Vous êtes sur la page 1sur 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, perinatologi berkembang menjadi ilmu kesehatan anak tersendiri.
Dimana istilah tersebut digunakan sebagai pengganti neonatalogi yang dirasa lebih
tepat.
Neonatus sendiri dalam kamus kedokteran mempunyai arti bayi baru lahir
sampai usia 4 minggu. Bayi yang baru lahir memerlukan asuhan, dimana dalam
asuhan tersebut membantu bayi untuk beradaptasi di luar uterus yang rentan terhadap
infeksi. Pencegahan infeksi merupakan salah satu asuhan neonatus yang dapat
dilakukan dengan tindakan rawat gabung dan dapat juga sebagai loving and tender
care pada seorang ibu terhadap bayinya.
Dahulu asuhan neonatal tidak terlalu diperhatikan, namun sekarang ini
perhatian masyarakat semakn besar terhadap hal tersebut yang disebabakan oleh
beberapa hal antara lain :

1. Pada neonatus terdapat factor adaptasi yang berarti ia harus menyesuaikan diri dari
kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstrauteri. Pengaruh kehamilan dan partus
mempunyai peranan penting dalam morbiditas dan mortalitasnya. Selain itu faktor
maturasi organ dalam lebih menonjol dibandingkan dengan bayi yang lebih tua.
Keadaan pascanatal daripada neonatus dapat disamakan dengan penderita dalam
rekovalesensi.
2. Reaksi fisiologis dan patologis neonatus banyak berbeda dengan bayi yang lebih
besar.
3. Reaksi neonatus terdapat infeksi dan pengobatan juga banyak berbeda dengan bayi
yang lebih tua.

1
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana adaptasi bayi baru lahir di luar uterus ?
2. Bagaimana cara infeksi neonatus terjadi dan pencegahannya ?
3. Apakah rawat gabung itu dan bagaimana pelaksanaannya pada neonatus ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Adaptasi bayi baru lahir di luar uterus ( ekstrauterina )


Fisiologi neonatus ialah ilmu yang mempelajari fungsi dan proses vital neonatus, yaitu
suatu organisme yang sedang tumbuh, yang baru mengalami proses kelahiran dan harus
menyesuaikan diri dan kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin. Tiga faktor yang
mempengaruhi perubahan fungsi ini yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi. Maturasi
mempersiapkan fetus untuk transisi dan kehidupan intrauterin ke kehidupan exstrauterin
dan ini berhubungan lebih erat dengan masa gestasi dibandingkan dengan berat badan
lahir. Adaptasi diperlukan oleh neonatus untuk dapat tetap hidup dalam lingkungan baru
yang dibandingkan dengan lingkungan selarna menjadi fetus, kurang menyenangkan.
Toleransi dimiliki oleh neonatus. Hipoksia, kadar gula darah yang rendah, perubahan pH
darah yang drastis bagi orang dewasa mungkin sudah fatal, tetapi bagi neonatus belum
berakibat buruk. Toleransi dan adaptasi berbanding terbalik bila dibandingkan dengan
maturasi. Makin matur neonatus, makin baik adaptasinya tetapi makin kurang
toleransinya.

Respirasi
Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta.
Setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru bayi. Sebelum terjadi pernafasan,
neonatus dapat mempertahankan hidupnya dalam keadaan anoksia lebih lama karena ada
kelanjutan metabolisme anaerobik. Rangsangan untuk gerakan pernafasan pertama ialah
(1) tekanan mekanis dari toraks sewaktu melalui jalan lahir, (2) penurunan paO2 dan
kenaikan paCO2 me-rangsang kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus, (3)
rangsangan dingin di daerah muka dapat merangsang permulaan gerakan pernafasan, (4)
refleks deflasi Hering Breur. Selama ekspirasi, setelah inspirasi dengan tekanan positif,
terlihat suatu 'inspiratory gasp'. Respirasi pada masa neonatus terutama diafrakmatik dan
abdominal dan biasanya masih tidak teratur dalam hal frekuensi dan dalamnya pernafasan.
Setelah paru berfungsi, pertukaran gas dalam paru sama dengan pada orang dewasa, tetapi
oleh karena bronkiolus relatif kecil, mudah terjadi 'air trapping'.

3
Jantung dan sirkulasi darah
Pada masa fetus, darah dari plasenta melalui vena umbilikalis sebagian ke hati,
sebagian langsung ke serambi kiri jantung kemudian ke bilik kiri jantung. Dari bilik kiri
darah dipompa melalui aorta ke seluruh tubuh. Dari bilik kanan darah dipompa sebagian
ke paru dan sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta. Setelah bayi lahir, paru akan
berkembang mengakibat-kan tekanan arteriil dalam paru menurun. Tekanan dalam jantung
kanan turun, sehingga tekanan jantung kiri lebih besar daripada tekanan jantung kanan,
yang mengakibatkan menutupnya foramen ovale secara rungsionil. Hal ini terjadi pada
jam-jam pertama setelah kelahiran. Oleh karena tekanan dalam paru turun dan tekanan
dalam aorta desenden naik dan pula karena rangsangan biokimia (pa02 yang naik), duktus
arteriosus berobliterasi. Hal ini terjadi pada hari pertama. Aliran darah paru pada hari
pertama ialah 4-5 Iiler/menit/m2 (Gessner, 1965). Aliran darah sistemik pada hari pertama
rendah, yaitu 1,96 Iiter/menit/m2 dan bertambah pada hari kedua dan ketiga (3,54
Iiter/menit/m2) karena penutupan duktus arteriosus. Tekanan darah pada waktu lahir
dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui transfusi plasenta dan pada jam-jam pertama
sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstan kira-kira 85/40 mmHg.

Traktus digestivus
Traktus digestivus pada neonatus relatif lebih berat dan lebih panjang dibandingkan
dengan orang dewasa. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat yang berwarna
hitam kehijauan yang terdiri dari mukopoli-sakarida dan disebut mekonium. Pengeluaran
mekonium biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinja sudah
berbentuk dan berwarna biasa. Enzim dalam traktus digestivus biasanya sudah terdapat
pada neonatus, kecuali amilase pankreas. Aktifitas enzim proteolitik pada neonatus
dengan berat badan lahir 4.000 gram besarnya 6 kali aktifitas enzim tersebut pada
neonatus dengan berat badan lahir 1.000 gram. Aktifitas lipase telah di-temukan pada
fetus 7-8 bulan (Anom, 1941).
Pada bayi prematur, aktifitas lipase masih kurang bila dibandingkan dengan bayi cukup
bulan.

Hati
Segera setelah lahir hati menunjukkan perubahan biokimia dan morfologis, yaitu
kenaikan kadar protein dan penurunan kadar lemak dan glikogen. Sel hemopoetik juga
mulai berkurang, walaupun memakan waktu agak lama. Enzim hati belum aktif benar

4
pada waktu bayi baru lahir, misalnya enzim dehidrogenase UDPG dan transferase
glukoronil sering kurang se-hingga neonatus memperlihatkan gejala ikterus fisiologis.
Daya detoksifikasi hati pada neonalus juga belum sempurna, contohnya pemberian obat
kloram fenikol dengan dosis lebih dari 50 mg/kgbb/hari dapat menimbulkan 'gray baby
syndrome'.

Metabolisme
Luas permukaan neonatus relatif lebih besar daripada orang dewasa, sehingga
metabolisme basal per-kgbb lebih besar. Pada jam-jam pertama energi didapatkan dari
pembakaran karbohidrat Pada hari kedua energi berasal dari pembakaran lemak. Setelah
mendapat susu lebih kurang pada hari keenam, energi 60% didapatkan dari lemak dan
40% dari karbo-hidrat.

Produksi Panas
Bila suhu sekitar turun, ada 3 cara tubuh untuk meninggikan suhu yaitu (1) aktifitas
otot, (2) 'shivering' dan (3) 'non shivering thermogenesis' (NST). Pada neonatus cara untuk
meninggikan suhu terutama dengan NST, yaitu dengan pembakaran 'brown fat' yang
memberikan lebih banyak energi per-gram daripada lemak biasa.

Keseimbangan asam-basa
pH darah pada waktu lahir rendah karena glikolisis anaerobik. Dalam 24 jam neonatus
telah mengkompensasi asidosis ini.

Keseimbangan air dan fungsi ginjal


Tubuh bayi baru lahir mengandung relatif banyak air dan kadar natrium relatif lebih
besar daripada kalium. Hal ini menandakan bahwa ruangan ekstraseluler luas. Fungsi
ginjal belum sempurna karena (1) jumlah nefron ma-tur belum sebanyak orang dewasa,
(2) ada ketidak-seimbangan antara luas permukaan glomerulus dan volume tubulus
proksimal, (3) Venal blood flow' pada neonatus relatif kurang bila dibandingkan dengan
orang dewasa.

Kelenjar endokrin
Selama dalam uterus fetus mendapatkan hormon dari ibu. Pada waktu bayi baru lahir,
kadang-kadang hormon tersebut masih berfungsi, misalnya dapat dilihat pembesaran

5
kelenjar air susu pada bayi laki-laki atau pun perempuan. Kadang-kadang dapat dilihat
gejala 'withdrawal', misalnya pengeluaran darah dari vagina yang menyerupai haid pada
bayi perempuan. Kelenjar adrenal pada waktu lahir relatif lebih besar bila dibandingkan
dengan orang dewasa (0,2% dari berat badan dibandingkan dengan 0,1% dari berat badan
pada orang dewasa). Kelenjar tiroid sudah sempurna terbentuk sewaktu lahir dan sudah
mulai berfungsi sejak beberapa bulan sebelum lahir.

Susunan saraf pusat


Sewaktu lahir fungsi motorik terutama ialah subkortikal. Setelah lahir jumlah cairan
otak berkurang sedangkan lemak dan protein bertambah. Mielinisasi terjadi setelah bayi
berumur 2 bulan. Dari perubahan konsentrasi DNA dalam otak dapat diketahui bahwa
pertambahan sel berlangsung terus sampai anak berumur kurang lebih 1 tahun (Mandel
dan Bieth, 1952).

Imnoglobulin
Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sumsum tulang dan lamina propria ileum
dan apendiks. Plasenta merupakan sawar sehingga fetus bebas dari antigen dan sties
imunologis. Pada bayi baru lahir hanya terdapat globulin gama G, yaitu imunologi dari
ibu yang dapat melalui plasenta karena berat moekulnya kecil. Tetapi bila ada infeksi yang
dapat melalui plasenta, seperti hies, toksoplasma, herpes simpieks dan penyakit virus
lainnya, reaksi imunologis dapat terjadi dengan pembentukansel plasma dan antibodi
gama A, gama G dan gama M.
Pada manusia, pemindahan imunoglobulin melalui traktus digestivus sangat sedikit,
terbukti dari penyelidikan bahwa tidak ada perbedaan pada bayi yang mendapatkan
kolostrum dengan yang mendapatkan air susu ,sapi (de Murait, 1962) dan pemberian
kolostrum tidak mempengaruhi maturasi imunologis neonatus (Schneegans, 1962).
Imunoglobulin dalam kolostrum berguna sebagai proteksi lokal dalam traktus digestivus,
misalnya terhadap beberapa 'strain' E. coli.

6
Tujuan memeriksa Neonatus segera setelah lahir ialah untuk menemukan kelainan yang
segera memerlukan pertolongan dan sebagai dasar untuk pemeriksaan selanjutnya. Sebelum
memeriksa neonatus sebaiknya pemeriksa mengetahui riwayat kehamilan dan persalinan.

Keadaan umum
Keaktifan : Bila bayi diam, mungkin bayi sedang tidur nyenyak atau mungkin pula ada
depresi susunan saraf pusat karena obat atau karena sesuatu penyakit. Bila
bayi bergerak aktif, diperhatikan apakah pergerakan itu simetris atau tidak.
Keadaan yang asimetris dapat dilihat misalnya pada keadaan patah tulang,
kerusakan saraf, luksasio dan sebagainya.
Keadaan gizi : Dapat dinilai dari berat badan, panjang badan dan kerut pada kulit,
ketegangan kulit, Hati-hati terhadap adanya edema, karena dapat disangka
gizi baik.
Rupa : Kelainan kongenital tertentu sering sudah dapat dilihat pada rupa neonatus,
misalnya sindrom Down, kretinisme, agenesis ginjal bilateral dan
sebagainya.
Posisi : Sering bergantung kepada letak presentasi janin intrauterin. Posisi yang
biasa ialah dalam keadaan fleksi tungkai dan lengan.
Kulit : Normal warna kulit ialah kemerah-merahan, dijapisi oleh vemik kaseosa
yang melindungi kulit bayi dan terdiri dari campuran air dan minyak dan
mengandung sabun, lanugo (rambut bayi), sel peridermal dan debris lain.
Warna kulit menggambarkan beberapa keadaan misalnya warna pucat
terdapat pada anemia, renjatan. Warna kuning terdapat pada
inkompatibilitas antara darah ibu dan bayi, sepsis. Warna biru ditemukan
pada asfiksia livida, kelainan jantung kongenital dengan pirau dari kanan
ke kiri.

Keadaan khusus
Kepala & leher : Tulang kepala sering menunjukkan 'moulage', yaitu tulang parietal biasanya
berhimpitan dengan tulang oksipital dan frontal, sehingga mengukur
lingkaran kepala sebaiknya ditunggu setelah 'moulage' itu hilang.
Lingkaran kepala terbesar ialah melalui glabela dan oksipitalis, biasanya
antara 33 38 cm. Perhatikan juga adanya kaput suksedaneum,
perdarahan sub-aponeurotik, hematoma sefal. Besar dan tekanan ubun-

7
ubun harus diperiksa dengan palpasi. Kadang-kadang terdapat daerah yang
lunak pada tulang parietal dekat sutura (kraniotabes), biasanya hilang
sendiri, tetapi bila tidak hilang hendaknya diingat penyakit rakitis,
Pemeriksaan transiluminasi dalam kamar gelap, dapat menyingkirkan
kemungkinan hidrosefalus atau porensefalus. Mata tidak jarang
menunjukkan perdarahan konjungtiva atau retina, tetapi hal ini tidak berarti
banyak.
Pada telinga tidak jarang ditemukan papiloma praaurikular; bila
bertangkai mudah dibuang dengan mengikat pangkalnya. Membran
timpani mudah dilihat dengan otoskop, biasanya tampak suram.
Hidung sering tersumbat oleh mukus. Perhatikan kemungkinan adanya
atresia koana. Pada mulut diperhatikan kemungkinan adanya kelainan ko-
ngenital labiognato-palatoskizis. Pada palatum dan gusi kadang-kadang
terlihat akumulasi sel epitel yang disebut 'Epstein pearls'. Pada neonatus
belum ada salivasi. Pipi tampak tebal karena akumulasi lemak, yaitu
'sucking pads'. Tenggorok bayi sukar dilihat. Leher tampak relatif pendek.
Perhatikan kemungkinan adanya goiter, higroma sistikum, sisa 'branchial
cleft' dan perdarahan otot sternokleidomastoidus. Bila ditemukan 'webbing'
pada leher, hendaknya selalu diingat kemungkinan sindrom Turner.

Toraks : Pernafasan bayi baru lahir biasanya diafragmatik. Frekuensi pernafasan


berkisar antara 30 100/menit, bergantung kepada aktifitas. Sebaiknya
dihitung 1 menit penuh, karena banyak fluktuasinya. Pada bayi cukup
bulan yang dalam keadaan tenang, bila didapatkan frekuensi pernafasan
lebih dari 60/menit, harus dicurigai kemungkinan terdapatnya insufisiensi
jantung atau paru. Bayi prematur sering menunjukkan pernafasan jenis
Cheyne-Stokes. Suara pernafasan bayi baru lahir ialah bronkovesikuler.
Kadang-kadang dapat didengar ronki pada akhir inspirasi yang panjang
(misalnya waktu menangis). Batas jantung agak sukar ditentukan secara
perkusi, karena variasi bentuk dada. Sering terdengar murmur, tetapi ini
bukan berarti adanya kelainan jantung kongenital. Menurut Richards hanya
1 dari 12 murmur yang terdengar pada neonatus benar disebabkan penyakit
jantung bawaan. Pemeriksaan radiologi dan EKG diperlukan bila dicurigai
terdapat kelainan. Frekuensi nadi berkisar antara 70 - 180/menit. rata-rata

8
ialah 120 - 130/menit Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan tekanan
darah neonatus. Normal tekanan darah neonatus ialah 85/60 mmHg.
Dengan metode 'flus' hanya dapat diukur tekanan sistole saja.

Abdomen : Hepar biasanya teraba, kadang-kadang lien dan ginjal juga dapat diraba,
Bila teraba tumor lain, perlu dilakukan pemeriksaan radiologis (foto polos
abdomen dan pielografi intravena) serta bila perlu dilakukan laparatomi
percobaan. Kelainan yang tersering ditemukan ialah kelainan traktus
urogenitalis, embrioma ginjal, kista ovarium dan duplikasi intestinal.
Abdomen yang kembung mungkin disebabkan perforasi usus, biasanya
oleh mekonium ileus. Abdomen yang cekung kemungkinan hernia
diafragmatika.

Genitalia : Genitalia dan kelenjar mama dipengaruhi oleh hormon ibu yang melalui
plasenta. Sering terlihat pembesaran kelenjar mama disertai sekresi air susu
baik pada neonatus wanita maupun pria. "Pada bayi wanita terlihat sekresi
vaginal yang kadang-kadang berdarah. Skrotum relatif besar. Perhatikan
kemungkinan adanya hidrokel atau hernia.
Bila ada hipospadia atau epispadia, sebaiknya diperiksa juga kromatin
seks-nya, sebab mungkin hal ini suatu pembesaran klitoris pada anak
perempuan. Urin biasanya dikeluarkan segera setelah lahir. Anus
imperforata kadang-kadang tidak terlihat dan perlu pemeriksaan colok anus
atau pemeriksaan dengan termometer rektal. Mekonium biasanya
dikeluarkan dalam 12 jam pertama.

Ekstremitas : Pada pemeriksaan ekstremitas, efek daripada posisi dalam uterus perlu
diperhatikan. Adanya tulang patah atau kelumpuhan saraf atau luksasio
dapat diketahui dengan memperhatikan pergerakan spontan neonatus.

Refleks : Refleks yang dapat dilihat ialah refleks Moro berupa gerakan seperti
memeluk bila ada rangsangan, misalnya dengan menarik kain tempat ia
berbaring. Refleks isap dapat ditimbulkan dengan meletakkan sesuatu
benda di mulutnya. Refleks rooting, yaitu bayi akan mencari benda yang
diletakkan sekitar mulutnya dan kemudian akan mengisapnya. Refleks

9
plantar dan refleks 'grasp' ditimbulkan dengan meletakkan sesuatu benda
pada telapak kaki atau tangan dan akan terjadi gerakan fleksi dari jari-jari.

2. Cara terjadi infeksi dan pencegahannya


Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan masalah yang gawat. Di Jakarta
terutama di RSCM, infeksi merupakan 10 - 15% dari morbiditas perinatal. Hal ini
mungkin disebabkan RSCM Jakarta adalah rumah sakit rujukan untuk Jakarta dan
sekitarnya.
Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir di
luar rumah sakit. Dalam hal ini tidak termasuk bayi yang lahir di luar rumah sakit dengan
cara septik. Bayi baru lahir mendapat imunitas trans-plasenta terhadap kuman yang
berasal dari ibunya. Sesudah lahir,bayi terpapar pada kuman yang berasal bukan saja dari
ibunya tetapi juga berasal dari ibu lain. Terhadap kuman yang disebut terakhir ini, bayi
tidak mempunyai imunitas.

1. Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itu melalui
batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi
umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini
ialah: (a) virus, yaitu rubella, poliomyelitis, cox-sackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion; (b) spirokaeta, yaitu treponema palidum (lues); (c) bakteri jarang sekali
dapat melalui plasenta kecuali E. coli dan Listeria monocytogenes. Tuberkulosis
kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan
amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion
tersebut.

2. Infeksi intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Mikroorganisme
dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban
pecah lama (jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam)
mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi

10
dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama dan
seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor
yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital. Selain itu infeksi dapat
menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung
dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan 'oral trush'

3. Infeksi pascanatal
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibat
fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atau
akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pascanatal
ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas
infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi rnendapat infeksi dcngan kuman
yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
Diagnosis infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi itu
sendiri, tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan bayinya.
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat bayi yang
lebih tua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan
observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya
dengan pemeriksaan fisis dan laboratorium. Seringkali diagnosis didahului oleh
persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkaan itu diagnosis dapat
ditegakkan dengan pemeriksan selanjutnya.
Infeksi pada neonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejala
infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan
kalau kita cukup waspada terhadap kelainan tingkah laku neonatus, yang seringkali
merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus, terutama BBLR yang dapat
tetap hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak mcnderita penyakit atau
kelainan kongenital tertentu, namun tiba-tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya
harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut mungkin sekali disebabkan oleh infeksi
(Hutchinson, 1972). Gejala infeksi pada neonatus biasanya tidak khas seperti yang
terdapat pada bayi yang lebih tua atau pada anak. Beberapa gejala yang dapat
disebutkan di antaranya ialah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargis,
frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba turun, pergerakan kurang,
muntah dan diare. Selain itu dapat terjadi edema, sklerema, purpura atau perdarahan,
ikterus, hepatosplenome-gali dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi, normal atau

11
dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkali terdapat hipotermia dan
sklerema. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu 'not doing well' kemungkinan besar
ia menderita infeksi.

Pembagian infeksi perinatal


Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam 2 golongan besar, yaitu
infeksi berat dan infeksi ringan.
1. Infeksi berat ('major infections'): sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diare epidemik,
pielonefritis, osteitis akut, tetanus neonatorium.
2. Infeksi ringan ('minor infection'): infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum, infeksi
umbilikus (omfalitis), moniliasis.

Sepsis neonatal
Gejala sepsis pada neonatus telah diterangkan pada diagnosis infeksi perinatal.
Dengan menemukan gejala tersebut, apalagi dari anamnesis diketahui terdapat
kemungkinan adanya infeksi antenatal atau infeksi maka tindakan yang dilakukan ialah :
1. Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu biakan darah dan uji
resistensi. Antibiotika yang menjadi pilihan pertama ialah sefalosporin (sefotaksim)
dcngan dosis 200 mg/kgbb/hari intravenua dibagi dalam 2 dosis. dikombinasi dengan
amikasin yang diberikan dengan dosis awal 10 mg/kkgBB/hari intravena, dilanjutkan
dengan 15 mg/kgBB/hari atau dengan gentamisin 6 mg/kgBB/hari masing-masing
dibagi dalam 2 dosis. Pilihan kedua ialah ampisilin 300 - 400 mg/kgBB/hari intravena,
dibagi dalam 4 dosis, dikombinasikan dengan kloramfenikol 50/kgBB/hari intravena
dibagi dalam 4 dosis. Pilihan selanjutnya ialah kotrimoksazol 10 mg/kgBB/ hari
intravena dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari, dilanjutkan derifean dosis 6
mg/kgBB/hari intravena dibagi dalam 2 dosis (dihitung berdasarkan dosis
trimetoprim). Lama pengobatan untuk sepsis neonatal ialah 14 hari. Pada pemberian
antibiotika ini yang perlu mendapat perhatian ialah pemberian kloramfenikol pada
neonatus tidak melebihi 50 mg/kgBB/hari untuk mencegah terjadinya sindrom 'Grey
baby' dan pemberian sefalosporin serta kotrimoksazol tidak dilakukan pada bayi yang
berumur kurang dari 1 minggu.
2. Pemeriksaan laboratorium rutin.
3. Biarkan darah dan uji resistensi.

12
4. Pungsi lumbal dan biakan cairan serebrospinalis dan uji resistensi.
5. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.

Meningitis pada neonatus


Meningitis biasanya didahului oleh sepsis, karena itu pada setiap persangkaan sepsis
harus dilakukan pungsi lumbal. Penilaian cairan serebrospinalis harus hati-hati, karena
pada umumnya cairan serebrospinalis pada neonatus sifatnya xantokrom, pleiositik, reaksi
Nonne dan Pandy-nya positif. Penyelidikan di RSCM Jakarta oleh Monintja dkk. (1971)
menunjukkan bahwa jumlah sel yang normal pada neonatus dapat mencapai 20/mm 3
(60/3/mm3). Dengan demikian untuk membantu diagnosis meningitis purulenta pada
neonatus jumlah sel harus lebih dari 20/mm3. Etiologi meningitis pada neonatus di RSCM
Jakarta ialah Salmonella spp. (terutama), E. coli, Pneumococcus, Staphylococcus dan
Streptococcus hemolyticus.
Gejala klinis yang mungkin ditemukan ialah mula-mula terdapat gejala seperti sepsis
yang kemudian dapat disertai kejang, ubun-ubun besar membonjol, kuduk kaku,
opistotonus. Pada neonatus kuduk kaku tidak begitu sering ditemukan.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis kehamilan atau persalinan yang
pertolongannya tidak aseptik; kemungkinan adanya infeksi antenatal, intranatal atau
pascanatal disertai gejala klinis dan hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis.
Pengobatan yang diberikan sama dengan pengobatan sepsis neonatal, hanya berbeda
dalam lama pengobatan yaitu pada meningitis antibiotika diberikan selama 21 hari.
Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, ventrikulitis, nidrosefalus
dan gejala sisa neurologis.

Pneumonia kongenital
Infeksi terjadi intrauterin karena inhalasi likuor amnion yang septik. Gejala pada
waktu lahir sangat menyerupai asfiksia neonatorum, penyakit membran hialin atau
perdarahan intrakranial. Kelainan ini sulit didiagnosis dengan tepat. Penting sekali
mengetahui peristiwa yang terjadi pada saat kehamilan dan kelahiran, yaitu apakah ada
kemungkinan infeksi. Gejala yang mungkin ditemukan ialah apnu neonatal atau gejala
seperti penyakit membran hialia Diagnosis ditegakkan setelah pemeriksaan radiologis
toraks.

13
Pneumonia kongenital harus dicurigai bila terdapat ketuban pecah lama, air ketuban
keruh berbau dan bila terdapat kesulitan pernafasan pada saat bayi lahir. Tanda klinis pada
pemeriksaan paru misalnya ronki tidak selamanya ada.
Pengobatan yang diberikan iakh resusitasi yang baik pada saat baru lahir. Pemberian
oksigen (30 - 40%) dengan kelembaban udara lebih dari 75%. Suhu tubuh dipertahankan
dan harus dijagajangan sampai terjadi hipotermia bila bayi tidak dimasukkan dalam
inkubator. Diberikan antibiotika spektrum luas yaitu ampisilin 100 mg/kgBB/hari
intravena dikombinasikan dengan gentamisin 3-5 mg/kggBB/hari. Bila obat tersebut tidak
ada, dapat dicoba memberikan penisilin 50.000 U/kgBB/hari dikombinasikan dengan
kloramfenikol dengan dosis tidak melebihi 50 mg/kgBB/hari.

Pneumonia aspirasi
Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian BBLR. Hal ini disebabkan pada
saat pemberian makanan peroral dimulai, terjadi aspirasi, yaitu karena refleks menelan
dan refleks batuk belum sempurna. Pneumonia aspirasi ini harus dicurigai bila bayi berat
lahir rendah tiba-tiba menunjukkan gejala letargi, anoreksia, berat badan tiba-tiba
menurun dan kalau terdapat serangan apnu. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan
radiologis toraks.

Pneumonia karena infeksi 'airborn'


Patogenesis penyakit ini sama dengan patogenesis bronkopneumonia pada bayi yang
lebih tua. Biasanya akibat kontak dengan orang dewasa yang menderita infeksi saluran
pernafasan bagian atas.
Penyebabnya biasanya Pneumococcus, H. influenzae atau virus. Selain itr dapat juga
disebabkan oleh E. coli, Enterococcus, Proteus dan Pseudomonas. Gejala klinis biasanya
didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas dengan rinitis dan seterusnya.
Kemudian terjadi dispnu, pernafasan cuping hi-dung, sianosis dan batuk. Pada
pemeriksaan paru dapat ditemukan ronki basah yang nyaring. Pada pemeriksaan
radiologis toraks dapat terlihat infiltrat. Pengobatan yang diberikan sama seperti
bronkopneumonia yang lain

14
Pneumonia Staphylococcus
Terutama terjadi pada bayi yang lahir di rumah sakit. Mula-mula terdapat infeksi
Staphylococcus pada suatu tempat, kemudian terjadi penyebaran ke paru sehingga terjadi
pneumonia atau piotoraks.
Proses ini terjadi dengan cepat disertai gejala sesak nafas, sianosis, keadaan umum
bayi cepat memburuk. Pengobatan yang diberikan ialah dengan pemberian antibiotika
yang masih efektif terhadap Staphylococcus misalnya kloksasilin, sefalosporia
Pengobatan lain sesuai dengan pengobatan bronkopneumonia yang lain.

Diare epidemik pada neonatus


Gastroenteritis pada neonatus seringkali menyebabkan letusan dengan mortalitas
tinggi. Penyebabnya terutama ialah Salmonella spp.,' Enteropathoge-nic Escherichia coli'
(EPEQ dan virus.
Di bangsal Perinatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta terjadi
letusan diare akibat Salmonella sp. pada tahun 1978 dan 1981 dengan gejala yang tidak
khas yaitu diare, panas, ikterus dan kesulitan minum. Diare tersebut sangat cepat menjadi
septisemia dan diakhiri dengan meningitis dan kematian (Monintja dkk., 1982).
EPEC merupakan sebagian dari keluarga E. coli yang merupakan penghuni normal
usus halus manusia. Kemudian sebagian E. coli ini dapat menyebabkan diare pada
manusia dan hewan. Pada neonatus ternyata dapat menyebabkan epidemi diare dengan
mortalitas tinggi, sehingga jenis E. coli ini disebut EPEC. Kuman EPEC tidak menembus
mukosa usus, tetapi hanya bersarang dalam lumen usus. Diare disebabkan oleh toksin
yang dilepaskan oleh kuman ini dan menyebabkan sekresi usus. Walaupun enterotoksin ini
tidak sekuat toksin yang diproduksi oleh kuman kolera, tetapi akibat sekresi usus ini dapat
terjadi dehidrasi dan asidosis. Selain itu diare karena EPEC seringkali disertai dengan
mengurangnya produksi dan aktifitas disakaridase terutama laktase.
Pierce (1971) mengatakan bahwa pengetahuan tentang mekanisme terjadinya diare
pada neonatus oleh EPEC ini mempunyai aspek terapeutik:
1. Antibiotika tidak selalu efektif pada pengobatan diare oleh EPEC, karena sensitifitas
antibiotika pada setiap serotype sangat bervariasi.
2. Larutan glukosa dan elektrolit dapat diberikan secara oral untuk mengobati dehidrasi
yang ringan, karena tidak terdapat gangguan absorpsi glukosa.
3. Restriksi diet tidak perlu untuk semua elemen makanan, tetapi cukup untuk laktosa.
Dalam hal ini pada realimentasi harus dipakai susu rendah laktose.

15
Gejala klinis diare akibat E. coli ini biasanya dimulai dengan letargi, anoreksia, berat
badan menurun, kemudian terdapat diare dan muntah. Tinja biasanya banyak, cair,
berwarna hijau atau kuning. Agak khas ialah bau tinja seperti sperma. Lama-kelamaan
dapat terjadi dehidrasi, asidosis dan renjataa Keadaan berat ini dapat terjadi dalam
beberapa jam saja.
Pengobatan diare pada neonatus umumnya hampir sama dengan pengobatan diare
lainnya, yaitu bila belum terdapat dehidrasi dapat tetap diberikan minum susu rendah
laktosa dengan jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan rumat ditambah
dengan jumlah kehilangan cairan yang masih berlangsung. Bila telah terdapat dehidrasi,
pemberian cairan harus lebih banyak. Bila telah terjadi dehidrasi berat, harus diberikan
cairan intravena dan hendaknya dila-kukan pula koreksi terhadap gangguan elektrolit dan
metabolik yang terjadi akibat diare ini.
Antibiotika yang menjadi pilihan pertama dalam mengatasi diare akibat Salmonella sp.
ialah aminoglikosida, yaitu gentamisin 4 mg/kgBB/hari atau ami-kasin 15 mg/kgBB/hari,
masing-masing dibagi dalam 2 dosis yang diberikan se-lama 7 hari. Pilihan selanjutnya
ialah kloramfenikol 25 mg/kgBB/hari intravena atau kloramfenikol 50 mg/kgBB/hari oral,
masing-masing dibagi dalam 4 dosis dan diberikan selama 7 hari. Bila diduga bayi
menderita diare akibat EPEC, dapat diberikan kolistin dengan dosis 50.000
unit/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis. Sesudah ada hasil biakan dan uji resistensi, dapat
diberikan antibiotika yang sesuai.

Infeksi traktus urinarius


Neonatus yang menderita penyakit ini biasanya menunjukkan gejala demam, tidak mau
minum, muntah, pucat dan berat badan menurun. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan urin (hasil biakan urin). Pada neonatus jumlah leukosit dalam urin menjadi
berarti bila lebih dan 15/mm3. Pengobatannya ialah dengan pemberian ampisilin dan
aminoglikosida, sambil menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi.

Osteitis akut
Penyakit ini biasanya diakibatkan metastasis dan fokus infeksi Staphylococcus di
tempat lain. Penyebab utamanya ialah Staphylococcus aureus. Gejala penyakit ini ialah
suhu tubuh meninggi, bayi tampak sakit berat; lokal terdapat pembengkakan dan bayi
menangis kalau bagian yang terkena digerakkan. Keadaan ini pada neonatus dapat
ditemukan pada beberapa tempat dan predileksinya ialah pada maksila dan pelvis.

16
Pengobatannya ialah dengan pemberian antibiotika yaitu kloksasilin 50 mg/kgbb/hari
secara parenteral. Lokal dilakukan aspirasi dari pus.

Tetanus neonatorum
Dibicarakan pada tetanus

Pemfigns neonatorum
Biasanya bersifat sebagai impetigo bulosa. Infeksi ini disebabkan oleh
Staphylococcuss. Mula-mula timbul sebagai vesikel yang jernih kemudian menjadi
purulen, yang dikelilingi daerah yang kemerahan. Infeksi ini dapat meluas dan dapat
menyebabkan gejala sistemik yang berat. Kadang-kadang kulit mengelupas dan menjadi
dermatitis eksfoliativa (penyakit Retter). Pemphigus neonatotrum ini dapat mengakibatkan
suatu epidemi dalam suatu bangsal bayi baru lahir.
Pengobatannya ialah dengan mengisolasi penderita dan pada perawatan hendaknya
harus diingat syarat asepsis. Lokal dapat dicuci dengan larutan kalikus permanganas.
Antibiotika yang diberikan ialah kloksasilin 50 mg/kgbb/hari. Bula diinsisi dan lesi kulit
yang ringan cukup diberi pengobatan lokal dengan salep neomisin dan basitrasin.

Oftalmia neonatorum
Blenorea atau konjungtivitis gonoreika disebabkan oleh infeksi kuman Neisseria
gonorrhoeae pada konjungtiva bayi pada waktu melewati jalan lahir. Selain itu dapat
ditularkan melalui tangan perawat yang mendapat kontaminasi kuman ini. Gejala
klinisnya ialah konjungtiva mula-mula hiperemis, terdapat edema palpebra, bulu mata
lengket karena pus dan mata mengeluarkan sekret yang purulen. Penyakit ini biasanya
bersifat bilateral. Pada stadium selanjutnya komea akan terserang dan dapat menyebabkan
kebutaaa Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan sekret mata. Dengan pewarnaan gram
dapat ditemukan Diplococcus yang gram negatif intrasel dan ekstrasel.
Pengobatan yang diberikan ialah penderita harus diisolasi dan lokal dapat diberikan
salep mata yang mengandung neomisin dan basitrasin, kloramfenikol atau penissilin.
Diberikan pula antibiotika sistemik yaitu penisilin. Profilaksis dengan cara Crede sampai
sekarang masih diakui sebagai cara yang terbaik. Segera sesudah bayi lahir, mata ditetesi
larutan Argenti nitral 1% yang masih baru. Bila terdapat iritasi, mata dapat dibilas dengan
larutan garam fisiologis.

17
Omfalitis
Pangkal umbilikus seringkali terkena infeksi Staphylococcus aureus. Pada tempat ini
terjadi radang dan dapat mengeluarkan nanah, sekitarya merah dan terdapat edema. Pada
keadaan yang berat, infeksi dapat menjalar ke hepar melalui ligamentum falsiforme dan
menyebabkan abses yang multipel. Pada keadaan kronik dapat terjadi granuloma pada
umbilikus. Pengobatan yang diberikan ialah lokal dapat diberikan salep yang mengandung
neomisin dan basitrasin. Selain itu dapat dipakai juga salep gentamisin. Bila terdapat
granuloma, kelainan ini dapat diberi Argentinitras 3%. Pencegahan dapat dilakukan
dengan perawatan talipusat yang baik. Jika dalam bangsal perawatan bayi terdapat banyak
lnfeksi dengan Staphylococcus, hendaknya perawatan talipusat dilakukan dengan
memberikan tingtura jodii pada bagian ujung talipusat setelah dipotong, kemudian batang
talipusat, dasar talipusat dan kulit sekeliling talipusat dapat diberi 'triple dye', yaitu larutan
yang merupakan campuran brilian hijau 2,29 gram, proflavin hemisulfat 1,14 gram dan
kristal violet 2,29 gram dalam 1 liter air. Sekiranya obat ini tidak ada, dapat diganti
dengan merkurokrom atau 'povidone iodine 10%. Talipusat cukup ditutup dengan kasa
steril dan diganti setiap hari.

Moniliasis
Candida albicans merupakan jamur yang sering ditemukan pada neonatus. biasanya
tidak menimbulkan gejala atau Dersifat saprofit. Pada keadaan tertentu bila daya tahan
tubuh menurun atau pada penggunaan antibiotika dan atau kortikosteroid yang lama, dapat
terjadi pertumbuhan berlebihan jamur ini yang dapat menimbulkan kelainan berupa
stomatitis ('oral trush'), diare, dermatitis, bahkan infeksi parenteral. Infeksi mula-mula
terdapat di mulut kemudian esofagus dan traktus digestivus yang lain dan menyebabkan
diare. Pada bayi yang mendapat makanan secara parenteral dalam waktu yang lama sering
timbul kematian karena infeksi parenteral jamur ini (sepsis).

Stomatitis
Biasanya dimulai sebagai bercak putih pada lidah, bibir dan mukosa mulut Hal ini
dapat dibedakan dengan sisa susu, yaitu karena sukar dilepaskan dari dasarnya. Diagnosis
dapat dibuat dengan membuat sediaan hapus yang diwarnai biru metilea Dalam sediaan
akan tampak miselium dan spora yang khas. Pengobatan lokal dapat diberikan gentian
violet 0,5% yang dioleskan pada lidah dan mukosa mulut Obat yang lebih baik tetapi lebih

18
mahal ialah larutan nistatin dengan dosis 3 kali 100,000 U/hari. Dapat juga dicoba
ampoterisin (fungilin) selama 1 minggu.

Pencegahan infeksi pada neonatus


Infeksi pada neonatus merupakan penyakit yang berat dan sangat sulit diobati. Infeksi ini
berbahaya untuk neonatus yang mendapat infeksi dan bagi bangsal perawatan bayi baru lahir
tempat bayi tersebut dirawat karena dapat meng-akibatkan infeksi silang. Oleh karena itu
penting sekali mencegah terjadinya infeksi daripada mengobati bayi yang mendapat infeksi.
Cara pencegahan infeksi pada neonatus dibagi sebagai berikut:
Cara Umum
1. Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai pada periode antenatal. Infeksi ibu harus
diobati dengan baik, misalnya infeksi umum, leukorea dan Iain-lain. Di kamar bersalin
harus ada pemisahan yang sempuma antara bagian yang septik dan bagian yang aseptik.
Pemisahan ini mencakup ruangan, tenaga perawatan dan alat kedokteran serta alat
perawatan. Ibu yang akan melahirkan, sebelum masuk kamar bersalin sebaiknya
dimandikan dulu dan memakai baju khusus untuk kamar bersalin. Pada kelahiran bayi,
pertolongan harus dilakukan secara aseptik. Suasana, kamar bersalin harus sama dengan
kamar operasi. Alat yang digunakan untuk resusitasi harus steril.
2. Di bangsal bayi baru lahir harus ada pemisahan yang sempurna untuk bayi yang lahir
dengan partus aseptik dan partus septik. Pemisahan ini harus mencakup personalia,
fasilitas perawatan dan alat yang digunakan. Selain itu harus terdapat kamar isolasi untuk
bayi yang menderita penyakit menular. Perawat harus mendapat pendidikan khusus dan
mutu perawatan harus baik, apalagi bila bangsal perawatan bayi baru lahir merupakan
suatu bangsal perawatan bayi baru lahir yang bersifat khusus. Sebelum dan sesudah
memegang bayi harus cuci tangan. Mencuci tangan sebaiknya memakai sabun antiseptik
atau sabun biasa asal saja cukup lama (1'menit). Dalam ruangan harus memakai jubah
steril, masker dan memakai sandal khusus. Dalam ruangan bayi tidak boleh banyak bicara.
Bila menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas, tidak boleh masuk kamar bayi.
3. Dapur susu harus bersih dan cara mencampur susu harus aseptik. Pengunjung yang mau
melihat bayi harus memakai masker dan jubah atau sebaiknya melihat bayi melalui
jendela kaca. Air susu ibu yang dipompa sebelum diberikan pada bayi harus
dipasteurisasi. Setiap bayi harus mempunyai tempat pakaian sendiri, bagitu pula
termometer, obat, kasa dan lain-laia Inku-bator harus selalu dibersihkan dan lantai

19
ruangan setiap hari harus dibersihkan dan setiap minggu dicuci dengan menggunakan
antiseptikum.

Cara khusus
1. Pemakaian antibiotika hanya untuk tujuan dan indikasi yang jelas.
2. Pada beberapa keadaan, misalnya ketuban pecah lama (lebih daripada 12 jam), air ketuban
keruh, infeksi sistemik pada ibu, partus yang lama dan banyak maniputasi intravaginal,
resusitasi yang berat, sering timbul keraguan apakah akan digunakan antibiotika secara
orofilaksis. Penggunaan antibiotika yang banyak dan tidak terarah dapat menyebabkan
timbulnya 'strain' mikroorganisme yang tahan terhadap antibiotika dan mengakibatkan
timbulnya pertumbuhan jamur yang berlebihan, misalnya Candida Albicans. Sebaliknya
kalau terlambat memberikan antibiotika pada penyakit infeksi neonatus, sering berakibat
kematian.
Berdasarkan hal di atas dapat dipakai kebijaksanaan sebagai berikut:
a. Bila kemampuan pengawasan klinis dan laboratorium cukup baik, sebaiknya tidak
perlu memberikan antibiotika profilaksis. Antibiotika baru diberikan kalau sudah
terdapat tanda infeksi.
b. Bila kemampuan tersebut tidak ada, kiranya dapat dipertanggung jawabkan pemberian
antibiotika profilaksis berupa ampisilin 100 mg/kgbb/-hari dan gentamisin 3-5
mg/kgbb/hari selama 3-5 hari.
Selain hal yang telah diterangkan di atas, petugas yang merupakan karier kuman tertentu
misalnya EPEC harus hati-hati dalam menjalankan tugas perawatan. Masih merupakan
masalah yang belum terpecahkan apakah karier ini harus dilarang bekerja di bangsal
perawatan bayi baru lahir atau harus diobati lebih dahulu. Namun selama syarat aseptik
dan antiseptik diperhatikan, kemungkinan petugas ini untuk menularkan penyakit
berkurang.

3. Rawat gabung ('rooming-in')


Bila keadaan ibu dan bayi mengizinkan, bayi dirawat bersama ibu dalam satu kamar.
Bayi ini pada waktu-waktu tertentu dikumpulkan dalam ruangan bayi yang berada di
dekat kamar ibu, supaya ibu dapat beristirahat dan tidur dengan tenang tanpa diganggu
oleh tangis bayi. Kontak dengan para pengunjung perlu dihindari. Bidan/perawat yang
merawat ibu dan bayi bertanggung jawab penuh terhadap bimbingan untuk ibu mengenai

20
cara memberi minum (dengan airsusu ibu atau dengan botol), cara merawat bayi sehari-
hari sampai dengan dapat dan cukup kuat melakukannya sendiri, serta cara mengetahui
dan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi pada bayi yang patut dicatat dan
dilaporkan kepada dokter. Di samping itu seorang dokter harus melihat dan memeriksa
bayi dalam rawat gabung setiap hari untuk mengetahui apakah bayi tersebut tetap dalam
keadaan baik, atau perlu mendapat pengobatan tertentu, atau perlu di-pindahkan ketempat
perawatan bayi yang intensif. Keuntungan rawat gabung ialah mencegah/mengurangi
infeksi silang ('cross-infection'), dan 'loving and tender care' dapat diberikan ibu kepada
bayinya sejak lahir. Menurut para ahli jiwa hal ini sangat berarti bagi kehidupan di
kemudian hari.

21
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari isi makalah maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Adaptasi diperlukan oleh neonatus untuk dapat tetap hidup dalam
lingkungan baru yang dibandingkan dengan lingkungan selama menjadi fetus
kurang menyenangkan.
2. Pemeriksaan fisis neonatus dapat dilihat dari keadaan umum dan keadaan
khusus. Keadaan umum meliputi pemeriksaan pada bayi yaitu keaktifan,
keadaan gizi, rupa, kulit. Sedangkan keadaan khusus meliputi kepala dan leher,
toraks, abdomen, genitalia, ekstremitas dan refleks. Tujuan dari pemeriksaan
ini adalah untuk menemukan kelainan yang segera memerlukan pertolongan
dan sebagai dasar untuk pemeriksaan selanjutnya.
3. Saat beradaptasi dengan lingkungan di luar uterus, neonatus rentan terhadap
infeksi. Tetapi infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada BBLR.
Infeksi lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit
dibandingkan dengan bayi yang lahir di luar rumah sakit.
4. Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara yaitu infeksi antenatal,
infeksi intranatal, infeksi pascanatal. Pencegahan infeksi pada neonatus dapat
dilakukan dengan cara umum dan cara khusus.
5. Rawat gabung (` rooming inn `) dilakukan bila keadaan ibu dan bayi
mengizinkan , bayi dirawat bersama ibu dalam satu kamar. Keuntungan rawat
gabung ialah mencegah / mengurangi infeksi silang (`cross-infection`), dan
`loving and tender care` dapat diberikan ibu kepada bayinya sejak lahir.

B.Saran
Dari makalah ini dapat diperoleh beberapa saran yaitu :
1. Seorang bidan harus melakukan pengkajian setelah kelahiran. Pengkajian ini
terjadi dalam tiga tahap yaitu segera, menggunakan sistem skoring Apgar
untuk kondisi fisik dan Skoring Gray interaksi bayi-orang tua, transisional,
selama periode reaktivitas. Periodik, dengan pengkajian fisik secara sistematis.

22
2. Dalam melakukan pengkajian seorang bidan juga mengamati keadaan tubuh
karena pada neonatus sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu bidan
harus selalu waspada akan kondisi bayi selanjutnya.
3. Dalam melakukan rawat gabung seorang bidan yang merawat ibu dan bayi
bertanggung jawab penuh terhadap bimbungan untuk ibu mengenai cara
memberi minum ( dengan air susu ibu atau dengan botol ), cara merawat bayi
sehari hari samapi dengan dapat dan cukup kuat untuk melakukannya sendiri,
serta cara mengetahui dan mengenal perubahan perubahan yang terjadi pada
bayi yang patut dicatat dan dilaporkan kepada dokter.
4. Seorang bidan sebaiknya selalu mengevaluasi dan memberi asuhan pada
neonatus karena selama periode neonatal bayi mengalami pertumbuhan dan
perubahan yang amat menakjubkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI,1985,Ilmu Kesehatan Anak,


Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
Hamilton Persis Mary, 1995, Dasar Dasar Keperawatan Maternitas,
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran
Chapman Vicky, 2006, Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran, Jakarta
:Penerbit Buku Kedokteran
Behrman Kleigman, 1999, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran

24

Vous aimerez peut-être aussi