Vous êtes sur la page 1sur 16

MAKALAH

ASUHAN KEBIDANAN NEONATUS, BAYI, BALITA,


DAN ANAK PRA SEKOLAH

ATRESIA DUODENI
Dosen Pengampu: Sari Hastuti, S.SiT,.MPH

Oleh:
KURNIA PRAWESTI (P07124214023)
D-IV KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


YOGYAKARTA
2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Atresia Duodeni.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Neonatus,
Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah untuk meningkatkan kemampuan dan
pemahaman tentang mata kuliah ini.
Tidak lupa pula pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis
mangucapkan terimakasih kepada Ibu Sari Hastuti, S.SiT, MPH., yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini, juga kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
penulis harapkan kritik dan saran dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 01 November 2015

Penulis
DAFTAR ISI

COVER. i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI . iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang. 1
B. Rumusan masalah.. 1
C. Tujuan masalah 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definsi 3
B. Patologis 4
C. Epidimiologi... 5
D. Penyebab dan tanda gejala..... 5
E. Pemeriksaan dan diagnosis 7
F. Penatalaksaan.. 8
G. Asuhan kebidanan. 10
PENUTUP
A. Kesimpulan. 11
B. Saran. 11
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Duodenum merupakan bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung
dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Nama duodenum berasal
dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari. Bagian
duodenum merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo
duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Pada duodenum terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Atresia duodeniadalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang baik.
Gejala yang sering ditimbulkan yakni obstruksi usus. Gejala akan nampak dalam
24 jam setelah kelahiran. Muntah yang terus menerus merupakan gejala yang
paling sering. Apabila kondisi anak tidak ditangani dengan cepat, maka anak
akan mengalami dehidrasi, penurunan berat badan, gangguan keseimbangan
elektrolit. Jika dehidrasi tidak ditangani, dapat terjadi alkalosis metabolik
hipokalemia atau hipokloremia. Melalui makalah ini, penulis akan membahas
duodenal atresia secara lebih mendalam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Atresia Duodeni?
2. Bagaimana Patologis Atresia Duodeni?
3. Bagaimana epidimiologi Atresia Duodeni?
4. Apa penyebab dan tanda gejala Atresia Duodeni?
5. Bagaiman cara pemeriksaan dan diagnosis Atresia Duodeni?
6. Bagaimana penatalaksaan Atresia Duodeni?
7. Bagaimana asuhan kebidanan Atresia Duodeni yang tepat?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memahami kelainan
kelainan yang terjadi pada bayi baru lahir
1. Untuk memahami definisi Atresia Duodeni.
2. Untuk memahami Patologis Atresia Duodeni.
3. Untuk memahami epidimiologi Atresia Duodeni.
4. Untuk memahami penyebab dan tanda gejala Atresia Duodeni.
5. Untuk memahami cara pemeriksaan dan diagnosis Atresia Duodeni.
6. Untuk memahami penatalaksaan Atresia Duodeni.
7. Untuk memahami asuhan kebidanan Atresia Duodeni yang tepat.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Atresia Duodeni


Atresia duodeni adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang baik.
Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada neonatus yang
baru lahir. Atresia duodeni diduga timbul dari kegagalan rekanalisasi lumen pada
perkembangan usus selama masa kehamilan minggu ke-4 dan ke-5. Atresia
duodeni mempunyai beberapa bentuk, meliputi obstruksi lumen oleh membran
utuh, tali fibrosa yang menghubungkan dua ujung kantong duodenum yang
buntu dan pendek, atau suatu celah antara ujung-ujung duodenum yang tidak
bersambung.

Atresia duodeni biasanya terjadi dengan muntah yang terwarnai empedu


dalam 24 jam kelahiran. Distensi abdomen biasanya tidak terjadi, tetapi sering
kali peristalsis lebih terlihat di perut. Pemasangan selang nasogastrik dapat
menunjukkan sejumlah besar empedu di lambung dan biasanya terdapat riwayat
polihidramnion dan terlambatnya pengeluaran mekonium.
Atresia dapat terjadi di semua tingkat usus, tetapi duodenum adalah tempat
yang paling sering terserang. Jika belum pernah terdiagnosis pada periode
prenatal, muntah persisten dalam 24-36 jam persalinan merupakan gambaran
pertama yang dihadapi. Muntah sering kali berisi empedu, kecuali obstruksi
terjadi di bagian proksimal pintu masuk saluran empedu umum. Distensi
abdomen mungkin tidak muncul dan bayi mungkin mengeluarkan mekonium.
Adanya gelembung ganda gas yang khas dapat terlihat di pemeriksaan
radiologis.

B. Patologis Atresia Duodeni


Gangguan perkembangan duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal
yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau
kegagalan rekanalisasi pita padat epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam
usia kehamilan minggu ke-4 dan ke-5, lalu akan terhubung ke lumen duodenal
secara sempurna.
Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat
mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis
atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di
antara lumen duodenum. Kadang-kadang, Atresia duodeniberkaitan dengan
pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum).
Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan perkembangan duodenal daripada
suatu perkembangan dan atau berlebihan dari pancreatic buds.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang
tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi
sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan
embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam
mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum
C. Epidimiologi Atresia Duodeni
Insidensi atresia duodeni adalah 1 dalam 10.000 kelahiran dan meliputi
sekitar 25-40% dari semua atresia usus. Setengah dilahirkan prematur. Sindrom
Down terjadi pada 20-30% penderita atresia duodeni. Kelainan bawaan lainnya
yang menyertai atresia duodeni adalah malrotasi (20%), atresia esophagus (10-
20%), penyakit jantung bawaan (10-15%), dan kelainan anorektal serta ginjal
(5%). (Behrman, 1996). Jika atresia duodeni tidak segera ditangani, kondisinya
akan menjadi fatal karena gangguan cairan dan elektrolit.
Atresia duodeni adalah penyakit bayi baru lahir, jarang tidak terdiagnosis
hingga masa kanak kanak atau remaja. Tanda obstruksi duodenum adalah
muntah yang mengandung empedu tanpa perut kembung, biasanya terjadi pada
hari pertama setelah lahir. Adanya riwayat polihidramnion pada pertengahan
kehamilan yang disebabkan oleh kegagalan penyerapan cairan amnion di bagian
distal usus oleh janin. Ikterik tampak pada sepertiga bayi. Diagnosis dapat
ditegakkan dari adanya gambaran tanda gelembung ganda pada foto rontgen
polos abdomen. Gambaran ini disebabkan oleh karena lambung dan duodenum
proksimal mengembang dan terisi udara. Sedangakan diagnosis prenatal atresia
duodeni ditegakkan dengan ultrasonografi janin. Diagnosis prenatal
memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan mempertimbangkan untuk
melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas yang mampu merawat
bayi dengan kelainan saluran cerna.

D. Penyebab dan tanda gejala Atresia Duodeni


1. Penyebab Atresia duodeni
Penyebab dari Atresia duodeni merupakan kerusakan yang terjadi pada
suplay darah yang rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum
mengalami penyempitan dan menjadi obstruksi.
2. Tanda dan gejala
a. Muntah banyak segera setelah lahir & berwarna hijau karena empedu
b. Muntah terus-menerus, meskipun bayi dipuasakan selama beberapa jam
c. Pembengkakan abdomen pada bagian atas.
d. Tidak memproduksi urine setelah beberapa kali buang air kecil
e. Hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari obstruksi intestinal tinggi.
Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia duodeni khas memiliki abdomen
skafoid. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi
lambung dan duodenum proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam
pertama kehidupan biasanya tidak terganggu. Dehidrasi, penurunan berat
badan, ketidakseimbangan elektrolit segera terjadi kecuali kehilangan cairan
dan elektrolit yang terjadi segera diganti. Jika hidrasi intravena belum
dimulai, maka timbullah alkalosis metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan
asiduria paradoksikal, sama seperti pada obstruksi gastrointestinal tinggi
lainnya. Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek obstruksi duodenal khas
mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam jumlah bermakna.
E. Cara pemeriksaan dan diagnosis Atresia Duodeni
1. Pemeriksaan diagnostik
Dengan foto rontgen abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda
jika obstruksi tidak lengkap dapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam
usus bagian bawah. Dapat ditegakkan dengan foto polos abdomen 3 posisi,
secara klasik akan terlihat suatu gelembung ganda pada film tegak yang
merupakan udara dalam duodenum yang mengembung naik ke puncak.
Selain itu isi duodenum dapat membentuk satu garis batas permukaan
saluran udara. Pada atresia yang sempurna tidak akan terlihat udara
dibagian abdomen.

2. Diagnosis
Diagnosis atresia duodeni dikonfirmasi dengan pemeriksaan foto rontgen
abdomen. Sebuah foto upright abdomen menunjukan gambaran klasik
double bubble. Pemeriksaan dengan kontras tidak diperlukan. Bila udara
terlihat pada usus distal dari duodenum, obstruksinya incomplete,
mengarahkan pada stenosis duodenal atau malrotasi. Malrotasi dengan
volvulus harus dicurigai (dan disingkirkan) bila abdomen tidak berbentuk
scaphoid setelah pemasangan nasogastric tube.
F. Penatalaksaan Atresia Duodeni
1. Pengobatan awal bayi dengan Atresia duodeni meliputi dekompresi naso-
atau orogastrik dengan penggantian cairan secara intravena.
2. Ekokardiogram (EKG) dan foto rontgent dada serta tulang belakang harus
dilakukan untuk mengevaluasi kelainan lain karena sepertiga bayi dengan
Atresia duodeni mempunyai kelainan bawaan lain yang dapat mengancam
kehidupan.
3. Koreksi definitive Atresia duodeni biasanya ditunda untuk mengevaluasi dan
mengobati kelainan lain yang berakibat fatal.
4. Duodenoduodenostomi yaitu operasi perbaikan Atresia duodeni. Usus
proksimal yang melebar dapat dikecilkan secara perlahan dalam upaya
memperbaiki peristaltik.
5. Pemasangan pipa gastrostomi dipasang untuk mengalirkan lambung dan
melindungi jalan nafas.
6. Dukungan nutrisi intravena atau pipa jejunum transanastomosis diperlukan
sampai bayi mulai makan per oral.
7. Jika obstruksi disebabkan oleh pipa Ladd dengan malrotasi, operasi
diperlukan tanpa boleh ditunda. Setelah lipatan atau pita peritoneum yang
tidak normal dipisahkan, seluruh usus besar diletakkan di dalam perut
sebelah kiri, setelah mula-mula membuang appendiks dan usus halus
diletakkan di sebelah kanan posisi janin tidak berputar (non rotasi).
8. Apendektomi dilakukan menghindari salah diagnose apendisitis di kemudian
hari.
9. Memasang kateter nasogastrik berujung balon ke dalam jejenum sebelah
bawah obstruksi, balon ditiup dan dengan pelan-pelan menarik kateternya.
Ini dilakukan jika terjadi malrotasi yang muncul bersama dengan obstruksi
duodenum intrinsic seperti membrane atau stenosis.
10. Pada Pancrease anilare paling baik ditangani dengan duodenoduoderostomi
tanpa memisahkan pancrease dengan meninggalkan sependek mungkin
bagian lingkungan yang tidak berfungsi. Obstruksi duodenum diafragmatika
dikelola dengan diadenoplasti karena ada kemungkinan bahwa duktus
koledafus dapat bermuara pada diafragma sendiri.
11. Tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi lambung. Dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan memberikan cairan dan
elektrolit melalui infus intravena. Lakukan juga evaluasi kelainan kongenital
lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom Down) juga harus ditangani.
12. Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan
namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas.
Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui
insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada
telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi Atresia duodeni dengan cara
yang minimal invasif.
Indikasi operasi :
Kecuali bila ada kondisi yang mengancam jiwa, operasi diindikasikan
untuk semua bayi yang mengalami kondisi ini, karena malformasi ini dapat
diperbaiki dengan sempurna
Komplikasi
Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. Mudah terjadi dehidrasi,
terutama bila tidak terpasang line intravena. Setelah pembedahan, dapat terjadi
komplikasi lanjut seperti pembengkakan duodenum (megaduodenum), gangguan
motilitas usus, atau refluks gastroesofageal
G. Asuhan kebidanan Atresia Duodeni yang tepat
1. Perbaikan keadaan umum dengan mengatasi muntah-muntah sebelum
operasi.
2. Berikan informed consent dan informena choice sebelum dilakukan rujukan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Atresia duodeni adalah kondisi dimana duodenum tidak berkembang baik.
Atresia intestinal merupakan obstruksi yang sering terjadi pada bayi baru lahir,
50% kasus atresia intestinal terjadi pada duodenum. Penyebab Atresia duodeni
adalah kegagalan rekanalisasi lumen usus selama masa kehamilan minggu ke-4
dan ke-5. Gejala Atresia duodeni adalah adanya pembengkakan abdomen
bagian atas, muntah banyak segera setelah lahir, berwarna kehijauan akibat
adanya empedu (biliosa), muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan
selama beberapa jam, tidak memproduksi urin setelah beberapa kali buang air
kecil, dan hilangnya bising usus setelah beberapa kali buang air besar
mekonium. Penatalaksanaannya dengan pemberian terapi cairan intravena dan
dilakukan tindakan duodenoduodenostomi.

B. Saran
Sebagai mahasiswa kebidanan perlu mempelajari tentang kelaianan bawaan
dan penatalaksanannya khususnya atresia duodenum untuk tambahan ilmu
pengetahuan dan bekal kita apabila sudah mengabdi dimasyarakat atau di
tempat pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, dkk.1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II E/15. Jakarta: EGC
Jong, Wim D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta: EGC
Fraser, Diane. 2003. Buku Ajar Bidan Myles Edisi 14. Jakarta: EGC
Widiastuti, I Dewa Ayu, dan I Made Darmajaya. Jurnal Diagnosis dan Tatalaksana
Atresia Duodenum. Portal Garuda. Di unduh tanggal 28 Oktober 2015.

Vous aimerez peut-être aussi