Vous êtes sur la page 1sur 23

MAKALAH

SISTEM REPRODUKSI II

ASKEP MIOMA UTERI

Dosen Pengajar : Zuliani,.S. Kep.,Ners

Oleh:
1. Asmiul Adim (7311039)
2. Masitoh Ika Cahyani (7311024)
3. Nailatul Khairiyah (7311043)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG
2014

i
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Sistem Reproduksi II

Askep Mioma Uteri


Di Fakultas Ilmu Kesehatan
Prodi S1 Keperawatan
Universitas Pesantren Tinngi Darul Ulum
Tahun Pelajaran 2013/2014

Disusun Oleh :

1. Asmiul Adim (7311039)


2. Masitoh Ika Cahyani (7311024)
3. Nailatul Khairiyah (7311043)

disetujui dan disahkan pada Maret 2014

MENYETUJUI / MENGESAHKAN

Dosen Pengajar dan Dosen Pembimbing

Zuliani S.Kep.,Ners

ii
Kata Pengantar

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sederhana. Semoga makalah " Askep Mima Uteri " ini
dapat dipergunakan sebagai acuan dan pedoman maupun petunjuk bagi pembaca dalam
proses belajar mengajar.
Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Zuliani .S Kep.,Ners selaku dosen
pembimbing mata kuliah Sistem Reproduksi II dan kepada segenap pihak yang telah
membantu penulisan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan serta
pengalaman bagi kami dan pembaca, sehingga makalah ini dapat diperbaiki dan
dikembangkan bentuk maupun isinya agar kedepannya menjadi lebih baik.
Makalah yang sederhana ini masih sangat jauh dari kesempurnaan karena
pengalaman kami yang masih sangat minim. Oleh karena itu kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Jombang, Maret 2013

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
Lembar Pengesahan.................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................5
1.3 Tujuan Umum....................................................................................2
1.4 Tujuan Khusus...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Definisi..............................................................................................3
2.2 Etiologi..............................................................................................3
2.3 Patofisiologi dan PNP........................................................................3
2.4 Tanda dan Gejala, Manifestasi Klinis................................................5
2.5 Komplikasi..........................................................................................5
2.6 Penatalaksanaan.................................................................................5
BAB III PNP............................................................................................................7
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................7
4.1 Pengkajian.........................................................................................7
4.2 Analisis data....................................................................................10
4.3 Diagnosa keperawatan........................................................................11
4.4 Intervensi Keperawatan...................................................................12
4.5 Implementasi...................................................................................18
4.6 Evaluasi...........................................................................................19
4.7 Pemeriksaan Penunjang...................................................................19
BAB V PENUTUP.................................................................................................20
5.1 Kesimpulan......................................................................................20
5.2 Saran................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................21

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai kesehatan secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial yang utuh pada semua hal yang
berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan
hanya kondisi yang bebas dari penyakit atau kecacatan (Manuaba, 2002).
Kesehatan reproduksi dari suatu negara seringkali dinyatakan dengan
menggunakan nilai angka kesakitan reproduksi. WHO (1996) menyebutkan
bahwa angka kesakitan reproduksi di negara berkembang mencapai 36%
dihitung dari total beban sakit yang diderita selama masa prosuktif. Hal ini
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka kesakitan reproduksi pria yang
hanya 12,5% (Katz dkk, 2007).
Penyakit reproduksi yang banyak diderita oleh wanita Indonesia adalah
mioma uteri. Jumlah kejadian penyakit ini di Indonesia menempati urutan
kedua setelah kanker serviks. Jumlah kejadiannya hampir sepertiga dari
kasus ginekologi. Angka estimasi mioma uteri adalah 25%-30% pada usia
reproduksi.
Mioma uterus adalah pertumbuhan jinak yang berkembang dari sel-sel
otot polos dalam dinding uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya,
sehingga dalam kepustakaan dikenal jugadengan istilah fibromioma,
leiomioma, ataupun fibroid.
Beberapa upaya pengobatan yang sampai saat ini sudah dilakukan
adalah dengan pembedahan, radioterapi dan observasi ( pada myoma yang
masih kecil ) dengan kontrol setiap 3-6 bulan. Peran serta perawat dalam
perawatan pasca bedah / histerektomi sangat besar, bukan saja dalam hal
perawatan luka bekas opersi tetapi juga kesiapan klien menghadapi
kenyataan secara psikis.

1
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Mioma Uteri?
2. Apa etiologi Mioma Uteri?
3. Bagiamana patofisiologi Mioma Uteri?
4. Apa saja tanda dan gejala Mioma Uteri?
5. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan Mioma Uteri?
6. Apasaja komplikasi dari mioma uteri?
7. Apa pemeriksaan penunjang Mioma Uteri?
8. Bagaimana asuhan keperawatan Mioma Uteri?

1.3. Tujuan Umum


Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan Mioma Uteri.

1.4. Tujuan Khusus


1. Mengetahui definisi Mioma Uteri.

2. Mengetahui etiologi Mioma Uteri.

3. Mengetahui tanda dan gejala dari Mioma Uteri.

4. Mengetahui patofisiologi dari Mioma Uteri.

5. Mengetahui penatalaksanaan pasien Mioma Uteri.

6. Mengetahui PNP dari Mioma Uteri.

7. Memahami berbagai macam pemeriksaan penunjang pada Mioma Uteri

8. Mengetahui asuhan keperawatan Mioma Uteri.

BAB II
PEMBAHASAN

2
2.1. Definisi
Mioma uteri merupakan salah satu tumor jinak uterus yang berasal dari
otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri dikenal
juga dengan istilah fibromioma, leiomioma, atau fibroid. (Pertiwi, 2012)
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan
jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomyoma,
fibromioma atau fibroid ( FKUI ,1999)
Mioma uteri merupakan tumor jinak otot Rahim, di sertai jaringan
ikatnya sehingga dapat dalam bentuk padat, karena jaringan ikatnya
dominan dan lunak, karena otot rahimnya dominan (manuaba,2010)
leiyomioma adalah tumor uterus jinak tak berkapsul, barbatas tegas
(jameas,2002)
Leiomeoma uterus adalah suatu tumor uterus jinak yang berbatas tegas
dan tidak memiliki kapsul,terutama terbentuk dari otot dan elemen jaringan
penyambung fibrosa(teddy,1994)
Mioma uteri adalah tumor jinak uterus yang berbatas tegas yang terdiri
dari otot polos dan jaringan fibrosa. (Sy/lvia A.P, 1994)

Menurut letaknya, mioma di bagi menjadi:


A. mioma submukosum: berada di bawah endometirium dan menonjol
B. mioma intramural:mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
myometrium
C. mioma subserosum:apabila tumbuh keluar di dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa (Prawirohardjo,
2008)

3
2.2. Etiologi
Etiologi belum di ketahui (FKUI,1999) , pada sebagian kasus juga
ditemukan bahwa mioma berhubungan dengan genetik (keturunan).
Sedangkan etiologi menurut Pertiwi, 2012 yakni tidak diketahui secara
pasti, tetapi terdapat suatu interaksi hubungan yang rumit tentang faktor
hormonal, faktor genetik, faktor pertumbuhan, dan biologi molekuler dari
tumor jinak. Faktor-faktor itulah yang mungkin bertanggung jawab untuk
memulai perubahan genetik yang ditemukan pada mioma termasuk kelainan
intrinsik miometrium adalah peningkatan kongenital reseptor estrogen di
miometrium, perubahan hormon, atau respon terhadap cedera iskemik pada
saat menstruasi. Setelah dibentuk, perubahan-perubahan genetik
dipengaruhi oleh hormon dan faktor pertumbuhan

2.3. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium
dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium terdesak
menyusun semacam pseudekapsula atau simpai semu yang mengelilingi
tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu mioma, akan tetapi mioma
biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh intramural dalam
korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi padat. Bila
terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke depan
sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas sehingga sering
menimbulkan keluhan miksi.
Tetapi masalah akan timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah
pada mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika
terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi
anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh
lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu
dengan perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami
kekurangan volume cairan.

4
2.4. Tanda dan Gejala
Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini
berada (servik, intramural,submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan
dan komplikasi yang terjadi.
a. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore,
menoragia dan dapat juga terjadi metroragia.
b. Rasa nyeri
Rasa nyeri bukanlag gejala yang khas tetapi dapat timbul karena
gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis
setempat dan peradangan.
c. Gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung dari besar dan tempat mioma uteri. Penekanan
pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat
menyebabkan retensio urine, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter
dan hidronefrosi, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan
tanesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat
menyebaabkan edema tungkai dan nyeri panggul.( prawirohardjo 2008 )

2.5. Komplikasi
1. Pertumbuhan Leiomiosarkoma
Yaitu tumor yang tumbuh dari miometrium, dan merupakan 50 70 % dari
semua sarkoma uteri. Ini timbul apabila suatu mioma uteri yang selama
beberapa tahun tidak membesar, sekonyong-konyong menjadi besar,
apalagi jika hal itu terjadi sesudah menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tungkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran.
Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan
sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan, dan akan nampak gambaran klinik
dari abdomen akut.
3. Nekrosis dan Infeksi

5
Pada mioma submukosum, yang menjadi polip, ujung tumor kadang-
kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan di vagina. Dalam
hal ini ada ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat nekrosis
dan infeksi sekunder. (Prawiroharjo, 1996)

2.6. Penatalaksanaan
a. Non Operatif
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55 %
dari semua miomauteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam
bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak
menimbulkan gangguan atau keluhan. Walaupun demikian mioma uteri
memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan. Dalam menopause dapat
terhenti pertumbuhannya atau menjadi lisut. Apabila terlihat adanya
suatu perubahan yang berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat agar
dapat diadakan tindakan segera.
GnRH agaonist (GnRHa).
Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uterus dengan
GnRH agaonist (GnRHa). Hal ini didasarkan atas pemikiran leiomyoma
uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan dipengaruhi oleh
estrogen. GnRHa yang mengatur reseptor gonadotropin di hpofisis akan
mengurangi sekresi gonado tropin yang mempengaruhi leiomioma.
Pemberian GnRHa ( buseriline acetate ) selama 16 minggu pada
mioma uteri menghasilkan degenerasi hialin di myometrium hingga
uterus dalam keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah
pemberian GnRHa, dihentikan leiomioma yang lisut itu tumbuh
kembali dibawah pengaruh estrogen dalam konsentrasi yang tinggi.
Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami
menopause yang terlambat
Radioterapi
Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.
Bukan mioma jenis submukosa

6
Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum.
Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopause.

b. Pengobatan operatif
Miomektromi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada
mioma submukoum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Pengambilan sarang mioma subserosum dapat mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini
dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Perlu disadari bahwa 25-35%
dari penderita tersebut akan masih memerlukan histerktomi.
Histerektomi dapat dilaksanakan per abdominam atau per
vaginam. Yang akhir ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih
kecil dari telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya.
Adanya prolapses uteri akan mempermudah prosedur pembedahan.
Histerektomi total umunya dilakukan dengan alasan mencegah akan
timbulnya karsinoma servisi uteri. Histerektomi supravaginal hanya
dilakukan apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus
keseluruhannya

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN MIOMA UTERI

4.1 Pengkajian
1. IDENTITAS
2. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluh nyeri
P : Nyeri semakin berat apabila melakukan aktivitas yang berlebih
Q : Terasa seperti ditusuk-tusuk
R : Lokasi nyeri pada daerah suprapubik

7
S : Sedang (4-7) sampai berat (8-10)
T : Nyeri dapat timbul sewaktu-waktu.
3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit dengan gejala seperti
ini.
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pada umumnya Pasien mengatakan mudah lelah, mudah nyeri.
3. RIWAYAT KELUARGA
Ada keluarga yang mengalami kejadian mioma uteri.
4. PEMERIKSAAN FISIK MENCAKUP:
a. Pemeriksaan abdomen: uterus yang amat membesar dapat dipalpasi
pada abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area
perlunakan memberi kesan adanya perubahan-perubahan degeneratif,
leiomioma lebih terpalpasi pada abdomen selama kehamilan.
Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri lepas dapat disebabkan
oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada permukaan
tumor.
b. Pemeriksaan pelvis: servik biasanya normal. Namun pada keadaan
tertentu, leiomioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali
dilatasi serviksdan terlihat pada osteum servikalis. Uterus cenderung
membesar dan tidak beraturan serta noduler.
5. PEMERIKSAAN SISTEM
a. Breath ( B1): Pola nafas efektif, ekspansi dada normal, tidak ada suara
nafas tambahan.
b. Blood (B2): Anemis, pucat, perdarahan pervaginam,tekanan darah
bisa naik atau turun, bradikardi atau takikardia, CRT kurang atau lebih
dari 2 detik.
c. Brain (B3): Kaji adanya penurunan kesadaran menurun (GCS).
d. Bladder (B4):
Penekanan vesika urinari oleh massa tumor.
Retensi urine, disuria/ polakisuria, overflow inkontinesia.
Nyeri tekan pada vesika urinaria.
Hematuria.
e. Bowel (B5):
Palpasi abdomen : Tumor teraba seperti benjolan padat dan kenyal
pada perut bagian bawah.
Konstipasi
Auskultasi : peristaltik menurun

8
f. Bone (B6): Kelemahan ekstremitas karena gangguan sirkulasi ke
ekstremitas bawah..
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. USG abdominal dan transvaginal
b. Laparaskopi
c. Hitung darah lengkap dan Hapusan darah
Leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau
degenerasi. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit
menunjukkan adanya kehilangan darah yang kronik. (Supriyadi, 1994)

4.2 Analisis Data

Analisa data Etiologi Masalah


DS: Pasien mengatakan nyeri Kerusakan jaringan Nyeri
suprapubik otot dan penekanan
Do: Memegangi perut, skala sistem saraf
nyeri sedang (4-7)
Suhu 36,5-37,5 oC
RR 24x/menit
Nadi 80 x/menit
TD 110/50 mmHg
DS: Pasien mengatakan susah Penekanan oleh massa Gangguan
buang air kecil. jaringan neoplasma eliminasi urin.
Do: Pada palpasi ditemukan pada daerah
masa pada kandung kemih. sekitarnya
DS: Pasien mengatakan Hipovolemia, Ketidakefektifan
kesemutan pada ekstremitas penurunan Hb perfusi jaringan
bawah. (perifer).
Do: akral dingin, sianosis.
DS: Pasien mengatakan haus. Perdarahan berulang Kekurangan
Do: Penurunan turgor kulit volume cairan
Suhu > 36,5-37,5 oC
RR > 16 x/menit
Nadi > 80 x/menit

9
TD < 110/50 mmHg
DS: Pasien mengatakan gelisah Kurang pengetahuan Ansietas
Do: Pasien tampak, tentang kondisi,
kebingungan, tampak gelisah prognosis dan
dan resah. kebutuhan
Suhu > 36,5-37,5 oC pengobatan.

RR > 16 x/menit
Nadi > 80 x/menit
TD > 110/50 mmHg
DS: Pasien mengatakan tidak Kurangnya informasi Defisit
begitu mengetahui kondisi penyakit. pengetahuan
kesehatan yang dialami
sekarang.
Do: Pasien tampak
kebingungan , sering bertanya.
tampak gelisah dan resah.

4.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai adalah:


1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan penekanan sistem
saraf
2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa
jaringan neoplasma pada daerah sekitarnya
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan
hipovolemia, penurunan Hb.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan terjadinya perdarahan
yang berulang-ulang.
5. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit.

4.4 Intervensi Keperawatan


1. Diagnosa Keperawatan 1:

10
Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan penekanan sistem
saraf
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam nyeri
akan berkurang.
Kriteria Standart:
a. Klien mengatakan nyeri berkurang.
b. Skala nyeri turun atau menjadi ringan, bahkan menghilang.

Intervensi:
Intervensi Rasional
Observasi adanya nyeri dan tingkat Memudahkan tindakan keperawatan.
nyeri.
Ajarkan dan catat tipe nyeri serta Mengetahui perkembangan nyeri serta
tindakan untuk mengatasi nyeri membantu perencanaan tindakan
selanjutnya.
Ajarkan teknik relaksasi Membantu mengurangi nyeri dan
meningkatkan kenyamanan klien.
Kolaborasi pemberian analgesic Obat-obatan golongan analgesik dapat
meredakan nyeri, termasuk nyeri pada
mioma uteri.

2. Diagnosa Keperawatan 2:
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa
jaringan neoplasma pada daerah sekitarnya
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam pasien
akan dapat melakukan miksi dengan baik.
Kriteria Standart:
a. Input dan output akan seimbang.
b. Pasien dapat memahami terjadinya retensi urine dan bersedia
melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan retensi
urine..

11
Intervensi:
Intervensi Rasional
Catat pola miksi dan monitor Memantau perubahan pola eliminasi
pengeluaran urine urin pada klien sehingga dapat
mempermudah tindakan selanjutnya.
Lakukan palpasi pada kandung kemih, Mengetahui tingkat nyeri dan massa
observasi adanya ketidaknyamanan kandung kemih.
dan rasa nyeri.
Anjurkan klien untuk merangsang Membantu pengeluaran urin, serta
miksi dengan pemberian air hangat, mencegah urin statis.
mengatur posisi, mengalirkan air
keran.
Kolaborasi pemberian deuretik (misal, Membantu menghambat reabsorbsi Na
klorotiazid, hidroklorotiazid) sehingga Na bisa menarik air keluar.

3. Diagnosa keperawatan 3:
Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan
hipovolemia, penurunan Hb.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam perfusi
jaringan pada perifer akan kembali lancar.
Kriteria Standart:
a. Pasien tidak akan mengeluh mengenai gangguan pada ekstremitas
bawah.
b. Akral hangat
Intervensi
Intervensi Rasional
Observasi TTV dan Hb Dapat digunakan sebagai
pertimbangan tindakan selanjutnya

Pantau tingkat ketidaknyamanan Mengetahui seberapa parah gangguan


(nyeri) saat melakukan aktivitas, atau perfusi
istirahat.

12
Pantau pembedaan ketajaman atau Managemen sensasi perifer
ketumpuan atau panas dingin

Anjurkan agar menghindari suhu yang Mengurangi shok


ekstrim pada ekstremitas

Kolaborasi pemberian analgesik bila Untuk meredakan nyeri akibat


perlu gangguan perfusi pada daerah
ekstremitas bawah

4. Diagnosa keperawatan 4:
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan terjadinya perdarahan
yang berulang-ulang.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam
kebutuhan cairan pasien akan terpenuhi.
Kriteria Standart:
a. Tanda Vital dalam batas normal
b. Input seimbang dengan haluaran
c. Peningkatan turgor kulit

Intervensi Rasional
Monitor keadaan umum pasien. Untuk memonitor kondisi pasien
selama perawatan terutama saat terdi
perdarahan. Perawat segera
mengetahui tanda-tanda presyok
/syok
Observasi tanda-tanda vital tiap 3 mengobaservasi vital sign untuk
jam. memastikan tidak terjadi presyok /
syok.
Berikan oksigenasi Untuk mempertahankan supply
oksigen ke seluruh tubuh.
Kolaborasi pemberian cairan Cairan intravena diperlukan untuk
intravena. mengatasi kehilangan cairan tubuh
secara hebat.
Kolaborasi untuk pemeriksaan Untuk memantau perdarahan dan

13
laboratorium (Hb). menentukan tindakan lebih lanjut

5. Diagnosa keperawatan 5:
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Kriteria Standart:
a. Pasien tampak tenang
b. Pasien tidak menunjukkan kegelisahan
Intervensi
Intervensi Rasional
Kaji tanda-tanda vital mengetahui kondisi pasien dan
untuk menentukan problem
solving yang tepat
Berikan problem solving yang tepat Agar kecemasan pasien dapat diatasi
sesuai dengan penyebab kecemasan. dengan tepat
Berikan cara-cara untuk Mengurangi kecemasan pasien.
mengurangi kecemasan.

6. Diagnosa keperawatan 6:
Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam klien
dapat memahami informasi tentang penyakitnya.
Kriteria Standart:
a. Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi individu kebutuhan
tindakan.
b. Mengidentifikasi gejala-gejala
Intervensi:
Intervensi Rasional
Kaji pemahaman tentang patologi Membuat data dasar pada
atau komplikasi penyuluhan kesehatan. Peningkatan
gejala-gejala berat dapat
menandakan kebutuhan klien.
Beikan informasi tentang gejala- Gejala-gejala berkenaan dengan

14
gejala yang mengidentifikasi mioma uteri sangat beragam
masalah mioma uteri
Tinjau ulang efek samping obat. Menentukan tingkat pengetahuan
klien dan memberikan informasi
baru.
Kolaborasi dengan tim perawatan Memberikan kesempatan kontinuitas
kesehatan dalam dan penyelesaian perawatan.
penyuluhan/perencanaan.

4.5 Implementasi
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan
otot dan sistem saraf akibat penyempitan kanalis servikalis oleh myoma.
Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakan untuk mengatasi nyeri
Ajarkan teknik relaksasi
Kolaborasi pemberian analgesic
b. Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh
massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnya.
Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine
Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya
ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air
hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
Kolaborasi pemberian deuretik (misal, klorotiazid,
hidroklorotiazid)
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan
hipovolemia, penurunan Hb.
Observasi TTV dan Hb
Pantau tingkat ketidaknyamanan (nyeri) saat melakukan aktivitas,
atau istirahat.
Pantau pembedaan ketajaman atau ketumpuan atau panas dingin
Anjurkan agar menghindari suhu yang ekstrim pada ekstremitas
Kolaborasi pemberian analgesik bila perlu
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan terjadinya perdarahan
yang berulang-ulang.
Monitor keadaan umum pasien
Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam.
Berikan oksigenasi

15
Kolaborasi pemberian cairan intravena.
Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium (Hb).
e. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Kaji tanda-tanda vital
Berikan problem solving yang tepat sesuai dengan penyebab
kecemasan.
Berikan cara-cara untuk mengurangi kecemasan.
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi penyakit.
Kaji pemahaman tentang patologi atau komplikasi
Beikan informasi tentang gejala-gejala yang mengidentifikasi
masalah mioma uteri
Tinjau ulang efek samping obat.
Kolaborasi dengan tim perawatan kesehatan dalam
penyuluhan/perencanaan.

4.6 Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan atau penilaian akhir
dari proses keperawatan yang telah dilaksanakan. Dimana perawat mencari
kepastian keberhasilan dan juga mengetahui sejauh mana masalah klien dapat
diatasi. Jika belum berhasil dengan baik dilakukan kajian ulang atau merevisi
rencana tindakan.
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di
harapkan untuk klien dengan gangguan sistem reproduksi ini adalah :
a. Nyeri dapat teratasi
b. Pasien tidak mengalami masalah dengan pola eliminasi
c. Asupan nutrisi dan cairan terpenuhi
d. Tidak mengalami gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan
ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer)
e. Perdarahan dapat terhenti
f. Pasien mendapatkan informasi yang tepat mengenai penyakit dan
pengobatannya
g. Pasien tidak mengalami kecemasan.

4.7 Pemeriksaan Penunjang


1. USG abdominal dan transvaginal
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam
menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama

16
lebih bermanfaat untuk mendeteksi kelainain pada rahim, termasuk mioma
uteri. Uterus yang besar lebih baik diobservasi melalui ultrasonografi
transabdominal. Mioma uteri dapat menampilkan gambaran secara khas
yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus.
Sehingga sangatlah tepat untuk digunnakan dalam monitoring
(pemantauan) perkembangan mioma uteri.
2. Laparaskopi
3. Hitung darah lengkap dan Apusan darah
4. Leukositosis dapat disebabkan oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi.
5. Menurunnya kadar hemoglobin dan hematokrit menunjukkan adanya
kehilangan darah yang kronik.
6. Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika
tumornya kecil serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi sebagai
alat untuk penegakkan diagnosis dan sekaligus untuk pengobatan karena
dapat diangkat.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi
jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI
dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat
disimpulkan. (Supriyadi, 1994)

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Mioma uteri merupakan salah satu tumor jinak uterus yang berasal
dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri
dikenal juga dengan istilah fibromioma, leiomioma, atau fibroid. (Pertiwi.
2012)
Menurut letaknya, mioma di bagi menjadi:
A. mioma submukosum: berada di bawah endometirium dan menonjol
B. mioma intramural:mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut
myometrium
C. mioma subserosum:apabila tumbuh keluar di dinding uterus sehingga
menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa (Prawirohardjo,
2008)
4.2 Saran
Kami menyadari dalam penulisan dan pembahasan makalah ini
banyak ditemui kesalahan dan kekurangan baik dari penulisan dan
pembahasan dikarenakan kami masih dalam proses pembelajaran, kami
menerima dengan lapang dada saran dan tanggapan dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini,dan kami juga berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penulis nantinya

18
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E.2001.Rencana Keperawatan Maternal/bayi. Jakarta :


EGC.
Ganong F William. 1999. Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.
Pertiwi,Kirana dkk. 2007. Hubungan Usia Menarche Dan Paritas Dengan
Kejadian Mioma Uteri Di Rsud Wates Kulonprogo Tahun 2007-2010.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes
Bagian Obstetri & Ginekologi FK Unpad Bandung.1984.Obstetri
Patologi.Bandung : CV. Lubk Agung.
Bobak, Irene M.2005.Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Maternitas Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E.Rencana Asuhan Keperawatan.2000.Jakarta : EGC.
Dorland.1998.Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Volume 3.Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M.2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 7. Jakarta :
EGC.
Wiknjosastro, Hanifa.2005. Ilmu Kebidanan Edisi 3 Cetakan 7.Jakarta Pusat :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

19

Vous aimerez peut-être aussi