Vous êtes sur la page 1sur 15

Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data
tentang klien. Fase proses keperawatan ini mencangkup dua langkah, yaitu :
1. Pengumpulan data dari sumber primer (klien).
2. Pengumpulan data dari sumber sekunder (keluarga dan tenaga kesehatan).
Tujuan pengkajian adalah menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah
kesehatan, tujuan, nilai, dan gaya hidup yang dilakukan klien (Potter Da Perry, 2005)
Pengkajian yang dilakukan menurut Marylinn E. Doenges (1999) yaitu siskulasi di
tandai dengan peninggian TD (efek pembesaran ginjal).
Pada pola eleminasi, gejala yang timbul yaitu penurunan kekuatan/dorongan aliran
urin, tetesan keragu-raguan pada berkemih awal. Ketidakmampuan untuk mengosongkan
kandung kemih dengan lengkap, dorongan dan frekuensi berkemih. Nokturia, disuria,
hematuria. Duduk untuk berkemih,. ISK berulang, riwayat batu (statsis urinaria).
Kontipasi (protrusi prostat ke dalam rektum). Ditandai dengan masa padat di bawah
abdomen bawah (distensi kandung kemih), nyeri tekan kandung kemih, hernia inguinalis,
hemoroid (mengakibatkan tekanan abdominal meningkat yang memerlukan pengosongan
kandungkemih mengatasi tahanan).
Makanan/cairan gejala yang timbul yaitu anoreksia, mual, muntah, penurunan berat
badan.
Nyeri/kenyamanan gejala yang timbul yaitu nyeri suprapubis, pinggul, atau punggung
tajam, kuat (pada prostatitis akut) nyeri punggung bawah. Keamanan gejala yang timbul
yairu demam.
Seksualitas gejala yang timbul yaitu masalah tentang efek kondisi terapi pada
keamanan seksual. Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim. Penurunan
kontraksi ejakulasi. Ditandai dengan pembesaran, nyeri tekan prostat.
Penyuluhan/pembelajaran gejala yang timbul yaitu riwayat keluarga kanker,
hipertensi, penyakit ginjal. Penggunaan antihipertensif atau antidepresan, antibiotik
urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk flu/alergi, obat mengandung
simtomimetik dengan pertimbangan DRG menunjukan rerata dirawat 2,2 dari rencana
pemulangan memerlukan bantuan dengan manajemen terapi, contoh kateter.

Pemeriksaan diagnostik, yaitu:


a. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap atau terang (berdarah); penampilan keruh PH7
atau lebih besar (menunjukan infeksi); bacteria, SDP, SDM mungkin ada mikroskopis.
b. Kultururine : dapat menunjukan staphylococcus aureus, proteus, klebsilla,
pseudomonas, atau escherichia coli.
c. Sitologi urine : untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.
d. BUN/Kreatinin : meningkatkan bila fungsi ginjal dipengaruhi.
e. Asam fosfat serum/antigen khusus prostatik : peningkatan karena pertumbuhan selular
dan pengaruh hormonal pada kanker prostat dapat mengindikasikan metastase tulang.
f. SDP : mungkin lebih besar dari 11.000, mengindikasikan infeksi bila klien
imunosupresi.
g. Penentuan kecepatan aliran urine : mengkaji derajat obstruksi kandung kemih.
h. IVP dengan film pasca-berkemih : menunjukka pengosongan kandung kemih,
membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran prostat,
divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.
i. Sitouretrografi berkemih : digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasikan
kandung kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras lokal.
j. Sistogram : mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk
mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan dengan BPH.
k. Sistouretroskopi : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan perubahan
dinding kandung kemih (kontraindikasi pada adanya ISK akut sehubungan dengan resiko
sepsis gram negatif)
l. Sisometri : mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.
m. Ultrasound transektal : mengukur ukuran prostat, jumlah residu urine, melokalisasi
lesi yang tidak berhubungan dengan BPH.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon aktual atau
potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat mempunyai lisensi dan
kompeten untuk mengatasinya (Potter dan Perry, 2005).

Berikut ini akan dijelaskan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan
Benigna prostat hiperlasia menurut Marylinn E. doenges (1999) :
1. Gangguan pola eliminasi (BAK) : Retensi urine berhubunagn dengan obstruksi
mekanik pembesaran prostat.
2. Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung
kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria, terapi radiasi.
3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca
obstruksidiuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan : kemungkinan prosedur
bedah atau malignasi.
5. Kekurangan pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpejan/mengigat, salah interpretasi informasi.
Setelah dilakukan prostatektomi maka diagnosa keperawatan yang akan muncul yaitu:
1. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi mekanik ; bekuan darah,
edema, trauma, prosedur bedah.
2. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah,
kesulitan mengontrol pendarahan.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedure invasive ; alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
4. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis
(inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area
genetalia).
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pronosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpejan/mengigat ; salah interpretasi informasi.

3. Perencaaan Keperawatan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan berpusat pada
klien dan hasil yang diperkirakan, ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut. Selama rencana dibuat prioritas, selain kolaborasi dengan klien
dan keluarga, perawat berkonsul dengan anggota tim kesehatannya, menelaah literature
yang berkaitan, memodifikasi asuhan, dan mencatat informasi yang relevan tentang
kebutuhan keperawatan kesehatan klien dan penatalaksanaan klinik (Potter dan Perry,
2005). Tipe intervensi : terdapat 3 kategori intervensi keperawatan :
1. Intervensi keperawatan : untuk respon perawat terhadap kebutuhan perawatan
kesehatan dan diagnosa klien.
2. Intervensi dokter : respon dokter terhadap diagnosa medis dan perawat menyelesaikan
instruksi dokter tertulis.
3. Intervensi kolaboratif : terapi yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, dan
keahlian dari bidang. (Potter dan Perry, 2005)
Intervensi keperawatan mMarylinn E. Doenges (1999) adalah :
a. Gangguan pola eleminasi : (BAK) retensi urine berhubungan dengan obstruksi
mekanik, pembesaran prostat.
Tujuan : berkemih dengan jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih,
dengan kriteria hasil menunjukan residu paska berkemih kurang dari 50 ml, dengan tidak
ada tetesan/kelebihan aliran.
Intervensi :
1. Dorong kilen untuk berkemih setiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
2. Tanyakan klien tentang inkontinensia stress.
3. Observasi aliran urine, perhatikan ukuran dan kekuatan.
4. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
5. Penurunan haluan urine dan perubahan berat jenis.
6. Perkusi/palpasi area suprapubik.
7. Dorongan masukan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi jantung, bila
diindikasikan.
8. Awasi tanda vital dengan ketat.
9. Observasi hipertensi, edema prifer/ dependen, perubahan mental, timbang tiap hari
pertahankan masukkan dan pengeluaran dengan akurat.
10. Berikan/ dorong kateter lain dan parineal.
11. Berikan rendam duduk sesuai indikasi.
12. Kolaborasi berikan obat sesuai dangan indikasi : anti spasmodic, contoh oksibutinin
klorida (ditropan).

b. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dangan iritasi mukosa, distensi kandung
kemih, kolik ginjal, infeksi uraniria, terapi radiasi.
Tujuan : melaporkan nyeri hilang/ terkontrol, dengan kriteria hasil tampak rileks, mampu
untuk tidur/ istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1. Kaji nyeri ; perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10).
2. Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen bila traksi tidak
diperlukan.
3. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan.
4. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung ; membantu klien melakukan
posisi yang nyaman : menganjurkan untuk teknik relaksasi/ latihan napas dalam aktifitas
terapeutik.
5. Dorongan menggunakan rendam duduk, sabun hangat untuk perineum.
6. kolaborasi :
a. Masukan kateter dan dekatkan untuk kelancaran drainase.
b. Lakukan masase pinggul.
7. Berikan obat sesuai indikasi ; narkotik, contoh eperidin (demenol).

c. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan paska


obstruksidiuresis dari drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.
Tujuan : mempertahankan hidrasi adekuat, dengan kriteria hasil tanda vital stabil, nadi
perifer teraba, pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab.
Intervensi :
1. Awasi keluhan dengan hati-hati, tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran 100-
200 ml/jam.
2. Dorong peningkatan pemasukan oral berdasarkan kebutuhan individu.
3. Awasi TD, nadi dengan sering. Evaluasi pengisian kapiler dan membran mukosa oral.
4. Tingkatkan tirah baring dengan kepala tinggi.
5. Kolaborasi :
a. Awasi elektrolit terutama natrium.
b. Berikan cairan IV (garam faal hipertionik) sesuai kebutuhan.

d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan : kemungkinan prosedur


bedah (malignasi).
Tujuan : Tampak rikeks dengan kriteria hasil menunjukan rentang tepat tentang perasan
dan penurunan rasa takut.
Intervensi :
1. Selalu ada untuk klien. Buat hubungan saling percaya dengan klien/ orang terdekat.
2. Berikan informasi tentang prosedur dan tes khusus dan apa yang akan terjadi. Contoh:
kateter urine berdarah, iritasi kandung kemih. Ketahui seberapa banyak informasi yang
diinginkan klien.
3. Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur menerima klien, lindungi
privacy.
4. Dorong klien/ orang terdekat untuk menyatakan masalah/ perasaan.
5. Beri penggunaan informasi klien yang telah diberikan sebelumnya.

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis, dengan kriteria hasil
mengidentifikasikan hibungan tanda/ gejala proses penyakit.
Intervensi :
1. Kaji ulang proses penyakit, pengalaman klien.
2. Dorong menyatakan rasa takut/ perasaan dan perhatian.
3. Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, alkohol, mengemudikan mobil lama,
pemasukan cairan cepat.
4. Berikan informasi anatomi dasar seksual. Dorong pertanyaan dan tingkatkan dialog
tentang masalah.
5. Bicarakan masalah seksual contoh bahwa selama episode akut prostatits. Koitus
dihindari tetapi mungkin membantu pengobatan dalam kondisi kronis.
6. Kaji ulang tanda/ gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh urine keruh. Berbau
; penurunan haluan urine, ketidak mampuan untuk berkemih ; adanya demam/ menggigil.
7. Diskusikan perlunya pemberitahuan pada perawat kesahatan lain tentang diagnosa.
8. Beri penguatan pentingnya evaluasi medik untuk sedikitnya 6 bulan sampai 1 tahun,
termasuk pemeriksaan rektal dan urinalisa.

Setelah dilakukan prostatektomi yaitu :


a. Perubahan eliminasi urin berhubung dengan obstruksi mekanik : bekan darah, edema,
trauma, prosedur bedah.
Tujuan : Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi dengan kriteria hasil menunjukan
perilaku yang meningkatkan kontrol kandung kemih/ urinaria.
Intervensi :
1. Kaji haluan urine dan system kateter/ drainase, khususnya selama irigasi kandung
kemih.
2. Bantu klien memilih posisi normal untuk berkemih contoh berdiri, berjalan ke kamar
mandi, dengan frekuensi sering setelah kateter dilepas.
3. Perhatikan waktu, jumlah berkemih, dan ukuran aliran setelah kateter dilepas.
Perhatikan keluhan rasa penuh kandung kemih ; ketidakmampuan berkemih, urgensi.
4. Dorong klien untuk berkemih bila terasa dorongan tetapi tidak lebih dari 2-4 jam per
protocol.
5. Ukuran volume residu cairan 3000 ml sesuai toleransi. Batasi cairan pada malam,
setelah kateter dilepas.
6. Instruksikan klien untuk latihan oparineal, contoh mengencangkan bokong,
menghentikan dan memulai aliran urine.
7. anjurkan klien bahwa penetesan diharapkan setelah kateter dilepas dan harus teratasi
sesuai kemajuan.
8. Kolaborasi : pertahankan irigasi kandung kemih kantinu continous bledder irrigation
(CBI) sesuai indikasi pada periode paska operasi dini.

b. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah,
kesulitan mengontrol pendarahan.
Tujuan : Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria hasil tanda vital stabil, nadi
perifer teraba, pengisian kapiler baik, membran mukosa lembab, dan keluaran urine
tepat.
Intervensi :
1. Benamkan kateter, hindarkan manipulasi berlebihan.
2. Awasi masukan dan pengeluaran.
3. Observasi drainase kateter, perhatikan pendarahan berlebihan/berkelanjutan.
4. Evaluasi warna, konsistensi urine contoh merah terang dengan bekuan merah.
5. Peningkatan viskositas, warna keruh gelap dengan bekuan gelap.
6. Pendarahan dengan tidak ada bekuan.
7. Inspeksi balutan/luka drainase. Timbang balutan bila diindikasikan. Perhatikan
pembentukan hematoma.
8. Awasi tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan TD,
diaforesis pucat, perlambatan pengisian kapiler, membran mukosa kering.
9. Selidiki kegelisahan, kacau mental, perubahan perilaku.
10. Dorong pemasukan cairan 3000 ml/hari kecuali kontraindikasi.
11. Hindari pengukuran suhu rektal dan menggunakan selang rektal.
12. Kolaborasi awasi pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi, contoh Hb/Ht, jumlah
sel darah merah.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur infasif : alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan : Mencapai waktu Penyembuhan dengan kriteria hasil tidak mengalami tanda
infeksi.
Intervensi :
1. Pertahankan system kateter steril, berikan perawatan kateter regular dengan sabun dan
air. Berikan salep antibiotik di sekitar sisi kateter.
2. Ambulasi dengan kantung drainase dependen.
3. Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat,
gelisah, peka, disorientasi.
4. Observasi drainase dari luka sekitar kateter suprapubik.
5. Ganti balut dengan sering (insisi supra/retro pubik dan parineal), pembersihan dan
pengeringan kulit sepanjang waktu.
6. Gunakan pelindung kulit ostami.
7. Kolaborasi : berikan antibiotik sesuai indikasi.

d. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis


(inkontinensia, kebocoran urin setelagh pengangkatan kateter, keterlibatan area
genetalia).
Tujuan : Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat dapat diatasi
dengan kriteria hasil menyatakan pemahaman situasi individual.
Intervensi :
1. Berikan keterbukaan pada klien/orang terdekat untuk membicarakan tentang masalah
inkontinensia dan fungsi seksual.
2. Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual.
3. Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyaan klien.
4. Diskusikan ejakulasi retrograde bila pendekatan tranurethral/suprapubik digunakan.
5. Instruksikan latihan perineal dan interupsi/kontinu aliran urine.
6. Kolaborasi : rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi.

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang terpejan/mengigat ; salah interpretasi informasi.
Tujuan : Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan alas an
tindakan, dengan kriteria hasil berpartisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi :
1. Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan.
2. Tekankan perlunya nutrisi yang baik ; dorong konsumsi buah, meningkatkan diet
tinggi serat.
3. Diskusikan pembatasan aktifitas awal, contoh menghindari mengangkat berat, latihan
keras, duduk/mengendarai mobil terlalu lama, memanjat lebih dari 2 tingkat tangga
sekaligus.
4. Dorong kesinambungan latihan parineal.
5. Instruksikan perawatan kateter urine bila ada, identifikasi sumber alat/dukungan.
6. Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik contoh eritema, drainase
purulen dari luka ; perubahan dari karaker/jumlah urine, adanya dorongan/frekuensi
pendarahan berat, demam/menggigil.

4. Pelaksanaan Keperawatan

Menurut Potter dan Perry (2005), perencanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai sekali rencana tindakan disusun
dan ditunjukan pada nursing orders membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk mengidentifikasi factor-
faktor masalah kesehatan klien.
Tahap dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi hoping. Tahap tindakan keperawatan ada 3 yaitu :
1. Persiapan.
Tahap awal tindakan keperawatan menurut perawat mempersiapkan segala sesuatu yang
diperlukan dalam tindakan.
2. Perencanaan.
Fokus tahap pelaksanaan tindakan adalah kegiatan pelaksanaan rindakan di
perencanakan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional.
3. Pendokumentasian.
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Potter dan Perry (2005) evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi
proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan dan pelaksanaannyasudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan
perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama pengkajian. Tahap pengkajian,
analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Tujuan evaluasi adalah melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Ada 2
komponen untuk mengevaluasi tindakan keperawatan, yaitu :
1. Proses (formatif).
Fokus tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas
pelayanan tindakan tindakan keperawatan. Evaluasi formatif terus menerus dilaksanakan
sampai tujuan yang telah ditentuka tercapai. Metode pengumpulan data dalam evaluasi
formatif terdiri dari analisa perencanaan tindakan keperawatan, open/chartaudit,
pertemuan kelompok, interview dan observasi dengan klien dan menggunakan form
evaluasi. Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini biasanya menggunakan sistem
SOAP atau metode dokumentasi lainnya.
Evaluasi dengan menggunakan model SOAP subjektif :
Subjektif : Perubahan keluhan yang dirasakan pada klien.
Objektif : Gejala atau tanda yang dapat dilihat dari tindakan yang telah dilakukan.
Analisa : Rencana terhadap keberhasilan asuhan keperawatan.
Planning : Yang akan dilaksanakan sesuai analia.
2. Hasil (Sumatif)
Fokus evaluasi hasil adalah perubahan atau status kesehatan klien pada akhir tindakan
perawatan klien. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
paripurna. Sumatif evaluasi adalah objektif, fleksibel, dan efisien. Adapun metode
pelaksanaan evaluasi sumatif terdiri dari close-chart audit, interview akhir pelayanan,
pertemuak akhir pelayanan dan pertanyaan kepada klien dan keluarga.
Komponen evaluasi dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu :
a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi.
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien tertentu.
c. Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standard.
d. Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
e. Melakukan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.

BAB III
KASUS

3.1 Kasus
Bp. C (60 tahun) mengeluhkan susah buang air kecil sejak 7 hari yang lalu. Klien
mengatakan sakit saat akan buang air kecil. Sejak kemarin, klien benar-benar sudah tidak
bisa keluar urin. Setelah dilakukan pemeriksaan, adanya pembesaran pada prostat klien.
a) Dari kasus diatas, masalah medis apa yang di alami klien? Jelaskan analisa
kelompok!
b) Jelaskan definisi, etiologi, manifestasi klinik, patofisiologi, jenis-jenis (jika ada),
komplikasi (jika ada), pemeriksaan diagnostik, masalah keperawatan dan rencana
asuhan keperawatan terkait masalah medis dari kasus di atas

3.2 Pembahasan
Dari kasus diatas kelompok menyimpulkan bahwa Bp. C (60 tahun) mengalami
penyakit BPH (Benigna Prostat Hipertropi) karena dari keluhan yang ada yaitu sejak 7
hari Bp.C susah buang air kecil, rasa sakit saat buang air kecil, bahkan sudah satu hari
Bp. C sudah tidak bisa miksi sesuai dengan tanda dan gejala BPH kemudian dibuktikan
dengan hasil pemeiksaan yang menunjukan adanya pembesaran prostat pada klien.
3.3 Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
klien mengelus susah buang air kecil sejak 7 Hasil pemeriksaan: adanya
hari yang lalu pembesaran pada prostat klien
Klien mengatakan sakit saat BAK.
Klien mengatakan sejak kemarin klien benar-
benar sudah tidak bisa keluar urine.

Data Tambahan
TTV:
TD: 140/90
S: 37
Nadi: 80x/menit
RR: 18x/menit
Klien tanpak meringis
Klien tampak gelisah
Klien merasa tidak tuntas saat berkemih

3.4 Analisa Data


DS/DO/DT Masalah Etiologi
DS: Perubahan pola Pembesaran Prostat
klien mengelus susah buang air kecil eliminasi urine:
sejak 7 hari yang lalu retensi urin
Klien mengatakan sakit saat BAK.
Klien mengatakan sejak kemarin klien
benar-benar sudah tidak bisa keluar
urine.
DO:
Hasil pemeriksaan: adanya
pembesaran pada prostat klien
DT:
Klien merasa tidak tuntas saat
berkemih
DS: Gangguan rasa obstruksi saluran
klien mengeluh susah buang air kecil nyaman: nyeri kemih
sejak 7 hari yang lalu
Klien mengatakan sakit saat BAK.
DO:
Hasil pemeriksaan: adanya
pembesaran pada prostat klien

DT:
TD: 140/90
S: 37
Nadi: 90x/menit
RR: 18x/menit
Klien tanpak meringis
Klien tampak gelisah

3.5 Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan pembesaran prostat

3.6 Intervensi

A. Diagnosa pertama
1. Diagnosa: Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan obstruksi saluran kemih
2. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan nyeri teratasi
3. Kriteria Hasil:
a.Secara verbal klien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
b.Klien tampak tenang.
c. TD dalam batasan normal (120/80 mmHg)
4. Intervensi:
Intervensi Rasional
Monitor dan catat adanya rasa nyeri, Untuk menentukan intervensi
lokasi, durasi dan faktor pencetus
serta penghilang nyeri.
Observasi tanda-tanda non verbal Dapat mengetahui seberat apa nyeri
nyeri (gelisah, kening mengkerut, yang dirasakan klien
peningkatan tekanan darah dan denyut
nadi)
Beri ompres hangat pada abdomen Kompres hangat dapat membuat
terutama perut bagian bawah dilatasi pembuluh darah sekitar
abdomen dan meningkatkan rasa
nyaman
Anjurkan pasien untuk menghindari Mencegah penumpukan urin didalam
stimulan (kopi, teh) kandung kemih
Atur posisi pasien senyaman mungkin, Meningkatkan rasa nyaman
ajarkan teknik relaksasif. Lakukan
perawatan aseptik terapeutikg.
Laporkan pada dokter jika nyeri
meningkat
Kolaborasi pemberian analgesik

B. Diagnosa Kedua
1. Diagnosa: Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan pembesaran
prostat.
2. Tujuan: setelah dilakukan asuhan keperawatan masalah retensi urine teratasi
3. Kriteria Hasil
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung kemih.
4. Intervensi:

Intervensi Rasional
Awasi TTV dengan ketat Sebagai ddeteksi dini penyakit
Perkusi/palpasi area suprapubik. Mengawasi penumpukan urine
Berikan rendam duduk sesuai indikasi Meningkatkan rasa nyaman
Kolaborasi pemasangan kateter Untuk mengeluarkan urine
Kolaborasi berikan obat sesuai dangan
indikasi : anti spasmodic, contoh
oksibutinin klorida (ditropan).

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran keluar urine,
dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna Prostat Hipertropi
sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah membesar atau hipertropi
prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang mengalami hiperplasian (sel-selnya
bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan
disebut kapsul surgical. Maka dalam literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau
adenoma prostat, tetapi hipertropi prostat sudah umum dipakai.
Benigna prostat hiperlasia (BPH) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria tua lebih dari 50 tahun) menyebabkan derajat obstruksi uretral
dan pembatasan aliran urinarius. (Marilyn E. Doenges. 1999)

4.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini juga penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah masih terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam
penulisan maupun dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada
semua pembaca mahasiswa khususnya, untuk lebih di tingkatkan dalam pembuatan
makalah yang akan datang

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.


Long, B.C. 1996. Perawatan Medikal Bedah : Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Susan Martin: Tucker, 1998, Standar Perawatan pasien. Jakarta: EGC

Vous aimerez peut-être aussi