Vous êtes sur la page 1sur 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini banyak dari masyarakat yang mengalami gangguan kejiwaan. Salah
satu jenis gangguan jiwa berat yang banyak diderita oleh masyarakat adalah
Skizofrenia. (Townsend, 2005). Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik
yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan
berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan
menunjukkan emosi dan berprilaku dalam kehidupan bermasyarakatyang dapat
diterima rasional.(Stuart dan Laraia, 2005).
Menurut WHO (World Health Organization), masalah gangguan jiwa di
dunia ini sudah menjadi masalah yang semakin serius. Paling tidak, ada satu dari
empat orang di dunia ini mengalami gangguan jiwa. WHO memperkirakan ada
sekitar 450 juta orang di dunia ini ditemukan mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data statistik, angka pasien gangguan jiwa memang sangat
mengkhawatirkan (Yosep, 2007).
Berdasarkan grafik kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit jiwa seluruh
indonesia tercatat sejak 2005 hingga 2009 pasien bertambah. Pada 2005 tercatat
ada 9.841 pasien. Pada 2006 menjadi 11.675 pasien. Setahun kemudian, tercatat
ada 14.064 pasien. Pada 2008 ada 17.822 pasien. Sedangkan pada 2009,
meningkat lagi menjadi 19.936 pasien.
Salah satu gejala negative dari Skizofrenia sendiri adalah dapat
menyebabkan klien mengalami gangguan fungsi sosial dan Isolasi Sosial:
Menarik Diri . Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang
negatif atau mengancam (Towsend, 2008). Kasus pasien Gangguan Jiwa yang
mengalami gejala Isolasi Sosial: Menarik Diri sendiri tergolong tinggi yaitu
(72%), Maramis mengatakan bahwa klien yang mengalami Isolasi Sosial:
Menarik Diri sebesar 72% dari keseluruhan jumlah kasus Skizofrenia. Jadi dapat
disimpulkan bahwa gejala terbanyak dari pasien Skizofrenia adalah Isolasi Sosial:
Menarik Diri sebagai akibat kerusakan afektif kognitif klien.
Berdasarkan hasil pengkajian di Rumah Sakit Jiwa Daerah Prov Sulawasi
Selatan ditemukan 75% pasien dengan kasus isolasi sosial : menarik diri.
Sedangkan data dari dinas kesehatan kab Gowa jumlah pasien yang mengalami
masalah kesehatan jiwa: .
Solusi yang dapat dilakukan untuk dapat mengatasi masalah Isolasi Sosial:
Menarik Diri pada pasien dengan Skizofrenia adalah dengan menggunakan cara
Psikofarmakologi dan Non Farmakologi. Dengan cara Psikofarmakologi dapat

1
menggunakan Antipsikotik yang juga dikenal sebagai neuroleptik yang digunakan
adalah antagonis Dopamin dan antagonis Serotonin. Sedangkan untuk mengatasi
masalah Isolasi Sosial: Menarik Diri secara Non Farmakologi adalah dengan
menerapkan tindakan Asuhan Keperawatan yang sesuai dengan Standart
Operasional Perawatan dan menerapkan Terapi Aktivitas Kelompok jenis
Sosialisasi. Kedua solusi diatas dapat berlangsung baik jika dapat ditunjang
dengan keterlibatan dan peran serta aktif keluarga agar pasien dapat segara
sembuh dan dapat kembali hidup secara produktif dimasyarakat.
Berdasarkan hal - hal di atas penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
tentang gangguan isolasi sosial: menarik diri sebagai penyuluhan Keperawatan
Jiwa yang berjudul : Asuhan Keperawatan Pada Ny.N dengan gangguan Isolasi
Sosial : Menarik Diri di Link Palangga Kel Buluttana Kec Tinggimoncong.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah Bagaimanakah penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Ny.N
dengan gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri di Link Palangga Kel Buluttana
Kec Tinggimoncong.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan asuhan keperawatan adalah :
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Ny.N dengan
gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Link Palangga Kel buluttana Kec
Tinggimoncong.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian mulai dari pengumpulan data, validasi
data, sampai dengan identifikasi data.
b. Mampu merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Puskesmas
Tinggimoncong.
c. Mampu membuat rencana Strategi Pelaksanaan pada pasien dengan
gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Puskesmas Tinggimoncong.
d. Mampu melakukan Strategi Pelaksanan pada pasien dengan gangguan
Isolasi Sosial: Menarik Diri di Puskesmas Tinggimoncong.
e. Mampu mengevaluasi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
Isolasi Sosial: Menarik Diri di Puskesmas Tinggimoncong.

2
f. Mampu mendokumentasikan Asuhan Keperawatan yang telah dilakukan
pada pasien dengan gangguan Isolasi Sosial: Menarik Diri di Puskesmas
Tinggimoncong.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari studi kasus ini dapat dibagi menjadi dua yaitu:
manfaat teoritis dan manfaat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang cara penanganan
atau penatalaksanaan pasien dengan masalah kejiwaan Isolasi Sosial: Menarik
Diri.
2. Manfaat Praktis
a. Puskesmas
Mengetahui metode keperawatan yang digunakan untuk mengatasi
pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri
b. Perawat
Mengetahui bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan yang
komprehensif dan memberikan perawatan yang optimal pada pasien
dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri
c. Penulis
Menambah pengalaman dan wawasan penulis dalam melakukan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Isolasi Sosial: Menarik Diri dan
bisa membandingkan antara teori dengan kenyataan.
d. Pasien dan Keluarga
1) Memberikan rasa nyaman dan aman bagi pasien
2) Mengurangi tanda dan gejala yang dialami oleh pasien
3) Keluarga lebih mengetahui tanda dan gejala pasien dengan Isolasi
Sosial: Menarik Diri
4) Dapat mengetahui bagaimana cara merawat pasien dengan isolasi
sosial: Menarik Diri

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Teori Isolasi Sosial : Menarik Diri


1. Definisi
Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang negatif
atau mengancam (Towsend, 2008).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu
kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan orang lain, akan tetapi tidak
dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito, 2007).
Isolasi sosial merupakan kesendirian yang dialami individu dan
dirasakan sebagai beban oleh orang lain dan sebagai keadaan yang negative
atau mengancam (Kim, 2006).
2. Penyebab
Penyebab isolasi sosial adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri merasa gagal mencapai
keinginan yang ditandai dengan perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa
bersalah terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, percaya diri kurang dan juga dapat mencederai diri (Carpenito,
2007).
3. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor
internal maupun eksternal, meliputi :
a. Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah
dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian
karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara.

b. Stressor biokimia
1) Teori Dopamine
Kelebihan dopamine pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO ( Mono Amino Oksidasi ) didalam darah akan
meningkatkan dopamine dalam otak.
3) Faktor endokrin

4
Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin.
4) Viral hipotesis
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah struktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering
terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kesemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik.
4. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak
dapat dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya.
Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalani hubungan dengan orang lain. Kurangnya
stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi-bayi akan memberikan rasa tidak aman yang akan menghambat
terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan
lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat sangat penting
pada masa ini, agar anak tidak merasa diperlakukan sebagai objek.
Menurut Purba, dkk (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari :
1) Masa bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhna biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan percaya yang
mendasar hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan dikemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa

5
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.
2) Masa kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila
tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat
anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak
tumbuh menjadi individu yang interdependen, orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim
dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi
individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis
akan berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada
masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun teman lebih
berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi
apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan
tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun
tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan
pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling
memberi dan menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat
meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh

6
dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku antara lain :
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak.
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka engan
musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi.
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga
disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu
keluarga seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota
keluarganya menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada
kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah
58 %, sedangkan bagi kembar dizigot presentasenya 8%. Kelainan pada
struktur otak seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan
volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan
skizofrenia.
5. Manifestasi Klinis

7
Menurut Purba, dkk (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat
ditemukan dengan wawancara, adalah :
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosam dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
6. Penatalaksanaan
a. Terapi Psikofarmaka
1) Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat normal sosial dan
tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental : faham
halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi,
gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut,
akathsia sindrom pasrkinson). Gangguan endokrin (amenotrhe).
Metabolik (soundiee). Hematologik, agranulosis, biasanya untuk
pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakut darah, epilepsi, kelainan jantung (Andrey, 2010).
2) Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi
mental serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek
samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan infra meninggi, gangguan irama
jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsi, kelainan jantung (Andrey, 2010).
3) Trihexyphenidil (THP)
4) Segala jenis penyakit parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardi, dilatasi ginjal, retensi urine. Kontrainsikasi terhadap

8
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit,
psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
b. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari 3 SP dengan masing-
masing pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi sosial, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian.
Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-
bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP
tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, memberi
kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukan ke dalam jadwal kegiatan hariannya
(Purba, dkk, 2008).
c. Terapi Kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedaka menjadi :
1) Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari yang meliputi :
Bangun tidur, buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK).
Waktu mandi yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan
mandi dan sesudah mandi, ganti pakaian, makan dan minum, menjaga
kebersihan diri, menjaga keselamatan diri, pergi tidur.
2) Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi : kontak sosial
terhadap teman, kontak sosial terhadap petugas, kontak mata waktu
berbicara, bergaul, mematuhi tata tertib, sopan santun, menjaga
kebersihan lingkungan.
7. Psikopatologi
a. Rentang Respon Sosial

9
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Solitut Kesepian Manipulasi


Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisme
Saling
Ketergantungan

(Stuart dan Sudeen, 2005)

Keterangan dari rentang respon sosial :


1) Solitut (menyendiri) : solitut atau menyendiri merupakan respon yang
dibutuhkan seseorang untuk merenungi apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosialnya dan suatu cara untuk menentukan langkahnya.
2) Otonomi : kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Kebersamaan (Mutualisme) : perilaku saling ketergantungan dalam
membina hubungan interpesonal.
4) Saling ketergantungan (Interdependen) : suatu kondisi dalam
hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut mampu untuk
saling memberi dan menerima.
5) Kesepian : kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak
adanya perhatian dengan orang lain atau lingkungannya.
6) Menarik diri : kondisi dimana seseorng tidak dapat mempertahankan
hubungan dengan orang lain atau lingkungannya.
7) Ketergantungan (Dependent) : suatu keadaan individu yang tidak
menyendiri, tergantung pada orang lain.
8) Manipulasi : individu berinteraksi dengan diri sendiri atau pada tujuan
bukan beriorientasi pada orang lain/tidak dapat dekat dengan orang
lain.
9) Impulsive : keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan
sesuatu, mempunyai penilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
10) Narkisme : secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian. Individu akan marah jika orang lain tidak mendukungnya.
b. Pohon Masalah
Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi

Defisit
Isolasi Sosial
Perawatan Diri

Mekanisme Koping Tidak Efektif

10
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
(Keliat, Budiana. 2011)
8. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi
b. Isolasi Sosial : menarik diri
c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
9. Intervensi Keperawatan
a. Resiko gangguan persepsi sensori : halusinasi
Tujuan : klien mampu mengontrol halusinasi
Kriteria hasil :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengenal halusinasi : jenis, isi, waktu, dan frekuensi
halusinasi, respon terhadap halusinasi, dan tindakan yang sudah
dilakukan.
3) Klien dapat menyebutkan dan mempraktekan cara mengontrol
halusinasi yaitu dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang
lain, terlibat atau melakukan kegiatan, dan minum obat.
4) Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5) Klien dapat ,inum obat dengan bantuan minimal.
6) Mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol.

Intervensi Keperawatan :
SP 1
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
3) Identifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi yang menimbulkan
halusinasi, respon klien terhadap halusinasi.
4) Ajarkan klien menghardik halusinasi.
5) Anjurkan klien memasukan cara menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian.
SP 2
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Latih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain.
3) Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 3
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.

11
2) Latih klien mengendalikan halusinasi denhan melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa dilakukan klien dirumah).
3) Anjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian.
SP 4
1) Evaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur.
3) Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
4) Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
5) Anjurkan klien mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi yang
sudah diajarkan.
6) Anjurkan klien memilih salah satu cara mengontrol halusinasi yang
sesuai.
b. Isolasi sosial : menarik diri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x pertemuan klien dapat
berinteraksi dengan orang lain baik secara individu maupun berkelompok.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial.
3) Dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
4) Dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan sengan orang lain.
5) Terlibat dalam aktivitas sehari-hari
Intervensi Keperawatan :
Psikoterapeutik klien
SP 1
1) Bina hubungan saling percaya.
2) Identifikasi penyebab isolasi sosial.
3) Diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian dalam
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain.
4) Ajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang.
5) Anjurkan pada pasien untuk memasukan kegiatan berkenalan dengan
orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah.
SP 2
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.
2) Beri kesempatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan
dua orang.
3) Ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang topik
tertentu.

12
4) Anjuran pada klien untuk memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian klien.
SP 3
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.
2) Beri kesemapatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan 4
orang.
3) Berikan reinforcement positif.
SP 4
1) Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien.
2) Jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis, dosis, waktu, manfaat, dan
efek samping obat).
3) Anjurkan pada klien untuk bersosialisasi dengan individu atau
kelompok.
4) Anjurkan klien memasukan kegiatan besosialisasi dalam jadwal
kegiatan harian klien.
5) Berikan reinforcement positif.

13
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada Ny.N di Link Palangga Kel Buluttana Kec
Tinggimoncong dengan gangguan isolasi sosial : menarik diri. Dengan ini penulis
mengkaji Ny.N pada hari rabu tanggal 05 april 2017.
1. Identitas Diri Klien
Pada data biografi didapatkan nama adalah Ny.N berumur 42 tahun
berjenis kelamin perempuan dan alamatnya di Link Palangga. Pasien berstatus
janda, beragama Islam, asli orang Makassar. Pendidikan terakhir pasien
adalah SMA. Pekerjaannya tidak ada. Yang bertanggung jawab atas pasien
yaitu orang tua Ny.N alamatnya di Palangga, beliau merupakan ibu kandung
klien. Sumber informasi didapatkan dari pasien.
2. Faktor Predisposisi
Pasien mengatakan sudah dua kali dirawat di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Prov SulSel pada tahun 2009. Klien tidak pernah melakukan percobaan bunuh
diri. Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan
jiwa, klien sering di ejek oleh tetangganya.
3. Faktor presipitasi
Pasien mengatakan pada saat dirumah sering mengamuk, ketika
mengamuk klien membanting barang yang ada disekitarnya, orang tua
pelanggan mengatakan pelanggan malas untuk minum obat, klien mengakui
bahwa obat tersebut tidak diminum melainkan diletakkan dalam tas. Alasan
klien tidak mau minum obat karena tidak ada dukungan dan pengawasan dari
keluarganya.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum pasien saat dilakukan pemeriksaan fisik yaitu Baik,
tingkat kesadaran Compos Mentis, hasil pengukuran tanda-tanda vital
didapatkan TD : 120/80 mmHg, N : 82 x/menit, P : 24 x/menit, S : 36 oC, BB :
49 kg, TB : 158 cm, tidak ada keluhan fisik, dan tidak ada riwayat pengobatan
fisik.
5. Psikososial
a. Genogram
Keterangan :
Klien lahir dari seorang ibu dan ayahnya, memiliki saudara kandung 2.
Klien merupakan anak pertama dan yang kedua laki-laki.
Sejak kecil klien diasuh oleh kedua orang tuanya. Jika ada masalah
klien selalu menceritakan pada ibunya.

14
b. Konsep Diri
1) Citra Diri
Klien mengatakan menyukai seluruh tubuhnya serta semua anggota
tubuhnya karena berfungsi dengan baik.
2) Identitas Diri
Klien berjenis kelamin perempuan, berusia 42 tahun, dan sudah
menikah. Pasien puas dengan jenis kelaminnya.
3) Peran Diri
Klien berperan sebagai anak Pertama. Klien tidak bekerja dan klien
hanya bisa tinggal di rumah, karena klien tidak bisa berbuat apa-apa.
4) Ideal Diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh, mendapatkan kehidupan yang
lebih baik dan diterima oleh masyarakat.
5) Harga Diri
Klien mengatakan malu, minder dan merasa bersalah ketika ia tidak
bisa melakukan apa-apa untuk keluarganya.
c. Hubungan Sosial
Klien mengatakan tinggal dirumah lebih nyaman dibandingkan
bergabung atau keluar bersosialisasi dengan tetangga, karena tetangganya
sering mengejeknya. Dari hasil observasi perilaku klien lebih suka duduk
didalam rumah sendiri, daripada kumpul dengan tetangganya.
d. Spiritual dan Religi
Klien mengatakan baragama islam, namun klien jarang sholat 5 waktu.
6. Status Mental
Penampilan fisik, klien berpenampilan rapi, bersih, rambut rapi,
menggunakan pakaian yang sopan. Pembicaraan, klien berbicara seperlunya,
bicara lambat dan singkat. Alam perasaan, sedih, rasa bersalah, rasa tidak
berguna, putus asa, murung, suka menyendiri. Afek klien tumpul, interaksi
selama wawancara kontak mata klien tidak ada, kooperatif, klien
menceritakan perasaannya.
Persepsi, klien tidak mengalami ilusi maupun halusinasi. Proses pikir
klien sirkumtansial, isi pikir klien memiliki ide bunuh diri, rasa bersalah yang
berlebihan, klien mengatakan sering diejek oleh masyarakat. Tingkat
kesadaran klien baik dan konsentrasi berhitung klien baik.
7. Kebutuhan Persiapan Pulang
Makan/minum klien tidak pernah makan nasi, hanya makan sayur dan
lauk, klien mengatakan tidak suka dengan nasi, klien makan menggunakan
tangan, klien selalu membersihkan alat makan dan klien minum air putih.
BAB dan BAK klien di toilet, membersihkan wc, membersihkan diri dan

15
merapihkan pakaian. Klien mandi 1x sehari, menyikat gigi, cuci rambut secara
mandiri. Klien mampu memilih dan mengenakan pakaian dengan baik, klien
ganti baju 1x sehari, klien menggunakan alas kaki.
Istirahat dan tidur, klien mengatakan tidur malam jam 21.00 wita, bangun
jam 05.00 wita, siang hari kadang-kadang tidur, tidak ada persiapan sebelum
tidur, klien melakukan aktivitas setelah bangun tidur seperti merapihkan
tempat tidur. Penggunaan obat, klien minum obat 2x sehari pagi dan malam,
diberikan per oral.
Kegiatan di dalam rumah, klien lebih suka berdiam diri di kamar, kadang
menyapu lantai.
8. Mekanisme Koping
Dari hasil pengkajian didapatkan mekanisme koping klien yang adaptif
selama dirumah yaitu bekerja, menceritakan masalah dengan ibunya, dan
olahraga. Sedangkan mekanisme koping yang maladaptif selama dirumah
didapatkan data yaitu melamun, menyendiri, marah-marah, ngamuk, merusak
barang disekitarnya, dan pergi dari masalah.
9. Masalah psikososial dan lingkungan
Pasien mengatakan jarang atau tidak pernah keluar rumah, dan bertemu
dengan tetangganya karena masyarakat selalu mengejek pasien dan pasien
mengatakan sudah sering mendengar ejekan masyarakat.
10. Aspek medik
Diagnosa medis yaitu F 20.3, terapi medik yang diberikan yaitu Risperidone 2
x 2 mg dan Trihexyphenidyl 2 x 2 mg.

B. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan


1. Analisa Data
No Tanggal Data Masalah
1 Rabu, 05 DS : Isolasi Sosial :
April - Klien mengatakan sejak SD Menarik Diri
2017 kelas 3 lebih nyaman
menyendiri.
- Klien mengatakan jika ada
masalah selalu diam.
- Klien mengatakan tidak
mempunyai banyak teman.
DO :
- Klien tampak menyendiri
- Frekuensi suara lambat dan
pelan.

16
- Bicara sedikit dan singkat
- Menjawab pertanyaan
seadanya saja
- Tidak ada kontak mata
- Tampak tidak mau bergabung
dengan teman-temannya.
2 Rabu, 05 DS : Gangguan
April - Klien mengatakan hidupnya konsep diri :
2017 tidak berguna. Harga Diri
DO : Rendah
- Klien tampak sedih
- Murung
- Mengungkapkan malu atau
minder untuk bergabung
dengan tetangganya.
- Klien lebih suka menyendiri
- Aktivitas klien hanya duduk
diatas tempat tidur dan
melamun.

2. Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan Akibat

Isolasi Sosial (Core Problem)

Sejak 8 tahun yang lalu lebih nyaman untuk menyendiri Penyebab


Sering diejek oleh masyarakat
Merasa bersalah ketika tidak bisa melakukan apa-apa untuk keluarganya

3. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi Sosial : Menarik Diri
b. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
C. Intervensi Keperawatan
No Dx. Kep Tujuan Intervensi
1 Isolasi sosial : Setelah dilakukan Psikoterapeutik klien
menarik diri tindakan keperawatan SP 1
diharapkan klien 1) Bina hubungan saling
dapat berinteraksi percaya.

17
dengan orang lain 2) Identifikasi penyebab
baik secara individu isolasi sosial.
maupun berkelompok 3) Diskusikan bersama
dengan kriteria hasil : klien tentang
1) Klien dapat keuntungan dan
membina kerugian dalam
hubungan saling berinteraksi dan tidak
percaya. berinteraksi dengan
2) Dapat orang lain.
menyebutkan 4) Ajarkan klien cara
penyebab isolasi berkenalan dengan satu
sosial. orang.
3) Dapat 5) Anjurkan pada pasien
menyebutkan untuk memasukan
keuntungan kegiatan berkenalan
berhubungan dengan orang lain
dengan orang lain. dalam jadwal kegiatan
4) Dapat harian dirumah.
menyebutkan
kerugian tidak
berhubungan
sengan orang lain.
5) Terlibat dalam
aktivitas sehari-
hari

D. Implementasi dan Evaluasi


Dx. Kep Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf
Rabu, 1. Membina hubungan S:
1 Juli saling percaya dengan - Klien
2015 menggunakan mengatakan 8
komunikasi terapeutik. tahun yang lalu
2. Mengajarkan SP 1 lebih nyaman
a. Mengidentifikasi menyendiri.
penyebab isolasi - Pasien
sosial. mengatakan
b. Mendiskusikan perasaannya

18
bersama klien lebih baik
tentang keuntungan setelah
dan kerugian dalam berkenalan.
berinteraksi dan O :
tidak berinteraksi - Pasien tampak
dengan orang lain. berkenalan
dengan 1 orang
c. Mengajarkan klien - Pasien tampak
cara berkenalan lebih tenang.
dengan satu orang. A:
d. Memasukan dalam SP 1 tercapai,
jadwal latihan pasien mampu
harian. berkenalan dengan
orang lain (1 orang)
P:
Perawat :
- Evaluasi SP 1
- Ajarkan SP 2
Klien :
- Motivasi klien
untuk
berkenalan

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Bab ini penulis membahas tentang laporan kasus yang telah di uraikan pada
bab sebelumnya yaitu tentang Asuhan Keperawatan pada Ny.N dengan Gangguan
Isolasi Sosial : Menarik Diri di Link Palangga Kel Buluttana Kec Tinggimoncong.
Dalam hal ini penulis membahas tentang sejauh mana kesenjangan antara tinjauan
teoritis dengan tinjauan kasus yaitu dengan melalui tahapan proses keperawatan.
Tahapan proses keperawatan ini terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa
keperawatan, penyususunan rencana keperawatan, implementasi serta evaluasi
keperawatan.
A. Pengkajian
Petugas mendatangi rumah pasien pada tanggal 05 april 2017 dan dilakukan
pengkajian. Data pengkajian diperoleh dari pasien dan keluarga, dilakukan
dengan wawancara dan mengobservasi secara langsung keadaan pasien. Penulis
memulai pengkajian dengan menggali faktor predisposisi yang merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan jiwa pada Ny.N. Berdasarkan keterangan
keluarga pelanggan, Pasien sudah beberapa kali berobat ke Puskesmas. Klien
mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, klien
sering di ejek oleh tetangganya.
Faktor presipitasi berdasarkan catatan keperawatan, Pasien mengatakan
kambuh karena putus obat, dan klien lebih suka menyendiri. Faktor ini sesuai
dengan pendapat Stuart (2007, hlm. 280) bahwa faktor presipitasi atau stresor
pencetus pada umumnya mencakup peristiwa kehidupan yang menimbulkan stres.
Hal ini yang menyebabkan klien menarik diri dari lingkungan.
Berdasarkan pengkajian terhadap status mental, penulis mendapatkan data isolasi
sosial seperti afek tumpul, pembicaraan dengan nada yang pelan dan lambat,
pasien tidak mampu memulai pembicaraan, pasien tampak lesu, malas
beraktivitas, pasien lebih sering berdiam diri dan sering menghabiskan waktunya
ditempat tidur. Hal ini sesuai dengan pengkajian teoritis menurut Keliat (2010,
hlm. 93) bahwa pengkajian status mental pada pasien isolasi sosial akan
didapatkan data bahwa, pasien mengatakan malas bergaul dengan orang lain,
pasien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani perawat dan meminta untuk
sendirian, pasien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain, pasien
mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain, pasien merasa tidak
aman dengan orang lain, pasien mengatakan tidak bisa melangsungkan hidup,
pasien mengatakan merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
B. Diagnosa Keperawatan

20
Data yang telah diperoleh dari pengkajian, kemudian dilakukan proses analisa
dan pengelompokkan data berdasarkan respon pasien terhadap masalah tersebut.
Akhirnya penulis merumuskan dua diagnosa keperawatan pada Tn. S, antara lain :
menarik diri : isolasi sosial, harga diri rendah. Kedua diagnosa tersebut disusun
membentuk pohon masalah yang terdiri penyebab, core problem dan akibat,
sebagaimana landasan teori menurut (Keliat, Budiana. 2011).
Penulis menyusun pohon masalah disesuaikan dengan diagnosa yang
muncul pada pasien. Diagnosa isolasi sosial menjadi core problem pada masalah
Tn. S, karena data yang didapat sangatlah aktual. Pasien tampak sering
menyendiri dari teman-temannya, pasien tampak tidak berinteraksi dengan orang
lain, pasien tidak mampu memulai pembicaraan, pasien banyak diam, pasien tidak
mau mengikuti kegiatan, pasien tampak lesu, afek tumpul serta, pasien malas
beraktivitas.
Penulis mengangkat diagnosa harga diri rendah sebagai diagnosa
penyebab karena didapatkan data bahwa Klien mengatakan hidupnya tidak
berguna, Klien mengungkapkan rasa bersalah, dan klien mengatakan pernah
melakukan percobaan bunuh diri sebanyak 3x.
C. Intervensi Keperawatan
Penyusunan rencana keperawatan pada Tn. S telah sesuai dengan rencana
perawatan teoritis menurut Keliat dan Akemat (2010, hlm. 98-99), namun tetap
disesuaikan kembali dengan kondisi pasien. Sehingga tujuan dan kriteria hasil
diharapkan dapat tercapai. Penulis juga mengikuti langkah-langkah perencanaan yang
telah disusun mulai dari menentukan prioritas diagnosa, tujuan, sampai kriteria hasil
yang akan diharapkan. Merencanaan satu diagnosa dalam perencanaan yaitu isolasi
sosial, sedangkan diagnosa lainnya tidak dilakukan rencana maupun tindakan
keperawatan karena ketika dilakukan pengkajian tanda dan gejala yang
menguatkan ditegakkannya diagnosa tersebut tidak muncul.
Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial Menarik Diri, Penulis merencanakan
untuk dilakukan tindakan keperawatan dengan strategi pelaksanaan 1-4. Dari SP 1
yaitu bina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab isolasi sosial,
diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian dalam berinteraksi
dan tidak berinteraksi dengan orang lain, ajarkan klien cara berkenalan dengan
satu orang, anjurkan pada pasien untuk memasukan kegiatan berkenalan dengan
orang lain dalam jadwal kegiatan harian dirumah. SP 2 yaitu evaluasi pelaksanaan
dari jadwal kegiatan harian klien, beri kesempatan pada klien mempraktekan cara
berkenalan dengan dua orang, ajarkan klien berbincang-bincang dengan dua
orang tentang topik tertentu, anjuran pada klien untuk memasukan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain dalam jadwal kegiatan harian klien.

21
SP 3 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian klien, beri
kesemapatan pada klien mempraktekan cara berkenalan dengan 4 orang, berikan
reinforcement positif. Dan SP 4 yaitu evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
harian klien, jelaskan tentang obat yang diberikan (jenis, dosis, waktu, manfaat,
dan efek samping obat), anjurkan pada klien untuk bersosialisasi dengan individu
atau kelompok, anjurkan klien memasukan kegiatan besosialisasi dalam jadwal
kegiatan harian klien, dan berikan reinforcement positif.
D. Implementasi Keperawatan
Penulis melakukan implementasi keperawatan mulai dari tanggal 30 Juni sampai
dengan 3 Juli 2015. Secara umum semua implementasi yang dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah dibuat pada tahap sebelumnya.
Penulis melaksanakan implementasi keperawatan menggunakan tahapan
strategi pelaksanaan. Tahapan ini digunakan agar mempermudah perawat
dalam memberikan terapi secara sistematis dan tetap memperhatikan kebutuhan
pasien. Untuk mengatasi masalah isolasi sosial : menarik diri, pada hari pertama
dan kedua tanggal 30 juni 1 juli 2015, penulis melakukan tindakan
keperawatan SP 1 yaitu : membina hubungan saling percaya, membantu pasien
untuk mengenal penyebab isolasi sosial, membantu pasien untuk mengenal
manfaat berhubungan dengan orang lain dengan cara mendiskusikan manfaat jika
pasien memiliki banyak teman, membantu pasien mengenal kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain, mengajarkan pasien untuk berkenalan dengan 1
orang, memasukan dalam jadwal latihan pasien.
Pada hari ketiga dan keempat tanggal 2 3 Juli 2015, penulis melakukan
tindakan keperawatan SP 2 yaitu : mengevaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan
harian klien, member kesempatan pada klien mempraktekkan cara berkenalan
dengan 2 orang, mengajarkan klien berbincang-bincang dengan dua orang tentang
topik tertentu, menganjurkan pada klien untuk memasukan dalam jadwal kegiatan
harian.
E. Evaluasi
Diagnosa keperawatan : isolasi sosial : menarik diri untuk hari ke-4 pada
tanggal 3 Juli 2015 dilakukan tindakan keperawatan SP 2. Dan pada SP 2 dapat
teratasi dibuktikan dengan penilaian penulis terhadap perkembangan pasien
selama tiga hari yaitu pasien mampu mempraktikan cara berkenalan dengan
perawat, pasien mampu berkenalan dengan 1 orang, pasien mampu berkenalan
dengan 2 orang. Dari ketiga cara diatas, sebagian besar pasien dapat
mempraktekkannya secara mandiri tanpa harus diingatkan.
Penulis menyadari bahwa proses keperawatan tidak dapat berakhir dalam satu
periode, melainkan membutuhkan waktu yang lebih panjang dan tindakan yang
berkelanjutan. Perkembangan yang ditunjukan oleh Tn. S masih perlu dilakukan

22
observasi lebih lanjut, karena evaluasi yang diharapkan belum tercapai
sepenuhnya, maka diperlukan adanya modifikasi secara khusus dalam menyusun
rencana keperawatan agar tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun dapat
tercapai.

23
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan isolasi
sosial : menarik diri, maka bab ini penulis akan menyimpulkan dan memberikan
saran alternatif dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya penyelesaian
masalah apa pasien dengan isolasi sosial : menarik diri.
Berdasarkan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan isolasi
sosial, penulis menyimpulkan:
1. Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan orang lain sebagai suatu keadaan yang negatif atau
mengancam (Towsend, 2008). Isolasi sosial adalah suatu keadaan dimana
individu mengalami suatu kebutuhan atau mengharapkan untuk melibatkan
orang lain, akan tetapi tidak dapat membuat hubungan tersebut (Carpenito,
2007).
2. Pengkajian pada Tn. S dilakukan melalui wawancara, dan mengobservasi
secara langsung keadaan pasien.
3. Analisa data penulis peroleh dari hasil wawancara antara penulis dengan
pasien.
4. Diagnosa keperawatan yang ditemukan dan dirumuskan pada Tn. S adalah
isolasi sosial : menarik diri, gangguan konsep diri : harga diri rendah.
5. Perencanaan keperawatan kepada Tn.S dilakukan oleh penulis sesuai dengan
kondisi pasien, mengacu pada tujuan dan kriteria hasil yang ingin dicapai dan
berpedoman pada buku.
6. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dilakukan berdasarkan rencana
asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya.
7. Evaluasi yang dicapai oleh penulis dalam melakukan tindakan keperawatan
pada tanggal 30 Juni-3 Juli 2015 dengan hasil masalah isolasi sosial : menarik
diri tercapai hingga SP 2.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis mengajukan beberapa saran sebagai
pertimbangan dalam meningkatkan asuhan keperawatan, ksususnya pada pasien
dengan isolasi sosial.
1. Saran untuk perawat dan teman sejawat
a. Untuk pasien isolasi sosial mereka membutuhkan sentuhan, atau perhatian
sebaiknya lakukan asuhan keperawatan dengan sebaik-baiknya.

24
b. Berikan pendidikan kesehatan untuk pasien dengan gangguan isolasi
sosial mengenai gangguan jiwa.
c. Berikan motivasi dan support pada pasien dengan gangguan isolasi sosial.
d. Berikan asuhan keperawatan dengan komunikasi terapeutik, bina
hubungan saling percaaya terlebih dahulu sehingga pasien khususnya
pasien isolasi sosial mau mengungkapkan perasaannya.
e. Ajak pasien untuk mengikuti kegiatan sosialisasi, atau ikut sertakan pasien
dalam terapi aktivitas kelompok.
2. Saran untuk pasien
a. Jika ada masalah apapun itu jangan memendamnya sendiri, ceritakan pada
orang terdekat dan mencari solusinya bersama untuk memecahkan
masalah
b. Sadarilah penyakit yang dideritanya, jangan pernah putus obat.
c. Jangan pernah malu ataupun minder dengan penyakit yang diderita
ataupun masalah yang kalian hadapi.
3. Saran untuk keluarga dan masyarakat
a. Keluarga dan masyarakat hendaknya dapat mengenal gangguan jiwa
bukan sebagai suatu penyakit yang sangat meresahkan masyarakat.
b. Khususnya kepada keluarga agar memberikan dukungan bagi proses
penyembuhan pasien, baik berupa materil maupun berupa support dalam
hal kecil seperti kunjungan terhadap keluarganya yang ada dirumah sakit
khusus.
c. Masyarakat hendaknya jangan mengucilkan ataupun menghina pasien
gangguan jiwa khususnya isolasi sosial, karena sesungguhnya mereka
membutuhkan masyarakat sekitar untuk mensupport pasien.
d. Keluarga sebaiknya melakukan pendekatan sesering mungkin, dan berikan
motivasi pada pasien isolasi sosial untuk dapat mengungkapkan
perasaannya.

25

Vous aimerez peut-être aussi