveoli yang tidak sempurna dan akhirnya mengalami kolaps.
Diagnosa atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisis. Secara radiograf akan
menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus.

3.2 Saran
1. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentangatelektasis dan
problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health
education mengenai atelektasis kepada para orangtua terhadap anak yang utama.
2. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinyaatelektasis dan
meningkatkan pencegahan.

DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard. Kliegman, robert. 1999. Ilmu kesehatan anak nelson. Vol 2. EGC: Jakarta
Staf pengajar ilmu kesehatan anak. 1985. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. FKUI: Jakarta
Doenges, Marylinn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. Jakarta: EGC
Atelektasis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sistem pernapasan adalah salah satu bagian utama yang memiliki peranan penting bagi
kelangsungan hidup setiap individu. Mekanisme yang bertujuan memenuhi kebutuhan oksigen
bagi tubuh merupakan fungsi sistem ini. Dalam menjalankan peranannya sistem pernapasan
disokong oleh kondisi anatomis dan fisiologis dari masing-masing organ / bagiannya. Pada
keadaan tertentu yang menyebabkan perubahan negatif pada masing-masing bagian, secara
otomatis akan menyebabkan tergangunya fungsi utama yang vital dan menunjang kelangsungan
hidup individu tersebut. Dari berbagai jenis gangguan pada sistem pernapasan tersebut,
atelektasis merupakan salah satu gangguan yang menyerang sistem pernafasan khususnya bagian
bawah dan seringkali mengakibatkan kolaps paru yang berakibat fatal dan mengancam
kehidupan.

2.Rumusan Masalah
Apa Definisi Atelektasis?
Bagaimana etiologi Atelektasis?
Bagaimana patosiologi Atelektasis?
Apa gejala-gejala Atelektasis?
Bagaimana perawatan Atelektasis?

3.Tujuan
Setelah mempelajari tentang angiografi diharapakan dapat :
Untuk menjelaskan definisi Atelektasis
Untuk menjelaskan etiologi Atelektasis
Untuk menjelasan patosiologi Atelektasis
Untuk menjelaskan gejala-gejala Atelektasis
Untuk menjelaskan perawatan Atelektasis

BAB II
ATELEKTASIS
1. Definisi
Atelektasis adalah suatu kondisi di mana paru-paru tidak dapat mengembang secara
sempurna (Somantri, 2008).
Atelektasis disebut juga Kolapsnya paru atau alveolus. Alveolus yang kolaps tidak
mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini
mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan
pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak sempurna dan
menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang tidak mengandung udara dan
kolaps. (KeperawatanMedikalBedah,vol.2,penerbit buku kedokteran.EGC.2002).
Jadi, atelektasis merupakan suatu keadaan kolaps, dimana paru-paru tidak dapat
mengembang secara sempurna, tepatnya pada alveolus/alveoli paru yang tidak mengandung
udara.

2. Etiologi
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan bronkus. Penyumbatan juga bisa terjadi
pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan
lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat
oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah bening.
Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam aliran
darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya
terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
Atelektasis merupakan suatu akibat dari kelainan paru yang dapat disebabkan :
a. Bronkus tersumbat
Penyumbatan bisa berasal didalam bronkus (tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang
massif) dan penyumbatan bronkus akibat penengkanan dari luar bronkus akibat penengkanan
dari luar bronkus (tumor sekitar bronkus, kelenjar membesar).
b. Tekanan ekstrapulmoner
Biasanya disebabkan oleh pneumothoraks, cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat
perut kedalam rongga thoraks, dan tumor intra thoraks tepe ekstrapulmuner (tumor
mediastinum).
c. Paralisis atau paresis gerak pernapasan,
Menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalnya pada kasus poliomiolitis dan
kelainan neurologic lainya. Gerak nafas yang tergangu akan mempengaruhi kelancangan
pengeluaran secret bronkus dan ini menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan
memperberat keadaan atelektasis.
d. Hambatan gerak pernapasan
Kelainan pleura atau trauma toraks yang menahan rasa sakit. Keadaan ini juga akan menghambat
pengeluaran secret bronkus yang dapat memperhebat terjadinya atelektasis.
Ateleksasis dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan disekitar paru, yaitu :
1) Penyumbatan/obstruksi pada bronkus
Penyumbatan dapat terjadi secara intrinsik (tumor pada bronkus, benda asing, cairan sekresi yang
massif) ataupun penyumbatan pada bronkus akibat penekanan dari luar bronkus (tumor di sekitar
bronkus,ataupun pembesaran kelenjar limfe)
2) Tekanan ekstra pulmoner
Biasa diakibatkan oleh karena pneumothoraks, adanya cairan pleura, peninggian diafragma,
herniasi organ abdomen ke rongga thoraks,dan tumor intra thoraks tapi ekstra-pulmoner (tumor
mediastinum)
3) Paralisis atau paresis gerakan pernafasan
Hal ini akan menyebabkan perkembangan paru yang tidak sempurna, misalnya pada kasus
poliomyelitis, dan kelainan neurologil kalinnya. Gerak napas yang terganggu akan
mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret dalam bronkus dan akhirnya akan memperberat
keadaan atelektasis.
4) Hambatan gerakan pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma thoraks yang menahan rasa sakit.
Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperhebat
terjadinya atelektasis.
5) Adhesif atelektasis
Hal ini merujuk pada atelektasis non-obstruktif, dapat terjadi apabila permukaan luminal dinding
alveoli melekat satu dengan lain. Merupakan komponen penting pada khususnya respiratory
distress syndrome pada bayi baru lahir (HMD), dan emboli paru, namun dapat pula terjadi akibat
pneumoitis akibat radiasi.
6) Sikatriks atelektasis
Merupakan akibat utama dari fibrosis dan pembentukan jaringan parut (infiltrasi) di dalam ruang
intraalveolar dan intersisialis (pneumonitis intersisialis), umumnya berhubungan dengan
tuberkulosis paru.
Atelektasis seharusnya dapat dibedakan dengan pneumothoraks. Walaupun kolaps alveolar
terdapat pada kedua keadaan tersebut, penyebab kolapsnya dapat dibedakan dengan
jelas.Atelektasis timbul karna alveoli menjadi kurang berkembang atau tidak berkembang,
sedangkan pneumothoraks timbul karena udara masuk kedalam rongga pleura. Pada kebanyakan
pasien, pneumothoraks tidak dapat dicegah dengan perawatan yang tepat.

3. Patofisiologi
Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran napas menghambat masuknya udara ke
dalam alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan.Udara yang sudah terdapat dalam alveolus
tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus kolaps. Atelektasis
absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau ekstrinsik.Obstruksi bronkus
intrinsik paling sering disebabkan oleh secret atau eksudat yang tertahan.Tekanan ekstrinsik pada
bronkus biasanya disebabkan oleh pembesaran kelenjar getah benih.
Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas saluran
nafas bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi terjadinya obstruksi.
Mekanisme-mekanisme yang beperan yaitu silia yang dibantu oleh batuk untuk
memindahkan sekret yang berbahaya ke dalam faring posterior. Mekanisme lain yang bertujuan
mencegah atelektasis adalah ventilasi kolateral. Hanya inspirasi dalam saja yang efektif untuk
membuka pori-pori Kohn dan menimbulkan ventilasi kolateral ke dalam alveolus disebelahnya
yang mengalami penyumbatan (dalam keadaan normal absorpsi gas ke dalam darah lebih mudah
karena tekanan parsial total gas-gas darah sedikit lebih rendah daripada tekanan atmosfer akibat
lebih banyaknya O2 yang diabsorpsi ke dalam jaringan daripada CO2 yang diekskresikan).
(1) Atelektasis Obstruktif
Berhubungan dengan obstruksi bronkus, kapiler darah akan mengabsorbsi udara di sekitar
alveolus, dan menyebabkan retraksi paru dan akan terjadi kolaps dalam beberapa jam. Pada
stadium awal, darah melakukan perfusi paru tanpa udara, hal ini mengakibatkan
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi sehingga arterial mengalami hipoksemia. Jaringan
hipoksia hasil dari transudasi cairan ke dalam alveoli menyebabkan edema paru, yang mencegah
atelektasis komplit. Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan
mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan
bronkiektasis.5,6
(2) Atelektasis Non-Obstruktif
Penyebab utama yaitu oleh karena tidak adanya hubungan antara pleura viseralis dan pleura
parietalis. Efusi pleura maupun pneumothorax menyebabkan atelektasis pasif. Efusi pleura yang
mengenai lobus bawah lebih sering dibanding dengan pneumothorax yang sering menyebabkan
kolaps pada lobus atas. Atelektasis adhesive lebih sering dihubungkan dengan kurangnya
surfaktan. Surfaktan mengandung phispolipid dipalmitoy phosphatidyicholine, yang mencegah
kolaps paru dengan mengurangi tegangan permukaan alveoli. Berkurang atau tidaknya produksi
surfaktan biasanya terjadi pada ARDS, pneumonitis radiasi, ataupun akibat trauma paru sehingga
alveoli tidak stabil dan kolaps. Kerusakan parenkim paru pun dapat menyebabkan atelektasis
sikatrik yang membuat tarikan tarikan yang bila terlalu banyak membuat paru kolaps,
sedangkan replacement atelektasis dapat disebabkan oleh tumor sepertibronchialveolar
carcinoma.5,6
(3) Platlike atelektasis (Focal atelectasis)
Disebut juga discoid atau subsegmental atelektasis, tipe ini sering ditemukan pada penderita
obstruksi bronkus dan didapatkan pada keadaan hipoventilasi, emboli paru, infeksi saluran
pernafasan bagian bawah dengan horizontal atau platlike. Atelektasis minimal dapat terjadi
karena ventilasi regional yang tidak adekuat dan abnormalitas formasi surfaktan akibat hipoksia,
iskemia, hiperoxia, dan ekspos berbagai toksin.5,6
(4) Postoperative atelektasis
Atelektasis merupakan komplikasi yang umum terjadi pada pasien yang melakukan anastesi
ataupun bedah dapat mengakibatkan atelektasis karena disfungsi dari diafragma dan
berkurangnya aktivitas surfaktan. Atelektasis ini biasanya pada bagian basal (bawah) paru
ataupun segmen tertentu.5

PATHWAY

4. Klasifikasi Atelektasis
a. Atelektasis kompresi
Atelektasis kompresis terjadi sewaktu suatu sumber diluar alveolus menimpakan gaya
yang cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal ini terjadi apabila dinding dada
tertusuk atau terbuka, karena tekanan di atmosfer lebih besar dari tekanan yang menahan paru
(tekanan pleura ). Atelektasis kompresi juga dapat terfjadi apabila terdapat suatu tekanan yang
bekerja pada paru atau alveolus akibat adanya tumor distensi abdomen, atau edema dan
pembengkakan ruang intertisium yang mengelilingi alveolus.
b. Atelektasis absorpsi
Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus. Apabila masuknya udara
didalam alveolus dihambat, maka udara yang sedang berada didalam alveolus akhirnya akan
berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps. Hal ini terjadi biasanya akibat penimbunana mukus,
misalnya fiprosis kristik, pneumonia, atau bronkitis kronik, meningkatkan risiko atelektasis
absorpsi. Pembedahan juga merupakan faktor atelektasis absopsi karena efek anastesi yang
menyebabkan tebentuknya mukus serta keengganan membantukkan mukus yang berkumpul
setelah pembedahan. Hal ini terjadi pada pembedahan abdomen atau toraks dimana batuk akan
menimbulkan nyeri yang hebat. Tirah baring berkepanjangan setelah pembedahan meningkatkan
resiko terbentuknya atelektasis absopsi karena berbaring menyebabkan pengumpulan sekresi
mukus didaerah dependen paru sehingga ventilasi diaderah tersebut berkurang. Penimbunana
mukus meningkatkan resiko pneumonia karena mukus dapat berfungsi sebagai lahan
berkembangbiakan mikroorganisme.
Atelektasis absopsi juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang menggangu
pembentukan surfactan. Tanpa surfactan teganggan permukaan alveolus dangat tinggi sehingga
kemungkinan kolapsnya laveolus meningkat. Sebagian bayi permature tidak memiliki surfactan
sehingga pada kelompok ini insiden atelektasis tinggi.
Konsentrasi surfactan dalam alveolus dapat berkurang akibat serta pecahnya dinding
alveolus yang terjadi pada sindrom distres pernapasan dewasa. Surfactan juga dapat rusak akibat
terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu 24 jam. Oksigen murni dapat merusak sel sel
alveolus tipe II sehingga sel sel tersebut tidak menghasilkan surfactan.

SURFACTAN
`Sel sel tertentu didalam alveolus,yang disebut sel alveolus tipe II yang memproduksi
suatu zat penting yang disebut surfactan yang membantu mengurangi tegangan permukaan
alveolus agar alveolus mudah dikembangkan. Surfactan adalah suatu pospolifit yang bekeja
seperti suatu deterjen untuk memisahkan molekul-molekul air di alveolus sehinga melemahkan
ikatan diantara molekul-molekul tersebut
Menurut hukum laplace, semakin kecil jari-jari suatu bola maka semakin besar tekanan
yang di berikan untuk mengembangkannya. Namun apabila terdapat surfaktan maka alveolus
kecil memerlukan tekanan yang lebih kecil daripada alveolus yang lebih besar karena surfaktan
terkonsentrasi tinggi sehingga sangat menurunkan tegangan di permukaan alveolus.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Paula Krisanti (2009), tanda dan gejala yang timbul pada penyakit atelectasis
adalah :
a. Dyspnea berat.
b. Sianosis.
c. Nyeri dada.
d. Takikardi.
e. Dapat mengeluh napas pendek, sesak dan kelemahan.
f. Ansietas
g. Pemeriksaan auskultasi menunjukkan penurunan bunyi napas.

6. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penderita sering tidak menunjukan suatu kelainan pun terutama pada kasus-
kasus yang dini atau yang sudah terinfiltarassi secara asimtomatik. Demikian juga bila sarang
penyakit terletak didalam, aakan sulit menemukan kelinan pada pemeriksaan fisik, karena
hantaran getaran yang lebih dari 4cm dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan
auskultasi.

Tempat kelainan yang paling dicurigai adalah abagian apekx(puncak)paru. bila dicurigai
adanya infiltrasi yang agak luas, didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang
bronchial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah kasar dan nyaring.
Tetapi biloa infiltarsi ini diliputi oleh penebalan pleura suara nafasnya menjadi vesicular
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar. Perkusi member suara hipersonor atau timpani
dan auskultasi memberi suara amforik.

Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum
atau paru lainnya. Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotic amat luas
yakni lebih dari setengah jumlah jaringan paru-paru.meningkatnya tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal)terjadi cor pulmonalgagal jantung kanan. Disini akan didapatkan
tanda-tanda cor pulmonal dengan gagal jantung kanan seperti : takipnea, takikardi, sianosis, right
ventricular lift, ringt atrial gallop, graham-steel murmur, bunyi P2 yang mengeras, tekanan vena
jugularis,yang meningkat, hepatomegali, asites, dan edema.

Bila tuberculosis mengenai pleura sering terbentuk efusi pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal didalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan suara
nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.

7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan fisik :
- Pada tahap dini sulit diketahui.
- Ronchi basah, kasar dan nyaring.
- Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara umforik.
- Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
- Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
2) Pemeriksaan Radiologi :
- Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas.
- Pada kavitas bayangan berupa cincin.
- Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
3) Bronchografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau
kerusakan paru karena TB.
4) Laboratorium :
- Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
- Sputum : pada kultur ditemukan BTA
- Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang jelas dari
berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya penarikan tulang iga, peninggian
diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung dan mediastinum dan sela lobus kehilangan udara,
di celah interlobus menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya, dan densitas pada lobus menjadi
lebih opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Dan
pemeriksaan khusus misalnya dengan bronkoskopi dan bronkografi, dapat degan tepat
menetukan cabang bronkus yang tersumbat.

8. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali mengembangkan
jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
a. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa
mengembang
b. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
c. Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
d. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
e. Postural drainase
f. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
g. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
h. Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau
menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat.
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis akan
kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun kerusakan
lainnya.
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1) Medis
a. Pemeriksaan bronkoskopi
b. Pemberian oksigenasi
c. Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid)
d. Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)\
e. Pemeriksaan bakteriologis
2) Keperawatan
a. Teknik batuk efektif
b. Pegaturan posisi secara teratur
c. Melakukan postural drainase dan perkusi dada
d. Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur

9. Komplikasi
Pada pasien yang mengalami penyakit atelektasis sering kali dapat menimbulkan beberapa
penyakit, diantaranya:
a. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura di mana masukan udara ke dalam
rongga pleura, dapat dibedakan menjadi pneumothorak spontan, udara lingkungan keluar masuk
ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk, misalnya udara melalui mediastinum yang
disebabkan oleh trauma.
b. Efusi pleura
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang
dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat menyebabkan pirau (jalan pengalihan)
intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila meluas, dapat menyebabkan hipoksemia
c. Hypoxemia dan gagal napas
Bila keadaan atelektasis dimana paru tidak mengembang dalam waktu yang cukup lama dan
tidak terjadi perfusi ke jaringan sekitar yang cukup maka dapat terjadi hypoxemia hingga gagal
napas. Bila paru yang masih sehat tidak dapat melakukan kompensasi dan keadaan hipoksia
mudah terjadi pada obstruksi bronkus.
d. Sepsis
Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri adalah suatu proses infeksi, dan bila
keadaan terus berlanjut tanoa diobati maka mudah terjadi sepsis karena banyak pembuluh darah
di paru, namun bila keadaa segera ditangani keadaan sepsis jarang terjadi.
e. Bronkiektasis
Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku dan mengakibatkan dyspnea,
jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis dan bronkiektasis.
10. Pencegahan
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya atelektasis :
1) Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk teratur
dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
2) Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa diturunkan dengan berhenti
merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan.
3) Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan pernafasan dangkal
dalam jangka lama, mungkin akan lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk
membantu pernafasannya. Mesin ini akan menghasilkan tekanan terus-menerus ke paru-paru,
sehingga meskipun pada akhir dari suatu pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
Pasien mengeluh batuk Pada pemeriksaan Fisik ditemukan :
Pasien mengeluh sesak napas - Fremitus vokal melemah sampai
Pasien mengeluh sukar bernapas menghilang
Pasien mengeluh takipnea - Suara napas menurun
Pasien mengeluh takikardia - Perkusi pekak
Pasien mengeluh demam - Pergeseran mediastinum
Pasien mengeluh ansietas
Pasien mengeluh gelisah
Pasien mengeluh bingung
Pasien mengeluh sianosis
Pasien mengatakan baru-baru ini ia habis
operasi

Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Penampilan umum: Penampilan tidak baik, gaya bicara tidak terkoordinasi, bicara tidak jelas.
Klien tampak sehat/sakit/sakit berat: Klien tampak sakit berat.
Kesadaran : Tidak komposmentis
b. Tanda-tanda vital :
TD :
ND : >100/menit
RR :
S : > 37,5oC
c. Kulit
Warna kulit (sianosis,ikterus,pucat,eritema,dll) : Sinaosis
Kelembapan: Kering
Turgor kulit: Elastis
Ada/tidaknya oedema: Tidak ada
d. Kepala/ rambut
Inspeksi : Kepala simetris, warna rambut kusam, distribusi tidak merata, kurang bersih dan
tidak berketombe.
Palpasi : Textur tidak halus dan kering, tidak berminyak, tidak ada benjolan atau masa.
e. Mata
Fungsi pengelihatan : Baik, visus 6/6.
Ukuran pupil : 2mm
Konjungtiva : anemis
Lensa/iris : Lensa warna hitam, tidak ada kekeruhan lensa
Oedema palpebra : tidak ada odema palpebra
Palpebra : Terbuka
Skelera : Tidak ikterik
f. Telinga
Fungsi pendengaran : Baik
Kebersihan : bersih
Daun telinga : simetris, elastis, lesi tidak ada, tidak ada tanda-tanda mastoiditis
Fungsi keseimbangan : baik
Secret : tidak ada
g. Hidung dan sinus
Infeksi : Bentuk simetris, tidak ada deformitas
Fungsi penciuman : baik, dapat membedakan bau
Pembengkakan : tidak ada, polip tidak ada
Kebersihan : bersih
Perdarahan : tidak ada
Sekret : ada
h. Mulut dan tenggorokan
Membrane mukosa : Kering dan pucat
Keadaan gigi : Lengkap
Tanda radang (bibir,gusi,lidah) : tidak ada
Trismus : tidak ada kesulitan buka mulut.
Kesulitan menelan : disfagia tidak ada
i. Leher
Trakea(simetris/tidak) : Simetris saat dilakukan palpasi
Carotid bruid : ada bunyi bruid
JVP : 5-2 cm H2O
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Kelenjar toroid : tidak ada pembengkakan
Kaku kuduk : tidak ada kaku kuduk dan kepala mpasien bias fleksi ke dada
j. Thorak/paru
Inspeksi :inspeksi dada tidak simetri, RR : 14x/menit, menggunakan otot Bantu pernafasan
Palpasi : Fremitus KaKi, ekspansinparu tidak simetris
Perkusi : resonan pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler
k. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Paspasi : ictus cordis teraba 1 jari LMCS RIC ke5.
Perkusi : batas atas jantung RIC ke2
- batas kanan : linea sternalis dextra
- batas kiri : 1 jari linea mid clavikula sinistra
- batas bawah : 1 jari LMCS RIC ke5
Auskultasi : S1 dan S2 terdengar jelas, tidak ada bunyi tambahan S3ndan S4, murmur dan
gallop tidak ada
l. Abdomen
Inspeksi : Simetris, jaringan parut tidak ada, vena tidak menonjol, asites tidak ada
Auskultasi : B.U, 12x/i
Perkusi : Tympani
Palpasi : hepar dan limfa tidak teraba, tidak ada pembesaran hepar dan limfa
m. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas : akral hangat, oedema tidak ada, genggaman tangan kuat
Ekstrimitas bawah : Akral hangat, oedema tidak ada, kekuatan penuh
ROM : gerakan aktif tanpa dibantu
Kekuatan otot : otot lemah
n. Vascular perifer
Capilari refille : tidak normal
Clubbing : tidak menonjol
Perubahan warna(kuku,kulit,bibir) : kilit sedikit pucat
o. Neurologis
Kesadaran(GCS) :
Status mental : compos mentis/15
Motorik : normal; gerak menurut perintah
Sensorik : normal, percakapan adekuat
Tanda rangsangan meningeal :-
Saraf ransangan meningea l: normal
Saraf cranial : normal
Refleks fisiologis : baik, ekstremitas semua bias digerakkan
Refleks patologis :-

2. Diagnosa Keperawatan

DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI


DS : Ketidakefektifan pola Sesak napas
Pasien mengeluh batuk napas
Pasien mengeluh sesak
napas
Pasien mengeluh sukar
bernapas
Pasien mengeluh napas
nya cepat dan dangkal
Pasien mengeluh
berdebar-debar
DO :
RR : > 24x/menit
Pada pasien ditemukan
sesak napas
Pasien terlihat cemas

DS : Ketidakefektifan bersihan Akumulasi mukus pada


Pasien mengeluh batuk jalan napas bronkus
Pasien mengeluh sesak
napas
DO :
Pada pasien ditemukan
sianosis
Ditemukan sesak napas
(dispnea)
Pasien terlihat gelisah
Kemungkinan ditemukan
sekresi yang tertahan
Kemungkinan ditemukan
spasme jalan napas

DS : Kerusakan pertukaran gas Obstruksi jalan nafas oleh


Pasien mengeluh sesak sekresi, spasme bronchus
napas
Pasien menggeluh sukar
bernapas
Pasien mengeluh gelisah
DO :
Pada pasien ditemukan
sesak napas
Sianosis
Pasien terlihat gelisah
Takikardi
HR : > 100x/menit

3. Intervensi
Dx Intervensi Rasional
1. Informasi yang adekuat dapat membawa
pasien lebih kooperatif dalam
memberikan terapi
Mandiri: 2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
1. Berikan informasi pada pasien sumbatan proses respirasi dapat berjalan
tentang penyakitnya dengan lancer.
2. Atur posisi semi fowler 3. Sianosis merupakan salah satu tanda
3. Observasi tanda dan gejala sianosis manifestasi ketidakadekuatan suply O2
4. Observasi tanda-tanda vital pada jaringan tubuh perifer
1
5. Observasi timbulnya gagal nafas. 4. Pemberian oksigen secara adequat dapat
Kolaborasi mensuplai dan memberikan cadangan
1. Kolaborasi dengan tim medis oksigen, sehingga mencegah terjadinya
dalam memberikan pengobatan hipoksia
2. Berikan terapi oksigenasi 5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
timbul takikardia dan capilary refill time
yang memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan alat bantu
pernafasan (mekanical ventilation).
7. Pengobatan yang diberikan berdasar
indikasi sangat membantu dalam proses
terapi keperawatan
Mandiri
1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
1. Auskultasi bunyi nafas.catat adanya
dengan obtruksi jalan nafas dan terdapat
bunyi nafas ,misal: mengi ,ronki.
nafas adventisius.
2. kaji frekwensi kedalaman
2. Pernafasan dangkal dan gerakan dada
pernafasan dan gerakan dada
tidak simetris sering terjadi karena
3. Berikan cairan sedikitnya 2500
ketidaknyamanan gerakan dinding
ml/hari , kecuali kontra
dada/cairan paru.
indikasi,tawarkan air hangat.
3. Cairan (khususnya air
4. Observasi warna kulit,membran
hangat)memobilisasi
mukosa,dan kuku
4. Sianosis kuku menunjukan adanya
Kolaborasi
vasokontruksi,sianosis membram
2 5. Berikan obat sesuai indikasi
mukosa dan kulit sekitar mulut
bronkodilator, mis : egonis
menunjukan hipoksemia sistemik
:epinefrin (adrenalin
5. merilekskan otot halus dan menurunkan
,vaponefrin) Xantin
kongesti lokal
,misalnya : aminofilin,oxtrifilin.
6. Kelembaban menurunkan kekentalan
6. Berikan humidikasi
sekret dan mempermudah
tambahan,misalnya :nebulizer
pengeluaran secret.
ultranik,humidifier aerosol
7. Drainase postural dan perkusi bagian
ruangan
penting untuk mengencerkan
7. Berikan pengobatan pernafasan
secret.dan memperbaiki ventilasi pada
,mis ;fisioterapi dada
segmen

Mandiri 1. Untuk mengevaluasi derajat distres


1. kaji frekuensi kedalaman pernafasan pernafasan atau proses
pernafasan . penyakit .
2. tinggikan kepala tempat tidur bantu
2. Pengiriman oksigen dapat di perbaiki
3
pasien memilih posisi yang mudah dengan posisi duduk tinggi dan latihan
untuk bernafas.dorong pasien untuk nafas untuk menurunkan kolaps jalan
penafasan dalam atau nafas bibir. nafas.
3. Auskultasi bunyi nafas,cacat area 3. Bunyi nafas mungkin redup karena
penurunan aliran udara /bunyi penurunan aliran udara,adanya mengi
tambahan ,(ronki,mengi,redup). mengindikasikan spasme bronkus.
4. Palpasi fremitus (getaran vibrasi 4.Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pada saat palpasi) pengumpulan cairan.
5. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.5.Selama distres pernafasan berat/akut
6. Awasi tanda tanda vital dan irama ,pasien secara total tidak mampu
jantung. melakukan aktivitas sehari hari
Kolaborasi 6.Takikardia dan perubahan tekanan darah
7. Awasi /gambaran seri GDA dan yang dapat menunjukan adanya
nadi hipoksemia sistemik pada fungsi
8. Berika oksigen tambahan sesuai jantung.
degan indikasi hasil GDA dan7. PaCO2 biasanya meningkat
toleransi pasien. (bronchitis,emfisema)dan PaCO2 secara
9. Bantu intubasi ,berikan umum menurun ,sehingga terjadi
/pertahankan ventilasi mekanik hipoksia .
8.Memperbaiki atau mencegah
memburuknya hipoksia
9. Terjadinya kegagalan nafas yang akan
datang memerlukan upaya penyelamatan
hidup.

BAB III
PENUTUP

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan


saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal. Penyebab dari atelektasis bisa bersifat obstruktif maupun non-obstruktif.Penyebab

obstruktif bisa berasal dari dalam saluran pernafasan maupun dari luar saluran pernafasan.
Sedangkan penyebab non-obstruktif bisa disebabkan oleh adanya kompresi jaringan paru atau
pengembangan alveoli yang tidak sempurna dan akhirnya mengalami kolaps. Diagnosa

atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik. Secara radiograf
akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus
DAFTAR PUSTAKA

- Brunner dan Suddart. 1994. Keperawatan Medikal Bedah I, edisi 8, Vol. 1. EGC : Jakarta.
- Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.
- Ramli Ahmad, dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.
- Hamsafir, Evan. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Atelektasis. Available
from http://eprikenzu.blogspot.com/2011/04/askep-pada-pasien-atelektasis.html
- : www.infokedokteran.com. Accessed 08 April 2011.

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
Pasien mengeluh batuk Pada pemeriksaan Fisik ditemukan :
Pasien mengeluh sesak napas - Fremitus vokal melemah sampai
Pasien mengeluh sukar bernapas menghilang
Pasien mengeluh takipnea - Suara napas menurun
Pasien mengeluh takikardia - Perkusi pekak
Pasien mengeluh demam - Pergeseran mediastinum
Pasien mengeluh ansietas
Pasien mengeluh gelisah
Pasien mengeluh bingung
Pasien mengeluh sianosis
Pasien mengatakan baru-baru ini ia habis
operasi

Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Penampilan umum: Penampilan tidak baik, gaya bicara tidak terkoordinasi, bicara tidak jelas.
Klien tampak sehat/sakit/sakit berat: Klien tampak sakit berat.
Kesadaran : Tidak komposmentis
b. Tanda-tanda vital :
TD :
ND : >100/menit
RR :
S : > 37,5oC
c. Kulit
Warna kulit (sianosis,ikterus,pucat,eritema,dll) : Sinaosis
Kelembapan: Kering
Turgor kulit: Elastis
Ada/tidaknya oedema: Tidak ada
d. Kepala/ rambut
Inspeksi : Kepala simetris, warna rambut kusam, distribusi tidak merata, kurang bersih dan
tidak berketombe.
Palpasi : Textur tidak halus dan kering, tidak berminyak, tidak ada benjolan atau masa.
e. Mata
Fungsi pengelihatan : Baik, visus 6/6.
Ukuran pupil : 2mm
Konjungtiva : anemis
Lensa/iris : Lensa warna hitam, tidak ada kekeruhan lensa
Oedema palpebra : tidak ada odema palpebra
Palpebra : Terbuka
Skelera : Tidak ikterik
f. Telinga
Fungsi pendengaran : Baik
Kebersihan : bersih
Daun telinga : simetris, elastis, lesi tidak ada, tidak ada tanda-tanda mastoiditis
Fungsi keseimbangan : baik
Secret : tidak ada
g. Hidung dan sinus
Infeksi : Bentuk simetris, tidak ada deformitas
Fungsi penciuman : baik, dapat membedakan bau
Pembengkakan : tidak ada, polip tidak ada
Kebersihan : bersih
Perdarahan : tidak ada
Sekret : ada
h. Mulut dan tenggorokan
Membrane mukosa : Kering dan pucat
Keadaan gigi : Lengkap
Tanda radang (bibir,gusi,lidah) : tidak ada
Trismus : tidak ada kesulitan buka mulut.
Kesulitan menelan : disfagia tidak ada
i. Leher
Trakea(simetris/tidak) : Simetris saat dilakukan palpasi
Carotid bruid : ada bunyi bruid
JVP : 5-2 cm H2O
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Kelenjar toroid : tidak ada pembengkakan
Kaku kuduk : tidak ada kaku kuduk dan kepala mpasien bias fleksi ke dada
j. Thorak/paru
Inspeksi :inspeksi dada tidak simetri, RR : 14x/menit, menggunakan otot Bantu pernafasan
Palpasi : Fremitus KaKi, ekspansinparu tidak simetris
Perkusi : resonan pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler
k. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Paspasi : ictus cordis teraba 1 jari LMCS RIC ke5.
Perkusi : batas atas jantung RIC ke2
- batas kanan : linea sternalis dextra
- batas kiri : 1 jari linea mid clavikula sinistra
- batas bawah : 1 jari LMCS RIC ke5
Auskultasi : S1 dan S2 terdengar jelas, tidak ada bunyi tambahan S3ndan S4, murmur dan
gallop tidak ada
l. Abdomen
Inspeksi : Simetris, jaringan parut tidak ada, vena tidak menonjol, asites tidak ada
Auskultasi : B.U, 12x/i
Perkusi : Tympani
Palpasi : hepar dan limfa tidak teraba, tidak ada pembesaran hepar dan limfa
m. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas : akral hangat, oedema tidak ada, genggaman tangan kuat
Ekstrimitas bawah : Akral hangat, oedema tidak ada, kekuatan penuh
ROM : gerakan aktif tanpa dibantu
Kekuatan otot : otot lemah
n. Vascular perifer
Capilari refille : tidak normal
Clubbing : tidak menonjol
Perubahan warna(kuku,kulit,bibir) : kilit sedikit pucat
o. Neurologis
Kesadaran(GCS) :
Status mental : compos mentis/15
Motorik : normal; gerak menurut perintah
Sensorik : normal, percakapan adekuat
Tanda rangsangan meningeal :-
Saraf ransangan meningea l: normal
Saraf cranial : normal
Refleks fisiologis : baik, ekstremitas semua bias digerakkan
Refleks patologis :-

2. Diagnosa Keperawatan

DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI


DS : Ketidakefektifan pola Sesak napas
Pasien mengeluh batuk napas
Pasien mengeluh sesak
napas
Pasien mengeluh sukar
bernapas
Pasien mengeluh napas
nya cepat dan dangkal
Pasien mengeluh
berdebar-debar
DO :
RR : > 24x/menit
Pada pasien ditemukan
sesak napas
Pasien terlihat cemas

DS : Ketidakefektifan bersihan Akumulasi mukus pada


Pasien mengeluh batuk jalan napas bronkus
Pasien mengeluh sesak
napas
DO :
Pada pasien ditemukan
sianosis
Ditemukan sesak napas
(dispnea)
Pasien terlihat gelisah
Kemungkinan ditemukan
sekresi yang tertahan
Kemungkinan ditemukan
spasme jalan napas

DS : Kerusakan pertukaran gas Obstruksi jalan nafas oleh


Pasien mengeluh sesak sekresi, spasme bronchus
napas
Pasien menggeluh sukar
bernapas
Pasien mengeluh gelisah
DO :
Pada pasien ditemukan
sesak napas
Sianosis
Pasien terlihat gelisah
Takikardi
HR : > 100x/menit

3. Intervensi
Dx Intervensi Rasional
1. Informasi yang adekuat dapat membawa
Mandiri: pasien lebih kooperatif dalam
1. Berikan informasi pada pasien memberikan terapi
tentang penyakitnya 2. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada
2. Atur posisi semi fowler sumbatan proses respirasi dapat berjalan
3. Observasi tanda dan gejala sianosis dengan lancer.
4. Observasi tanda-tanda vital 3. Sianosis merupakan salah satu tanda
1
5. Observasi timbulnya gagal nafas. manifestasi ketidakadekuatan suply O2
Kolaborasi pada jaringan tubuh perifer
1. Kolaborasi dengan tim medis 4. Pemberian oksigen secara adequat dapat
dalam memberikan pengobatan mensuplai dan memberikan cadangan
2. Berikan terapi oksigenasi oksigen, sehingga mencegah terjadinya
hipoksia
5. Dyspneu, sianosis merupakan tanda
terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
timbul takikardia dan capilary refill time
yang memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan tubuh dalam proses
respirasi diperlukan intervensi yang
kritis dengan menggunakan alat bantu
pernafasan (mekanical ventilation).
7. Pengobatan yang diberikan berdasar
indikasi sangat membantu dalam proses
terapi keperawatan
Mandiri
1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
1. Auskultasi bunyi nafas.catat adanya
dengan obtruksi jalan nafas dan terdapat
bunyi nafas ,misal: mengi ,ronki.
nafas adventisius.
2. kaji frekwensi kedalaman
2. Pernafasan dangkal dan gerakan dada
pernafasan dan gerakan dada
tidak simetris sering terjadi karena
3. Berikan cairan sedikitnya 2500
ketidaknyamanan gerakan dinding
ml/hari , kecuali kontra
dada/cairan paru.
indikasi,tawarkan air hangat.
3. Cairan (khususnya air
4. Observasi warna kulit,membran
hangat)memobilisasi
mukosa,dan kuku
4. Sianosis kuku menunjukan adanya
Kolaborasi
vasokontruksi,sianosis membram
2 5. Berikan obat sesuai indikasi
mukosa dan kulit sekitar mulut
bronkodilator, mis : egonis
menunjukan hipoksemia sistemik
:epinefrin (adrenalin
5. merilekskan otot halus dan menurunkan
,vaponefrin) Xantin
kongesti lokal
,misalnya : aminofilin,oxtrifilin.
6. Kelembaban menurunkan kekentalan
6. Berikan humidikasi
sekret dan mempermudah
tambahan,misalnya :nebulizer
pengeluaran secret.
ultranik,humidifier aerosol
7. Drainase postural dan perkusi bagian
ruangan
penting untuk mengencerkan
7. Berikan pengobatan pernafasan
secret.dan memperbaiki ventilasi pada
,mis ;fisioterapi dada
segmen

Mandiri 1. Untuk mengevaluasi derajat distres


1. kaji frekuensi kedalaman pernafasan pernafasan atau proses
3
pernafasan . penyakit .
2. tinggikan kepala tempat tidur bantu
2. Pengiriman oksigen dapat di perbaiki
pasien memilih posisi yang mudah dengan posisi duduk tinggi dan latihan
untuk bernafas.dorong pasien untuk nafas untuk menurunkan kolaps jalan
penafasan dalam atau nafas bibir. nafas.
3. Auskultasi bunyi nafas,cacat area 3.Bunyi nafas mungkin redup karena
penurunan aliran udara /bunyi penurunan aliran udara,adanya mengi
tambahan ,(ronki,mengi,redup). mengindikasikan spasme bronkus.
4. Palpasi fremitus (getaran vibrasi 4.Penurunan getaran fibrasi diduga ada
pada saat palpasi) pengumpulan cairan.
5. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.5.Selama distres pernafasan berat/akut
6. Awasi tanda tanda vital dan irama ,pasien secara total tidak mampu
jantung. melakukan aktivitas sehari hari
Kolaborasi 6.Takikardia dan perubahan tekanan darah
7. Awasi /gambaran seri GDA dan yang dapat menunjukan adanya
nadi hipoksemia sistemik pada fungsi
8. Berika oksigen tambahan sesuai jantung.
degan indikasi hasil GDA dan7. PaCO2 biasanya meningkat
toleransi pasien. (bronchitis,emfisema)dan PaCO2 secara
9. Bantu intubasi ,berikan umum menurun ,sehingga terjadi
/pertahankan ventilasi mekanik hipoksia .
8.Memperbaiki atau mencegah
memburuknya hipoksia
9. Terjadinya kegagalan nafas yang akan
datang memerlukan upaya penyelamatan
hidup.

BAB III
PENUTUP

Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan


saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat
dangkal. Penyebab dari atelektasis bisa bersifat obstruktif maupun non-obstruktif.Penyebab

obstruktif bisa berasal dari dalam saluran pernafasan maupun dari luar saluran pernafasan.
Sedangkan penyebab non-obstruktif bisa disebabkan oleh adanya kompresi jaringan paru atau
pengembangan alveoli yang tidak sempurna dan akhirnya mengalami kolaps. Diagnosa
atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan fisik. Secara radiograf
akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda pengempisan lobus

DAFTAR PUSTAKA

- Brunner dan Suddart. 1994. Keperawatan Medikal Bedah I, edisi 8, Vol. 1. EGC : Jakarta.
- Doenges Marilynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3 . EGC : Jakarta.
- Ramli Ahmad, dkk. 2000. Kamus Kedokteran. Djambatan : Jakarta.
- Hamsafir, Evan. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan pada Atelektasis. Available
from http://eprikenzu.blogspot.com/2011/04/askep-pada-pasien-atelektasis.html
- : www.infokedokteran.com. Accessed 08 April 2011.

Vous aimerez peut-être aussi