Vous êtes sur la page 1sur 27

ASUHAN KEPERAWATAN (ASKEP) MENINGITIS

ESENFALITIS
NUZULUL ZULKARNAIN HAQ

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningitis Ensefalitis merupakan penyakit yang menyerang system saraf.Kebanyakan penyakit


ini menyerang pada anak-anak. Banyak yang tidak mengetahui sesungguhnya kedua penyakit ini
berbeda meskipun sebenarnya mirip.

Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat.Penyakit ini dapat disebabkan
oleh mikroorganisme, luka fisik, kanker, obat-obatan tertentu. Meningitis adalah penyakit serius
karena letaknya dekat dengan otak dan tulang belakang, sehingga dapat menyebabkan kerusakan
kendali gerak, pikiran,bahkan kematian. Kebanyakan ksus meningitis disebabkan oleh
mikroorganisme,seperti virus, bakteri, jamur, atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan
otak.

Sedangkan ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi
virus.Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri,seperti meningitis,atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh
bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis,malaria,atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang system kekebalan
tubuhnya kurang. Kerysakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?


2. Apakakah diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
3. Bagaimana perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?
4. Bagaimana evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui proses pengkajian pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis


2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
3. Mengimplementasikan perencanaan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis
4. Mengetahui evaluasi pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis

1.4 Manfaat

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan meningitis ensefalitis yang
meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan dan evaluasi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MENINGITIS

2.1.1 Definisi

Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal
cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya
seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis)
dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari
mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan
bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column
yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

2.1.2 Etiologi

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme tetapi kebanyakan klien dengan
meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi sistemik,
lainnya. Etiologi dapat dikelompokkan sesuai dengan klasifikasi :

1. Bakteri :haemophilus, influenzae , neisseria meningitidis ,(meningococcal), diplococus


pneunomia (pneumoccal), streptococcus group A, staphylococcus aureus , escherichia
coli ,klebsiella ,proteus, pseudomonas.
2. Virus: abses otak ,encephalitis ,limfoma leukemia atau darah diruang arakhnoid
,cytomegalovirus ,polyoma virus, herpes simplex dan herpes zoster .
3. Jamur: cryptococcus
1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)

Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang
sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria
meningitis.

Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah
penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media,
pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi
meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan
meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS
dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.

Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya
peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari
bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan
otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan
cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak
akan mengalami infark.

2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)

Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus
biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan
saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.

Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan
herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami
nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat
menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.

3. Meningitis Jamur

Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien
dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan
berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan
menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan
menurunnya status mental.

Faktor resiko terjadinya meningitis :

1. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke
selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.

Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai
berikut diantaranya adalah :

1. Otitis media
2. Pneumonia
3. Sinusitis
4. Sickle cell anemia
5. Fraktur cranial, trauma otak
6. Operasi spinal
7. Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh
seperti AIDS.

2. Trauma kepala

Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan
terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea

3. Kelainan anatomis

Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi
cranium

1. Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut :


1. Agen penyebab reaksi local pada meninges inflamasi meninges pe
permiabilitas kapiler kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial pe
volume cairan interstisial edema Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak
adekuat pe TIK
2. Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke
jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri
pada bagian premotor.
2. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi local
scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) gangguan absorbsi CSF akumulasi CSF di
dalam otak hodrosefalus
3. Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.

2.1.3 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala meningitis secara umum:

1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter,


kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD , nadi , tekanan nadi berat, takikardi
dan disritmia pada fase akut
3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa
kering
5. Higiene ; Tidak mampu merawat diri
6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, Hiperalgesiameningkatnya
rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi
penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, ,
hemiparese, hemiplegia, tandaBrudzinskipositif, rigiditas nukal, refleks babinski
posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
7. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler,
fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
8. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas , letargi dan gelisah
9. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau
kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru
berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash,
gangguan sensasi.
10. Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis,
diabetes mellitus

Tanda dan gejala meningitis secara khusus:

1. Anak dan Remaja

a) Demam

b) Mengigil

c) Sakit kepala

d) Muntah

e) Perubahan pada sensorium

f) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)

g) Peka rangsang

h) Agitasi

i) Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi
pada saraf III, IV, dan VI))
,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.

1. Bayi dan Anak Kecil


Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.

a) Demam

b) Muntah

c) Peka rangsang yang nyata

d) Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)

e) Fontanel menonjol.

3.Neonatus:

a) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan
spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari, seperti

b) Menolak untuk makan.

c) Kemampuan menghisap menurun.

d) Muntah atau diare.

e) Tonus buruk.

f) Kurang gerakan.

g) Menangis buruk.

h) Leher biasanya lemas.

i) Tanda-tanda non-spesifik:

j) Hipothermia atau demam.

k) Peka rangsang.

l) Mengantuk.

m) Kejang.

n) Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.

o) Sianosis.

p) Penurunan berat badan.


2.1.4 Pathofisiologi

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan
di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem
ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid
yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk ke dalam
aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang
dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami
gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen
dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding
membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan
oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara
cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke
cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan
penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel.

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang
menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Meningitis bakteri dihubungkan
dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah,
daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK. Faktor predisposisi
mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid
menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong
perkembangan bakteri.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi
terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan
meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point dentry masuknya kuman
juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah, penyebab lainnya
adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang memungkinkan kontaknya CSF
dengan lingkungan luar.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan
otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi. Lumbal pungsi
biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan
syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada
pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial..

1. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein


meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.
2. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein
normal, kultur biasanya negative.

Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala
klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada
nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga
akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.

Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa
infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.

Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai
normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan
kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum
glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.

Glukosa serum: meningkat (meningitis)


LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)
Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
Elektrolit darah: Abnormal
ESR/LED: meningkat pada meningitis
MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;
hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor

Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau
mengindikasikan tipe penyebab infeksi
Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial

Arteriografi karotis : Letak abses

2.1.6 Komplikasi

Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi pada
meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral fokal,
hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi
okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis,
albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari
meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas bagian atas, telinga
tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena komplikasi dari nervous system.

2.1.7 Penatalaksanaan

Farmakologis

a. Obat anti inflamasi :

1) Meningitis tuberkulosa :

1. Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama 1 tahun.
2. Rifamfisin 10 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
3. Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 2 kali sehari, selama 3
bulan.

2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :

a) Sefalosporin generasi ke 3

b) ampisilina 150 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 6 kali sehari.

c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :

a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

b) Sefalosforin generasi ke 3.

b. Pengobatan simtomatis :

1) Diazepam IV : 0.2 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 0.6/mg/kg/dosis

kemudian klien dilanjutkan dengan.

2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

3) Turunkan panas :

a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.


b) Kompres air PAM atau es

c. Pengobatan suportif :

1) Cairan intravena.

2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 50%.

Perawatan

a. Pada waktu kejang

1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.

2) Hisap lender

3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.

4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).

b. Bila penderita tidak sadar lama.

1) Beri makanan melalui sonda.

2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita

sesering mungkin.

3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.

c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.

Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.

d. Pemantauan ketat.

1) Tekanan darah

2) Respirasi

3) Nadi

4) Produksi air kemih

5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.


2.2 ENSEFALITIS

2.2.1 Definisi

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme
lain yang non purulent.

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari
penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri).
Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem kekebalan
tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan
menyebabkan kematian.

2.2.2 Etiologi

1. Ensefalitis Supurativa

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli dan
M.tuberculosa.

Patogenesis:

Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau dari
piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema, osteomeylitis
cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan tromboflebitis. Reaksi dini
jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema, kongesti yang disusul dengan
pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang meradang berproliferasi jaringan
ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula pecah terbentuklah abses yang masuk
ventrikel. Bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-
tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah,
penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.

2. Ensefalitis Siphylis

Patogenesis

Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya
sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di sistim
limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia. Hal ini
berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat Treponema pallidum akan
tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.

3. Ensefalitis Virus

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

a. Virus RNA

Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili

Rabdovirus : virus rabies

Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)

Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

b. Virus DNA

Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,

virus Epstein-barr

Poxvirus : variola, vaksinia

Retrovirus : AIDS

3. Ensefalitis Karena Parasit

a. Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.

Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang
terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan
penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus
ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Kelainan neurologik tergantung pada lokasi
kerusakan-kerusakan.

b. Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali dalam
keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat bertahan
dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.

c. Amebiasis
Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang
terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah demam
akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.

d. Sistiserkosis

Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk kedalam
pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi sistiserkus, berbentuk
kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya tumbuh didalam meninges atau
tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk kapsula disekitarnya.

Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.

4. Ensefalitis Karena Fungus

Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang
ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat

ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor yang memudahkan timbulnya

infeksi adalah daya imunitas yang menurun.(2,4)

5. Riketsiosis Serebri

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan Ensefalitis.
Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel mononuclear,
yang terdapat pula disekitar pembuluh

darah di dalam jaringan otak. Didalam pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin
kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

2.2.3 Manifestasi Klinis

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias
Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun
tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut:

1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia


2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di
muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal
paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)

Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala :
kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks
tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

2.2.4 Patofisiologi

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke
dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

1. Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ
tertentu.
2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke
organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.

2.2.5 Pemeriksaan Diagnostik

1. Biakan:
1. Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.
2. Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat
gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.
3. Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif
4. Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif.
5. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh.
IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
6. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
7. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.
8. EEG/ Electroencephalography

EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang
menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut
otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.(Smeltzer, 2002)

1. CT scan
Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema
diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada
lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak pada 30 %
anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama
perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat
merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secara dini. Walaupun sebagian
besar penderita mengalami perubahan serius pada susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang
berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal,
hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum, ataksia, epilepsi, retardasi mental dan
motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan atrofi serebral.

2.2.7 Penatalaksanaan

Isolasi

Isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.

Terapi antimikroba :

1. Ensefalitis supurativa
1. Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
2. Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
3. Ensefalitis syphilis
1. Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
2. Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x
500mg oral selama 14 hari.

Bila alergi penicillin :

1. Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari


2. Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
3. Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
4. Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.
5. Ensefalitis virus
1. Pengobatan simptomatis:

- Analgetik dan antipiretik: Asam mefenamat 4 x 500 mg


- Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.

1. Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-
varicella:

- Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg

peroral tiap 4 jam selama 10 hari.

1. Ensefalitis karena parasit


1. Malaria serebral

- Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak perbaikan.

1. Toxoplasmosis

- Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan

- Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan

- Spiramisin 3 x 500 mg/hari

1. Amebiasis

- Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.

1. Ensefalitis karena fungus

- Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu

- Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.

1. Riketsiosis serebri

- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari

- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.

Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, management edema otak :

a) Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan anak.

b) Glukosa 20%, 10ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan.


c) Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan
edema otak

2.3 Perbedaan Ensefalitis dengan Meningitis

Encephalitis Meningitis
Kesadaran Kesadaran relatif masih baik
Demam Demam
Lokasi terinfeksi di jaringan otak Lokasi terinfeksi di selaput otak
Banyak disebabkan virus Banyak disebabkan bakteri

download : WOC MENINGITIS ENSEFALITIS

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Meningitis dan Esefalitis

1. Anamnesa
1. Identitas:

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan
klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau
memperberat keadaan penyakit infeksi. ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.

1. Keluhan utama:

Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.

1. Riwayat penyakit sekarang:

Mula-mula anak rewel ,gelisah ,muntah-muntah ,panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari ,
sakit kepala.

1. Riwayat penyakit dahulu:

Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit
Herpes, penyakit infeksi pada hidung,telinga dan tenggorokan.

1. Riwayat Kesehatan Keluarga:


Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dan lain-lain.
Bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain.

1. Imunisasi:

kapan terakhir diberi imunisasi DTP karena ensafalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.

1. Pemeriksaan fisik (ROS)

B1 (Breathing) : Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial


menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila
tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 1994).

B2 (Blood) : Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada
daerah tersebut, hal ini akan merangsaang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmitter rangsang
parasimpatis ke jantung.

B3 (Brain) : Kesadaran menurun. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh


gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat
prosses peradangan otak.

B4 (Bladder) : Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.

B5 (Bowel) : Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan
intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus vagus sehingga meningkatkan
sekresi asam lambung. Dapat pula terjadi diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).

B6 (Bone) : Kelemahan

3.2 Analisa Data

Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan


DS: Nyeri kepala, Pusing, CO 2 Gangguan perfusi
kehilangan memori, bingung, jaringan serebral
kelelahan, kehilangan visual, $
kehilangan sensasi
Hipoksia serebri
DO: Bingung / disorientasi,
penurunan kesadaran, $
perubahan status mental,
gelisah, perubahan motorik, Permiabilitas vaskuler
dekortikasi, deserebrasi,
kejang, dilatasi pupil, edema
papil $

Transudasi cairan

Edema serebri

Volume tengkorak

TIK

Vasospasme pembuluh
darah serebri

Sirkulasi terhenti

Gangguan perfusi jaringan


DS:- Gangguan transmisi Risiko tinggi terhadap
impuls cedera
DO: pasien mengalami
kejang, gangguan motorik, $
ataksia.
Kejang

Risiko tinggi terhadap


cedera
DS: merasa lemah Kejang Gangguan mobilitas fisik

DO: pasien terlihat pucat dan $


lemah
Kelemahan

Gangguan mobilitas fisik


DS: Klien mengeluh frustasi. Peradangan Perubahan persepsi
sensori
DO: pasien mengalami $
kebingungan, emosi yang
berlebihan, frustasi, Kerusakan myelin pada
disorientasi realitas akson dan whitematter

Gangguan sensori persepsi


DS : klien merasa kedinginan Peradangan Hypertermi

DO : suhu tubuuh klien lebih $


dari 37,5 C
Suhu tubuh

Hipertermi

DS : klien mengeluh pusing Peradangan Risiko tingi terjadinya


dan nyeri pada kepala infeksi
$
DO : suhu tubuh lebih dari
37,5C Suhu tubuh

Terdapat bengkak di kepala $

Leukosit lebih dari 40.000 Metabolisme tubuh

Penyebaran toksin ke
jaringan tubuh
$

Sepsis

Risiko tinggi infeksi


DS : klien mengeluh nyeri Peradangan Nyeri
pada kepala
$
DO : skala nyeri 4-7
Nyeri

3.3 Diagnosa

1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang


mengubah/menghentikan darah arteri/virus
2. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan
umum.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan
kekuatan.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson dan
whitematter
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan sepsis.
7. Nyeri berhubungan dengan proses penyakit.

3.4 Intervensi

Diagnosa 1 : Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi

Tujuan : Nyeri klien berkurang

Kriteria Hasil : Skala nyeri menjadi > 4

Intervensi Rasional
Mandiri

1. Letakkan kantung es pada kepala, Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan


pakaian dingin di atas mata, berikan resepsi sensori yang selanjutnya akan
posisi yang nyaman kepala agak menurunkan nyeri
tinggi sedikit, latihan rentang gerak
aktif atau pasif dan masage otot leher.

1. Dukung untuk menemukan posisi Menurunkan iritasi meningeal, resultan


yang nyaman(kepala agak tinggi) ketidaknyamanan lebih lanjut

1. Berikan latihan rentang gerak aktif/


Dapat membantu merelaksasikan ketegangan
pasif. otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau
tidak nyaman tersebut
1. Gunakan pelembab hangat pada nyeri Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan
leher atau pinggul rasa sakit/ rasa tidak nyaman

Kolaborasi

5. Berikan anal getik, asetaminofen, codein Mungkin diperlukan untuk menghilangkan


nyeri yang berat

Diagnosa 2: Risiko tinggi terhadap terjadinya infeksi berhubungan dengan sepsis.

Tujuan : Meminimalkan proses penyebaran infeksi

Kriteria hasil : Leukosit normal 10.000-40.000

Tidak ditemukan tanda-anda inflamasi

Intervensi Rasional
Mandiri

1. Beri tindakan isolasi sebagai Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin
pencegahan diperlukan sampai organisme diketahui/dosis
antibiotik yang cocok telah diberikan untuk
menurunkan resiko penyebaran pada orang
lain
1. Pertahankan teknik aseptik dan teknik Menurunkan resiko pasien terkena infeksi
cuci tangan yang tepat. sekunder. Mengontrol penyebaran sumber
infeksi
1. Ubah posisi pasien secara teratur, Memobilisasi secret dan meningkatkan
dianjurkan nafas dalam kelancaran secret yang akan menurunkan
resiko terjadinya komplikasi terhadap
pernapasan
Kolaborasi

1. Berikan terapi antibiotik iv: penisilin Obat yang dipilih tergantung pada tipe
G, ampisilin, klorampenikol, infeksi dan sensitivitas individu
gentamisin.

Diagnosa 3 : gangguan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/
menghentikan darah arteri/virus

Tujuan : Perfusi jaringan menjadi adekuat

Kriteri hasil : Kesadaran kompos mentis

Intervensi Rasional
Mandiri
Dia
1. Tirah baring dengan posisi Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan gnos
kepala datar. potensi adanya resiko herniasi batang otak yang a4:
memerlukan tindakan medis dengan segera Risi
1. Bantu berkemih, membatasi Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan ko
batuk, muntah mengejan. intratorak dan intraabdomen yang dapat ting
men9ingkatkan TIK. gi
terh
1. Kolaborasi.
adap
Tinggikan kepala tempat tidur
cede
15-45 derajat. Peningkatanaliran vena dari kepal akna
ra
menurunkan TIK
berh
1. Berikan cairan iv (larutan Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan ubu
hipertonik, elektrolit ). TIK. nga
n
1. Berikan obat : steroid, Menurunkan permeabilitas kapiler untuk den
clorpomasin, asetaminofen membatasi edema serebral, mengatasi kelainan gan
postur tubuh atau menggigil yang dapat keja
meningkatkan TIK, menurunkan konsumsi ng
oksigen dan resiko kejang umu
m/lokal, kelemahan umum.

Tujuan : Mengurangi risiko cidera akibat kejang

Kriteria hasil : Tidak ditemukan cidera selama kejang

Intervensi Rasional
1. Mandiri
Pertahankan penghalang tempat tidur
tetap terpasang dan pasang jalan nafas Melindungi pasien bila terjadi kejang
buatan
1. Tirah baring selama fase akut Menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika
terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia
Kolaborasi

1. Berikan obat : venitoin, diaepam, Merupakan indikasi untuk penanganan dan


venobarbital. pencegahan kejang

Diagnosa 5 : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular,


penurunan kekuatan.

Tujuan : Klien dapat beraktifitas kembali dengan normal

Kriteria Hasil :Klien tidak merasa lemah

Intervensi Rasional
1. Bantu latihan rentang gerak. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi
sendi/posisi normal akstremitas dan
menurunkan terjadinya vena yang statis
1. Berikan perawatan kulit, masase Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan
dengan pelembab. menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit

1. Berikan matras udara atau air, Menyeimbangkan tekanan jaringan,


perhatikan kesejajaran tubuh secara meningkatkan sirkulasi dan membantu
fumgsional. meningkatkan arus balik vena untuk
menurunkan resiko terjadinya trauma
jaringan.
1. Berikan program latihan dan Proses penyembuhan yang lambat seringkali
penggunaan alat mobilisasi. menyertai trauma kepala dan pemulihan
secara fisik merupakan bagian yang amat
penting dari suatu program pemulihan
tersebut.

Diagnosa 6 : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan myelin pada akson dan
whitematter

Tujuan : Meminimalkan perubahan persepsi sensori

Kriteria : Klien dapat mengontrol emosi dirinya

Intervensi Rasional
Mandiri

1. Hilangkan suara bising yang Menurunkan ansietas, respons emosi yang


berlebihan. berlebihan/bingung yang berhubungan
dengan sensorik yang berlebihan
1. Validasi persepsi pasien dan berikan Membantu pasien untuk memisahkan pada
umpan balik. realitas dari perubahan persepsi

1. Beri kesempatan untuk Menurunkan frustasi yang berhubungan


berkomunikasi dan beraktivitas. dengan perubahan kemampuan/pola respons
yang memanjang

Kolaborasi ahli fisioterapi

1. Terapi okupasi,wicara dan kognitif. Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan


rencana penatalaksanaan terintegrasi yang
didasarkan atas kombinasi
kemampuan/ketidakmampuan secara
individu yang unik dengan berfokus pada
fungsi fisik, kognitif, dan keterampilan
perceptual

Diagnosa 7 : hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

Tujuan : suhu tubuh kembali normal.

Kriteria hasil : suhu tubuh 36,5 - 37,5 C

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pengeluaran panas secara konduksi
1. Berikan kompres hangat 2. Pengeluaran panas secara evaporasi
2. Anjurkan klien untuk menggunakan
baju yang tipis. 3.Menentukan keberhasilan tindakan
3. Observasi Suhu tubuh klien
1.

Kolaborasi dengan dokter


1. Membantu menurunkan suhu tubuh
1. berikan obat penurun panas.
3.4 Evaluasi

1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik,
mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi.

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Meningitis adalah radang membran pelindung system saraf pusat.Penyakit ini dapat disebabkan
oleh mikroorganisme,luka fisik,kanker,obat obatan tertentu. Sedangkan ensefalitis adalah
peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.

Meskipun penyebabnya berbeda, manifestasi klinis dari kedua penyakit ini hampir sama dan
khas. Yaitu pusing, demam, dan kejang. Oleh karena itu penatalaksanaannyapun hampir sama,
terdiri dari terapi farmakologi dan non farmakologi.

DAFTAR PUSTAKA

Erathenurse. 2007. Askep pada meningitis. http://erathenurse.blogspot.com/ 2007/12/askep-pada-


meningitis.html. Di akses tanggal 2 Desember 2009 pukul 18.40

Farinqhustank. 2008. Meningitis .http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-


makalah/kedokteran/meningitis. Di akses tanggal 2 Desember 2009 pukul 18.40

Anonymous. 2010. Disitasi http://nursingbegin.com/askep-meningitis/. Diakses tanggal 12


Desember 2010.

Farly, Augus. 2010. Disitasi http://augusfarly.wordpress.com/2010/07/29/asuhan-keperawatan-


meningitis/. Diakses tanggal 12 Desember 2010
Anonymous. Disitasi http://health.allrefer.com/pictures-images/kernigs-sign-of-meningitis.html.
Diakses tanggal 12 Desember 2010

. Patofisiologi
Menurut Suriadi dan Rita dalam buku Asuhan Keperawatan pada Anak terdapat beberapa tahapan yang
terjadi hingga terjadinya infeksi pada meningen, yaitu :
- Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro spinalis yang dapat menyebabkan
obstruksi dan selanjutnya terjadi hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranial. Efek patologi dan
peradangan tersebut adalah : hiperemi pada meningen. Edema dan eksudasi yang semuanya itu
menyebabkan tekanan intrakranial.
- Organisme masuk melalui sel darah merah pada blood brain barrier. Masuknya dapat melalui trauma
penetrasi, prosedur pembedahan, ataub pecahnya abses serebral atau -kelainan sistem saraf pusat.
Otorrhea atau rhinorrhea akibat fraktur dasar tengorak dapat menimbulkan meningitis, dimana terjadi
hubungan antara Cerebro Spinal Fluid (CSF) dan dunia luar.
- Masuknya organisme ke susunan saraf pusat melalui ruang sub-arachnoid dan menimbulkan respon
peradangan pada via, arachnoid, CSF dan ventrikel.
- Dari reaksi radang muncul eksudat dan perkembangan infeksi pada ventrikel, edema dan skar jaringan
sekeliling ventrikel menyebabkan obstruksi pada CSF dan menimbulkan hidrosefalus.
- Pembentukan eksudat pada meningitis bakteri : netrofil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan
sel respon radang. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang dibantuk di ruang sub-arachnoid.
Penumpukan pada CSF akan bertambah dan mengganggu aliran CSF di sekitar otak dan medulla spinalis.
Terjadi vasodilatasi yang cepat dari pembuluh darah yang dapat menimbulkan ruptur atau trombosis
dinding pembuluh darah dan jaringan otak dapat menjadi infark.
- Pembentukan eksudat pada meningitis virus pada umumnya tidak terjadi dan tidak ada
mikroorganisme pada kultur CSF.

Vous aimerez peut-être aussi