Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindroma Steven Johnson jarang terjadi. Di indonesia kejadian Sindroma
Steven Johnson adalah kasus yang langka dan hanya 1 dari 2000 orang yang
menkonsumsi antibiotik penissilin yang terkena Sindroma Steven Johnson.
Dari masalah di atas, keterlibatan tim kesehatan lah yang bisa dianggap
mampu memberikan solusi dari masalah tersebut dan untuk mewujudkan hal
tersebut diperlukan kerjasama antara tiap tim kesehatan. Perawat merupakan
bagian dari tim kesehatan yang memiliki lebih banyak kesempatan untuk
melakukan intervensi kepada pasien, sehingga fungsi dan peran perawat dapat
dimaksimalkan dalam memberikan asuhan keperwatan terhadap penderita
seperti memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesehatan fisik,
perawat juga dapat melakukan pendekatan spiritual, psikologis dan
mengaplikasikan fungsi edukatornya dengan memberikan penyuluhan
kesehatan terhadap penderita sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
pengetahuan penderita dan keluarga yang nantinya diharapkan dapat
meminimalisir resiko maupun komplikasi yang mungkin muncul dari
Syndrom Steven Johnson tersebut.
Stevens-Johnson Syndrome (SJS) dan Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
sejak dahulu dianggap sebagai bentuk eritem multiformis yang berat. Baru-
baru ini diajukan bahwa eritema multiformis mayor berbeda dari SJS dan
TEN pada dasar penentuan kriteria klinis.Konsep yang diajukan tersebut
adalah untuk memisahkan spectrum eritem multiformis dari spectrum
SJS/TEN. Eritem multiformis, ditandai oleh lesi target yang umum, terjadi
pasca infeksi, sering rekuren namun morbiditasnya rendah. Sedangkan
SJS/TEN ditandai oleh blister yang luas dan makulopapular, biasanya terjadi
karena reaksi yang diinduksi oleh obat dengan angka morbiditas yang tinggi
dan prognosisnya buruk.
1
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mengharapkan seorang perawat
dapat melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif berdasarkan teori
yang telah diterima dan kebutuhan dari pemulihan kondisi pasien. Perawat
sebagai salah satu pelaksana asuhan keperawatan yang akan memberikan
pelayanan kesehatan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang akan
muncul pada klien.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui gambaran secara umum tentang asuhan
keperawatan pada pasien Stephen johnson
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat memahami pengertian, etiologi, patofisiologi,
manipestasi klinis dan penatalaksanaan pada pasien Stephen jhonson
b. Mahasiswa mampu menyusun pengkajian, intervensi keperawatan pada
pasien Stephen jhonson
c. Mahasiswa mampu menerapkan implementasi keperawatan pada pasien
Stephen jhonson dan mampu mengevaluasi implementasi keperawatan.
C. Metode Penulisan
Metode penulisan pada makalah ini dengan metode deskriptif dan melalui
pengumpulan literatur dari berbagai sumber. Dalam penyampaian ini kami
menggunakan metode presentasi supaya para audience dapat dengan mudah
mencerna materi ini.
2
D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini yaitu :
Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan, metode
penulisan dan sistematika Penulisan.
Bab II : Tinjauan Teoritis terdiri dari Anatomi Fisiologi Sistem Imun
(Definisi Sistem Imun, Mekanisme Pertahanan Sistem Imun, Stadium Respon
Imun dan Faktor yang mempengaruhi Fungsi Respon Imun), Konsep Dasar
Penyakit Steven Johnson (Pengertian, etiologi, tanda dan gejala, prognosis
penyakit, patofisiologi, pemeriksaan penunjang, komplikasi dan
penatalaksanaan)
Bab III : Asuhan Keperawatan Steven Johnson (Pengkajian, Diagnosa
Keperawatan, Rencana Asuhan Keperawatan dan Evaluasi).
Bab IV : Penutup terdiri dari Kesimpulan dan Saran
Daftar Pustaka
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
B. Etiologi
Etiologi yang pasti belum diketahui, salah satu penyebabnya
adalah alergi obat secara sistemik, diantaranya penicillin dan
semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin dan antipiretik /
4
analgetik. Selain itu dapat diakibatkan infeksi bakteri, virus, jamur, parasit,
neoplasma, pasca vaksinasi, radiasi, dan makanan. (Arif mansjoer, 2000.
Hlm: 136)
D. Patofisiologi
Syndrom Steven Johnson patogenesisnya belum jelas, disangka
disebabkan oleh reaksi alergi tife III dan IV. Reaksi tife III terjadi akibat
terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikro-
presitipasi sehingga terjadi aktivasi system komplemen. Akibatnya terjadi
akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan kemudian
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran reaksi tipe 4 terjadi
akibat limposit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen
yang sama. Kemudian limpokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang.
5
E. Komplikasi
Menurut mansjoer, A (2000,hlm.137) komplikasi yang dapat
terjadi pada klien dengan Sindrom Steven Johnson yaitu
bronkopneumonia, sepsis, kehilangan cairan atau darah, gangguan
keseimbangan atau elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan
lakrimasi.
F.Penatalaksanaan.
a. Farmakologi
Menurut Siregar (2005, hlm.141) menjelaskan penatalaksanaan klien
dengan Sindrom Steven Johnson sebagai berikut :
1) Umum : Mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan
pemberian intravena. Jika penderita koma, lakukan tindakan darurat
terhadap keseimbangan O2 dan CO2.
2) Khusus sistemik
a) Kortikosteroid dosis tinggi, Prednisone 80-200 mg (live saving)
secara perenteral / per oral, kemudian turunkan perlahan-lahan
b) Pada kasus berat diberi Deksametason IV, dosis 4x5 mg selama
3-10 hari. Jika keadaan umum membaik, penderita dapat menelan,
maka obat diganti dengan Prednisone (dosis ekivalen). Pada kasus
ringan diberikan Prednisone 4x5 mg-4x20 mg/ hari, dosis
diturunkan secara bertahap jika telah terjadi penyembuhan
c) Pengobatan lain : ACTH( (Sintetik) 1 mg, Obat Anabolic, KCL (
Kalium Klorida) 3x500 mg Antibiotic, Obat Hemostatik (Adona)
dan Antihistamin.
3) Topikal
a) Vesikel dan bula yang belum pecah diberi bedak salisil 2%
b) Kelainan yang basah dikompres dengan asam salisil 1%
c) Kelainan mulut yang berat diberikan kompres asam borat 3%
6
d) Konjungtivitis diberi salep mata yang mengandung antibiotic
dan kortikosteroid. (Siregar, 1996; hal, 164).
G. Prognosis penyakit
Tes SCORTEN adalah tes untuk menskoring derajat keparahan
Sindroma Steven Johnson. Perhitungan dilakukan dalam 24 jam untuk
memprediksi kematian. Adanya penampakan dari tiap hal dibawah ini
mendapat skor 1, dan jumlah dari poin-poin inilah yang dinamakan angka
SCORTEN dengan maksimum skor 7. Penampakan yang diukur : umur
lebih dari 40 tahun, adanya keganasan, nadi lebih dari 120 kali per menit,
kadar glukosa lebih dari 252 mEq/L5, luas permukaan tubuh yang terkena
lebih dari 10 %. Menurut Siregar, RS (2005, hlm.142) prognosis umumnya
baik, dapat sembuh secara sempurna bergantung pada perawatan dan
cepatnya mendapat terapi yang tepat. Jika terdapat purpura, prognosisnya
lebih buruk, angka kematian lebih kurang 5-15 % karena purpura dapat
menyebabkan pendarahan kecil didalam kulit, membran mukosa, atau
permukaan serosa tetapi dapat menyebabkan terjadinya lesi bercorak
anular atau serpiginosa dan biasanya terjadi setelah penyakit menular yang
ditandai dengan gejala demam, anemia, dan pendarahan kulit simetris yang
timbul mendadak serta cepat meluas pada ekstrimitas bawah, sring
ditandai dengan ganggren dan trombosis intravaskuler yang luas.
7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
SINDROM STEVEN JHONSON
A. Pengkajian
Menurut Smeltzer (2008, hlm. 1975) pengkajian pasien dengan Sindrom
Steven Johnson diantaranya melakukan pangkajian fisik dengan penekanan
khusus pada manifestasi kulit terhadap :
1. Adanya eritema, area kemerahan yang disebabkan oleh peningkatan
jumlah darah yang teroksigenasi pada vaskularisasi dermal
2. Adanya area yang melepuh dan perkembangannya ditubuh
3. Pengeluaran cairan pada bulla (lepuhan) baik jumlah, warna dan bau
4. Pada area mulut adakah terdapatnya bula atau lepuhan dan lesi arosive
serta adanya rasa gatal, rasa terbakar dan kekeringan dimata.
5. Kemampuan klien dalam menelan dan minum serta berbicara secara
nornal juga ditentukan
6. TTV dan perhatian khusus terhadap adanya demam, pernafasan yang
cepat, dalam, ritme, dan batuk
7. Karakteristik dan banyaknya sekret dalam rongga pernafasan diobservasi
8. Pengkajian terhadap adanya demam tinggi, dan adanya takikardi dan
kelemahan yang berlebihan serta fatigue sering muncul mengingat faktor-
faktor tersebut merupakan proses nikrosis epidermal, peningkatan
metabolisme, dan kemungkinan adanya pengelupasan mukosa pada
gastrointestinal dan pernafasan. Adanya pemasukan intra vena dilihat
adanya tanda-tanda lokal infeksi. Berat badan tiap hari. Pasien ditanya
gambaran fatigue, dan tingkat nyeri. Melakukan evaluasi terhadap adanya
kecemasan serta koping mekanisme yang digunakan serta strategi koping
dapat dikenali.
8
A. Diagnosa keperawatan
Menurut Smeltzer (2008, hlm. 1975) diagnosa keperawatan yang dapat
ditegakkan pada pasien dengan Sindrom Steven Johnson meliputi :
1. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan inflamasi dermal dan
epidermal
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan
3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada kulit
4. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Gangguan persepsi sensori: kurang penglihatan berhubungan dengan
konjungtivitis
9
C. Rencana Asuhan Keperawatan
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan o Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi Nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat
nyaman, nyeri b.d. perawatan pemenuhan rasa dan intensitasnya. beratnya keterlibatan jaringan
inflamasi pada kulit. nyaman selama 3x24 jam o Berikan tindakan kenyamanan dasar ex: Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan
dengan kriteria hasil : pijatan pada area yang sakit. otot dan kelelahan umum
Klien melaporkan nyeri o Pantau TTV. Metode IV sering digunakan pada awal untuk
berkurang Menunjukkan o Berikan analgetik sesuai indikasi. memaksimalkan efek obat
ekspresi wajah rileks , Menghilangkan rasa nyeri
4. Gangguan intoleransi Setelah dilakukan latihan o Kaji respon individu terhadap aktivitas Mengetahui tingkat kemampuan individu dalam
aktivitas b.d. aktivitas selama 3x24 jam o Bantu klien dalam memenuhi aktivitas pemenuhan aktivitas sehari-hari
kelemahan fisik dengan kriteria hasil : sehari-hari dengan tingkat keterbatasan Energi yang dikeluarkan lebih optimal
11
12
D. Pelaksanaan Keperwatan ( implementasi )
Pelaksanaan keperawatan adalah tindakan keperwatan secara nyata
berupa serangkaian kegiatan yang sistematis berdasarkan perencanaan
untuk mencapai hasil yang optimal. Apabila tindakan keperawatan
dilakukan bersama dengan pasien dan atau keluarga hendaknya
penjelasan diberikan terlebih dahulu mencakup tindakan yang akan
dilakukan dan bantuan yang diharapkan dari pasien atau keluarganya.
Juga apabila tindakan keperawatan dilakukan oleh beberapa orang
tenaga perawat hendaknya tindakan yang akan dilakukan didiskusikan
terlebih dahulu. Adapun pelaksanaan yang dilakukan pada pasien
yang sindrom steven jhonson adalah disesuaikan dengan rencana
keperawatan yang telah dibuat berdasarkan prioritas yag timbul.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi atau penilaian pada dasarnya adalah merujuk kepada
suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk mengambil keputusan dalam
rangka memberi nilai terhadap suatu (orang, benda, fakta). Dalam
konteks keperawatan evaluasi adalah penilaian fase proses
keperawatan, mempertimbangkan efektifitas tindakan keperawatan
dan menunjukan perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan.
Dari masalah yang timbul pada pasien dengan sindrom steven
jhonson, maka hasil yang diharapkan pasien akan :
1. Menunjukkan keadaan kulit normal
2. Menunjukkan berat badan stabil
3. Menunjukka keadaan nyeri berkurang
4. Menunjukkan toleransi aktivitas.
13
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
B. Saran
1. Pasien
2. Perawat
15
DAFTAR PUSTAKA
Siregar Spkk Editor huriawati Hantato Edisi 2. 2004. Saripati penyakit kulit.
Jakarta. EGC
Tjokronegoro Arjatmo. 2002. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Edisi 3. Jakarta.
Fakultas UI.
16