Vous êtes sur la page 1sur 1

Asal Mula Patung Di Atas Gunung Medan

Di Kabupaen Dharmasraya, ada sebuah nagari yang bernama nagari Gunung Medan.
Disana terdapat sebuah gunung yang di beri nama Gunung Medan oleh orang sekitar. Di atas
gunung tersebut terdapat sebuah patung perempuan. Dari cerita penduduk di kaki bukit, sepasang
patung itu merupakan patung seorang ibu. Konon ceritanya seperti ini.
Dahulu kala, terdapat sebuah perkapungan di kaki gunung, Gunung Medan. Di
perkampungan itu hiduplah sebuah keluarga kecil yang bahagia. Kelurga itu terdiri dari bapak,
ibu, dan seorang anak perempuan. Sehari-hari bapak dan ibu bekerja sebagai petani. Walaupun
hidup dengan kesederhanaan, mereka tetap hidup dengan damai dan rukun.
Tapi, suatu hari terjadi pertengkaran hebat antara bapak dan ibu. Pertengaran itu
menyebabkan ibu dan putrinya diusir dari rumah. Kehidupan mereka menjadi berantakan. Ibu
dan putrinya itu tidak tahu mau tinggal dimana. Tidak ada kerabat mereka di daerah itu.
Akhirnya, mereka memutuskan untuk naik ke atas gunung dan mendirikan gubuk kecil disana ,
yang sekarang dikenal sebagai Gunung Medan.

Keseharian mereka selalu dipenuhi dengan kemarahan. Sang ibu sangat terpuruk dan
frustasi karena perpisahan dengan suaminya. Membuat hari-hari putrinya itu semakin berat.
Setiap ia melakukan sesuatu, selalu saja dianggap salah oleh ibu. Tak jarang ia mendapat
perkataan yang buruk dari ibunya. Tapi, ia tetap setia menemani ibu dengan kondisi yang
menyedihkan.
Suatu hari, matahari bersinar begitu cerah dan terasa begitu panas. Kondisi si ibu yang
buruk, semakin parah karena keadaan yang begitu panas. Semakin lama, matahari semakin
tinggi. Dan si ibu tidak bisa menahan kegerahan yang ia rasakan. Akhirnya, pada tengah hari, ibu
pun menyuruh putrinya untuk mengambilkan air ke sumur. Ia berniat untuk mandi pada saat itu
juga. Tetapi, sang anak menasehati ibunya untuk tidak mandi saat tengah hari. Karena mandi di
tengah hari itu dapat menimbulkan malapetaka.
Tapi, si ibu tidak mau mendengarkan nasehat putrinya. Ia malah memarahi putrinya.
Alhasil, sang anakpun menuruti permintaan ibu untuk mengambil air ke sumur. Setelah ia
kembali, ia menyirami air itu ke tubuh ibunya. Tapi tiba-tiba tubuh sang ibu menjadi kaku.
Anaknya pun terheran-heran melihat kondisi tubuh ibunya yang tiba-tiba kaku dan dengan
sekejap ibunya itu berubah menjadi batu.
Anaknya pun menangis melihat kondisi sang ibu. Ia tidak tau mau meminta portolongan
kepada siapa untuk mengembalikan tubuh ibunya seperti semula. Yang bisa ia lakukan hanya
menangis, dan terus menangis. Kini ia hidup sendiri, tiada lagi ibu menemani hari-harinya.
Walaupun semejak perpisahan ibu dan ayahnya terjadi, ibu selalu bersikap kasar kepadanya.
Tetapi ia tetap menyayangi sang ibu.
Beberapa hari setelah musibah yang menimpa sang ibu, putrinya pun mulai putus asa.
Akhirnya ia memutuskan untuk masuk kedalam hutan dan meninggalkan gubuk kecilnya itu.
Semejak anak itu masuk kedalam hutan, ia tidak pernah di temukan lagi.

Vous aimerez peut-être aussi