Vous êtes sur la page 1sur 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan keberhasilan Pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah
mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan
lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau
ilmu kedikteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan
umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan
bertambah cenderung lebih cepat.
Saat ini, di seluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia
rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju
seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia bertambah 1000 orang per hari pada
tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia 50 tahun sehingga istilah Baby Boom
pada masa lalu berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia.
Secara demografi, menurut sensus penduduk pada tahun 1980 di Indonesia jumlah
penduduk 147,3 juta. Dari angka tersebut terdapat 16,3 juta orang (11%) orang yang berusia 50
tahun ke atas, dan 5,3 juta orang (4,3%) berusia 60 tahun ke atas. Dari 6,3 juta orang terdapat
822,831 (23,06%) orang yang tergolong jompo, yaitu para lanjut usia yang memerlukan bantuan
khusus sesuai undang-undang bahkan mereka harus dipelihara oleh Negara.
Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi penuaan secara alamiah. Hal ini akan
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi, dan psikologis. Survei rumah tangga tahun
1980 angka kesakitan penduduk usia lebih dari 55 tahun, sebesar 25,70% diharapkan pada
tahun 2000 nanti angka tersebut akan menurun menjadi 12,30% (Depkes RI, Pedoman
Pembinaan Kesehatan Lanjut usia bagi Petugas Kesehatan I, 1992)
Pada sistem muskuloskeletal termasuk di dalamnya adalah tulang, persendian, dan otot-
otot akan mengalami perubahan pada lansia yang dapat mempengaruhi penampilan fisik dan
fisiologisnya. Semua perubahan ini sangat mempengaruhi rentang gerak, gerak secara
keseluruhan, dan cara berjalan.
Kekuatan muskular mulai merosot pada usia sekitar 40 tahun, dengan suatu kemunduran
yang dipercepat setelah usia 60 tahun. perubahan gaya hidup dan penggunakan sistem
neuromuscular adal penyebab utama kehilangan kekuatan otot. Secara umum, terdapat
kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang menahan berat dan
pemebentukan tulang di permukaan sendi. Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan
kolagen yang terdapat pada jaringan penyambung meningkat progresif yang jika tidak dipakai
lagi, mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas.
Penyakit inflamasi artikular yang paling sering terjadi pada lansia adalah Atritis Reumatoid.
Berbagai penyakit sendi, termasuk Atritis Reumatoid dapat terjadi resiko jatuh pada lansia.
Jatuh merupakan kejadian terbesar pada lansia. Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan
penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, sehingga mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendak dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka (Reuben, 1996 dalam Buku Ajar Geriatri, Darmojo, 1999).
Penyakit kronis, pengobatan, dan faktor lingkungan seperti penerangan yang kurang,
lantai yang licin, tersandung, alas kaki kurang pas, kursi roda yang tidak terkunci, serta jalan
menurun/ adanya tangga juga dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia. Karena hal-hal
tersebut maka perhatian dan dukungan keluarga terhadap lansia menjadi sangat penting.
Keluarga mempunyai peran yang penting dalam perawatan pasien lansia. Peran penting
tersebut dimiliki keluarga dikarenakan keluarga paling banyak berhubungan dengan pasien
(lansia), keluarga adalah orang yang paling dekat dan paling mengetahui keadaan pasien,
Pasien (lansia) yang dirawat di rumah sakit nantinya akan kembali ke lingkungan keluarga.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Keluarga klien bisa dan mampu meningkatkan derajat kesehatannya melalui pemberian
asuhan keperawatan keluarga.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan yang terjadi di dalam keluarga klien.
b. Menganalisa dan merumuskan masalah keperawatan yang terjadi pada keluarga klien
kemudian menentukan prioritas masalah melalui skoring keluarga
c. Menyusun rencana tidakan keperawatan keluarga
d. Memberikan implementasi pendidikan kesehatan dan memberikan fasilitas perawatan
kesehatan
e. Mengevaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan kepada keluarga klien
C. Manfaat
1. Mahasiswa
a. Untuk melatih dan membiasakan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah kesehatan
keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga.
b. Untuk meningkatkan ketrampilan berfikir kritis dalam menyesuiakan masalah kesehatan
keluarga melalui Asuhan Keperawatan keluarga.
2. Keluarga
Meningkatkan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan sendiri,
sehingga tercipta peningkatan stastus dan derajat kesehatan keluarga yang optimal.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP KELUARGA
1. Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling tergantung.(Depkes RI, 1988).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang bergabung karena ikatan tertentu untuk
berbagi pengalaman dan pendekatan emosional serta mengodentifikasi diri mereka sebagai
bagian dari keluarga.(Friedman, 1998).
2. Tipe/Bentuk Keluarga
Dalam masyarakat ditemukan tipe/bentuk keluarga:
a. Keluarga Inti (Nuclear Family): keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
b. Keluarga Besar (Extended Family): keluarga inti ditambah sanak saudara misalnya
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dsb.
c. Keluarga Berantai (Serial Family): keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
d. Keluarga Duda/Janda (Single Family): keluarga yang terjadi karena perceraian atau
kematian.
e. Keluarga Berkomposisi (Composite): keluarga yang perkawinannya berpoligami dan
hidup secara bersama-sama.
f. Keluarga Kabitas (Cahabitation): dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga.
3. Peran Keluarga
Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal yang
berhubungan dengan posisi dan situasi tertentu. Berbagai peran ayng terdapat dalam
keluarga adalah sebagai berikut:
a. Peran ayah sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala
rumah tangga, anggota dari kelompok sosialnya dan anggota masyarakat.
b. Peran ibu sebagai isteri, ibu dari anaknya, mengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik
dan pelindung bagi anak-anaknya, anggota kelompok social dan anggota masyarakat
serta berperan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarga.
c. Peran anak-anak sebagai pelaksana peran psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangan baik fisik, mental dan spiritual.
4. Fungsi Keluarga
Fungsi dari keluarga adalah memenuhi kebutuhan anggota individu keluarga dan
masyarakat yang lebih luas, fungsi keluarga adalah:
a. Fungsi Afektif
Merupakan suatu basis sentral bagi pembentukan dan kelangsungan keluarga.
Kebahagiaan keluarga diukur dengan kekuatan cinta keluarga. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak kegembiraan dan kebahagiaan seluruh anggota
keluarga, tiap anggota keluarga mempertahankan hubungan yang baik.
b. Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu
yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial.
Proses sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar
sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar tentang norma-norma, budaya dan
perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah
sumber daya manusia.
d. Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga
seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu
mencegah terjadi gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.
Kesanggupan keluarga untuk melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari
kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan
tindakan, memberikan perawatan, memelihara lingkungan dan menggunakan fasilitas
kesehatan.

B. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses
inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248). Reumatik dapat terjadi pada semua
jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan
meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi
utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh
organ tubuh (Hidayat, 2006).
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan sering kali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.
Arthritis adalah istilah medis untuk penyakit dan kelainan yang menyebabkan
pembengkakan/radang atau kerusakan pada sendi. Arthritis sendiri merupakan keluarga
besar inflammatory degenerative disease, di mana bentuknya sangat beragam, lebih dari 100
jenis arthritis. Istilah arthritis sendiri berasal dari bahasa Yunani /Greek: Arthon /sendi dan it
is/radang (www. wrm-Indonesia.org).
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak
terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun (Brunner, 2002).
2. Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko yang
diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
a. Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang
terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja.
Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada
osteoartritis.
b. Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki lebih
sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan,
dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara pada laki-laki dan
wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah menopause) frekuensi osteoartritis lebih
banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada
patogenesis osteoartritis.
c. Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa. Hal
ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
d. Genetik
e. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak
hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan,
tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu
disamping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis),
diduga terdapat faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
f. Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering
menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
g. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya
osteoartritis paha pada usia muda.
h. Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya
osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
3. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,
eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi
membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi
kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan
kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa
atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi
dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan
pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai faktor
rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
4. Tanda Dan Gejala
1) Tanda dan gejala setempat
a. Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan
gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat
berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan
osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
b. Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
c. Poli artritis simetris sendi perifer
Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan
bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan,
meskipun sendi yang lebih besar seringkali terkena juga.
d. Artritis erosif
Sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi
pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar .
e. Deformitas
Pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea, deformitas
boutonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang
disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami
ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total.
f. Rematoid nodul
Merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini sering
menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor
lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
2) Tanda dan gejala sistemik
Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia
Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
a. Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai
adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat
bergerak, bengkak, dan kekakuan.
b. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga
pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan
gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari
swan-neck.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali
adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan
terakhir ankilosis tulang
5. Pemeriksaan Diagnostik
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang
mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6
minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto
rontgen.
Kriteria Artritis rematoid menurut American Reumatism Association (ARA) adalah:
a. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
b. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
c. Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada salah satu
sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
d. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
e. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
f. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
g. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
h. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
i. Pengendapan cairan musin yang jelek
j. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
k. gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
a. Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu
b. Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
c. Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya
selama 4 minggu.
6. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau
obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang
menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan
antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati
akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

7. Pencegahan
a. Kurangkan berat badan- ini mengurangkan tekanan pada sendi
b. Kerap bersenam- senaman membantu melancarkan pengaliran darah, memastikan
tulang dan otot kita kuat.
c. Makan makanan yang seimbang
d. Pelihara sendi, kurangkan tekanan pada sendi, gunakan mekanisma badan
8. Penatalaksanaan
Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan
kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada
penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/
gejala memperlambat progresivitas penyakit.

Tujuan utama dari program penatalaksanaan/ perawatan adalah sebagai berikut :


1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
3. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
4. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-
tujuan tersebut di atas, yaitu :
a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja
yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian,
patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis)
penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang
kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif
tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini
harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat.
Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana
penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya
menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan
ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali
sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan.
Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri.
Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin
dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja
kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi
kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang
sudah lemah oleh adanya penyakit.
d. Diet/ Gizi
Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian
diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti
kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
e. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program
penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri,
meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.
Penanganan medis dimulai dengan pemberian salisilat NSAID dalam dosis
terapeutik. Kelompok obat ini mengurangi peradangan dengan menghalangi proses
produksi mediator peradangan. Tepatnya, obat-obat ini menghambat sintetase
prostaglandin atau siklooksigenase. Enzim-enzim ini mengubah asam lemak sistemik
endogen, yaitu asam arakidonatmenjadi prostaglandin, prostasiklin, tromboksan dan
radikal-radikal oksigen. Obat standar yang sudah dipakai sejak lama dalam kelompok ini
adalah aspirin dan piroksikam.
o Aspirin (analgetik antipiretik) PO (Dewasa) : 325 1000 mg tiap 4 6 jam sesuai
kebutuhan (tidak lebih dari 4 g/hari).
o Aspirin (antiinflamasi) PO (Dewasa) : 2,6 6,2 g/hari dalam dosis terbagi.
o Piroksikam PO (Dewasa) : 20 mg/hari dapat diberikan sebagai dosis tunggal atau
dalam 2 dosis terbagi dengan sediaan kapsul : 10 mg, 20 mg supositoria : 10 mg,
20 mg.
Bagi arthritis reumathoid erosif moderat suatu program formal dengan terapi
okupasi dan fisioterapi. Bagi arthritis reumathoid erosive persisten bedah rekonstruksi
dan terapi kortikosteroid seringkali diresepkan. Bagi arthritis rheumatoid yang lanjut dan
tidak pernah sembuh, obat-obat imunosupresi diresepkan mengingat kemampuannya
untuk mempengaruhi produksi antibody pada tingkat seluler. Obat-obat ini mencakup
preparat metotreksat dosis tinggi, siklofosfamid dan azatioprin.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Data umum
a. Identitas
Nama :
Jenis Kelamin :
Suku :
Umur :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Telp :
Alamat :

b. Komposisi Keluarga
Nama Anggota

Keterangan
Pendidikan

Kesehatan
Umur (thn)
Hubungan

Pekerjaan
Keluarga

Keadaan
keluarga

Agama

N
L/P KB
O
10

12
1

1
.
2
.
3
.
4

c. Genogram
Minimal 3 generasi

2. Data Khusus Keluarga


a. Type Keluarga
b. Tahap Perkembangan Keluarga
c. Tugas Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi
3. Biologis Keluarga
a. Riwayat keluarga inti
b. Reproduksi / Akseptor KB.
4. Psikologis Keluarga / stress Dan Koping Keluarga
a. Keadaan Emosi / Mental
b. Stres jangka pendek dan jangka panjang
c. Kemampuan keluarga berespon terhadap stressor/situasi
d. Koping Keluarga
e. Peran Informal
f. Pola Komunikasi keluarga
g. Pengambilan Keputusan
h. Rekreasi
5. Sosial Ekonomi Keluarga
a. Hubungan Dengan Orang Lain
b. Keadaan Ekonomi
c. Kegiatan Organisasi Sosialisasi
6. Spiritual Keluarga
a. Keadaan Beribadah
b. Nilai dan Norma
7. Lingkungan Rumah
a. Karakteristik rumah
- Denah rumah
b. Karakteristik tetangga dan komunitas
c. Mobilitas geografis keluarga
8. Pemeriksaan Fisik

Aspek Keluarga
Nama keluarga
Keadaan umum
TTV
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Leher
Dada
Abdomen
Ekstremitas
Genitalia / Anus

9. Harapan keluarga
B. Diagnosa Keperawatan Keluarga
1. Analisa Dan Sintesa Data
No Data Penunjang Masalah Etiologi
1 DS : Kurang Kurang informasi dan
- Keluarga mengatakan mengetahui pengetahuan, keterbatasan
penyakit di keluarganya tetapi tidak ketidak tahuan kemampuan mencapai
mengetahui sama sekali apa tentang penyakit informasi,
penyebabnya. Keluarga klien ketidakmampuan
mengatakan hanya sedikit keluarga mengenal
mengetahui tentang tanda dan masalah kesehatan
gejala, serta tidak mengetahui apa-
apa saja yang harus dihindari untuk
mencegah terjadinya penyakit pada
klien.
- Jika ada keluarga yang sakit, hal
pertama yang dilakukan adalah
mengerokinnya dan jika sakitnya
berlarut segera dibawa ke Bidan
atau ke Puskesmas terdekat
- Klien mengatakan tidak ada
pantangan makanan

DO :
- Keluarga tidak bisa menjawab
pertanyaan tentang pengertian
penyakit, pencegahan, perawatan
dan pengobatannya
- Klien bertanya apa saja makanan
yang harus dihindari agar tidak
sakit. Klien tampak bingung.
2 DS : Hambatan mobilitas Nyeri, gangguan
- Klien mengatakan sering merasa fisik muskulus skeletal, kaku
linu di persendian kakinya sehingga sendi (AR).
kaku untuk berjalan
- Klien mengatakan ketika bangun
pagi kakinya merasa senut-senut
(nyeri) dan berat untuk berjalan.
- Klien mengatakan pernah hampir
jatuh karena kakinya merasa tidak
kuat menopang badannya
- Skala nyeri sedang (6)
- Klien tampak perlahan-lahan saat
berjalan karena menahan nyeri.
- Klien tampak lambat dalam
berjalan.
- Tingkat funsional klien 0, namun
kadang-kadang 1
3 DS : Nyeri Distensi jaringan akibat
- Klien mengatakan sering merasa akumulasi cairan/proses
linu di persendian kakinya sehingga inflamasi, destruksi
kaku untuk berjalan sendi
- Klien mengatakan ketika bangun
pagi kakinya merasa senut-senut
(nyeri) dan berat untuk berjalan.
- Klien mengatakan pernah hampir
jatuh karena kakinya merasa tidak
kuat menopang badannya
- DO:
- skala nyeri sedang (6)
- Klien tampak perlahan-lahan saat
berjalan karena menahan nyeri

2. Perumusan Diagnosa Keperawatan Keluarga


No Diagnosa Keperawatan
1 Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan
keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal
masalah kesehatan.
2 Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan
sensori perseptual.
3 Nyeri b.d agen cedera fisik (rematik).

3. Prioritas Masalah.
a. Kurang pengetahuan, ketidaktahuan tentang penyakit b.d Kurang informasi dan
keterbatasan kemampuan mencerapai informasi, ketidakmampuan keluarga mengenal
masalah kesehatan
KRITERIA SKORE PEMBENARAN
Sifat masalah 2/3 x 1 = 2/3 - Klien mengatakan sering merasa linu di
(bobot 1) persendian kakinya sehingga kaku untuk
Skala : berjalan. Ketika bangun pagi kakinya
3 : Aktual merasa senut-senut (nyeri) dan berat untuk
2 : Resiko berjalan. Klien pernah hampir jatuh karena
1 : Sejahtera kakinya merasa tidak kuat menopang
badannya
Kemungkinan masalah dapat 2/2 x 2 = 2 Keluarga Klien mengatakan jika ada
diubah (bobot 2) anggota keluarga yang sakit segera
Skala : dibawa ke Bidan atau Puskesmas terdekat,
2 : Mudah namun belum ada pertugas yang
1 : Sebagian menjelaskan bagaimana penyakitnya.
0 : Tidak dapat
Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 Klien mengatakan sudah mulai
dicegah (bobot 1) mengurangi aktivitasnya agar penyakitnya
3 : Tinggi tidak bertambah parah, Klien belum tahu
2 : Cukup makanan apa yang harus dihindari.
1 : Rendah
Menonjolnya masalah (bobot 2/2 x 1 = 1 Klien mengatakan penyakitnya
1) mengganggu aktivitas geraknya sehingga
2 : Berat, segera ditangani menyusahkan keluarga yang lain.
1 : Tidak perlu segera
ditangani
0 : tidak dirasakan
Total 3 4/3

b. Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku sendi, gangguan
sensori perseptual.
KRITERIA SKORE PEMBENARAN
Sifat masalah 3/3 x 1 = 1 Klien mengatakan penyakitnya
(bobot 1) mengganggu aktivitas geraknya sehingga
Skala : menyusahkan keluarga yang lain.
3 : Aktual
2 : Resiko
1 : Sejahtera
Kemungkinan masalah dapat 1/2 x 2 = 1 Keluarga Klien mengatakan Klien sudah
diubah (bobot 2) bisa menyeimbangkan badannya
Skala : walaupun dengan gerakan yang lambat.
2 : Mudah
1 : Sebagian
0 : Tidak dapat
Potensial masalah untuk 2/3 x 1 = 2/3 Klien mengatakan aktivitasnya terganggu.
dicegah (bobot 1)
3 : Tinggi
2 : Cukup
1 : Rendah
Menonjolnya masalah (bobot 2/2 x 1 = 1 Klien mengatakan capek dengan
1) penyakitnya yang tidak sembuh-sembuh
2 : Berat, segera ditangani dan mengganggu geraknya sehingga
1 : Tidak perlu segera menyusahkan keluarga.
ditangani
0 : tidak dirasakan
Total 3 2/3

c. Nyeri b.d agen cedera fisik (rematik)


KRITERIA SKORE PEMBENARAN
Sifat masalah 3/3 x 1 = 1 Klien mengatakan ketika
(bobot 1) bangun pagi kakinya
Skala : merasa senut-senut (nyeri)
3 : Aktual dan berat untuk berjalan
2 : Resiko
1 : Sejahtera
Kemungkinan masalah dapat 1/2 x 2 = 1 Klien mengatakan nyerinya
diubah (bobot 2) ketika bangun pagi tidak
Skala : hilang-hilang, padahal
2 : Mudah sudah minum obat dari
1 : Sebagian warung. Keluarga
0 : Tidak dapat mengatakan Klien sering
tidak mau diajak ke tempat
pelayanan kesehatan,
kecuali benar-benar parah.
Potensial masalah untuk 3/3 x 1 = 1 Klien mengatakan sakitnya
dicegah (bobot 1) tidak bertambah parah jika
3 : Tinggi banyak beristirahat.
2 : Cukup
1 : Rendah
Menonjolnya masalah (bobot 2/2 x 1 = 1 Klien mengatakan sakitnya
1) mengganggu aktivitasnya,
2 : Berat, segera ditangani kadang Klien tidak tahan
1 : Tidak perlu segera dengan senut-senutnya.
ditangani
0 : tidak dirasakan
Total 4
Maka prioritas masalahnya sebagai berikut :
No Diagnosa Keperawatan Skore
1 Nyeri b.d penurunan fungsi tulang, proses inflamasi 4
2 Kurang pengetahuan, ketidak tahuan tentang penyakit b.d Kurang 3 4/3
informasi dan keterbatasan kemampuan mencerapai informasi,
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
3 Hambatan mobilitas fisik b.d Nyeri, gangguan muskulus skeletal, kaku 3 2/3
sendi, gangguan sensori perseptual.

C. Rencana Asuhan Keperawatan

No
Tujuan Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah dilakukan - Selidiki keluhan nyeri,
1. Membantu dalam menentukan
asuhan catat lokasi dan intensitas kebutuhan manajemen nyeri dan
keperawatan (skala 0-10). Catat faktor- keefektifan program
selama x hari, faktor yang mempercepat
2. Matras yang lembut/empuk, bantal yang
klien mengalami dan tanda-tanda rasa sakit besar akan mencegah pemeliharaan
penurunan rasa non verbal kesejajaran tubuh yang tepat,
nyeri atau dapat - Berikan matras/kasur menempatkan stress pada sendi yang
mentolerir rasa keras, bantal kecil,. sakit.
nyeri dengan Tinggikan linen tempat
3. Panas meningkatkan relaksasi otot, dan
kriteria : tidur sesuai kebutuhan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan
- klien - Anjurkan pasien untuk melepaskan kekakuan di pagi hari.
mengetahui mandi air hangat atau
4. meningkatkan relaksasi/mengurangi
dan dapat mandi pancuran. Sediakan nyeri
memperagakan waslap hangat untuk
5. sebagai anti inflamasi dan efek
teknik distraksi mengompres sendi-sendi analgesik ringan dalam mengurangi
dan relaksasi yang sakit beberapa kali kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
- klien tidak sehari 6. Meningkatkan realaksasi, mengurangi
banyak - Berikan masase yang tegangan otot/spasme, memudahkan
mengeluh lembut untuk ikut serta dalam terapi
tentang - Kolaborasi: Berikan obat-
nyerinya obatan sesuai petunjuk
(mis:asetil salisilat)
- Beri obat sebelum
aktivitas/latihan yang
direncanakan sesuai
petunjuk.
2 Setelah dilakukan - Tinjau proses penyakit, - Memberikan pengetahuan dimana
pendidikan prognosis, dan harapan pasien dapat membuat pilihan
kesehatan, masa depan berdasarkan informasi
keluarga - Diskusikan kebiasaan - Tujuan kontrol penyakit adalah untuk
mengetahui tentang pasien dalam menekan inflamasi sendiri/ jaringan
penyakit yang penatalaksanaan proses lain untuk mempertahankan fungsi
diderita sakit melalui diet,obat- sendi dan mencegah deformitaS
keluarganya (AR), obatan, dan program diet - Banyak produk mengandung salisilat
dengan kriteria seimbang, latihan dan tersembunyi yang dapat
hasil : istirahat. meningkatkan risiko takar layak obat/
- Keluarga dapat - Tekankan pentingnya efek samping yang berbahaya
menjelaskan membaca label produk
tentang dan mengurangi
pengertian, penggunaan obat-obat
penyebab, tanda yang dijual bebas tanpa
dan gejala, serta persetujuan dokter.
penalaksanaan
pada penyakit AR.
- Keluarga dapat
melakukan
perawatan dengan
mengontrol
makanan-
makanan yang
harus dihindari
lansia
3 Setelah dilakukan - Evaluasi/lanjutkan - Tingkat aktivitas/latihan tergantung
perawatan selama pemantauan tingkat dari perkembangan/resolusi dari
5 hari klien mampu inflamasi/rasa sakit pada peoses inflamasi
melakukan sendi - Istirahat sistemik dianjurkan selama
mobilisasi sesuai - Pertahankan istirahat tirah eksaserbasi akut dan seluruh fase
kemampuan, klien baring/duduk jika penyakit yang penting untuk
dan keluarga diperlukan jadwal aktivitas mencegah kelelahan
mampu melakukan untuk memberikan periode mempertahankan kekuatan
perawatan pada istirahat yang terus - 3. Mempertahankan/meningkatka
lansia yang menerus dan tidur malam n fungsi sendi, kekuatan otot dan
imobilisasi dengan hari yang tidak stamina umum. Catatan : latihan
kriteria : terganmggu tidak adekuat menimbulkan kekakuan
1. Mampu - Bantu dengan rentang sendi, karenanya aktivitas yang
memotivasi diri gerak aktif/pasif, berlebihan dapat merusak sendi
untuk melakukan demikiqan juga latihan
mobilisasi sesuai resistif dan isometris jika
kemampuan memungkinkan
FORMAT PENGKAJIAN KELUARGA MANDIRI

Tangg Masalah Masalah Keriteria Keluarga MSutiari Kategori /


al Kesehatan Keperawatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Simpulan
Klien mengalami Nyeri V V v V v V V
reumathik, klien
mengeluh
kakinya nyeri, Gangguan
linu dan susah mobilisasi fisik
digerakkan. Klien
tidak megetahui
penyakitnya Kurang
pengetahuan

Keterangan :
Kriteria Keluarga Mandiri terdiri dari 3 bagian, berikan tanda ceklis ( V ) pada kolom dengan angka 1
10 sesuai dengan kriteria berikut :
A. Keluarga mengetahui masalah kesehatan, dengan kriteria :
(1) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan gejala dari masalah kesehatan yang
ada
(2) Keluarga dapat menyebutkan masalah kesehatan
(3) Keluarga dapat menyebutkan factor yang mempengaruhi masalah kesehatan
(4) Keluarga memiliki persepsi yang positif terhadap masalah
B. Keluarga mau mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan, dengan kriteria:
(5) Masalah kesehatan dirasakan oleh keluarga
(6) Keluarga dapat mengungkapkan / menyebutkan akibat dari masalah kesehatan tersebut
(7) Keluarga dapat membuat keputusan yang tepat tentang penanganan masalah kesehatan
tersebut
C. Keluarga mampu merawat anggota keluarga dengan masalah kesehatan, dengan kriteria :
(8) Keluarga mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya dan fasilitas yang diperlukan
untuk perawatan
(9) Keluarga terampil melaksanakan perawatan pada anggota keluarga (promotif, preventif dan
caretive)
(10) Keluarga mampu memodifikasi lingkungan yang mendukug kesehatan
Untuk kategori Keluarga Mandiri/ / Simpulan dibuat berdasarkan penjumlahan criteria di atas,
masing-masing criteria memiliki nilai satu. Pembagian kategori berdasarkan pengelompokkan
sebagai berikut :
Keluarga Mandiri I ( KM I ) : skornya 1 4
Keluarga Mandiri II ( KM II ) : skornya 5 7
Keluarga Mandiri III ( KM III ) : skornya 8- 10
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut UU no. 4 tahun 1965 bahwa dikatakan bahwa lansia adalah mereka yang
berumur 55 tahun ke atas (Dit. Yankes 1991).
Menurut WHO yang dianggap dengan lanjut usia adalah seorang manusia golongan
umur 65 tahun keatas, tetapi ada juga yang mengambil batas 60 tahun keatas, bahkan ada
pula yang menganggap orang yang berumur 50 tahun keatas (WHO 1976 ; Dit. Yankes 1991).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam
keadaan saling tergantung.(Depkes RI, 1988).
Keluarga adalah dua orang atau lebih yang bergabung karena ikatan tertentu untuk
berbagi pengalaman dan pendekatan emosional serta mengodentifikasi diri mereka sebagai
bagian dari keluarga.(Friedman, 1998).
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses
inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248). Reumatik dapat terjadi pada semua
jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan
meningkatnya umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi
utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh
organ tubuh (Hidayat, 2006).
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi
tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan sering kali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi.
DAFTAR PUSTAKA

Bandiah, S. (2009) Lanjut Usia dan Keperawatan gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.
Jhonson R. dan Leny R (2010) keperawatan keluarga plus contoh askep keluarga. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Vous aimerez peut-être aussi