Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
I. Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit ulkus gangren
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus gangrene juga merupakan salah
satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer (Andyagreni,
2010).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi (Askandar, 2000).
Menurut pendapat lain, gangren adalah suatu proses atau keadaan yang ditandai
dengan adanya jaringan mati atau nekrosis (Waspadji, 2006). Gangren diabetik
adalah luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk akibat sumbatan
yang terjadi pembuluh darah sedang atau besar di tungkai.Luka gangren merupakan
salah satu kornplikasi kronik DM yang paling ditakuti oleh setiap penderita DM
(Tjokroprawiro, 2007).
Jadi, ulkus gangrene adalah salah satu komplikasi kronik dari Diabetes Mellitus yang
terjadi akibat proses nekrosis disebabkan oleh infeksi yang ditandai dengan adanya
luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk akibat terjadinya sumbatan
pada pembuluh darah di tungkai.
1.2 Etiologi
Gangren terjadi akibat infeksi oleh bakteri klostridium, yang merupakan Bakterian-
aerob (tumbuh bila tidak ada oksigen). Selama pertumbuhannya, klostridium
menghasilkan gas,sehingga infeksinya disebut gas gangren.
Gas gangren biasanya terjadi di bagian tubuh yang mengalami cedera atau pada luka
operasi. Sekitar 30% kasus terjadi secara spontan. Bakteri klostridium menghasilkan
berbagai racun, 4 diantaranya (alfa, beta, epsilon, iota) menyebabkan gejala-gejala
yang bisa berakibat fatal. Selain itu, terjadi kematian jaringan
(nekrosis), penghancuran sel darah (hemolisis), vasokonstriksi dan kebocoran
pembuluh darah. Racun tersebut menyebabkan penghancuran jaringan lokal dan
gejala-gejala sistemik.Gangren disebabkan karena kematian jaringan yang dihasilkan
dari penghentian suplai darah ke organ terpengaruh.
1.4 Patofisiologi
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik
neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan
distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya
ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi yang luas. Infeksi
dimulai dari kulit celah jari kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya
timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi
tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat
mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan kuman
penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif,
gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.
1.6 Komplikasi
1.6.1 Dry gangrene
Dry gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan dalam aliran
darah ke bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari.1 Dan tipe 2 diabetes
mellitus tipe mengarah pada kering gangren karena gula darah tinggi dan
kerusakan diabetes menyebabkan pembuluh darah yang membawa darah ke jari
tangan dan kaki.
Dry gangren biasanya terbatas untuk bagian terpengaruh dan ada adalah sebuah
kawasan di kulit yang sehat hanya di luar daerah yang terkena dampak.
Wilayah yang terlibat berubah dingin, kering, dan hitam dan akhirnya jatuh.Ini
disebut mumifikasi daerah.
1.7 Penatalaksaan
Menurut Waspadji S. (2006) manajemen perawatan luka diabetic adalah sebagai
berikut:
1.7.1 Pencucian luka
Pencucian bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang
bersih, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada cairan luka.
Mencuci dapat meningkatkan, memperbaiki, dan mempercepat proses
penyembuhan luka dan menghindari kemungkinan terjadinya infeksi.
Pencucian luka merupakan aspek yang paling penting mendasar dalam
manajemen luka. Merupakan basis untuk proses penyembuhan luka yang baik,
karena luka akan sembuh dengan baik jika luka dalam kondisi bersih.
Teknik pencucian pada luka antara lain dengan swabbing, scrubbing,
showering, hydrotherapi, whirlpool, dan bathing. mencuci dengan teknik
swabbing dan scrubbing tidak terlalu dianjurkan pada pencucian luka, karena
dapat menyebabkan trauma pada jaringan granulasi dan epithelium, juga
membuat bakteri terdistribusi bukan mengangkat bakteri. pada saat scrubbing
atau menggosok dapat menyebabkan luka menjadi terluka sehingga dapat
meningkatkan inflamasi ( persisten inflamasi). teknik showering (irigasi),
whirpool, dan bathing adalah teknik yang paling sering digunakan dan banyak
riset yang mendukung teknik ini. keuntungan dari teknik ini adalah dengan
teknik tekanan yang cukup dapat mengangkat bakteri yang terkolonisasi,
mengurangi terjadinya trauma dan mencegah terjadinya infeksi silang serta
tidak menyebabkan luka mengalami trauma.
1.7.2 Debridement
Nekrotik adalah perubahan morfologi yang diindikasikan oleh adanya sel mati
yang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif, ini merupakan respon
yang normal dari tubuh terhadap jaringan yang rusak. Jaringan nekrotik dapat
menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk
pertumbuhan bakteri untuk menolong penyembuhan luka, tindakan
debridement sangat dibutuhkan. Debridement dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti mekanikal, surgical, enzimatik, autolysis, dan biochemical.
Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis,
Ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk membersihkan jaringan
nekrotik. Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu-residu protein. Debridemen autolitik terjadi secara
alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag dan
enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik.
Secara sintetis preparat hidrogel dan hydrocolloid dapat menciptakan kondisi
lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang
melisiskan jaringan nekrotik serta memacu proses granulasi. Cara yang paling
efektif dalam membuat dasar luka yang baik adalah dengan metode autolysis
debridement. Autolysis debridement adalah suatu cara peluruhan jaringan
nekrotik yang dilakukan oleh tubuh sendiri dengan syarat utama lingkungan
luka harus dalam keadaan lembab. Pada keadaan lembab, proteolytic enzim
secara selektif akan melepas jaringan nekrosis dari tubuh. Pada keadaan
melunak jaringan nekrosis akan mudah lepas dengan sendirinya ataupun
dibantu dengan surgical atau mechanical debridement.
1.7.3 Dressing
Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist
wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan
menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka
dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar
dari infeksi dan permeable terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah
satu komponen penting dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip
dressing adalah bagaimana menciptakan suasana dalam keadaan lembab
sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko operasi. Beberapa jenis
bahan topical terapi yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan perawatan
luka diabetic, diantaranya adalah calcium alginate, hydrokoloid, hydroaktif gel,
metcovazin, polyurethane foam, silver dressing.
1.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan gangguan gangren diabetik
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang tentang kapan terjadinya luka, penyebab
terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh pasien untuk
mengatasinya.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
b.Stadium luka
Stadium luka dapat dibedakan berdasarkan atas :
1. Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis
paling atas dan terbagi atas stadium I dan II
a) Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan
epidermis yang hilang
b) Stadium II : hilangnya lapisan epidermis atau lecet sampai batas
dermis paling atas.
2. Full Thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subkutan
dan terbagi atas stadium III dan IV
a) Stadium III : rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan
subkutan
b) Stadium IV : rusaknya lapisan subkutan hingga otot dan tulang.
3. Stadium Wagner untuk luka kaki diabetik
a. Superficial Ulcera
1) Stadium 0 yaitu tidak terdapat lesi . kulit dalam keadaan baik, tetapi
dengan bentuk tulang kaki yang menonjol / charcot arthropathies.
2) Stadium 1 yaitu hilangnya lapisan kulit hingga dermis dan kadang
kadang tampak tulang yang menonjol.
b. Deep ulcers
1) Stadium 2 yaitu lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendon
2) Stadium 3 yaitu Penetrasi hingga dalam, osteomyelitis, pyarhrosis,
plantar abses atau infeksi hingga tendon.
c. Gangren
1) Stadium 4 yaitu gangren sebagian, menyebar hingga sebagian dari
jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering.
2) Stadium 5 yaitu seluruh kaki dalam kondisi nekrotik dan gangrene.
d. Warna dasar luka
1) Red/Merah
Luka dengan dasar warna luka merah tua atau terang dan tampak
selalu lembab. Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskularisasi,
karenanya mudah berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna
merah dasar merah adalah mempertahankan lingkungan luka dalam
keadaan lembab dan mencegah terjadinya trauma dan perdarahan.
2) Yellow/kuning
Luka dengan dasar luka warna luka kuning atau kecokelatan atau
kuning kehijauan atau kuning pucat adalah jaringan nekrosis.
Merupakan kondisi luka yang terkontaminasi atau terinfeksi dan
avaskularisasi. Hal tersebut harus dicermati bahwa semua luka
kronis merupakan luka yang terkontaminasi namun belum tentu
terinfeksi. Terinfeksi tidaknya luka dapat dinilai dengan adanya
peningkatan jumlah leukosit darah dalam tubuh dan perubahan
tanda infeksi lain seperti peningkatan suhu tubuh. Tujuan
perawatannya adalah dengan meningkatkan system autolysis
debridement agar luka berwarna merah, absorb
eksudate,menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi atau
menghindari kejadian infeksi.
3) Black/hitam
Luka dengan dasar warna luka hitam adalah jaringan nekrosis,
merupakan jaringan avaskularisasi. Tujuan perawatannya sama
dengan dasar warna luka kuning.
4) Bentuk dan ukuran luka
Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan
pengukuran tiga dimensi atau dengan pengambilan photography.
Tujuannya untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses
penyembuahan luka.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran luka adalah
mengukur dengan menggunakan alat ukur yang tepat dan jika alat
ukur tersebut digunakan berulangkali,hindari terjadinya infeksi
silang/nosokomial.
Pengukuran tiga dimensi dilakukan dengan mengkaji panjang, lebar
dan kedalaman luka, kemudian dengan menggunak kapas lidi steril,
masukkan ke dalam luka dengan hati-hati untuk menilai ada
tidaknya goa, dan mengukurnya mengikuti arah jarum jam.
5) Status vascular
Menilai status vascular berhubungan erat dengan pengangkutan atau
penyebaran oksigen yang adekuat ke seluruh lapisan sel yang
merupakan unsur penting dalam proses penyembuhan luka.
Pengkajian status vaskuler meliputi :
a. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya denyut nadi,
perabaan pada daerah tibial atau dorsal pedis. Klien lanjut usia
biasanya ada kesulitan meraba denyut nadi, dapat dikerjakan
dengan menggunakan stetoskop atau ultrasonic dopler.
b. Capillary refill. Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan
memberi tekanan pada ujung jari, setelah tampak kemerahan,
segera lepaskan tekanan dan lihat apakah pada ujung jari segera
kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi, menurun atau
menghilangnya denyut nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari yang
tipis dan rambut yang tidak tumbuh, merupakan indikasi iskemia,
dengan kapilari refill lebih dari 40 detik
c. Edema. Pengkajian ada tidaknya edema dilakukan dengan
mengukur lingkar pada midcalf, ankle, dorsum kaki kemudian
dilanjutkan dengan menekan jari pada tulang menonjol di tibia
atau medial malleolus. Kulit yang edema akan tampak lebih
coklat kemerahan atau mengkilat, seringkali merupakan tanda
adanya gangguan darah balik vena.
6) Status neurologik
Pengkajian status neurologik terbagi dalam pengkajian status fungsi
motorik, fungsi sensorik dan fungsi autonom.
a) Fungsi motorik. Pengkajian status fungsi motorik berhubungan
dengan adanya kelemahan otot secara umum, yang
menampakkan adanya perubahan bentuk tubuh, terutama pada
kaki, seperti jari-jari yang menekuk atau mencengkeram dan
telapak kaki menonjol. Penurunan fungsi motorik menyebabkan
penggunaan sepatu atau sandal menjadi tidak sesuai terutama
pada daerah sempit dan menonjol sehingga akan menjadi
penekanan terus menerus yang kemudian timbul kalus dan
disertai luka.
b) Fungsi sensorik. Pengkajian fungsi sensorik berhubungan dengan
penilaian terhadap adanya kehilangan sensasi pada ujung-ujung
ekstremitas. Banyak klien dengan diabetic mengalami gangguan
neuropati sensorik akan merasakan bahwa luka yang baru saja
terjadi padahal kenyataannya sudah terjadi pada beberapa waktu
sebelumnya.
c) Fungsi autonom. Pengkajian fungsi autonom pada klien diabetic
dilakukan untuk menilai tingkat kelembaban kulit. Biasanya klien
akan mengatakan keringatnya berkurang dan kulitnya kering.
Penurunan factor kelembaban kulit akan menandakan terjadinya
lecet atau pecah-pecah (terutama pada ekstremitas) akibatnya
akan timbul fisura yang diikuti dengan formasi luka.
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Kerusakan integritas jaringan (Asuhan Keperawatan Praktis, 379)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
a. Tujuan
1) Tissue integrity, skin and
2) Wound healing: primary and secondary intention
b. Kriteria hasil
1) Perfusi jaringan normal
2) Ketebalan dan tekstur jaringan normal
3) Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
https://www.academia.edu/10403832/LAPORAN_PENDAHULUAN_DM_Gangrene_Di
susun_untuk_Memenuhi_Tugas_Pendidikan_Profesi_di_Ruang_29_RSSA_Ma
(...) (.....)