Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi dan wiqayah yang berarti takut, menjaga, memelihara dan
melindungi. Maka taqwa dapat diartikan sebagai sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam
pengalaman ajaran agama islam. Taqwa secara bahasa berarti penjagaan/ perlindungan yang
membentengi manusia dari hal-hal yang menakutkan dan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, orang
yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah berdasarkan kesadaran dengan
perbuatan dosa.
Taqwa adalah sikap mental seseorang yang selalu ingat dan waspada terhadap sesuatu dalam
rangka memelihara dirinya dari noda dan dosa, selalu berusaha melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik dan benar, pantang berbuat salah dan melakukan kejahatan pada orang lain, diri sendiri dan
lingkungannya.
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama
islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang
muslim.
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa ketakwaan bukanlah
menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib. Beliau rahimahullah
berkata, Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan
menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan
segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang
setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.
Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari
Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syariat, bukan dengan tata cara yang
diada-adakan (baca: bidah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan
kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan
tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy
Seorang yang bertaqwa (muttaqin) adalah seorang yang menghambakan dirinya kepada Allah
SWT dan selalu menjaga hubungan dengannya setiap saat sehingga kita dapat menghindari dari
kejahatan dan kemunkaran serta membuatnya konsisten terhadap aturan-aturan Allah. Memelihara
hubungan dengan Allah dimulai dengan melaksanakan ibadah secara sunguh-sungguh dan ikhlas
seperti mendirikan shalat dengan khusyuk sehingga dapat memberikan warna dalam kehidupan kita,
melaksanakan puasa dengan ikhlas dapat melahirkan kesabaran dan pengendalian diri, menunaikan
zakat dapat mendatangkan sikap peduli dan menjauhkan kita dari ketamakan. Dan hati yang dapat
mendatangkan sikap persamaan, menjauhkan dari takabur dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Segala perintah-perintah Allah tersebut ditetapkannya bukan untuk kepentingan Allah sendiri
yang diajarkan-Nya melalui wahyu yang sengaja diturunkan-Nya untuk menjadi petunjuk dan
pedoman hidup manusia, seperti yang terdapat dalam surat Ali-imran ayat 138 yang artinya:
inilah (Al-quran) suatu ketenangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang
manusia juga harus beribadah kepada Allah dengan menjalankan shalat lima waktu, menunaikan
zakat, berpuasa selama sebulan penuh dalam setahun, melakukan ibadah haji sekali dalam seumur
hidup, semua itu kita lakukan menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.
Sebagai hamba Allah sudah sepatutnya kita bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya,
bersabar dalam menerima segala cobaan yang diberikan oleh Allah serta memohon ampun atas segala
Selain kita harus bertaqwa kepada Allah dan berhubungan baik dengan sesama serta
lingkungannya, manusia juga harus bisa menjaga hati nuraninya dengan baik seperti yang telah
dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dengan sifatnya yang sabar, pemaaf, adil, ikhlas, berani,
memegang amanah, mawas diri dll. Selain itu manusia juga harus bisa mengendalikan hawa nafsunya
karena tak banyak diantara umat manusia yang tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya sehingga
semasa hidupnya hanya menjadi budak nafsu belaka seperti yang tertulis dalam Al-quran Surat Yusuf
Dan aku tidak membebaskan diriku (berbuat kesalahan), sesungguhnya nafsu itu menyuruh kepada
kejahatan, kecuali siapa yang diberi rahmat oleh tuhanku. Sesungguhnya tuhanku maha pengampum
Maka dari itu umat manusia harus bertaqwa kepada Allah dan diri sendiri agar mampu
mengendalikan hawa nafsu tersebut. Ketaqawaan terhadap diri sendiri dapat ditandai dengan ciri-ciri,
antara lain :
1) Sabar
2) Tawaqal
3) Syukur
4) Berani
Sebagai umat manusia kita harus bersikap sabar dalam menerima apa saja yang datang kepada
dirinya, baik perintah, larangan maupun musibah. Sabar dalam menjalani segala perintah Allah karena
dalam pelaksanaan perintah tersebut terdapat upaya untuk mengendalikan diri agar perintah itu bisa
dilaksanakan dengan baik. Selain bersabar, manusia juga harus selalu berusaha dalam menjalankan
segala sesuatu dan menyerahkan hasilnya kepada Allah (tawaqal) karena umat manusia hanya bisa
berencana tetapi Allah yang menentukan, serta selalu bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah
dan berani dalam menghadapi resiko dari seemua perbuatan yang telah ditentukan.
kebangasaan dll. Semua konsep tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan manusia dengan manusia (hablum minannas) atau disebut pula sebagai ajaran
kemasyarakatan, manusia diciptakan oleh Allah terdiri dari laki-laki dan perempuan. Mereka hidup
lain sehingga manusia dirsebut sebagai makhluk social. Maka tak ada tempatnya diantara mereka
salingmembanggakan dan menyombongkan diri., sebab kelebihan suatu kaum tidak terletak pada
kekuatannya, harkat dan martabatnya, ataupun dari jenis kelaminnya karena bagaimanapun semua
manusia sama derajatnya dimata allah, yang membedakannya adalah ketaqwaannya. Artinya orang
yang paling bertaqwa adalah orang yang paling mulia disisi allah swt.
Hubungan dengan allah menjadi dasar bagi hubungan sesama manusia. Hubungan antara
manusia ini dapat dibina dan dipelihara antara lain dengan mengembangkan cara dan gaya hidupnya
yang selaras dengan nilai dan norma agama, selain itu sikap taqwa juga tercemin dalam bentuk
kesediaan untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan pada kebenaran dan
keadilan. Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan menjadi motor penggerak, gotong royong dan
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatukebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada allah, hari kemudian, malaikat, kitab, nabi,
danmemberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, oaring miskin,
dan (merdekakanlah)hamba sahaya, mendirikan shalat danmenunaikan zakat. Dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang yang bersabar dalam kesempatan, penderitaan, dan
dalam peperangan. Mereka itulah orang yang benar(imannya)mereka itulah orang yang bertaqwa.
Dijelaskan bahwa ciri-ciri orang bertaqwa ialah orang yang beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat dan kitab Allah. Aspek tersebut merupakan dasar keyakinan yang dimiliki orang
yang bertaqwa dan dasar hubungan dengan Allah. Selanjutnya Allan menggambarkan
hubungankemanusiaan, yaitu mengeluarkan harta dan orang-orang menepati janji. Dalam ayat ini
Allah menggambarkan dengan jelas dan indah, bukan saja karena aspek tenggang rasa terhadap
sesama manusia dijelaskan secara terurai, yaitu siapa saja yang mesti diberi tenggang rasa, tetapi juga
Taqwa dapat di tampilkan dalam bentuk hubungan seseorang dengan lingkungan hidupnya.
Manusia yang bertakwa adalah manusia yang memegang tugas kekhalifahannya di tengah alam,
Sebagaipenggelola, manusia akan memanfaatkan alam untuk kesejahteraan hidupnya didunia tanpa
harus merusak lingkungan disekitar mereka. Alam dan segala petensi yang ada didalamnya telah
diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan menjadi barang jadi yang berguna bagi manusia.
Alam yang penuh dengan sumber daya ini mengharuskan manusia untuk bekerja keras
menggunakan tenaga dan pikirannya sehingga dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi
manusia. Disamping itu, manusia bertindak pula sebagai penjaga dan pemelihara lingkungan alam.
Menjaga lingkunan adalah memberikan perhatian dan kepedulian kepada lingkungan hidup dengan
saling memberikan manfaat. Manusia memanfaatkan lingkungan untuk kesejahteraan hidupnya tanpa
Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menjaga lingkungan dengan sebaik-baiknya. Ia
dapat mengelola lingkungan sehingga dapat bermanfaat dan juga memeliharanya agar tidak habis atau
musnah. Fenomena kerusakan lingkungan sekarang ini menunjukan bahwa manusia jauh
dariketaqwaan. Mereka mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan apa yang akan terjadi pada
lingkungan itu sendiri dimasa depan sehingga mala petaka membayangi kehidupan manusia. Contoh
dari mala petaka itu adalah hutan yang dibabat habis oleh manusia mengakibatkan bencana banjir dan
Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus disyukuri dengan
cara memenfaatkan dan memelihara lingkungan tersebut dengan sebaik-baiknya. Disamping itu alam
ini juga adalah amanat yang harus dipelihara dan dirawat dengan baik. Mensyukuri nikmat
Allahdengan cara ini akan menambah kualitas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia.
Sebaliknya orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat Allah akan diberi azab yang sangat
menyedihkan. Azab Allah dalam kaitan ini adalah bencana alam akibat eksploitasi alam yang tanpa
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-yat
2. Mendirikan salat
4. Beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum mu.
Setiap manusia tak kira agama apapun memungkinkan untuk menjadi insan yang taqwa,
Mendirikan salat misalnya, Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya juga sembahyang.Setiap agama
mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda, waktu dan tempat yang berbeda-beda.
B. Surat Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang
3. Membebaskan perbudakan
4. Mendirikan salat
5. Menunaikan zakat
C. Surat Aali 'Imraan 133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan mu dan
surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa,
yaitu :
1. Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit
4. Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya, mereka ingat kepada
Segala puji bagi Allah yang telah menjadikan manusia memiliki cinta. Dengan
cinta, kehidupan terasa indah. Dengan cinta, ibadah dan muamalah semakin
bermakna. Cinta memilki sejuta makna. Cinta tak peduli usia, waktu, maupun
tempat. Dalam ibadah terdapat tiga rukun utama yaitu cinta, takut, dan harap.
Bahkan makna ibadah menurut Syaikhul-Islam adalah sesuatu yang mencakup
kesempurnaan cinta dan ketundukkan. Banyak umat Nabi Muhammad SAW yang
mengaku cinta kepada Allah, namun banyak pula di antara mereka yang tidak
merealisasikannya dengan benar.
Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang
menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh
semangat dan rasa kasih sayang1. Cinta dengan pengertian demikian sudah
merupakan fitrah yang dimiliki setiap orang. Islam tidak hanya mengakui keberdaan
cinta itu pada diri manusia, tetapi juga mengaturnya sehingga terwujud dengan
mulia. Bagi seorang mukmin, cinta, pertama dan utama sekali diberikan kepada
Allah SWT. Cinta kepada Allah yaitu hendaknya Allah SWT yang paling dicintai
dari semua manusia melebihi dirinya, kedua orang tuanya, dan semua yang
dimilikinya. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah 2:165 yang
artinya Adapun orang orang yang beriman amat sangat cinta kepada Allah .
Mencintai Allah lebih dari segala-galanya tidak lain karena dia menyadari
bahwa Allah-lah yang menciptakan alam semesta dan seluruh isinya, serta Allah-lah
yang mengelola dan memelihara semuanya itu. Dengan rahman-Nya Dia
menyediakan semua fasilitas yang diperlukan oleh umat manusia jauh sebelum
manusia itu sendiri diciptakan. Dan dengan rahim-Nya Dia menyediakan segala
kenikmatan bagi orang-orang yang beriman sampai hari akhir nanti. Allah-lah Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ada beberapa hal mendasar yang mengharuskan kita mencintai Allah SWT, di
antaranya yaitu :
1
Drs. H.Yunahar Ilyas, Lc.,MA, Kuliah Akhlaq, Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI),
Yogyakarta, 2002, hal. 24
3. Rasulullah SAW berdoa agar mencintai Allah SWT. Dan beliau adalah teladan
kita, jika demikian halnya maka kitapun harus mencari cinta Allah SWT
sebagai wujud itibak dan peneladanan kita kepada beliau : Ya Allah, aku
memohon cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu dan cinta terhadap
amalan yang akan mendekatkanku kepada cinta-Mu. HR. Al-Tirmidzi.
2
Drs. H.Yunahar Ilyas, Lc.,MA, Kuliah Akhlaq, ....................................., hal. 25
Kedua, termasuk dalam pengertian cinta kepada ibu bapak (abaukum)
adalah cinta kepada nenek moyang. Dan slah satu bentuk cinta kepada nenek
moyang adalah melestarikan tradisi yang diwarisi dari mereka secara turun
temurun. Diantara tradisi tersebut ada yang mengandung unsur syirik, atau
yang melanggar syariah islam. Bila seorang muslim tetap saja melakukannya,
dengan alasan sudah menjadi tradisi maka cinta kepada nenek moyang, yang
semula temasuk Al-mahabbah al-wustha jatuh menjadi Al-mahabbah al-adna
karena melebihi Al-mahabbah al-ula.
Cinta merupakan amalan hati yang bisa menjadi sebuah ibadah atau justru
kemaksiatan. Oleh karena itu, para ulama membagi cinta menjadi beberapa macam :
1. Ibadah yaitu cinta yang merupakan bagian dari sebuah ibadah yang agung
yang tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah SWT. Hal ini adalah
mencintai Allah SWT dan mencintai semua yang dicintai-Nya. Dalilnya
adalah : Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintainya kepada
Allah. (QS. Al-Baqarah [2] : 165)
2. Syirik yaitu cinta kepada selain Allah SWT yang disertai ketundukan dan
pengagungan terhadap yang dicintainya yang hal tersebut tidak layak
diberikan kecuali hanya kepada Allah SWT semata. Dalilnya adalah firman
Allah SWT : Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah ; mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. (QS. Al-Baqarah [2] : 165).
3. Kemaksiatan yakni seperti kecintaan kepada kemaksiatan-kemaksiatan, cinta
kepada bidah dan pelakunya serta cinta kepada perkara-perkara yang
diharamkan oleh Allah SWT sebagaimana firman Allah SWT :
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji
itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang
pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (QS. An-Nur [24] : 19).
4. Cinta Tabiat, seperti kecintaan kepada kedua orang tua, kepada anak-anaknya,
keluarganya dll. Yang hal ini merupakan tabiat setiap manusia. Maka hal ini
dibolehkan oleh Allah SWT. Allah berfirman : Dijadikan indah pada
(pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia
, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (Surga). QS. Ali Imran [3] :
14).
B. Ridho
Ridho secara bahasa menerima dengan suka hati, secara istilah diartikan sikap
menerima atas pemberian dan anugerah yang diberikan oleh Allah dengan di iringi
sikap menerima ketentuan syariat Islam secara ikhlas dan penuh ketaatan, serta
menjauhi dari perbuatan buruk(maksiyat), baik lahir ataupun bathin. Namun adapula
yang mengartikan, Ridho adalah mempercayai sesungguh-sungguhnya bahwa
apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik
menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya
pastilah akan berdampak baik pula bagi hamba-Nya atau Ridho adalah
menerima sepenuh hati tanpa penolakan sedikitpun, segala sesuatu yang
datang dari Allah dan Rasul-Nya baik berupa perintah larangan ataupun
petunjuk petunjuk lainnya. Perilaku yang ditampakkan oleh seorang hamba
yang ridho adalah ia tidak membenci apa yang terjadi menimpa dirinya, sehingga
terjadi atau tidak terjadi adalah sama saja baginya..
Bahkan bila tingkatan ridho seorang hamba sudah mencapai tingkat tertinggi,
ia akan selalu memuji Allah apapun yang Allah berikan kepada dirinya baik
nikmat maupun bencana, karena ia percaya apa yang menimpanya semata-mata
untuk kebaikan dirinya. Sang hamba secara suka rela dan senang menerima apapun
yang diberikan Allah kepada-Nya baik berupa nikmat maupun musibah berupa
bencana.
1. Wajib direlakan, yaitu kewajiban syariat yang harus dijalankan oleh umat Islam
dan segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Seluruh perintah-Nya haruslah mutlak
dilaksanakan dan seluruh larangan-Nya haruslah dijauhkan tanpa ada perasaan
bimbang sedikitpun. Yakinlah bahwa seluruhnya adalah untuk kepentingan kita
sebagai umat-Nya.
3. Haram direlakan, yaitu perbuatan maksiat. Sekalipun hal tersebut terjadi atas
qodha Allah, namun perbuatan tersebut wajib tidak direlakan dan wajib untuk
dihilangkan. Sebagaimana para nabi terdahulu berjuang menghilangkan kemaksiatan
dan kemungkaran di muka bumi.
Bila ditimpa musibah, janganlah kita mengucapkan celaka!, atau seruan
kasar lainnya. Atau bahkan lebih buruk lagi bila kita memukul-mukulkan anggota
tubuh atau mencoba untuk menyakiti diri sendiri.
Dalam suatu kisah Abu Darda, pernah melayat pada sebuah keluarga, yang
salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Keluarga itu ridha dan tabah serta
memuji Allah swt. Maka Abu Darda berkata kepada mereka. Engkau benar,
sesungguhnya Allah swt. apabila memutuskan suatu perkara, maka dia senang jika
taqdirnya itu diterima dengan rela atau ridha.
Begitu tingginya keutamaan ridha, hingga ulama salaf mengatakan, tidak akan
tampak di akhirat derajat yang tertinggi daripada orang-orang yang senantiasa ridha
kepada Allah swt. dalam situasi apapun.
Dalam riwayat dikisahkan sebagai berikut ; pada suatu hari Ali bin Abi Thalib
r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya ; Mengapa engkau
tampak bersedih hati ?. Ady menjawab ; Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua
orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran. Ali terdiam
haru, kemudian berkata, Wahai Ady, barang siapa ridha terhadap taqdir Allah swt.
maka taqdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang
siapa tidak ridha terhadap taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan
terhapus amalnya.3
Selain cerita diatas ada juga seperti ini contoh sikap ridho:
a. Bersyukur kepada Allah terhadap nikmat yang telah di berikan atau prestasi
yang telah di peroleh, sebagai sebuah ungkapan kerelaan hati yang
mendalam.
b. Bersabar dalam hati terhadap musibah yang telah menimpa dengan penuh
kesadaran bahwa musibah atau bencana tersebut merupakan takdir yang
harus diterima dengan penuh lapang dada.
c. Terus berikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk meraih prestasi yang lebih
baik sebagai keridaan sekaligus harapan terhadap ke mahamurahan Allah
SWT.
d. Menerima dengan penuh kerelan setiap takdir yang Allah tentukan sebagai
bagian dari keimanan kepada-Nya dan keyakinan bahwa dibalik setiap takdir
baik atau buruk selalu tersimpan rahasia dan hikmah yang amat berharga.
e. Berfikir positif terhadap setiap hasil usaha yang maksimal atau prestasi kerja
yang optimal dengan semangat evaluasi dengan semangat evaluasi untuk
memperbaiki diri.
3
Khalid, Amru, Berakhlak Seindah Rasulullah, Pustaka Nuun, Semarang, 2007, hal. 65.
A. Pengertian Ikhlas
Secara etimologis, kata ikhlas merupakan bentuk mashdar dari kata akhlasha yang
berasal dari akar kata khalasha. Menurut Luis Maluuf, kata khalasha ini mengandung
beberapa macam arti sesuai dengan konteks kaliamatnya. Ia bisa berarti shafaa (jernih), najaa
wa salima (selamat), washala (sampai), dan Itazala (memisahkan diri). Maksudnya, didalam
menjalankan amal ibadah apa saja harus disertai dengan niat yang ikhlas tanpa pamrih
apapun.[1]
Bila diteliti lebih lanjut, kata ikhlas sendiri sebenarnya tidak dijumpai secara langsung
penggunaannya dalam al-Quran. Yang ada hanyalah kata-kata yang berderivat sama dengan
kata ikhlas tersebut. Secara keseluruhan terdapat dalam tiga puluh ayat dengan penggunaan
kata yang beragam. Kata-kata tersebut antara lain : kata khalashuu, akhlashnaahum,
Selanjutnya kata khaalishah lima kali, mukhlish (tunggal) tiga kali, mukhlishuun (jamak) satu
kali, mukhlishiin (jamak) tujuh kali, mukhlash (tunggal) satu kali, dan mukhlashiin (jamak)
Selanjutnya, ditinjau dari segi makna, term ikhlas dalam al-Quran juga mengandung
arti yang beragam. Dalam hal ini al-Almai merinci pemakaian term tersebut kepada empat
macam :
Pertama, ikhlas berarti al-ishthifaa (pilihan) seperti pada surat Shaad : 46-47. Di sini
al-Almai mengutip penafsiran dari Ibn al-Jauzi terhadap ayat tersebut yang intinya bahwa
Allah telah memilih mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang suci. Penafsiran yang
sama juga dikemukakan oleh al-Shaabuuni dalam tafsirnya Shafwah al-Tafaasiir, yakni
Kami (Allah) istimewakan mereka dengan mendapatkan kedudukan yang tinggi yaitu
dengan membuat mereka berpaling dari kehidupan duniawi dan selalu ingat kepada negeri
akhirat. Dengan demikian terdapat kaitan yang erat (munaasabah) antara ayat 46 dengan 47,
Kedua, ikhlas berarti al-khuluus min al-syawaaib (suci dari segala macam kotorn),
sebagaimana tertera dalam surat an-Nahl : 66 yang membicarakan tentang susu yang bersih
yang berada di perut binatang ternak, meskipun pada mulanya bercampur dengan darah dan
kotoran ; kiranya dapat dijadikan pelajaran bagi manusia. Makna yang sama juga terdapat
dalam surat al-zumar : 3, walaupun dalam konteks yang berbeda. Dalam ayat tersebut
dibicarakan tentang agama Allah yang bersih dari segala noda seperti syirik, bidah dan lain-
lain.
Ketiga, ikhlas berarti al-ikhtishaash (kekhususan), seperti yang terdapat pada surat al-
Baqarah : 94, al-Anam : 139, al-Araf : 32, Yusuf : 54, dan al-Ahzab : 32.
menurut sebagian qiraat. Ikhlas dalam artian pertama inilah yang paling banyak terdapat
dalam al-Quran, antara lain terdapat dalam surat al-Zumar : 2,11,14, al-Baqarah : 139, al-
Araf : 29, Yunus : 22, al-Ankabut : 65, Luqmaan : 32, Ghaafir : 14,65, an-Nisaa : 146, dan
al-Bayyinah : 5. Dalam ayat-ayat tersebut, kata-kata yang banyak digunakan adalah dalam
bentuk isim fail (pelaku), seperti mukhlish (tunggal) dan mukhlishuun atau mukhlshiin
(jamak). Secara leksikal kata tersebut dapat diartikan dengan al-muwahhid (yang
mengesakan). Dalam konteks inilah kiranya surat ke-112 dalam al-Quran dinamakan surat
al-ikhlaas, dan kalimat tauhid (laa ilaaha illa Allah) disebut kalimat al-ikhlas. Dengan
demikian makna ikhlas dalam ayat-ayat di atas adalah perintah untuk selalu mengesakan
Allah dalam beragama, yakni dalam beribadah, berdoa dan dalam perbuatan taat lainnya
harus dikerjakan semata-mata karena Allah; bukan karena yang lain. Itulah sebabnya
mengapa term ikhlas pada ayat-ayat di atas selalu dikaitkan dengan al-diin.
Adapun ikhlas dalam arti yang kedua (al-tathhiir) ditujukan kepada orang-orang yang
telah disucikan Allah hatinya dari segala noda dan dosa sehingga mereka menjadi hamba
Allah yang bersih dan kekasih pilihan-Nya. Hal ini seperti yang tercantum dalam surat Yusuf
: 24, al-Hijr : 40, al-shaffat : 40,74,128,166,169, Shaad : 83, dan surat Maryam : 51. Pada
ayat-ayat tersebut semuanya memakai kata mukhlashiin (jamak) kecuali surat Maryam : 51
yang memakai bentuk tunggal (mukhlash). Selain itu semua kata mukhlashiin dalam ayat-
1. QS. al-Bayyinah:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
(mengikhlaskan) ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang
lurus
dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas
3. QS. Al Araaf : 29
dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya
kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang
dengan ikhlas berarti tidak hidup, mati bagaikan bangkai, tidak membawa manfaat sama
sekali. Malah, maaf, menjijikkan seperti bankai yang harus segera dikubur.[2]
1. Definisi Khauf
Secara etimologi, kata khauf berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas tiga huruf, yaitu khaf,
waw dan fa> yang bermakna al-faza ketakutan, kepanikan, terkejut, bingung.[2]
Kondisi (bisikan) kejiwaan yang timbul sebagai akibat dari dugaan akan munculnya sesuatu
Para pakar tasawuf juga berkomentar tentang pengertian khauf, berikut uraiannya:
Perkiraan akan terjadinya sesuatu yang dibenci karena bertanda yang diduga atau yang
diyakini, sebagaimana harapan dan hasrat tinggi itu adalah perkiraan akan terjadinya sesuatu
yang disenangi karena pertanda yang diduga atau diyakini, baik dalam urusan duniawi
maupun ukhrawi.[3]
Ia pun melihat ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah ini, yakni al-khauf minalla>h
(takut dari Allah) dan al-takhwi>f minalla>h (seseorang takut akan Allah). Al-khauf
minalla>h (takut kepada Allah) bukanlah berupa ketakutan kepada Allah yang bergetar dan
terasa di dada manusia seperti takut kepada singa. Yang dimaksudkan dengan hal ini adalah
diri dan perbuatan maksiat dan selanjutnya mengarahkannya untuk tunduk dan patuh kepada
seseorang takut akan Allah) adalah perintah agar tetap melaksanakan dan memelihara
Terjemah:
Demikianlah Allah membuat takut hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah
b. Menurut Abi Abdillah Muh{ammad ibn Syauman Ibn Ah{mad Ibn Mustafa al-Ramli
dalam bukunya al-Khauf min Allah Taala mengatakan bahwa khauf adalah salah satu
keadaan merasa takut kepada Tuhan jika pengabdiannya kurang, sehingga dengan persaan
takut ini, maka ia selalu terpelihara dari perbitana maksiat dan semakin bertambah sifat wara
(kehatia-hatian) pada dirinya dengan mengaplikasikan dalam bentuk ibadah kepada Tuhan.[5]
c. Zu al-Nun al-Misri lebih memperjelas, sebagaimana yang dikutip oleh al-Qusyairi bahwa
orang tetap bertada pada rel-rel agama adalah orang-orang yang senantiasa takut. Jika takut
tidak ada lagi pada diri seseorang, niscaya akan sesat jalannya.[7] Jadi, takut yang dimaksud
adalah takut ibadahnya tidak diterima karena adanya pelanggaran, sehingga menimbulkan
2. Hakikat Khauf
Imam al-Ghazali berkata bahwa hakikat dari khauf adalah kepedihan dan terbakarnya hati karena
memperkirakan akan tertimpa sesuatu yang tidak menyenagkan di masa yang akan datang.
Dengan melihat berbagai definis di atas, semakin jelaslah bahwa rasa takut yang dibahas dalam
makalah ini adalah rasa takut kepada Allah. Rasa takut kepada Allah kadang timbul karena
perbuatan dosa. dan kadang timbul karena seseorang mengetahui sifat-sifat-Nya yang
mengharuskannya untuk takut kepada-Nya. Inilah tingkatan khauf yang paling sempurna.
Sebab barang siapa yang mengetahui Allah, maka dia akan takut kepada-Nya. Oleh karena
Terjemahan:
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Fa>t}ir: 28).[10]
Allah menjadikan khauf sebagai salah satu syarat sempurnanya iman, sebagaimana terekam
dalam firman-Nya:
Terjemah:
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada
mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman.
Allah menjanjikan bagi orang yang takut kepada-Nya dengan dua surga, yakni surga makrifat di
dunia dan surga yang sangat indah di akhirat, sebagaimana terekam dalam Firman-Nya,
(QS.Ar-Rahman : 46.).
Terjemah:
Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua syurga.
Dalam Qawaid at-Tashawwuf, Ahmad Zaruq menyatakan, Diantara yang memotivasi amal
adalah rasa takut, yakni penggunaan yang disertai keseganan. Dan Khauf adalah bergetarnya
akibat dari suatu perbuatan, sehingga dia termotivasi untuk melakukan kewajiban-
kewajibannya. Dia tidak menjerumuskan dirinya kedalam perbuatan menyimpang dan dosa.
bahkan dia tidak bediam diri ditempat yang diduga dapat menjerumuskannya kedalam
dirinya dengan sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh orang-orang yang selalu dekat dengan
Allah. Ketika itu, khauf-nya akan berpindah dari alam jasmani menuju alam rohani, sehingga
dia memiliki kesedihan-kesedihan yang tidak dapat diketahui kecuali oleh orang-orang yang
suci.
seorang sufi yang banyak menangis dan bersedih. Jika dia mendengar tentang neraka, maka
dia akan jatuh pingsan dalam waktu yang cukup lama. Tempat sujudnya adalah ibarat kolam
kecil berisi air matanya, seolah neraka tidak dicipta kecuali untuk dirinya. Rahasia dari khauf
tersebut adalah keyakinan bahwa setiap bala selain neraka adalah perkara muda, dan setiap
Orang yang takut bukanlah orang yang menagis dan mengusap air matanya. Tapi orang
yang takut adalah orang yang meninggalkan sesuatu yang ditakutkannya mendatangkan siksa
baginya.
Abu Sulaiman al-Darani menyatakan, khauf tidak hilang dari hati melainkan hati akan
binasa.
3. Tingkatan Khauf.
Orang-orag yang takut kepada Allah tidak berada pada satu tingkatan, tapi mereka beda pada
tingkatan yang berbeda-beda. Ibnu Ujaibah telah mengelompokkan mereka dalam tiga
kategori.
b) Takutnya orang khawwash dari celaan dan hilangya kedekatan dari sisi-Nya.
c) Takutnya orang khawwashulkhawwash akan tertutupnya pandangan dari akhlak yang
buruk.[12]
1. Definisi Raja
Secara etimologi, kata raja berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas tiga huruf, yaitu ra>, jim
keadaan mental yang optimis adanya limpahan rahmat Tuhan.[15] Dengan sikap optimis ini
menambah semangat untuk meningkatkan ibadah kepada Tuhan, sehingga raja itu datang
setelah khauf. Adanya harapan untuk diterima segala ibadah yang telah dilakukan.
Menrut Ahmad Zaruq definisi raja adalah kepercayaan atas karunia Allah yang dibuktikan
dengan amal. Kalau bukan demikia maka itu adalah keterpedayaan diri.[16]
beharap adalah orang yang megerjakan sebab, yakni ketaatan, seraya mengharapkan ridha
dan pengabulan dari Allah. Sedangkan orang yang berangan-angan meninggalkan sebab dan
usaha, lalu dia menunggu datangnya ganjaran dan pahala dari Allah. Orang semacam inilah
yang terekam dalam sabda Nabi, dan orang yang lemah adalah orang yang selalu
Ada tiga hal yang harus dipenuhi oleh orang yang raja terhadap sesuatu, yaitu: pertama,
mencintai yang diharapkannya. Kedua, takut akan kehilangannya. Ketiga, usaha untuk
mendapatkannya.
Jadi, raja yang tidak disertai dengan tiga perkara di atas, hanyalah angan-angan semata.
2. Dalil-dalil Raja
Allah telah menganjurkan kita semua untuk mengharapkan karunia-Nya dan melarang kita untuk
qt9$# Lm9$#
Terjemahannya:
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,
janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
Allah telah membawa kabar gembira kepada kita semua bahwa rahmat-Nya meliputi
Terjemahannya:
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik.
Dan Allah menyifati orang yang selalu mengharap rahmat-Nya dalam firman-Nya, (QS.Al-
Baqarah :218.).
Tejemahannya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan
Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Hadis-hadis Nabi juga banyak yang menganjurkan untuk selalu mengharap rahmat Allah.
Diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi beliau bersabda,:
Artinya:
Demi Zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya
Allah akan melenyapkan kalian dan mendatangkan kaum yang berbuat dosa, lalu mereka
memohon ampun kepada Allah,l dan Allah pun member ampun kepada mereka.
(HR.Muslim.)
: :
.[18]
Artinya:
Allah Taala berfirman, Wahai anak Adam, sesunggunhya selama kamu bermohon kepada-Ku
dan ber-raja pada-Ku, Aku pasti mengampunimu atas segala keadaanmu dan Aku tidak
peduli. Wahai anak Adam, kalaulah dosa-dosamu mencapai langit kemudian kamu memohon
ampunan kepada-Ku, niscya Aku mengampunimu. Wahai anak Adam, jika sekiranya kamu
datang kepada-Ku dengan membawa dosa/ kesalahan sebanyak isi bumi tetapi kamu tidak
menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang dengan kemampuan
Orang yang berharap dan mencari rahmat Allah harus berusaha dengan sunguh-sunguh dan
berijtihad dengan penuh ketulusan dan keikhlasan sampai dia memperoleh apa yang dicita-
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
"Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
Jika pada masa mudanya seorang hamba selalu berbuat maksiat dan menurutkan hawa
nafsunya maka sebaiknya khaufnya mengalahkan rajanya sedangkan hal itu terjadi diakhir
:
( ) " :
[ 19]
Artinya:
Meriwayatkan kepada kami Umar ibn Hafs}, meriwayatkan kepada kami bapakku,
meriwayatkan kepada kami Amasy, saya mendengar aba> S{a>lih, dari ayahku Abu
Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda : Berkata Allah Swt: Aku sesuai
3. Tingkatan Raja
Menurut Ibnu Ujaibah, orang-orang yang mengharap rahmat Allah tidak berada dalam satu
a) Pengharapan orang awam, yakni tempat kembali yang baik dengan diperolehnya pahala.
disembah.[20]
Berbicara tentang relasi antara khauf dan raja ibarat berbicara tentang Romeo dan Juliet.
Karena setiap orang yang raja pastilah ia orang yang khauf. Seorang pejalan, jika ia takut, ia
pasti mempercepat langkahnya, kalaukalau ia tidak mendapatkan yang ditujunya. Dalam hal
ini penulis mengutip pendapat Ibnu Qayyim yang mengatakan bahwa dalam perjalanan
menujun Tuhan, cinta, takut, dan harapan merupakan inti. Setiap orang yang mencintai tentu
berharap dan takut. Mengharapkan apa yang ada pada diri kekasih dan takut tidak
diperhatikan oleh kekasih atau yang ditinggalkan, sehingga setiap cinta disertai dengan rasa
takut dan harapan, karena setiap perjalanan menuju Tuhan tidak terlepas dari dosa dan
mengharapkan ampunan, tidak terlepas dari amal saleh, [21] dan mengharapkan diterima,
tidak lepas dari istiqamah ,dan mengharapkan kekekalannya dan tidak lepas dari kedekatan
dengan Tuhan dan mengharapkan pencapaiannya. Jadi, harapan (raja) merupakan sebab
Jika seseorang hamba sedang menghadap kepada Tuhannya dan berjalan untuk mencapai
kedekatan di sisi-Nya, maka sebaiknya dia menggabungkan antara khauf dan raja. Jangan
sampai khaufnya mengalahkan rajanya, sehingga dia berputus asa dari rahmat dan ampunan
Allah. Dan jangan pula rajanya mengalahkan khaufnya, sehingga di terjerumus ke jurang
maksiat dan kejahatan. Dia harus terbang dengan kedua sayap itu (khauf dan raja) di udara
Relasi antara khauf dan raja digambarkan dengan takut kepada neraka-Nya dan mengharap
surga-Nya, takut jauh dari-Nya dan mengaharap untuk berada di dekat-Nya, takut
ditinggalkan-Nya dan mengharap ridha-Nya, takut putus hubungan dengan-Nya dan berharap
Pengertian Tawakal Beserta Contoh Dan Manfaatnya Tawakal atau tawakkul berarti untuk
mendelegasikan atau menyerah. Dalam Islam, kepercayaan berarti menyerahkan sepenuhnya
kepada Tuhan di wajah atau menunggu hasil pekerjaan, atau menunggu hasil dari suatu
kondisi.
Menurut Abu Zakaria Ansari, tawakkal ialah keteguhan hati dalam menyerahkan urusan
kepada orang lain. Sifat yang demikian itu terjadi sesudah timbul rasa percaya kepada orang
yang diserahi urusan tadi. Artinya, ia betul-betul mempunyai sifat amanah (tepercaya)
terhadap apa yang diamanatkan dan ia dapat memberikan rasa aman terhadap orang yang
memberikan amanat tersebut.
Tawakkal adalah sikap mental adalah hasil dari keyakinan bulat pada Tuhan, seperti dalam
monoteisme ia mengajarkan bahwa percaya hanya Tuhan yang menciptakan segala sesuatu,
Maha adalah pengetahuanNya, dia yang mengontrol dan mengatur alam semesta ini.
Keyakinan ini yang mendorong dia untuk menyerahkan semua hal ini kepada Tuhan. Hatinya
tenang dan tenteram, dan tidak ada kecurigaan, karena Tuhan Maha Tahu dan Maha
Bijaksana.
untuk mencoba dan bekerja, tapi tunggu saja. Orang suka berpikir, tidak perlu belajar, jika
Allah menghendaki tentu pintar untuk menjadi pintar. Atau tidak perlu bekerja, jika Tuhan
Manfaat tawakal
Semua yang sama saja dengan seorang pria yang perutnya lapar, meskipun ada berbagai
makanan, tetapi ia berpikir bahwa jika Allah ingin menjadi puas, pasti sudah puas. Jika
Manfaat Tawakal
Dalam riwayat Islam, tawakal sudah di junjung tinggi sebagai tanda yang jelas dari seorang
yang beriman, takwa dan berserah mutlak pada Allah. Hanya mereka yang menikmati
hubungan sejati dengan Allah dapat selalu percaya pada-Nya, dalam kondisi apapun di
seluruh kehidupannya.
Seseorang yang bertawakal pada Allah kesuksesannya di dunia dan di akhirat terjamin
olehNYA, tidak pedulli apapun kesulitannya yang di alami di kehidupannya atau seberapa
Imam Ali (a.s): Tawakal pada Allah adalah sumber pertolongan dari setiap kejahatan dan
perlindungan dari setiap musuh. [Al-Majlisi, Bihar al-Anwar, vol. 56, hal. 79]. Dikutip dari:
www.cahayamanfaat.blogspot.com
Contoh Tawakal
Misalnya, seseorang yang meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci rapat, barulah
ia bertawakkal. Pada zaman Rasulullah saw ada seorang sahabat yang meninggalkan untanya
tanpa diikat lebih dahulu. Ketika ditanya, mengapa tidak diikat, ia menjawab, Saya telah
benar-benar bertawakkal kepada Allah. Nabi saw yang tidak membenarkan jawaban tersebut
"Orang pertama yang akan dipanggil untuk masuk surga adalah orang-orang yang senantiasa
memanjatkan puji syukur kepada Allah,yaitu orang- orang yang senantiasa memuji Allah
Allah swt berfirman dalam Al Qur'an surat Ibrahim ayat 7 yang artinya:
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Aku akan menambah nikmat-Ku kepadamu dan
Dalam ayat ini Allah swt bahkan telah menjanjikan akan menambah nikmatnya bagi siapapun
yang bs bersyukur.
Kata "syukur" adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1 ) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah
Pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan pengertiannya menurut asal kata
Dalam Al-Quran kata"syukur" dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh
empat kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis Al- Lughah menyebutkan empat arti
1. Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh. Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas
dengan sedikit sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang
adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.
2. Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat
asy-syajarat.
Untuk lebih jelasnya maka, akan kami bahas dalam pembahasan selanjutnya pada bab-bab
berikutnya.
Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran,danwa syukuran yang berarti
Bila disebut kata asy-syukru, maka artinya ucapan terimakasih, syukranlaka artinya
berterimakasih bagimu, asy- syukru artinya berterimakasih, asy-syakir artinya yang banyak
berterima kasih.
Menurut Kamus Arab - Indonesia, kata syukur diambil dari katasyakara, yaskuru, syukran
Syukur berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat akan segala nikmat-Nya. Menurut
bahasa adalah suatu sifat yang penuh kebaikan dan rasa menghormati serta mengagungkan
atas segala nikmat-Nya, baik diekspresikan dengan lisan, dimantapkan dengan hati maupun
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa syukur menurut istilah adalah
bersykur dan berterima kasih kepada Allah, lega, senang dan menyebut nikmat yang
diberikan kepadanya dimana rasa senang, lega itu terwujud pada lisan, hati maupun
perbuatan.
Pengertian Syukur dalam Alquran
Ada tiga ayat yang dikemukakan tentang pengertian syukur ini, yaitu sebagai berikut disertai
penafsirannya masing-masing.
Artinya:
"Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur" (QS. Al- Furqan: 62).
Ayat ini tergolong Makkiyah dan tidak ditemukan sebab turunnya (asbab al-nuzul), ayat ini
ada hubungannya dengan ayat sebelumnya bahwa Allah telah membeberkan beberapa dalil
tauhid dan menunjuk kepada beberapa tanda-tanda kebesaran dan bukti yang ada di dalam
menjelaskan perkataan dan perbuatan mereka yang keji. Karena, sekalipun mereka telah
menyaksikan segala bukti, namun mereka tidak meninggalkan perbuatan sesatnya malah
berpaling dari mengingat Tuhan, sehingga hanya kalau disembah dan tidak dapat
mendatangkan azab kalau tidak disembah. Di samping itu, mereka membantu para penolong,
setan dan menjauhi para penolong ar- Rahman. Jika kau heran terhadap sesuatu, maka
heranlah terhadap perkara mereka, karena kejahilannya telah sampai kepada membahayakan
orang yang datang untuk memberikan kabar gemberia tentang kebaikan yang meyeluruh jika
mreka menaati Tuhan, dan mengingatkan mereka dari malapetaka dan kebinasaan jika
mereka mengingkari-Nya. Lebih dari itu, rasul tidak mengharapkan imbalan dari dakwah itu.
Allah juga memerintahkan kepada rasulnya agar tidak takut terhadap ancaman dan siksaan
mereka, tetapi hendaknya beliau bertawakkal kepada Tu han, bertasbih seraya memuji-Nya.
Ayat ini ditafsirkan oleh al-Maragi sebagai berikut bahwa Allah telah menjadikan malam dan
siang silih berganti, agar hal itu dijadikan pelajaran bagi orang yang hendak mengamil
pelajaran dari pergantian keduanya, dan berpikir tentang ciptaan-Nya, serta mensyukuri
nikmat tuhannya untuk memperoleh buah dari keduanya. Sebab, jika dia hanya memusatkan
Dengan demikian diketahui bahwa ayat yang berkenaan dengan pengertian syukur dalam ayat
tersebut pada dasarnya adalah lafal yang berbunyi Jadi arti syukur menurut al-
Maragi adalah mensyukuri nikmat Tuhan-Nya dan berpikir tentang cipataan-Nya dengan
Hal senada dikemukakan Ibn Katsir bahwa syukur adalah bersyukur dengan mengingat- Nya.
Penafsiran senada dikemukakan Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-
Din Abd Rahman Abi Bakr al-Suyutiy dengan menambahkan bahwa syukur adalah bersyukur
Departemen Agama RI juga memaparkan demikian, bahwa syukur adalah bersyukur atas
segala nikmat Allah dengan jalan mengingat-Nya dan memikirkan tentang ciptaan-Nya.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa syukur adalah bersyukur atas segala nikmat
Artinya:
"Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung- gedung yang
Tinggi dan patung- patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang
tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah).
dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih". (QS. Saba: 13).
Ayat ini tergolong surah Makkiyah yang tidak ditemukan asbab al-Nuzul, ayat ini
menjelaskan bahwa Allah menyebut-nyebut apa yang pernah Dia anugrahkan kepada
Sulaiman as,. Yaitu mereka melaksanakan perintah Sulaiman as untuk membuat istana-istana
yang megah dan patung-patung yang beragam tembaga, kaca dan pualam. Juga piring-piring
besar yang cukup untuk sepuluh orang dan tetap pada tempatnya, tidak berpindah tempat.
Allah berkata kepada mereka "agar mensyukuri-Nya atas segala nikmat yang telah Dia
Syukur itu bisa berupa perbuatan begitu pula bisa berupa perkataan dan bisa pula berupa niat,
sebagaimana dikatakan:
dikarenakan sedikit dari hamba- hamba-Nya yang patuh sebagai rasa syukur atas nikmat
Ayat yang berkaitan dengan pengertian syukur dalam ayat tersebut adalah lafal yang
berbunyi:
Menurut al-Maragi arti kata asy- Syukur di atas adalah orang yang berusaha untuk bersyukur.
Hati dan lidahnya serta seluruh anggota tubuhnya sibuk dengan rasa syukur dalam bentuk
Dan ada pula yang menyatakan asy-syukur adalah orang yang melihat kelemahan dirinya
Sementara itu Ibn Katsir memberikan arti dari kata asy- syukuradalah berterima kasih atas
segala pemberian dari Tuhan yang maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Penafsiran yang senada dikemukakan oleh jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al- Mahalliy
dan Jalal al-Din Abd al- Rahman Ibn Abi Bkar al-Suyutiy dengan menambahkan bahwa rasa
Penafsiran yang senada dikemukakan oleh Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al- Mahalliy
dan Jalal al-Din Abd al- Rahman Ibn Abi Bakr al-Suyutiy dengan menambahkan bahwa rasa
atas segala nikmat yang dilimpahkan Allah kepada hamba-Nya dengan amal saleh dan
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa syukur adalah berterima kasih dengan
bersyukur atas segala nikmat yang dilimpahkan-Nya dengan rasa syukur dalam bentuk
Artinya:
Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih".
Ayat ini tergolong Madaniyah dan tidak ditemukan sebab turunnya (asbab al-nuzul), ayat ini
menjelaskan bahwa Allah tidak meminta dan mengharapkan dari kalian balasan dan lain-
lainnya yang mengurangi pahala, kemudian Allah memperkuat dan menjelaskan lagi bahwa
Dia tidak mengharapkan balasan dari Hamba-Nya, dan tidak pula meminta agar kalian
berterimakasih kepada-Ku, dengan demikian diketahui bahwa ayat yang ada kaitannya
dengan arti syukur dadlam ayat tersebut pada dasarnya adalah lafal yang berbunyi:
Menurut al-Maragi arti kata syukur di atas adalah berterimakasih kepada Allah swt.
Sementara Ibn Katsir mendefenisikan syukur itu adalah ucapan terima kasih.
Hal senada dikemukakan oleh Jalal al-Din Muhammad Ibn Ahmad al-Mahalliy dan Jalal al-
Din 'Abd ar-Rahman Abi Bakr al- Suyutiy, syukur adalah berterimakasih kepada Allah swt
atas segala nikmat-Nya. Apakah mereka benar-benar mengucapkan hal yang demikian
ataukah hal itu telah diketahui oleh Allah swt, kemudian Dia memuji kalian, sesungguhnya
terimakasih.Hal ini didukung pengertian secara bahasa, bahwa syukur adalah berterima kasih
Berdasarkan penafsiran keempat mufasir di atas maka dapat disimpulkan bahwa syukur
Demikianlah uraian tentang pengertian syukur dalam Alquran dengan melihat beberapa
Macam-macam syukur
Al-Raghib (tt, 265 ), membagi syukur kepada tiga macam; 1 . Syukr al-Qalb (Syukur hati) 2 .
Syukr al-Lisn (Syukur lidah) 3. Syukr siri al-Jawrih (Syukur semua anggota badan).
Syukur hati, yaitu syukur dengan cara mengingat-ingat ni'mat. Syukur Lidah, yaitu memuji
kepada yang memberi ni'mat. Syukur anggota badan, yaitu membalas ni'mat sesuai dengan
kepatutan (kepantasannya).
1. Syukur qalbi.
Dilakukan dengan mengingat- ingat ni'mat atau meng- gambarkan ni'mat yang telah diberikan
Allh dengan perasaan hati. Misalnya dulu tidak punya apa-apa sekarang punya kekayaan,
dulu tidak bekerja sekarang dapat pekerjaan, dulu sakit-sakitan sekarang ada dalam
kesehatan, kita cukup sandang dan pangan sementara orang lain hidup dalam kesulitan.
Dengan demikian akan muncul perasaan hati untuk lebih bersyukur kepada pemberi ni'mat.
Al-Maraghi (I:29) menyebutkan, syukur dengan hati itu dengan melahirkan ketulusan,
kemurnian hati dan rasa cinta kita pada Allh (al- Nashu wa al-Mahabbah).
2. Syukur Lidah.
Yaitu bentuk syukur yang diucapkan dengan lisan, baik kepada Allh, juga kepada sesama
manusia. Syukur lisan kepada Allh antara lain kita mengucapkan kalimat al- Hamdulillah.
Ibnu Abbas menyebutkan al-Hamdulillah adalah kalimat syukur, jika hamba menyebut al-
Hamdulillah, Allh Swt berfirman, Syakaran 'Abd. Pada kesempatan lain Ia mengatakan al-
Hamdu adalah al- Syukru dan al-Iqrru bini'amihi wa hidyatihi. Dan Jalaludin al- Suyuthi
(I:30) mengutif riwayat Ibnu Jarir dan al-Hkim, menyebutkan hadits Nabi Saw, "Rasulullah
Saw bersabda, apabila kalian mengucapkan "al- Hamdulillahi Rabbil 'Alamin" dengan
demikian engkau telah bersyukur kepada Allh dan Dia akan menambah ni'mat-Nya" Dan
syukur lisan kepada sesama manusia dilakukan dengan mengucapkan kata-kata pujian, kata
yang baik (al-Madhu-Al- Tsana`u) terhadap orang yang berbuat ihsan (baik), sebagai
Dilakukan dengan membalas ni'mat atau kebaikan dengan kepatutan atau kepantasan yang
layak. Syukur Jawarih kepada Allh, dilakukan dengan membalas ni'mat Allh dengan ibadah
kepada Allh. Untuk itu Ibnu al-Mundzir dalam al-Suyuthi (I:31) menyebutkan, "Shalat itu
adalah syukur, shaum juga syukur, seluruh kebaikan yang dilakukan atas dasar karena Allh
wallahu a"lam
Muraqabah adalah upaya diri untuk senantiasa merasa terawasi oleh Allah (muraqabatullah).
Jadi upaya untuk menghadirkan muraqabatullah dalam diri dengan jalan mewaspadai dan
Ada beberapa tahapan yang memiliki keterkaitan erat satu sama lain dan membangun sistem
pengawasan serta penjagaan yang kokoh. Kesemua tahapan tersebut penting kita jalani agar
benar-benar menjadi safety net (jaring pengaman) yang menyelamatkan kita dari
keterperosokan dan keterpurukan di dunia serta kehancuran di akhirat nanti.
1. Muahadah.
Muahadah yakni mengingat dan mengokohkan kembali perjanjian kita dengan Allah SWT di
alam ruh. Di sana sebelum kita menjadi janin yang diletakkan di dalam rahim ibu kita dan
ditiupkan ruh, kita sudah dimintai kesaksian oleh Allah, Bukankah Aku ini Rabbmu?
Mereka menjawab: Benar (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.(QS. 7:172) Dengan
bermuahadah, kita akan berusaha menjaga agar sikap dan tindak tanduk kita tidak keluar dari
kerangka perjanjian dan kesaksian kita.
Dan kita hendaknya selalu mengingat juga bahwa kita tak hanya lahir suci (HR. Bukhari-
Muslim) melainkan sudah memiliki keberpihakan pada Al-haq dengan syahadah di alam ruh
tersebut sehingga tentu saja kita tak boleh merubah atau mencederainya (QS. 30:30)
2. Muraqabah.
Setelah bermuahadah, seyogyanyalah kita bermuraqabah. Jadi kita akan sadar ada yang
selalu memuraqabahi diri kita apakah melanggar janji dan kesaksian tersebut atau tidak.
Penjelasan yang detail tentang muraqabah diuraikan dalam bagian tersendiri, karena tulisan
ini memang menitikberatkan pada pembahasan tentang muraqabah dan muhasabah.
3. Muhasabah.
Muhasabah adalah usaha untuk menilai, menghitung, mengkalkulasi amal shaleh yang kita
lakukan dan kesalahan-kesalahan atau maksiat yang kita kerjakan. Penjabaran lebih detail
tentang muhasabah juga ada pada bagian tersendiri.
4. Muaqabah.
Selain mengingat perjanjian (muahadah), sadar akan pengawasan (muraqabah) dan sibuk
mengkalkulasi diri, kita pun perlu meneladani para sahabat dan salafus-shaleh dalam
mengiqab (menghukum/menjatuhi sanksi atas diri mereka sendiri). Bila Umar r.a terkenal
dengan ucapan: Hisablah dirimu sebelum kelak engkau dihisab, maka tak ada salahnya kita
menganalogikan muaqabah dengan ucapan tersebut yakni Iqablah dirimu sebelum kelak
engkau diiqab. Umar Ibnul Khathab pernah terlalaikan dari menunaikan shalat dzuhur
berjamaah di masjid karena sibuk mengawasi kebunnya. Lalu karena ia merasa ketertambatan
hatinya kepada kebun melalaikannya dari bersegera mengingat Allah, maka ia pun cepat-
cepat menghibahkan kebun beserta isinya tersebut untuk keperluan fakir miskin. Hal serupa
itu pula yang dilakukan Abu Thalhah ketika beliau terlupakan berapa jumlah rakaatnya saat
shalat karena melihat burung terbang. Ia pun segera menghibahkan kebunnya beserta seluruh
isinya, subhanallah.
5. Mujahadah
Rasulullah Muhammad SAW terkenal dengan mujahadahnya yang luar biasa dalam ibadah
seperti dalam shalat tahajjudnya. Kaki beliau sampai bengkak karena terlalu lama berdiri.
Namun ketika isteri beliau Ummul Mukminin Aisyah r.a bertanya, Kenapa engkau
menyiksa dirimu seperti itu, bukankah sudah diampuni, seluruh dosamu yang lalu dan yang
akan datang. Beliau menjawab. Salahkah aku bila menjadi abdan syakuran?.
6. Mutabaah.
Terakhir kita perlu memonitoring, mengontrol dan mengevaluasi sejauh mana proses-proses
tersebut seperti muahadah dan seterusnya berjalan dengan baik.
Muraqabah
(Luqman berkata) : Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi
dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya) sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.(QS. 31:16)
Kemudian dalam HR. Ahmad, Nabi SAW bersabda, Jangan engkau mengatakan engkau
sendiri, sesungguhnya Allah bersamamu. Dan jangan pula mengatakan tak ada yang
mengetahui isi hatimu, sesungguhnya Allah mengetahui.
Kemudian akhirnya Nabi Ibrahim a.s juga dapat menjadi contoh agung tentang kesadaran
akan kesertaan dan pertolongan Allah. Yakni ketika beliau diseret dan dibakar di api unggun,
beliau tetap tenang. Dan benar saja terbukti beliau keluar dari api unggun dalam keadaan
sehat wal afiat karena Allah telah memerintahkan makhluknya yang bernama api agar
menjadi dingin dengan izin dan kehendak-Nya.
PENGERTIAN TAUBAT DAN SYARAT-SYARAT BERTAUBAT KEPADA ALLAH
Manusia tidak luput dari salah dan dosa. Dosa-dosa itulah yang menjadi hijab atau pembatas
antara hamba dengan Allah SWT serta Allah memandang hamba-Nya itu dengan penuh benci
dan murka sehingga terhijab seluruh rahmat dan kasih sayang-Nya. Jika ini terjadi, segala
amal ibadah serta kebajikan yang kita lakukan tidak diterima dan tertolak. Bahkan bukan itu
saja, di Akhirat besok, Allah akan menghukum dengan Neraka yang maha dahsyat. Oleh itu
wajib setiap hamba Allah itu bertaubat dengan secepatnya jika sudah terlajur melakukan dosa
dan kesalahan.
Taubat secara bahasa artinya kembali. Secara istilah artinya kembali kepada Allah yang
Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Menyerah diri pada-Nya dengan hati penuh
penyesalan yang sungguh-sungguh. Yakni kesal, sedih, ssah serta rasa tidak patut atas dosa-
dosa yang pernah kita dilakukan sehingga menangis. Hati terasa pecah-pecah bila mengingati
dosa-dosa yang dilakukan itu. Memohon agar Allah yang Maha Pengampun akan menerima
tobat kita. Hati menyesal akan perbuatan dosa yang kiata lakukan itu menjadikan anggota-
anggota lahir (mata, telinga, kepala, kaki, tangan, kemaluan) tunduk dan patuh dengan syariat
yang Allah telah tetapkan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan-perbuatan itu
kembali.
Itulah pengertian taubat. tidak cukup dengan hanya mengucapkan istighfar di mulut,
Astaghrullahal adzim. Hati tidak merasa bersalah dan berdosa. Tidak semudah itu Allah
SWT hendak menerima taubat hamba-hamba-Nya kecuali setelah menempuh syarat-syarat
Syarat-syarat taubat ada dua bahagian sebagaimana dosa dan pahala terbahagi kepada dua,
yaitu:
Menyesal sungguh di atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Yakni terasa kesal, sedih,
dukacita, rasa tidak patut kerana melanggar syariat Allah. Sekaligus datang perasaan
Meninggalkan perkara-perkara yang mendatangkan dosa-dosa dengan Allah sama ada dosa
a. Antara contoh-contoh dosa besar ialah meninggalkan sembahyang, tidak puasa, mengadu
nasib, minum arak, zina, judi, riba, memtnah, mengumpat, membunuh dan lain-lain lagi.
b. Di antara dosa-dosa kecil ialah mendedahkan aurat, bergaul bebas antara lelaki dan
mendedahkan aurat, minum arak) maka kita tidak akan buat lagi atau terus tinggalkan
perbuatan tersebut. Juga kalau kita terlibat dengan dosa-dosa kerana meninggalkan perkara-
perkara wajib (seperti meninggalkan sembahyang dan tinggal puasa), maka kita tidak akan
meninggalkannya lagi. Ertinya kita terus melaksanakan perkara-perkara yang wajib dengan
Sekiranya seseorang itu berbuat dosa dan kesalahan yang ada hubungan sesama manusia,
Menyesal sungguh-sungguh di atas segala kesalahan yang dibuat terhadap orang lain itu.
Benar-benar terasa di hati perasaan sedih, dukacita dan rasa tidak patut berbuat begitu.
Meminta maaf atau meminta ridho (halal) kepada orang yang kita telah berbuat dosa
terhadapnya atau bayar semula ganti rugi atau pulangkan barang yang telah diambil.Dosadosa
lain-lain lagi. Ini semua mesti minta dihalalkan atau meminta maaf pada orang yang
bersangkutan atau bayar hutang atau dibayar ganti ruginya atau seumpamanya.
atau memenjarakannya dan lain-lain. Dosa-dosa ini semuanya mesti diminta maaf kepada
orang berkenaan dan bersedia menerima hukuman mengikut ketentuan syariat sekiranya dia
menuduh dia dengan tuduhan-tuduhan yang tidak benar, tnah dan lain-lain kesalahan. Ini
Contohnya kita pernah pegang-pegang, raba-raba, cium anak gadisnya atau zina terhadap
anggota keluarganya dan lain-lain. Maka hendaklah minta maaf dan minta ridho dari
daripada dosa dengan Allah. Ia mesti menempuh empat syarat tetapi dosa dengan Allah
Semua tuntutan syariat ini mesti dibuat mengikut kaedah di atas, barulah taubat itu diterima
oleh Allah. Sungguhpun begitu bukan mudah untuk menunaikan syarat-syarat tadi melainkan
setelah memiliki hati yang benar-benar ikhlas. Kalau tidak dapat menunaikan syarat-syarat
ini, taubat itu tetap tidak akan diterima. Orang yang egonya tinggi amat berat untuk bertaubat.
Begitulah kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya kalau mereka membuat dosa-dosa.
Masih ada peluang bertaubat untuk mendapat keampunan dari Allah dengan menempuh
syarat-syarat yang telah disebutkan. Kecuali dosa syirik yang tidak mendapat keampunan dari
Allah. Ini telah dinyatakan di dalam rman-Nya: Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampunkan dosa-dosa syirik tetapi akan mengampunkan selain itu. (An Nisaa: 48)
Maknanya selain syirik, orang-orang yang bertaubat daripada dosa-dosanya akan diampunkan
oleh Allah. Apabila diampunkan, maka samalah dia seperti orang yang tidak berdosa.
Sabda Rasulullah SAW: Orang yang bertaubat daripada dosa sepertilah orang yang tidak
Sabdanya yang lain: Sesungguhnya Allah menyukai seorang mukmin yang terjerumus
Semua anak Adam pembuat kesalahan, dan sebaik-baik pembuat kesalahan ialah mereka
tidak ada sesuatu yang lebih disukai Allah daripada seorang pemuda yang bertaubat.
(Riwayat Ad Dailami)
Allah juga memberitahu kita dalam rman-Nya: Maka barangsiapa yang bertaubat, sesudah
melakukan kejahatan itu dan membaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Maidah: 39)
Firman Allah yang bermaksud: Tidakkah kamu tahu, sesungguhnya Allah yang mempunyai
kerajaan langit dan bumi, disiksa-Nya siapa yang dikehendaki-Nya dan diampuni-Nya bagi
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al Maidah: 40)
Allah berrman lagi: Dan barangsiapa yang mengerjakan ke-jahatan dan menganiaya
dirinya kemudian dia memohon ampun kepada Allah, nescaya dia mendapati Allah Maha
Berdasarkan Hadis-Hadis dan ayat-ayat Al Quran tadi, dapat difahami bahawa wajib setiap
orang Islam itu bertaubat daripada dosa-dosanya supaya tidak menjadi hijab antara dia
dengan Allah SWT (huraian lanjut dalam Bab 28: Rahsia Hati).
Setelah bersih daripada dosa, hijab pun terangkat. Terhubunglah kembali kasih Allah yang
terputus selama ini. Dia memandang hamba-Nya itu dengan pandangan penuh kasih sayang
sehingga rahmat-Nya melimpah ruah. Justeru itu, hiduplah si hamba yang bertaubat itu
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Amal ibadah itu sama, ada yang lahir maupun yang batin adalah syariat. Kita beramal dan
bersyariat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Untuk mendapat ridho, kasih sayang dan
kekuasaan Allah. Untuk mendapat pemeliharaan, perlindungan dan keselamatan dari Allah. Atau
dengan kata lain, untuk mendapat taqwa. Segala amalan itu untuk menambah taqwa. Kerana Allah
hanya menerima ibadah dari orang-orang yang bertaqwa. Allah hanya membela, membantu dan
melindungi orang-orang yang bertaqwa. Hanya orang-orang yang bertaqwa saja yang akan selamat di
Dari berbagai makna yang terkandung dalam taqwa, kedudukannya sangat penting dalam agama
islam dan kehidupan manusia karena taqwa adalah pokok dan ukuran dari segala pekerjaan seorang
muslim.
Taqwa tidak hanya berhubungan dengan Allah swt, tetapi juga berhubungan dengan manusia
dengan dirinya sendiri, antar sesama manusia, dan dengan Lingkungan Hidup.