Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Nama:
1. Alamsyah
2. Baselisa Panumbi
3. Irene Goo
4. Nur Aisyah Rochimah
5. Rio Ahadinata
6. Sefriana Carnelita Caet
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun dan menyajikan
sebuah makalah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN PERILAKU
KEKERASAN PADA Tn. H DI RUANG RENDANG II RSJ SUMBER WARAS.
Akhir penulis berharap semoga makalah kasus ini bermanfaat bagi teman-teman
seprofesi khususnya keperawatan psikiatri dan bagi pembaca yang budiman khususnya
mahasiswa STIKES YOGYAKARTA, Amin.
B. Tujuan Penulisan
a) Tujuan umum
Setelah membahas kasus ini diharapkan mengerti dan memberikan asuhan
keperawatan pada pasien perilaku kekerasan.
b) Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
- Melakukan pengkajian pada klien dengan perilaku kekerasan
- Merumuskan diagnosa untuk klien dengan perilaku kekerasan
- Membuat perencanaan untuk klien dengan perilaku kekerasan
- Melakukan implementasi pada klien dengan perilaku kekerasan
- Membuat evaluasi pada klien dengan perilaku kekerasan.
C. Sistematika
Untuk menghindari luas masalah maka dalam penyusunan makalah ini kelompok
mengkhususkan pembahasan tentang penatalaksanaan pada pasien dengan perilaku
kekerasan. Asuhan keperawatan ini hanya menerapkan proses keperawatan melalui tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi, dan evaluasi pada kasus perilaku
kekerasan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan yang
dirasakan sebagai ancaman individu. (Stuart and Sundeen, 1995).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2000 hal 147).
Kemarahan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari yang tidak dapat di elakkan
dan sering menimbulkan suatu tekanan.
B. Rentang Respon
C. Etiologi
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan
bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai
keinginan.
E. Proses Kemarahan
Stress, cemas, harga diri rendah, dan bersalah dapat menimbulkan kemarahan. Respons
terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
a. Eksternal yaitu konstruktif, agresif.
b. Internal yaitu perilaku yang tidak asertif dan merusak diri sendiri.
Modul ekspresi marah
Rendah diri
Bermusuhan
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti ini kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus asaan, ketidak
berdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya / pekerjaan dan kekerasan
merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat
pula memicu perilaku kekerasan.
a) Tingkah Laku
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebar.
Memaksakan kehendak, merampas makanan, memukul jika tidak senang
perilaku yang berkaitan dengan marah antara lain :
a. Menyerang atau menghindar (flight or fight)
Timbul karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah
merah, pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik usus
menurun, pengeluaran urine dan saliva meningkat, konstipasi,
kewaspadaan meningkat disertai ketegangan otot, seperti rahang
terkatub, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek yang
cepat.
b. Menyatakan dengan jelas (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah
disamping dapat dipelajari juga akan mengembangkan pertumbuhan diri
pasien.
3. Penatalaksanaan Umum
a. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat.
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi
contohnya Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya.
Bila tidak ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine
estelasine, bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek
anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main
catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan
itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi
dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan
langsung pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar
dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan,
membuat keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber
yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan
perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat
kesehatan klien dan kieluarga dapat ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna
Keliat,1992).
d. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi
yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah
perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan
yang ditunjukkan pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk
terapi kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan
arus listrik melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada
awalnya untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali)
4. Pohon Masalah
Resiko menciderai diri sendiri
Orang lain atau lingkungan.
Perlaku kekerasan
Kasus
Tn. H diantar ke rumah sakit oleh keluarganya karena klien sering marah-marah dan
memukul ayahnya karena klien merasa dibohongi dan keinginanya tidak dipenuhi. Klien
mengatakan tidak bisa tidur akibat tidak minum obat, mondar mandir, dan suka mengancam.
Klien mengatakan masih merasa jengkel dan marah jika keinginanya tidak terpenuhi, saat
marah atau jengkel pasien mengamuk dan memukul pintu / jendela. Wajah klien tampak
tegang, mudah tersinggung saat di ajak bicara, tatapan mata tajam, muka tampak merah, klien
tampak diam saat ditanya. Tanda-tanda vital : TD: 120 / 80mmHg,Nadi : 78 x/menit, Suhu :
36.4 0C, RR: 23 x/menit, TB: 168 cm, BB: 70 Kg.
I. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Alamat : Jln. Nitikan baru ,no. 60, Umbulharjo, Yogyakarta
Umur : 25 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMP (Putus Sekolah)
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. CM : 01 13 28
V. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda tanda Vital :
1) Tekanan darah : 120 / 80 mmHg
2) Nadi : 78 x/menit
3) Suhu badan : 36.4 0C
4) Respirasi : 23 x/menit
b. Ukuran
1) Tinggi Badan : 168 cm
2) Berat badan : 70 Kg
c. Kondisi Fisik
Klien mengatakan kondisi tubuhnya saat ini baik baik saja dan tidak ada keluhan
fisik.
VI. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan :
: Meninggal
: Klien
2. Konsep diri
a. Citra tubuh
Klien memandang terhadap dirinya ada bagian tubuh yang paling istimewa atau
yang paling disukainya adalah bagian wajah, karena klien merasa wajahnya
tampan..
b. Identitas diri
Klien mempersepsikan dirinya sebagai laki laki dewasa dan belum menikah dan
klien anak ke dua dari lima bersaudara.
c. Peran
Klien mengatakan bahwa dalam keluarganya adalah anak yang di sayangi
dilingkungan masyarakat. klien juga aktif mengikuti kegiatan kemasyarakatan
seperti gotong royong, pengajian, pemuda dll.
d. Ideal diri
Klien mengatakan menerima statusnya sebagai seorang anak, dan ingin cepat
pulang dan bebas biar bisa bekerja dan menjadi orang kaya.
e. Harga diri
Klien mengatakan hubungan yang paling dekat, di sayang dan dapat di percaya
adalah ayah dan adiknya. Dan klien mengatakan tidak akan menceritakan
masalahnya kepada siapapun kecuali ayah dan adiknya.
Masalah Keperawatan : - Koping Individu Tidak Efektif
- Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang terdekat
Klien mengatakan mengatakan mempunyai orang yang berarti yaitu ayah dan
adiknya, apabila ada masalah klien memilih diam diri dan memendamnya. Didalam
keluarganya ayah dan adik adalah orang yang dipercaya oleh klien.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
Klien mengatakan dalam masyarakat klien sering mengikuti kegiatan gotong
royong, pengajian, arisan, pemuda, setelah dirumah sakit klien tidak pernah
mengikuti kegiatan sosial seperti bersosialisasi dengan teman-teman satu
bangsalnya.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain, setelah di
rumah sakit klien mengatakan ia merasa malu jika bertemu dengan orang lain. .
4. Spiritual
Klien mengatakan beragama islam dan klien mengatakan saat di rumah tidak rutin
beribadah dan saat di rumah sakit klien tidak beribadah karena merasa kalau doanya
tidak pernah di kabulkan dan semua itu sia-sia.
Masaalah Keperawatan : Distres spiritual
XIV.
( Efek )
( Core Problem )
( Causa / Penyebab )
POHON MASALAH
Resiko Mencederai Diri Sendiri, Orang Lain, Lingkungan
Perilaku Kekerasan
Kesimpulan
Pada kasus perilaku kekerasan yang dialami pada Tn. H tindakan yang dilakukan
sesuai dengan konsep teori adalah membina hubungan saling percaya, membantu klien
mengungkapkan penyebab perasaan jengkel atau marah, membantu klien mengidentifikasi
tanda-tanda perilaku kekerasan, membantu mengungkapkan akibat atau kerugian dari cara
yang digunakan klien, membantu klien mengidentifikasi cara yang konstruktif dalam
berespon terhadap kemarahannya dan mengajarkan cara untuk menyalurkan energy marah
yang sehat agar tidak menciderai diri sendiri, oarng lain dan lingkungan.
(Budi Anna Keliat , S.Kp 1998)
Saran
Untuk pasien :
Usulan penulis pada klien dengan ekspresi marah untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
1. Hindarkan hal-hal yang bisa menyebabkan marah yaitu mengungkit masalah tentang
keinginan yang tidak terpenuhi, menjauhi hal-hal yang menyebabkan klien jengkel.
2. Ekspresikan marah dengan menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima
tanpa menyakiti orang lain
3. Anjurkan klien untuk mengikuti kegiatan atau aktivitas sehari-hari baik didalam ruangan
maupun diluar ruangan.
4. Anjurkan klien minum obat secara teratursesuai dengan ketentuan dokter.
5. Anjurkan klien kontrol dengan teratur setelah pulang dari rumah sakit
Untuk perawat :
1. Perawat perlu mengeksplorasikan perasaan marah dengan : mengkaji pengalaman marah
masa lalu dan bermain peran dalam mengungkapkan marah.
2. Perawat perlu mengembangkan tingkah laku asertif bagi klien yaitu menganjurkan pada
klien untuk mengungkapkan perasaannya secara berkelompok misal dengan keluarga untuk
dapat pemecehan masalahya.
3. Perawat perlu mengembangkan dan menyalurkan nergi kemarahannya dengan cara yang
konstruktif.
4. Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, lari pagi, angkat berat dan aktivitas lain yang
membantu relaksasi otot seperti olahraga.
5. Mengikutsertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok.
Untuk mahasiswa :
1. Tingkatkan semangat individu dan kerjasama kelompok, mengelola kasus kelompok
agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara profesional.
2. Mempersiapkan diri baik fisik maupun materi sebelum praktek khususnya dalam bidang
keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jendral Kes. Wa, 1998, Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I,
Direktorat Kesehatan Jiwa RSJP, Bandung
Maramis, WF. 1998. Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press. Surabaya.
Stuart G. W, Sundeen. S. J. 1998 Buku Saku Keperawatan Jiwa. (Terjemahan) Edisi 3, Alih
Bahasa Yasmin Asih, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.