Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB I

KASUS
1.1 IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : By. Ny, Maskanah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 13 Januari 2017
Usia : 3 hari
Alamat : Sukaratu
Tanggal masuk RS : 14 Januari 2017
Tanggal Pemeriksaan : 20 Januari 2017
Identitas Orang tua
Nama Ibu : Ny. N
Usia : 28 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Nama Ayah : Tn. F
Usia : 31 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta

1.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Muntah
Anamnesis Khusus
Orang tua pasien mengeluhkan pasien muntah-muntah sejak 6 hari yang lalu,
muntah dirasakan terus menerus, muntah berupa lendir keruh sebanyak 10x/hari.
Muntah semakin memburuk saat ingin diberikan ASI.
Keluhan disertai dengan penurunan nafsu makan, dan pasien sulit untuk
minum ASI. Pasien mengeluarkan lendir dan cairan dari mulutnya.

1
Keluhan tidak disertai dengan adanya BAB cair, gangguan BAK, kulit
tampak kuning, kulit kebiruan, sesak nafas dan kejang.
Pasien dilahirkan 6 hari yang lalu oleh bidan lalu dirujuk ke RSIA Respati,
dan dirujuk ke RS SMC untuk di rawat di ruang Perinatology. Pasien telah
dilakukan tindakan operasi oleh dokter bedah ketika dirawat di RS SMC.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak memiliki keluhan yang sama
Riwayat Kehamilan
Pasien lahir dari ibu P3A0 yang merasa hamil cukup bulan. Pasien lahir
spontan, letak kepala, air ketuban jernih, langsung menangis. Persalinan di tolong
oleh bidan.
Riwayat Imunisasi
Belum dilakukan imunisasi

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : sakit sedang
Kesadaran : composmentis, tidak gelisah
Tanda vital :
Nadi : 148x/ menit, teratur, isi dan tegangan cukup, equal
Suhu : 36,4 oC
Pernafasan : 44 x/menit torakoabdominal
Berat Badan : 2,3 kg
Tinggi Badan : 47 cm
BB/U : 0 sampai 2 SD menurut Z score (baik)
TB/U : 0 SD menurut Z score (baik)
Lingkar Kepala : 32 cm
LK/U : 0 sampai 1 SD menurut Z score (baik)
BB/TB : 2 SD menurut Z score (baik)
Kesan Gizi : Baik
Kulit : biru , pucat -, ikterik -, petechiae -
Otot : tidak ada atrofi
Tulang : tidak ada deformitas

2
Sendi : tidak ada kelainan
Kepala : normocephal, simetris
Bentuk : tidak ada kelainan bentuk
Ubun-ubun : datar, belum menutup, ukuran 2 cm
Mata : letak simetris, conjunctiva anemis -/-, sclera ikterik -/-,
cekung -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+, katarak -/-
Hidung : deviasi septum -, PCH -, sekret -/-
Telinga : simetris, sekret -/-,
Mulut : perioral sianosis -, stomatitis -, terpasang OGT( darah 2cc )
Leher : pembesaran KGB -,pembesaran tiroid-,retraksi suprasternal
Thoraks : simetris, bentuk kanan = kiri
Pulmo :
I : bentuk normal, simetris, retraksi intercostal -
P : bentuk simetris
P : sonor
A : VBS kanan=kiri, ronchi +/+, wheezing -/-
Cor : ictus kordis tidak terlihat dan tidak terpalpasi, S1 dan S2
murni reguler, murmur -, gallop-
Abdomen :
I : cembung, jelas, hiperemis -, retraksi epigastrium +
P : lembut, massa -, nyeri tekan -, nyeri lepas -, DM - , ballotement,
ginjal -
P : timpani, PS -, PP -, Fenomena papan catur -
A : bising usus + normal, metallic sound -
Hepar : hepar tidak teraba
Limfa : limfa tidak teraba
Extrimitas :
Kanan atas :bentuk normal, tidak ada deformitas, akral dingin, CRT <2
detik
Kanan bawah : bentuk normal, tidak ada deformitas, akral dingin, CRT <2
detik

3
Kiri atas : bentuk normal, tidak ada deformitas, akral dingin, CRT <2
detik
Kiri bawah : bentuk normal, tidak ada deformitas, akral dingin, CRT <2
detik
Gerakan : aktif
Tonus : normal

1.4 DIAGNOSIS BANDING


- Suspek Atresia Esofagus dengan Fistula Trakeoesofagus
- Suspek Atresia Esofagus dengan Fistula Trakeoesofagus +
Bronkopneumonia
- Sepsis

1.5 USULAN PEMERIKSAAN


- Darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)
- Hitung jenis
- Glukosa darah
- Foto thorax

1.6 DIAGNOSIS KERJA


Suspek Atresia Esofagus dengan Fistula Trakeoesofagus

1.7 TATALAKSANA
Umum :
- Tirah baring
- Pasang Ogt
Khusus :
- Puasa
- O2 0,5 L/menit
- IVFD Kaen 3B 300cc
- IVFD Benutrion 91cc
- Ampicilin 2 x 115 mg

4
- Cefotaxime 2 x 115 mg

1.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungtionam : ad bonam

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Atresia esofagus dan/atau fistula trakeoesofagus terjadi akibat deviasi
posterior spontan septum trakeoesofageal atau akibat suatu faktor mekanis yang
mendorong dinding dorsal usus depan ke arah anterior. Kelainan ini terjadi
sebanyak 1:3000-4500 bayi lahir hidup. Sekitar sepertiga anak yang terkena lahir
prematur.

2.2 ETIOLOGI
Hingga saat ini, teratogen penyebab kelainan ini masih belum diketahui.
Terdapat laporan yang menghubungkan atresia esofagus dalam keluarga. Terdapat
2% resiko apabila saudara telah terkena kelainan ini. Kelainan ini juga
dihubungkan dengan trisomi 21, 13 dan 18. angka kejadian pada anak kembar
dinyatakan 6 X lebih banyak dibanding bukan kembar.

2.3 VARIASI ATRESIA ESOFAGUS


Terdapat variasi dalam atresia esofagus berdasar klasifikasi anatomi.
Menurut Gross of Boston, variasi atresia esofagus beserta frekuensinya adalah
sebagai berikut:
Tipe A atresia esofagus tanpa fistula atau atresia esofagus murni (10%)
Tipe B atresia esofagus dengan TEF proksimal (<1%)
Tipe C atresia esofagus dengan TEF distal (85%)
Tipe D atresia esofagus dengan TEF proksimal dan distal (<1%)
Tipe E TEF tanpa atresia esofagus atau fistula tipe H (4%)
Tipe F stenosis esofagus kongenital (<1%)

Gambar 2.1 Variasi Atresia Esofagus

6
2.4 PATOFISIOLOGI
Janin dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresa esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus. Akibat dari hal ini dapat
terjadi polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan kelahiran
prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion, sehingga janin
dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan
banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur.
Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari
trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang seringkali
mematikan. Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus menunjukkan
esofagus distal seringkali dismotil, dengan peristaltik yang jelek atau anpa
peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah manipulasi
yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada atresia
esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti
biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala
batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk
dibersihkan dan dapat menjurus ke pnemona berulang. Trakea juga dapat kolaps
secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika terjadi refluks
gastroesofagus; yang daat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bakan apnea.

2.5 GAMBARAN KLINIS


Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atersia esophagus,
antara lain:
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut)
Sianosis
Batuk dan sesak napas

7
Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esophagus yang buntu
dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke dalam jalan napas
Perut kembung, karena udara melalui fistel masuk ke dalam lambung dan
usus
Oligouria, karena tidak ada cairan yang masuk
Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain, seperti kelainan
jantung, atresia rectum atau anus.

2.6 DIAGNOSIS
Atresia esofagus dapat dicurigai keberadaan nya sebelum kelahiran melalui
pemeriksaan USG pada minggu ke 18 kehamilan apabila di dapatkan gelembung
perut janin yang sedikit atau tidak ada. Sensitifitas pemeriksaan ini sebesar 42%
akan tetapi bila dikombinasikan dengan adanya polihidramnion maka nilai prediksi
meningkat hingga 56%. Metode lain untuk meningkatkan diagnosa ini adalah
dengan pemeriksaan USG dan MRI pada leher janin untuk melihat buntunya
kantung atas esofagus.
Pada bayi baru lahir dengan ibu polihidramnion semestinya diperiksa
dengan nasogastric tube sesegera mungkin untuk menyingkirkan ada nya AE. Bayi
dengan AE tidak mampu menelan ludah dan air ludah nya akan terus keluar
sehingga membutuhkan suction. Pada tahap ini sebelum pemberian makan pertama,
kateter stiff wide-bored (10 12) dimasukan melalui mulut menuju esofagus. Pada
pasien dengan AE kateter tidak dapat masuk lebih dari 10 cm. Foto polos dada dan
abdomen akan memperlihatkan ujung kateter terhenti di mediastinum posterior (T2
T4), juga keberadaan udara pada traktus gastrointestinal menandakan keberadaan
FTE distal. Perlu di pehatikan bahwa kateter harus bersifat kaku. Untuk mencegah
kesalahan penilaian.

2.7 PENATALAKSANAAN
Pada anak yang telah dicurigai menderita atresia esophagus, bayi tersebut
harus segera segera dipindahkan ke bagian neonatal atau pediatrik yang memiliki
fasilitas medis. Tindakan bedah harus segera dijadwalkan sesegera mungkin.

8
Sebagai penatalaksanaan preoperasi, perlu diberi tindakan pada bayi dengan
AE. Posisi tidur anak tergantung kepada ada tidaknya fistula, karena aspirasi cairan
lambung lebih berbahaya dari saliva. Anak dengan fistula trakeo-esofagus
ditidurkan setengah duduk. Anak tanpa fistel diletakkan dengan kepala lebih rendah
(posisi Trendelenberg). Suction 10F double lumen di gunakan untuk mengeluarkan
sekret dan mencegah aspirasi selama pemindahan. Bayi diletakan pada incubator
dan tanda vital terus di pantau. Akses vena harus tersedia untuk memberi nutrisi,
cairan dan elektrolit, dan sebagai persiapan. Antibiotik spektrum luas dapat
diberikan sebagai profilaksis.
Bayi dengan distress pernafasan memerlukan perhatian khusus, seperti
intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Tekanan intra abdomen yang
meningkat akibat udara juga perlu di pantau. Seluruh bayi dengan AE haus
dilakukan echocardiogram untuk mencari kelainan jantung.
Tidak dilakukan tindakan merupakan pilihan pada bayi dengan sindroma
Potter (agenesis renal bilateral) dan trisomi 18 karena angka kematian tahun
pertama pada bayi ini lebih dari 90%. Bayi dengan kelainan jantung yang tidak bisa
dikoreksi atau perdarahan intra ventrikel grade 4 juga sebaiknya tidak di operasi.
Anak dipersiapkan untuk operasi sesegera mungkin. Pembedahan dapat
dilakukan dalam satu tahap atau dua tahap tergantung pada tipe atresia dan penyulit
yang ada. Biasanya dilakukan dengan membuat stoma pada esophagus proksimal
dari gastrostomi. Penutupan fistel, anastomosis esophagus, atau interposisi kolon
dilakukan kemudian hari setelah janin berusia satu tahun.

2.8 RESIKO PEMBEDAHAN DAN KOMPLIKASI


Resiko yang ditimbulkan pasca pembedahan adalah akibat dari pembedahan
itu sendiri, akibat obat anestesi yang digunakan, perdarahan, cedera saraf dan
pneumotoraks.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi setelah pembedahan, meliputi:
Dismotilitas esophagus, yang terjadi akibat kelemahan otot-otot dinding
esophagus. Pada keadaan ini membutuhkan tindakan khusus saat bayi akan
makan atau minum.

9
Hampir 50% dari pasien akan mengalami gastroesophageal refluks disease
(GERD) pada masa kanak-kanak atau dewasa. GERD merupakan suatu
keadaan dimana terjadinya aliran balik isi lambung ke dalam esophagus.
Keadaan ini memerluka pengobatan khusus.
Trakeoesofageal fistula yang berulang.
Kesulitan menelan (disfagia) yang dapat disebabkan oleh tersangkutnya
makanan pada bekas pembedahan.
Kesulitan bernafas dan batuk. Hal ini berhubungan dengan lambatnya
pengosongan makanan di esophagus oleh karena tersangkutnya makanan
oleh bekas pembedahan atau aspirasi makanan ke dalam trakea.

2.9 PROGNOSIS
Prognosis menjadi lebih buruk bila diagnosis terlambat akibat penyulit pada
paru. Keberhasilan pembedahan tergantung pada beberapa faktor resiko, antara lain
berat badan lahir bayi, ada atau tidaknya komplikasi pneumonia dan kelainan
congenital lainnya yang menyertai. Prognosis jangka panjang tergantung pada ada
tidaknya kelainan bawaan lain yang mungkin multiple.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Blair G. Esophageal Atresia With Or Without Trakheoesophageal Fistula.


http://www.emedicine.com [diakses 15 Februari 2017]
2. Kronemer K. Esophageal Atresia/Tracheoesophageal Fistula.
http://www.emedicine.com [diakses 15 Februari 2017]
3. Spitz L. Esophageal Atresia And Tracheoesophageal Malformation in
Pediatric Surgery. USA, Elsevier Saunders. 2005; 352-370
4. Sjamsuhidayat R, De Jong Wim. Fistel dan Atresia. Buku Ajar Ilmu Bedah,
Edisi ke-2. Jakarta, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, 2004; 502-3.
5. Hassan Rusepno, Alatas Husein. Atresia Esofagus. Ilmu Kesehatan Anak.
Jakarta. Infomedika Jakarta, 1998; 199-201.
6. Esophageal Atresia. http://www.encyclopediasurgery.com [Diakses tanggal
3 februari 2017].

11

Vous aimerez peut-être aussi