Vous êtes sur la page 1sur 40

PERCOBAAN 9

SOFTWARE PSIM

9.1 Gambar Rangkain


9.1.1 Percobaan Transformator 1 Fasa

Gambar 9.1 Rangkaian Tranformator 1 Fasa

9.1.2 Percobaan Transformator 3 Fasa


9.1.2.1 Trafo 3 fasa Hubung Y-Y

Gambar 9.2 Rangkaian Tranformator 3 Fasa Hubung Y-Y

9.1.2.2 Trafo 3 fasa Hubung Y-

Gambar 9.3 Rangkaian Tranformator 3 Fasa Hubung Y-


9.1.2.3 Trafo 3 fasa Hubung -

Gambar 9.4 Rangkaian Tranformator 3 Fasa Hubung -

9.1.2.4 Trafo 3 fasa Hubung -Y

Gambar 9.5 Rangkaian Tranformator 3 Fasa Hubung -Y

9.1.3 Percobaan Motor DC Penguat Seri

Gambar 9.6 Rangkaian Motor DC Penguat Seri


9.1.4 Percobaan Motor DC Penguat Shunt

Gambar 9.7 Rangkaian Motor DC Penguat Shunt

9.1.5 Percobaan Motor DC Penguat Terpisah

Gambar 9.8 Rangkaian Motor DC Penguat Terpisah


9.1.5.1 Percobaan Motor DC Penguat Terpisah Tahanan Depan

Gambar 9.9 Rangkaian Motor DC Penguat Terpisah Tahanan Depan

9.1.6 Percobaan Motor DC-Generator Sinkron

Gambar 9.10 Rangkaian Motor DC Penguat Terpisah Tahanan Depan

9.1.7 Percobaan Generator DC Penguat Terpisah

Gambar 9.11 Rangkaian Generator DC Penguat Terpisah


9.1.8 Percobaan Motor Induksi 3 Fasa

Gambar 9.12 Rangkaian Motor Induksi 3 Fasa

9.1.8.1 Percobaan Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Tahanan


Depan

Gambar 9.13 Rangkaian Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Tahanan Depan

9.1.8.2 Percobaan Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.14 Rangkaian Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Autotrafo


9.2 Data Percobaan
9.2.1 Transformator 1 Fasa
Tabel 9.1 Data Percobaan Transformator 1 Fasa
No Ws (W) Wp (W) R ()
1 197.6 198.6 5
2 141.1 142.2 7

9.2.2 Transformator 3 Fasa


Tabel 9.2 Data Percobaan Transformator 3 Fasa Y-Y
No Ws (W) Wp (W) R ()
1 9472 9475.3 15
2 5683.8 5686.5 25
3 4060 4062.7 35

Tabel 9.3 Data Percobaan Transformator 3 Fasa Y-D


No Ws (W) Wp (W) R ()
1 3157.9 3160.6 15
2 1894.8 1897.9 25
3 1353.4 1356.9 35

Tabel 9.4 Data Percobaan Transformator 3 Fasa D-Y


No Ws (W) Wp (W) R ()
1 28416.1 28426.7 15
2 17051 17060 25
3 12180.2 12188.4 35

Tabel 9.5 Data Percobaan Transformator 3 Fasa D-D


No Ws (W) Wp (W) R ()
1 9473.7 9482.1 15
2 5684.4 5693.7 25
3 4060.3 4070.8 35
9.2.3 Motor DC Penguat Seri
Tabel 9.6 Data Percobaan Motor DC Penguat Seri
No Ra () Rf () Ia (A) n (rpm)
1 2.5 2.5 3.93 98.5
2 4.5 4.5 6.62 74.5
3 6.5 6.5 7.63 30.2
4 8.5 8.5 9.25 69.5
5 10.5 10.5 11.9 415.6

9.2.4 Motor DC Penguat Shunt


Tabel 9.7 Data Percobaan Motor DC Penguat Shunt
No Ra () Rf () Ia (A) n (rpm)
1 2.5 2.5 2.7 50.8
2 4.5 4.5 2.59 113.9
3 6.5 6.5 3.7 213.3
4 8.5 8.5 6.5 310.2
5 10.5 10.5 10.2 164

9.2.5 Motor DC Penguat Terpisah


Tabel 9.8 Data Percobaan Motor DC Penguat Terpisah
No Ra () Rf () Ia (A) If (A) n (rpm)
1 0.05 50 62.7 2.8 676.6
2 0.07 70 83.1 1.99 929.4
3 0.09 90 103.5 1.55 1162.3
4 0.11 110 124.02 1.27 1370.3
5 0.13 130 144.5 1.07 1547.1
9.2.5.1 Motor DC Penguat Terpisah Dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.15 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.16 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Tahanan Depan

9.2.6 Motor DC-Generator Sinkron


Tabel 9.9 Data Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Motor)
No Rf () VOUT (V) n (rpm)
1 25.5 87.7 276.2
2 50.5 104.6 338.7
3 75.7 95.45 311.9
4 100.5 82.07 270.1

Tabel 9.10 Data Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Generator)


No R () VOUT (V) n (rpm)
1 2.5 69.5 231.2
2 6.5 92.3 286
3 10.5 99.8 305.2
4 14.5 104.1 315
9.2.7 Generator DC Penguat Terpisah
Tabel 9.11 Data Percobaan Generator DC Penguat Terpisah
No VOUT (V) IOUT (V) R ()
1 68.6 27.4 2.5
2 83.9 12.9 6.5
3 88.6 8.4 10.5

9.2.8 Motor Induksi 3 Fasa


Tabel 9.12 Data Percobaan Motor Induksi 3 Fasa
No Torsi n(rpm)
1 5.5 992.3
2 10.5 991.6
3 15.5 990.9

9.2.8.1 Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.17 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.18 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Tahanan Depan
9.2.8.2 Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.19 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.20 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Autotrafo


9.3 Analisa dan Pembahasan
9.3.1 Transformator 1 Fasa
Tabel 9.13 Data Percobaan Transformator 1 Fasa
No Ws (W) Wp (W) R ()
1 197.6 198.6 5
2 141.1 142.2 7

Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:


Variasi 1 (R = 5 )
Wp = 198.6 W
Ws = 197.6 W

= 100%

197.6
= 100%
198.6
= 99.5 %

Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut:


Tabel 9.14 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 1 Fasa
No Ws (W) Wp (W) R () (%)
1 197.6 198.6 5 99.5
2 141.1 142.2 7 99.2

Dari tabel 9.14 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - )


seperti dibawah ini:
Grafik hubungan Ps-
99.55
99.5
99.45
99.4
Efisiensi (%)

99.35
99.3
99.25
99.2
99.15
99.1
99.05
141.1 197.6
Psekunder (W)

(a)

Grafik Ideal Hubungan Ps-


Efisiensi (%)

Psekunder (W)

(b)
Gambar 9.21 (a) Grafik hubungan antara Ps - hasil percobaan
(b) Grafik ideal hubungan Ps -

Dari gambar 9.21 grafik hubungan antara Psekunder dengan efisiensi pada
transformator. Dari gambar 9.21a terlihat semakin besar nilai Psekunder yang
digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi bertambah. Hal ini
sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.21 b, dimana dengan makin besar nilai
Psekunder yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat.
Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus:

= 100%

Dimana,
Ws = Daya Sekunder
Wp = Daya Primer
Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai
Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi.
9.3.2 Trafo 3 Fasa
9.3.2.1 Trafo 3 Fasa Hubung Y-Y
Tabel 9.15 Data Percobaan Transformator 3 Fasa Y-Y
No Ws (W) Wp (W) R ()
1 9472 9475.3 15
2 5683.8 5686.5 25
3 4060 4062.7 35

Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:


Variasi 1 (R = 15 )
Wp = 9475.3 W
Ws = 9472 W

= 100%

9472
= 100%
9475.3
= 99.96%

Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut:


Tabel 9.16 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 3 Fasa Y-Y
No Ws (W) Wp (W) R () (%)
1 9472 9475.3 15 99.96
2 5683.8 5686.5 25 99.95
3 4060 4062.7 35 99.93

Dari tabel 9.16 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - )


seperti dibawah ini
Grafik hubungan antara Ps - efisiensi ()
99.965
99.96
99.955
99.95
Efisiensi (%)

99.945
99.94
99.935
99.93
99.925
99.92
99.915
4060 5683.8 9472
Psekunder (W)

(a)

Grafik ideal hubungan Ps -


Efisiensi (%)

Psekunder (W)

(b)
Gambar 9.22 (a) Grafik hubungan antara Ps - efisiensi () percobaan
(b) Grafik ideal hubungan Ps -

Dari gambar 9.22 grafik hubungan antara Psekunder dengan efisiensi pada
transformator. Dari gambar 9.22a terlihat semakin besar nilai Psekunder yang
digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi semakin meningkat.
Hal ini sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.22b, dimana dengan makin besar
Psekunder yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat. Hal ini juga dapat
dibuktikan dengan rumus:

= 100%

Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai
Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi.

9.3.2.2 Trafo 3 Fasa Hubung Y-


Tabel 9.17 Data Percobaan Transformator 3 Fasa Y-
No Ws (W) Wp (W) R ()
1 3157.9 3160.6 15
2 1894.8 1897.9 25
3 1353.4 1356.9 35
Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Variasi 1 (R = 15 )
Wp = 3160.6 W
Ws = 3157.9 W

= 100%

3157.9
= 100%
3160.6
= 99.91%
Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 9.18 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 3 Fasa Y-
No Ws (W) Wp (W) R () (%)
1 3157.9 3160.6 15 99.91
2 1894.8 1897.9 25 99.83
3 1353.4 1356.9 35 99.74

Dari tabel 9.18 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - )


seperti dibawah ini
Grafik hubungan antara Ps -
99.95

99.9

99.85
Efisiensi (%)

99.8

99.75

99.7

99.65
1353.4 1894.8 3157.9
Psekunder (W)

(a)

Grafik ideal hubungan Ps -


Efisiensi (%)

Psekunder (W)

(b)
Gambar 9.23 (a) Grafik hubungan antara Ps - hasil percobaan
(b) Grafik ideal hubungan Ps -

Dari gambar 9.23 grafik hubungan antara beban dengan efisiensi pada
transformator. Dari gambar 9.23a terlihat semakin besar nilai beban yang
digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi meningkat sesuai
dengan grafik ideal pada gambar 9.23b, dimana dengan makin besar Psekunder
yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat.
Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus:

= 100%

Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai
Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi.

9.3.2.3 Trafo 3 Fasa Hubung -Y


Tabel 9.19 Data Percobaan Transformator 3 Fasa D-Y
No Ws (W) Wp (W) R ()
1 28416.1 28426.7 15
2 17051 17060 25
3 12180.2 12188.4 35
Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Variasi 1 (R = 15 )
Wp = 28426.7 W
Ws = 28416.1 W

= 100%

28416.1
= 100%
28426.7
= 99.96%
Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 9.20 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 3 Fasa D-Y
No Ws (W) Wp (W) R () (%)
1 28416.1 28426.7 15 99.96271
2 17051 17060 25 99.94725
3 12180.2 12188.4 35 99.93272

Dari tabel 9.20 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - )


seperti dibawah ini
Grafik hubungan antara Ps -
99.965
99.96
99.955
99.95
Efisiensi (%)

99.945
99.94
99.935
99.93
99.925
99.92
99.915
12180.2 17051 28416.1
Psekunder (W)

(a)

Grafik ideal hubungan Ps -


Efisiensi (%)

Psekunder (W)

(b)
Gambar 9.24 (a) Grafik hubungan antara Ps - hasil percobaan
(b) Grafik ideal hubungan Ps -

Dari gambar 9.24 grafik hubungan antara Psekunder dengan efisiensi pada
transformator. Dari gambar 9.24a terlihat semakin besar nilai beban yang
digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi meningkat sesuai
dengan grafik ideal pada gambar 9.24b, dimana dengan makin besar Psekunder
yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat.
Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus:

= 100%

Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai
Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi.

9.3.2.4 Trafo 3 Fasa Hubung -


Tabel 9.21 Data Percobaan Transformator 3 Fasa D-D
No Ws (W) Wp (W) R ()
1 9473.7 9482.1 15
2 5684.4 5693.7 25
3 4060.3 4070.8 35

Dari data percobaan dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut:


Variasi 1 (R = 15 )
Wp = 9482.1 W
Ws = 9473.7 W

= 100%

9473.7
= 100%
9482.1
= 99.91%

Dengan cara yang sama diperoleh data sebagai berikut:


Tabel 9.22 Hasil Perhitungan Percobaan Transformator 3 Fasa D-D
No Ws (W) Wp (W) R () (%)
1 9473.7 9482.1 15 99.91
2 5684.4 5693.7 25 99.83
3 4060.3 4070.8 35 99.74
Dari tabel 9.22 diatas dapat dibuat grafik beban-efisiensi (Psekunder - )
seperti dibawah ini

Grafik hubungan antara Ps -


99.95

99.9

99.85
Efisiensi (%)

99.8

99.75

99.7

99.65
4060.3 5684.4 9473.7
Psekunder (W)

(a)

Grafik ideal hubungan Ps -


Efisiensi (%)

Psekunder (W)

(b)
Gambar 9.25 (a) Grafik hubungan antara Ps - hasil percobaan
(b) Grafik ideal hubungan Ps -
Dari gambar 9.25 grafik hubungan antara beban dengan efisiensi pada
transformator. Dari gambar 9.25a terlihat semakin besar nilai Psekunder yang
digunakan akan menyebabkan efisiensi transformator menjadi meningkat sesuai
dengan grafik ideal pada gambar 9.25b, dimana dengan makin besar Psekunder
yang digunakan, efisiensi trafo semakin meningkat.
Hal ini juga dapat dibuktikan dengan rumus:

= 100%

Dimana,
Ws = Daya Sekunder
Wp = Daya Primer
Dari rumus diatas terlihat untuk Wp yang sama dengan makin besar nilai
Ws maka akan menyababkan efisiensinya semakin tinggi.

9.3.3 Motor DC Penguat Seri


Tabel 9.23 Data Percobaan Motor DC Penguat Seri
No Ra () Rf () Ia (A) n (rpm)
1 2.5 2.5 3.93 98.5
2 4.5 4.5 6.62 74.5
3 6.5 6.5 7.63 30.2
4 8.5 8.5 9.25 69.5
5 10.5 10.5 11.9 415.6
Dari tabel 9.23 di atas, dapat dibuat hubungan grafik hubungan antara
arus dengan kecepatan sebagai berikut:

Grafik Hubungan Arus-Kecepatan


500
Kecepatan (rpm)

400
300
200
100
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Arus (A)

(a)

Grafik ideal hubungan Ps -


Efisiensi (%)

Psekunder (W)

(b)
Gambar 9.26 (a) Grafik hubungan antara Ia - n hasil percobaan
(b) Grafik ideal hubungan Ia - n

Dari Gambar 9.26 dapat dilihat bahwa arus Ia berbanding terbalik dengan
kecepatan motor (n), semakin besar nilai arus Ia maka kecepatan motor akan
semakin lambat. Namun hasil percobaan tidak sesuai dengan teori dan terlihat
bahwa grafik hasil percobaan tidak sesuai dengan grafik ideal. Hal ini dikarenakan
ketika melakukan simulasi pada PSIM variabel yang diubah pada motor DC
penguat seri hanya variabel resistansi motor, sedangkan induktansi motor tidak
dirubah, sehingga terjadi ketidakstabilan pada motor yg mempengaruhi kecepatan
motor yang tak teprediksi. Motor DC seri memiliki torsi awal yang besar, sehingga
dapat memutar beban yang sangat berat diawal, oleh karena itu, biasanya motor DC
seri sering digunakan sebagai motor starting. Dimana, arus starting motor sangat
besar, sesuai rumus :

=

Dimana :
n = Kecepatan putar motor (rpm)
Vrm = Tegangan terminal (V)
Ia = Arus jangkar (A)
Ra = Tahanan jangkar ()
K = Konstanta motor
= Fluks magnet

9.3.4 Motor DC Penguat Shunt


Tabel 9.24 Data Percobaan Motor DC Penguat Shunt
No Ra () Rf () Ia (A) n (rpm)
1 2.5 2.5 2.7 50.8
2 4.5 4.5 2.59 113.9
3 6.5 6.5 3.7 213.3
4 8.5 8.5 6.5 310.2
5 10.5 10.5 10.2 164

Dari tabel 9.24 di atas, dapat dibuat hubungan grafik hubungan antara arus dengan
kecepatan sebagai berikut:
Grafik Hubungan Arus-Kecepatan
350

Kecepatan (rpm)
300
250
200
150
100
50
0
0 2 4 6 8 10 12
Arus (A)

(a)

Grafik Ideal Hubungan Arus-Kecepatan


Kecepatan (rpm)

Arus (A)

(b)
Gambar 9.27 (a) Grafik hubungan antara Ia - n hasil percobaan
(b) Grafik ideal hubungan Ia - n

Dari gambar 9.27 di atas terlihat hubungan antara arus dengan kecepatan, yang
mana pada gambar 9.27a, terlihat dengan semakin besar nilai arus pada motor DC
penguat shunt menyebabkan kecepatan putar motor DC semakin meningkat. Hal ini
disebabkan karena penempatan penguat tahanan pada motor DC penguat Shunt
terpasang secara paralel sehingga menyebabkan semakin besar arus, maka
kecepatan motor akan semakin meningkat. Berikut adalah persamaan dari motor
DC penguat shunt :

( . ) ( . )
= =
.
.

Dimana :
= Kecepatan Motor (rpm)
Va = Tegangan pada Armature (V)
Vf = Tegangan pada Filed (V)
Ra = Resistansi pada Armature ()
Rf = Resistansi pada Field ()
Ia = Arus pada Armature (A)
If = Arus pada Field (A)
Kv = Konstanta
9.3.5 Motor DC Penguat Terpisah
Tabel 9.25 Data Percobaan Motor DC Penguat Terpisah
No Ra () Rf () Ia (A) n (rpm)
1 0.05 50 62.7 676.6
2 0.07 70 83.1 929.4
3 0.09 90 103.5 1162.3
4 0.11 110 124.02 1370.3
5 0.13 130 144.5 1547.1

Dari tabel 9.25 di atas, dapat dibuat hubungan grafik hubungan antara arus dengan
kecepatan sebagai berikut:

Grafik Hubungan Arus-Kecepatan


2000
Kecepatan (rpm)

1500

1000

500

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Arus (A)

(a)

Grafik Ideal Hubungan Arus-Kecepatan


Kecepatan (rpm)

Arus (A)

(b)
Gambar 9.28 (a) Grafik hubungan antara Ia - n hasil percobaan
(b) Grafik ideal hubungan Ia - n
Dari gambar 9.28 di atas terlihat grafik hubungan antara arus dengan kecepatan
motor DC penguat terpisah. Dari gambar 9.28a, terlihat semakin besar nilai arus
maka kecepatan motor cenderung meningkat. Hal ini sesuai dengan grafik ideal
pada gambar 9.28b. Berikut adalah persamaan dari motor DC penguat shunt :

( . ) ( . )
= =
.
.

Dimana :
= Kecepatan Motor (rpm)
Va = Tegangan pada Armature (V)
Vf = Tegangan pada Filed (V)
Ra = Resistansi pada Armature ()
Rf = Resistansi pada Field ()
Ia = Arus pada Armature (A)
If = Arus pada Field (A)
Kv = Konstanta

9.3.5.1 Motor DC Penguat Terpisah dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.29 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.30 Gelombang Arus (Ia) tanpa penghasutan Tahanan Depan


Pada Gambar 9.29 dan 9.30 dapat dibandingkan gelombang arus Ia saat
menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dan tanpa menggunakan
rangkaian penghasutan tahanan depan. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian
penghasutan tahanan depan dapat dilihat terdapat lonjakan arus Ia yang sangat besar
pada saat awal. Arus ini disebut arus starting pada motor yang nilainya sampai tujuh
kali arus nominal motor. Ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan
tahanan depan dapat dilihat bahwa tidak terdapat lonjakan arus pada saat motor
starting. Hal ini disebabkan karena arus starting tersebut dihambat oleh resistor
yang disusun secara seri.

Gambar 9.31 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.32 Gelombang Kecepatan Motor (n) tanpa penghasutan Tahanan Depan

Pada Gambar 9.31 dan 9.32 dapat dibandingkan kecepatan motor saat
menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dan tanpa menggunakan
rangkaian penghasutan tahanan depan. Ketika motor menggunakan rangkaian
penghasutan tahanan depan dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan
dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar +- 4 sekon. Hal ini disebabkan karena
arus yang menuju motor dihambat oleh tahanan depan sehingga suplai yang menuju
motor tidak maksimal. Hal ini untuk menghindari kerusakan motor. Sedangkan
ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat
dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cepat yaitu
sekitar < 1 sekon. Hal ini bisa menyebabkan kerusakan pada motor, karena adanya
lonjakan arus yang tinggi pada awal starting motor. Jadi, penggunaan tahanan depan
pada penggunaan rangkaian starting motor digunakan untuk menghindari lonjakan
arus saat kondisi awal ketika motor dioperasikan.

9.3.6 Motor DC Generator Sinkron


Motor
Tabel 9.26 Data Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Motor)
No Rf () n (rpm) VOUT (V)
1 25.5 276.2 87.7
2 50.5 338.7 104.6
3 75.7 311.9 95.45
4 100.5 270.1 82.07

Untuk melakukan perhitungan arus, digunakan rumus:



=

87.7
=
25.5
= 3.44
Dengan cara yang sama didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 9.27 Hasil Perhitungan Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Motor)


Rf () n (rpm) VOUT (V) Ia (A)
25.5 276.2 87.7 3.44
50.5 338.7 104.6 2.07
75.7 311.9 95.45 1.26
100.5 270.1 82.07 0.82
Generator
Tabel 9.28 Data Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Generator)
No R () VOUT (V) n (rpm)
1 2.5 69.5 231.2
2 6.5 92.3 286
3 10.5 99.8 305.2
4 14.5 104.1 315

Untuk melakukan perhitungan arus, digunakan rumus:



=

69.5
= 2.5

= 27.8

Dari perhitungan arus, dapat dicari perhitungan daya keluaran dengan rumus:
= 3
= 3 69.5 27.8 1
= 5796.3 W
Dengan cara yang sama didapatkan data sebagai berikut:
Tabel 9.29 Hasil Perhitungan Percobaan Motor DC-Generator Sinkron (Generator)
No R () VOUT (V) n (rpm) Pout (W)
1 2.5 69.5 231.2 5796.3
2 6.5 92.3 286 3931.98
3 10.5 99.8 305.2 2845.726
4 14.5 104.1 315 2242.099
Grafik Hubungan Kecepatan-Daya
7000
6000
5000
Daya (W)

4000
3000
2000
1000
0
0 50 100 150 200 250 300 350
Kecepatan (rpm)

(a)

Grafik Ideal Hubungan Kecepatan-Daya


Daya (w)

Kecepatan (rpm)

(b)
Gambar 9.33 Grafik Hubungan Kecepatan dan Daya (a) Percobaan (a) Ideal

Dari gambar 9.33 di atas terlihat grafik hubungan antara kecepatan dengan
daya. Dari gambar 9.33a, terlihat semakin besar kecepayan maka daya yang
dihasilkan menurun. Hal ini sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.33b.
9.3.7 Generator DC Penguat Terpisah
Tabel 9.30 Data Percobaan Generator DC Penguat Terpisah
No VOUT (V) IOUT (V) R ()
1 68.6 27.4 2.5
2 83.9 12.9 6.5
3 88.6 8.4 10.5

Dari tabel 9.30 di atas dapat dibuat grafik hubungan antara tegangan keluaran
dengan arus keluaran sebagai berikut:

Grafik Hubungan Vout-Iout


30

25

20
Iout (A)

15

10

0
0 20 40 60 80 100
Vout (V)

(a)

Grafik Ideal Hubungan Vout-Iout


Iout (A)

Vout (V)

(b)

Gambar 9.34 Grafik Hubungan antara Vout-Iout (a) Percobaan (b) Ideal
Dari gambar 9.34a terlihat bahwa semakun besar tegangan keluaran maka arus
keluaran akan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan grafik ideal pada gambar 9.34b
yang menunjukkan jika Vout berbanding terbalik terhadap Iout.
=
Dimana,
Vout = Tegangan Keluaran (V)
Iout = Arus Keluaran (A)
R = Hambatan ()
9.3.8 Motor Induksi 3 Fasa
Tabel 9.31 Data Percobaan Motor Induksi 3 Fasa
No Torsi n(rpm)
1 5.5 992.3
2 10.5 991.6
3 15.5 990.9

Dari tabel 9.31 di atas, dapat dibuat hubungan grafik hubungan antara arus dengan
kecepatan sebagai berikut:

Grafik Hubungan Torsi-Kecepatan


992.4
992.2
Kecepatan (rpm)

992
991.8
991.6
991.4
991.2
991
990.8
0 5 10 15 20
Torsi

(a)

Grafik Ideal Hubungan Torsi-Kecepatan


Kecepatan (rpm)

Torsi

(b)
Gambar 9.35 Grafik Hubungan Torsi dan Kecepatan (a) Percobaan (b) Ideal
Gari gambar 9.35 Terlihat grafik hubungan antara torsi dan kecepatan. Dari gambar
9.35a terlihat bahwa dengan makin besar torsi yang diberikan maka kecepatan putar
motor akan semakin berkurang. Hal ini sesuai dengan grafik idela pada gambar
9.35b dimana dengan semakin besar torsi maka kecepatan putar motor akan
berkurang.

=

Dimana :
= Kecepatan putar rotor (rpm)
= Daya (Watt)
= Torsi (Nm)

9.3.8.1 Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.36 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.37 Gelombang Arus (Ia) tanpa penghasutan Tahanan Depan

Pada Gambar 9.36 dan 9.37 dapat dibandingkan gelombang arus Ia saat
menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dan tanpa menggunakan
rangkaian penghasutan tahanan depan. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian
penghasutan tahanan depan dapat dilihat terdapat lonjakan arus Ia yang sangat
besar. Arus ini disebut arus starting pada motor yang nilainya sampai tujuh kali
arus nominal motor. Ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan tahanan
depan dapat dilihat bahwa tidak terdapat lonjakan arus pada saat motor starting.
Hal ini disebabkan karena arus starting tersebut dihambat oleh resistor yang disusun
secara seri.

Gambar 9.38 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Tahanan Depan

Gambar 9.39 Gelombang Kecepatan Motor (n) tanpa penghasutan Tahanan Depan

Pada Gambar 9.38 dan 9.39 dapat dibandingkan kecepatan motor saat
menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dan tanpa menggunakan
rangkaian penghasutan tahanan depan. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian
penghasutan tahanan depan dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan
dalam waktu yang cukup lama. Hal ini disebabkan karena arus yang menuju motor
dihambat oleh tahanan depan sehingga suplai yang menuju motor tidak maksimal.
Sedangkan ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan tahanan depan dapat
dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cepat.
9.3.8.2 Motor Induksi 3 Fasa dengan Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.40 Gelombang Arus (Ia) saat Penghasutan Autotrafo

Gambar 9.41 Gelombang Arus (Ia) tanpa penghasutan Autotrafo

Pada Gambar 9.40 dan 9.41 dapat dibandingkan gelombang arus Ia saat
menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dan tanpa menggunakan rangkaian
penghasutan autotrafo. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan
autotrafo dapat dilihat terdapat lonjakan arus Ia yang sangat besar pada saat awal.
Arus ini disebut arus starting pada motor yang nilainya sampai tujuh kali arus
nominal motor. Ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dapat
dilihat bahwa tidak terdapat lonjakan arus pada saat motor starting. Hal ini
disebabkan karena arus starting tersebut dikontrol oleh autotrafo.

Gambar 9.42 Gelombang Kecepatan Motor (n) saat Penghasutan Autotrafo


Gambar 9.43 Gelombang Kecepatan Motor (n) tanpa penghasutan Autotrafo

Pada Gambar 9.42 dan 9.43 dapat dibandingkan kecepatan motor saat
menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dan tanpa menggunakan rangkaian
penghasutan autotrafo. Ketika motor tanpa menggunakan rangkaian penghasutan
autotrafo dapat dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang
cukup lama. Hal ini disebabkan karena arus yang menuju motor dikontrol terlebih
dahulu oleh autotrafo sehingga suplai yang menuju motor tidak langsung.
Sedangkan ketika motor menggunakan rangkaian penghasutan autotrafo dapat
dilihat bahwa motor mencapai kecepatan konstan dalam waktu yang cepat.
9.4 Kesimpulan
1. Pada percobaan transformator 1 fasa, efisiensi berbanding lurus dengan
daya keluaran transformator.
2. Pada percobaan transformator 3 fasa, efisiensi berbanding lurus dengan
daya keluaran transformator.
3. Pada percobaan motor DC penguat seri, arus Ia berbanding terbalik dengan
kecepatan putar dari motor DC tersebut.
4. Pada percobaan motor DC penguat shunt, arus Ia berbanding lurus dengan
kecepatan putar dari motor DC tersebut.
5. Pada percobaan motor DC penguat terpisah, arus Ia berbanding lurus
dengan kecepatan putar dari motor DC tersebut.
6. Pada percobaan generator sinkron - motor DC, tegangan keluaran
berbanding lurus dengan kecepatan putar.
7. Pada percobaan generator sinkron - motor DC, didapatkan hasil tegangan
keluaran berbanding terbalik dengan daya keluaran. Seharusnya tegangan
keluaran berbanding lurus dengan daya keluaran. Hal ini dikarenakan
semakin kecilnya nilai arus seiring dengan pertambahan beban yang
berpengaruh terhadap besar daya keluaran.
8. Pada percobaan motor induksi 3 fasa, besar torsi berbanding terbalik dengan
kecepatan putar motor.
9. Penghasutan dengan menggunakan tahanan depan pada motor DC penguat
terpisah bertujuan untuk mengurangi nilai arus penghasutan yang besar.
10. Penghasutan dengan menggunakan tahanan depan pada motor induksi 3 fasa
bertujuan untuk mengurangi nilai arus penghasutan yang besar.
11. Penghasutan dengan menggunakan autotrafo pada motor induksi 3 fasa
bertujuan untuk menurunkan nilai tegangan ketika penghasutan. Ketika
nilai tegangan turun maka nilai arus juga akan turun karena tegangan
berbanding lurus dengan arus. Sehingga dengan menggunakan autotrafo
akan menurunkan nilai arus ketika penghasutan motor.

Vous aimerez peut-être aussi