Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Blok NBSS
Tutor: dr. H.E.M. Hidayat
Tutorial B3
Azka Nadhilah (1010211005)
Sistem saraf pusat tampak pada permulaan minggu ke tiga sebagai penebalan
ectoderm yang berbentuk seperti sandal , disebut lempeng saraf (neural plate), yang
kemudian pinggirannya meninggi membentuk lipatan-lipatan saraf (neural fold).
Lipatan saraf meninggi , saling mendekat di garis tengah dan akhirnya bersatu , dengan
demikian terbentuk tabung saraf (neural tube).
18 hari : penebalan lempeng saraf menjadi lipatan saraf. Terdapat nodus primitif dan
garis primitif
20 hari : tepi neural fold menyatu menjadi nural tube / tabung saraf, dari servikal ke arah
kaudal. Sudah terbentuk alur saraf dan somit
22 hari : ujung ujung bebas tabung saraf membentuk neuroporus kranialis dan
kaudalis yang berhubungan dengan rongga amnion
25 27 hari : Ujung cranial (neuroporis cranialis) menutup kurang lebih pada hari ke-
25, dan ujung kaudalnya (neuroporis caudalis) pada hari ke-27. SSP selanjutnya
membentuk sebuah struktur tubuler dengan bagian sefalik yang lebar (otak) dan bagian
kaudal yang panjang (medulla spinalis). Kegagalan tabung saraf untuk menutup
menyebabkan cacat seperti spina bifida dan anensefalus.
27 hari : ujung sefalik neural tube terdiri dari 3 vesikel otak primer :
Otak depan / fore brain / prosensefalon
Otak tengah / mid brain / mesensefalon
Otak belakang / hind brain / rombensefalon
Fleksura servikalis (kaudal, panjang, medula spinalis
Fleksura sefalika (sefalik, lebar, otak)
Medulla spinalis membentuk ujung kaudal SPP dan ditandai dengan lamina basalis
yang mengandung neuron motorik; lamina alaris untuk neuron sensorik; dan lempeng
lantai serta lempeng atap sebagai lempeng penghubung antara kedua sisi.
Ciri-ciri dasar ini dapat dikenali pada sebagian besar gelembung otak. Otak membentuk
bagian cranial SSP dan asalnya terdiri dari tiga gelembung otak.; rhombensefalon (otak
belakang), mesensefalon (otak tengah), dan prosensefalon (otak depan).
2. Metensefalon dengan lamina basalis (eferen) dan lamina alaris (aferen) yang khas.
Selain itu, gelembung otak ini ditandai dengan pembentukan serebelum, pusat
koordinasi sikap tubuh dan pergerakan, dan fons, jalur untuk serabut-serabut saraf
antara medulla spinalis dan korteks serebri serta koterks serebeli.
Mesensefalon (otak tengah) adalah gelembung otak yang paling primitive dan sangat
mirip medulla spinalis dengan lamina basalis eferennya serta lamina alaris aferennya.
Lamina alarisnya membentuk colliculus inferior dan posterior sebagai stasiun relai untuk
pusat reflex pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon, bagian posterior otak depan, terdiri atas sebuah lempeng atap tipis dan
lamina alaris yang tebal tempat berkembangnya thalamus dan hypothalamus.
Diensefalon ikut berperan dalam pembentukan kelenjar hipofisis, yang juga
berkembang dari kantong ratkhe membentuk adenohipofisis, lobus intermedius, dan
pars tuberalis, diensefalon membentuk lobus posterior yang mengadung neuroglia dan
menerima serabut-serabut saraf dari hypothalamus.
Telensefalon, gelembung otak yang paling rostral, terdiri dari dua kantong lateral,
hemisfer serebri, dan bagian tengah lamina terminalis.
Lamina terminalis ini digunakan oleh commissural sebagai suatu jalur penghubung
untuk berkas-berkas serabut antara hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer serebri, yang
semula berupa dua kantong kecing, secara berangsur-angsur mengembang dan
menutupi permukaan lateral diensefalon, mesensefalon dan metensefalon. Akhirnya,
daerah-daerah inti telensefalon sangat berdekatan dengan daerah-daerah inti
diensefalon.
Sistem ventrikel yang berisi cairan cerebrospinal, membentang dari lumen medulla
spinalis hingga ke ventrikel ke-4 di dalam rhombensefalon, melalui saluran kecil di
mesensefalon, dan selanjutnya ke ventrikel ketiga dalam diensefalon. Melalui foramina
monro, system ventrikel meluas dari ventrikel ke-3 ke ventrikel lateral hemisfer. Cairan
serebrospinal dihasilkan diplexus choroideus ventrikel ke-4, ke-3 dan ventrikel lateral.
Sumbatan cairan otak baik di dalam system ventrikel maupun diruang subarachnoid,
dapat menimbulkan.
Otak adalah organ tubuh manusia tang berada didalan cranium dan
berhubungan dengan medulla spinalis yang keduanya membentuk kesatuan yang
sering disebut dengan system saraf pusat. Otak terdiri dari 2 badian (hemisfer) yaitu kiri
dan kanan yang dihubungkan oleh korpus kolosum yang terisri dari 300 juta akson sarf
melintang diantara kedua hemisfer tersebut.
Korteks Serebrum
yang berwarna abu-abu disebut dengan substansi grisea yang terdiri dari badan-
badan sel yang terkemas rapat dengan dendrite-dendrite mereka dan juga sel-
sel glia
yang berwarna pink disebut dengan substansi alba yang terdiri dari serat-serat
yang menyalurkan sinyal dari bagian korteks ke saraf lain
substansi alba tersebut mengelilingi substansi grisea kembali yang disebut
dengan nucleus basalis.
Terdapat 3 lapisan meningeal yang melapisi otak, urutan dali luar kedalam
1. Dura mater
2. Arachnoidea mater
3. Pia mater
Dibagi menjadi 4 lobus
a. Lobus oksipital pengelolaan awal masukan penglihatan
b. Lobus temporal ingatan emosi dan motivasi
c. Lobus parietalis sensasi somestik dan propriosepsi
d. Lobus fontalis pengatur motoik, pemrogram deakan-gerakan kompleks dan
juga koodinasi derakan tersebut, selain itu juga sebagai pembuat keputusan,
sifat pribadi dan perencanaan gerakan volunteer.
Terdiri dari Neuron dan neuroglia yang selebihnya akan di bahas dalam materi
selanjutnya.
FISIOLOGIS SARAF
SUSUNAN SARAF
Jaringan Saraf
1. Sel Saraf, yang memiliki cabang panjang dan berespon terhadap stimulus dengan
mengubah potensial listrik antara permukaan dalam dan luar membrane. Sel neuron
dapat dirangsang / excitable.
2. Sel Glia, yang memiliki cabang pendek dan berfungsi menyangga dan melindungi
neuron. Sel glia ikut serta dalam aktivitas saraf dan berperan pula dalam proses
pertahanan susunan saraf.
NEURON
- Jenis-jenis neuron:
- Neuron berdasarkan fungsinnya:
o Neuron motorik/ eferen: Mengendalikan organ efektor (serabut otot, kel
eksokrin endokrin)
o Neuron sensorik/aferen: Menerima stimulus sensoris dari lingkungan dan
dari dalam tubuh
o Interneuron: Mengadakan hubungan antar neuron dan membentuk
jaringan fungsional yang kompleks atau sirkuit
Badan Sel
Dendrit
- Pendek, bercabang-cabang.
- Menerima banyak sinaps dan merupakan tempat penerimaan sinyal dan
pemrosesan utama di neuron.
- Dendrit mengecil tiap kali bercabang.
- Sinaps yang berkontak dengan neuron lain terdapat di spina dendrite yang
merupakan tempat pemrosesan pertama. Peralatan pemrosesan terdapat dalam
suatu kumpulan protein pada permukaan sitosol dari membran pascasinaptik.
Akson
Potensial Membran
Rangsangan Neuron
Kanal ion terbuka
Na+ ekstrasel masuk
Ubah potensial istirahat -65mV menjadi +30mV
Menutup kanal Na+ & aksolemma Bagian dalam lebih (+) dr ekstrasel
kembali permeable terhadap ion ini
Awal potensial aksi / impuls saraf
a. Faktor Pranatal
- Faktor genetik yaitu defek gen atau kromosom, misalnya trisomi 21 pada
Sindrom Down
- Penyakit menahun pada ibu hamil (hipertensi, diabetes mellitus)
- Infeksi virus pada ibu hamil (toksoplasmosis)
- Anoksia dalam kandungan
b. Faktor Perinatal
- Asfiksia selama proses persalinan yang dapat menyebabkan
kerusakan/kematian permanen pada otak
- Trauma lahir (resiko terjadinya kerusakan otak akibat perdarahan)
- Hipoglikemia, Hiperbilirubinemia
- BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
- Prematuritas
- Infeksi (hidrosefalus)
c. Faktor Pascanatal
- Infeksi intracranial
- Trauma kapitis
- Tumor otak
- Gangguan pembuluh darah otak
- Kelainan tulang tengkorak
- Kelainan endokrin & metabolik
- Keracunan otak, Malnutrisi
A. Ensefalopati Neonatal
1. Definisi
Suatu sindroma klinis berupa gangguan sungsi neurologis pada hari-hari
awal kehidupan bayi aterm, ditandai oleh kesulitan bernapas, depresi tonus &
reflex, tingkat kesadaran subnormal & sering berhubungan dengan kejang.
2. Etiologi
- Asfiksia janin selama persalinan
- Infeksi
- Kelainan neuromuscular seperti distrofia miotonik
- Trauma kelahiran
- Kelainan metabolik
3. Patofisiologi
4. Gejala
a.) Stadium 1
Ditandai gelisah iritabel, tonus otot masih normal, hiperrefleksi,
takikardia, sekresi saluran napas berkurang, motilitas GIT menurun, pupil
dilatasi, belum terjadi kejang.
b.) Stadium 2
Ditandai lethargy, hipotonik, kelemahan otot proksimal, reflex
melemah, bradikardi, sekresi saluran napas berlebihan, motilitas GIT
meningkat, pupil miosis & kejang.
c.) Stadium 3
Ditandai stupor & flaksid, hiporefleksi, reflex moro menghilang,
pupil anisokor, reflex pupil menurun, suhu tidak stabil, kejang berulang.
B. Anensefalus
1. Definisi
Adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak & otak
tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang
terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada
jaringan pembentuk otak & korda spinalis.
2. Etiologi
Anensefalus terjadi jika tabung saraf gagal menutup, tetapi penyebab
pastinya belum diketahui. Kemungkinan karena kekurangan kadar asam folat.
3. Faktor Resiko
- Riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya
- Kadar asam folat yang rendah
- Hamil diatas usia 40 tahun
4. Gejala
- Pada ibu: polihidramnion
- Pada bayi: - tidak memiliki tulang tengkorak/cranium
- tidak memiliki otak (hemisfer serebri & serebelum)
- kelainan pada gambaran wajah (seperti kodok)
- kelainan jantung
5. Diagnosis
- Kadar asam lemak dalam serum ibu hamil
- Amniosentesis untuk mengetahui adanya peningkatan kadar fetoprotein
(menunjukkan adanya kelainan tabung saraf apabila jumlahnya
meningkat)
- Kadar estriol pada urin ibu hamil
- USG
6. Prognosis
Bayi yang menderita anensefalus tidak akan bertahan, ada yang lahir
dalam keadaan meninggal atau meninggal beberapi hari setelah lahir.
C. Mikrosefal
1. Definisi
Adalah cacat pertumbuhan otak secara menyeluruh akibat abnormalitas
perkembangan & proses destruksi otak selama masa janin & awal masa bayi.
Ukuran otak & tulang tengkoraknya kecil. Perbandingan berat otak terhadap
badan normal adalah 1:30, pada mikrosefalus adalah 1:100.
2. Etiologi
- Herediter/genetik
- Infeksi intrauterine
- Perdarahan/anoksia saat persalinan
- Trauma kepala
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
- Kepala lebih kecil dari normal
- Retardasi mental
- Gejala motorik berupa diplagia spastic (kelumpuhan anggota badan yang
sama pada kedua sisi tubuh) & hemipelgia (kelumpuhan sebelah badan)
- Terlambat bicara, kadang didapatkan kejang
5. Diagnosis
- Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik & penunjang
- Pemeriksaan lingkar kepala
- Pemeriksaan USG
- Pemeriksaan radiologis
6. Diagnosis Banding
- Kraniositosis (penutupan premature sutura kranialis)
7. Terapi
Untuk gejala simptomatik seperti kejang diberikan antikonvulsan.
8. Prognosis
Tidak dapat bertahan hidup lama, biasanya meninggal setelah lahir. Bayi
yang bertahan hidup kebanyakan mengalami retardasi mental & kelainan
motorik.
SPINA BIFIDA
Spina Bifida adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi karena bagian
dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara sempurna,pada
minggu ke3 dan ke4.
Penyebab
Resiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan
asam folat, terutama terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda
spinalis sehingga terjadi gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf
tersebut.
3. mielomeningokel: jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol
dan kulit diatasnya tampak kasar dan merah. Gejala: konstipasi dan disfungsi kandung
kemih,pada wanita;anomali saluran genital.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple
screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindroma Down dan
kelainan bawaan lainnya.
85% wanita yang mengandung bayi dengan spina bifida, akan memiliki kadar serum alfa
fetoprotein yang tinggi.
Pemarikasaan lanjutan
USG yang biasanya dapat menemukan adanya spina bifida.
Kadang dilakukan amniosentesis (analisa cairan ketuban).
USG tulang belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pda korda spinalis maupun
vertebra
CT scan atau MRI tulang belakang kadang dilakukan untuk menentukan lokasi dan
luasnya kelainan.
Terapi
Tujuan dari pengobatan awal adalah:
1. mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifida
2. meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi)
3. membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini.
Pembedahan :
dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus
kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai
spina bifida.
TUMBUH KEMBANG ANAK
Pertumbuhan adalah bertambah besarnya ukuran sel, bertambah ukuran dan berat
badan.
Perkembangan meliputi :
* Jenis kelamin
* Ras
* Kebudayaan
* Nutrisi
* Intelegensi individu
* Hormon
* Emosi
Screening Test
Uji skrining perkembangan anak adalh suatu test atau prosedur pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar anak. Umumnya dilakukan pada usia 0-
6,5 tahun, untuk anak-anak yang perkembangannya tampak tidak normal atau tidak
sesuai dengan usianya.
3. Perkembangan bahasa
* Menggenggam pencil
* Memanggil ayah dengan kata "papa", memanggil ibu dengan kata "mama"
(tergantung mengajarinya)
* Menumpuk 2 kubus
* Bertepuk tangan/melambai-lambai
Kejang merupakan suatu perubahan mendadak pada aktivitas elektrik korteks serebri
yang secara klinis bermanifestasi dalam bentuk perubahan kesadaran atau gejala
motorik, sensorik, perilaku.
Etiologi :
1. Akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron
yang sangat mudah terpicu (focus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal
otak.
2. Kejang dapat terjadi dari jaringan otak normal dibawah kondisi patologik tertentu,
seperti perubahan keseimbangan asam-basa atau elektrolit.
Epidemiologi : berdasarkan jenis kelamin, kejang lebih sering terjadi pada laki-laki
dibandingkan perempuan, sedangkan insidensi menurut usia, kejang biasa terjadi < 10
tahun atau > 60 tahun.
Patofisiologi :
Klasifikasi :
kompleks
parsial
sederhana
absence (petit-mal)
generalisata
mioklonik
atonik
KEJANG PARSIAL
Kejang dengan kesadaran utuh, biasanya dimulai didaerah otak yaitu korteks
serebrum.Tergantung dari korteks tersebut, korteks motorik gejala utamanya
itu kedutan otot, korteks sensorik gejala utamanya seperti baal, sensasi
seperti ada yang merayap, tertusuk, dan gejala autonom seperti kepucatan,
kemerahan, disfagia, dan berkurangnya daya ingat. Kejang biasanya
berlangsung kurang dari 1 menit.
2. Kejang parsial kompleks
Lepas muatan pada kejang parsial sederhana. Paling sering berasal dari
lobus temporalis medial atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan
fungsi serebrum.
Pasien tetap sadar saat mengalami serangan, namun umumnya tidak dapat
mengingat apa yang terjadi. Biasanya kejangnya terjadi sekitar 1-3
menit.Kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi kejang
generalisata.
KEJANG GENERALISATA
Kejang yang melibatkan seluruh korteks serebri dan diencephalon serta ditandai
dengan awitan aktivitas kejang yang bilateral dan simetrik. Biasanya tidak ditandai
dengan peringatan terlebih dahulu, pasien tidak sadar, dan tidak ditandai dengan
adanya kejang fokal pada awal sebelum kejang terjadi.
2. Absence (petit-mal)
Epidemiologi : lebih sering pada anak-anak dibandingkan dewasa.
Frekuensi : berlangsung beberapa detik menit (cepat), dan terjadi ratusan
kali atau lebih per hari atau bulan.
Tanda :
a. Penghentian mendadak aktivitas kesadaran, tidak disertai kejang
otot/hilangnya kendali posisi
b. Sering disertai dengan manifestasi motorik minor ; getaran kelopak mata
c. Pasien sadar dengan cepat terhadap lingkungan, tidak ada fase
pascaiktus.
3. Mioklonik
Cenderung singkat, kontraksi otot berulang/tunggal.
4. Atonik
Hilangnya kesadaran dan tonus posisi yang singkat yang tidak berhubungan
dengan kontraksi otot tonik. Individu dapat jatuh ke lantai (drop attacks).
KEJANG DEMAM
Kejang demam merupakan bangkitan kkkejang yang terjaaadi paaada kenaikan suhu
tubuh (> 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang demam sering
terjadi pada anak usia 14-18 bulan.
Etiologi ; semua jenis infeksi yang bersumber diluar SSP yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam, contohnya ISPA, otitis, pencernaan akut,
faringitis.
Patofisiologi :
Klasifikasi : menurut ILAE 1993
terjadi < 15 menit, usia kejang
sederhana demam pertama < 4 tahun,
frekuensi 1-4x/tahun
kejang demam
terjadi >15 menit, kejang
fokal/parsial satu sisi/kejang
kompleks
umum didahului kejang parsial,
frekuensi 2x atau lebih / 24jam
Prognosis : sebagian besar pasien sembuh, sebagian kecil menjadi epilepsy sekita
2-7 %.
EPILEPSI
Definisi
Menifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi namun dengan
gejala tunggal khas yakni serangan berkala yang disebabkan oleh lepas muatan
listrik neuron neuron otak secara berlebihan dan paroksismal (harsono)
Suatu penyakit pada seseorang yang mengalami kejang rekuren non metabolic
yang disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya
Gejala klinik
bergantung pada fungsi daerah otak yang mencetus lepas muatan abnormal serta jalur
yang dilaluinya.
Focus kejang motorik : kedutan otot, kontraksi otot,
Focus kejang sensorik : baal, tertusuk-tusuk, nyeri
Focus kejang autonom : pucat, berkeringat, muntah
Biasanya menimbulkan kontraksi otot rangka yang hebat dan involunter yang mungkin
meluas dari satu bagian tubuh ke seluruh tubuh.
Etiologi
secara umum, penyebab epilepsy adalah akibat pelepasan aktivasi energy yang
berlebihan dan mendadak dalam otak sehingga menyebabkan terganggunya kerja otak.
Otak secara cepat dapat mengoreksinya dan bekerja normal kembali.
Penyebab spesifik :
Kelainan selama perkembangan janin. Missal ibu menelan obat yang dapat
merusak otak janin, ibu mengalami infeksi, minum alcohol, radiasi, dll
Kelainan saat kelahiran. Missal hipoksia, penggunaan forsep
Cedera kepala
Tumor otak
Penyumbatan pembuluh darah otak / kelainan vascular
Gangguan metabolism dan gizi
Factor toksik
Gangguan keseimbangan elektrolit
Radang selaput otak / meningitis
Epilepsy diturunkan : ambang rangsang serangan lebih rendah dari normal
Klasifikasi
1. Epilepsy primer / idiopatik : tidak ada kelainan pada jaringan otak, tidak diketahui
penyebabnya
2. Epilepsy sekunder / simptomatik : dengan CT scan otak ditemukan ada kelainan
structural pada otak. Ada kelainan serebrum yang mendorong terjadinya respon
kejang
Factor pencetus
Kurang tidur
Stress emosional
Infeksi disertai demam
Obat-obatan seperti obat tidur yang dihentikan secara mendadak
Alcohol
Perubahan hormonal
Terlalu lelah
Fotosensitive terhadap kilatan sinar / flashing lights
Patofisiologi
Etiologi
Influx Ca
Mencetus letupan dan lepas muatan listrik berlebihan dan tidak terkendali
Manifestasi klinis
Kelelahan neuron akibat habisnya zat yang penting untuk fungsi otak
Hilang kesadaran
Diagnosis
Anamnesis dengan didampingi orang yang dipercaya pasien / yang sering
menyaksikan serangan pada pasien
Elektroensefalografi (EEG) : epileptiform activity
Terapi
Fenobarbital
Fenitoin
Karbamazepin dan valproat (gangguan kognitif ringan)
Status Epileptikus
Status epileptikus adalah kondisi yang mengancam jiwa di mana otak berada
dalam keadaan kejang yg peresisten, dan kejangnya 30 min atau kejang berulang
tanpa pemulihan kesadaran.
Etiologi
Tipe 1 (tidak ada lesi struktural)
Infeksi
Infeksi CNS
Gangguan metabolik
Alkohol
Idiopatik
Anoksia/hipoksia
Tumor CNS
CVA
Overdose obat
Hemoragi
Trauma
Protokol prenatalaksanaan kejang akut dan status epileptikus pada
anak
Pastikan Jalan Napas, pernapasan dan sirkulasi baik (ATLS)
1 5 menit Diazepam 0,3 mg/kg I.V, maks 10 mg
0,5 0,75 mg/kg P.R
Midazolam 0,2 mg/kg I.M
Kejang belum berhenti dalam 5 10 menit, ulang dengan dosis dan cara yang
sama
10 menit Diazepam 0,3 mg/kg I.V, maks 10 mg
0,5 0,75 mg/kg P.R
Midazolam 0,2 mg/kg I.M
15 menit Fenitoin 20 mg/kg I.V maks 1 gram
I.V drip 20 menit dalam 50 ml NaCl (infuse 1
35 menit Fenobarbita mg/kg/menit)
l 20 mg/kg I.V, n\bl\olus 5 10 menit infuse 1
mg/kg/menit (hati-hati depresi pernapasan)
Bila masih kejang setelah 10 menit pemberian fenobarbital, terapi sebagai
status epileptikus refakter
40 60 menit Midazolam Bolus 0,2 mg/kg dilanjtkan drip 0,02 0,4
I.V infus mg/kg/jam
Pertimbangan tambahan fenobarbital 10 15
mg/kg
Bila tidak kejang selama 24 jam, tukar midazolam
1 ug/menit setiap 15 menit
+ konsul dengan divisi neurologi
Terapi
Non Farmako
o Tanda-tanda vital dipantau
o Pelihara ventilasi
o Berikan oksigen
o Cek gas darah utk memantau asidosis respiratory atau metabolik
o Kadang terjadi hipoglikemi berikan glukosa
Farmako
o Karbamazepin (carbamazepin)
Dimetabolisme di livercarbamazepin 10, 11 epoxide (metabolit aktif)
Antikonvulsan
Neurotoksisitas ES : mual, bingung, mengantuk, pandangan kabur,
ataksia
Efek samping yang jarang : agranulositosis
Kons serum meningkat linier dg dosis (beda dg fenitoin)
o Fenitoin
Terhidroksilasi di liver mell sistem penjenuhan enzim, kecepatan
metabolisme bervariasi antar individu
Diperlukan sampai 20 hari u mencapai kadar level stabil sesudah perub
dosis shg perlu dicegah dosis secara gradual atau sampai tjd tanda
gangg serebral (nistagmus, ataksia, pergerakan involuntar)
Perlu monitoring kons serum scr ketat dosis kecil menghasilkan kadar
toksik obat dlm serum
ES lain : hipertrofi gusi, jerawat, kulit berlemak, gambaran muka kasar dan
hirsutism
o Fenobarbital
Kmk sama efektifnya dg karbamazepin & fenitoin pd pengobatan
kejang tonik-klonik dan parsial, ttp ES sedatif >
Toleransi tjd pd pemakaian jangka panjang dan withdrawl scr tiba2 yg dpt
memicu status epileptikus.
ES : simptom serebral (sedasi, ataksia, nistagmus), mengantuk (pd dws),
dan hiperkinesia pd anak2
Primidon dimetab mjd metabolit aktif antikonvulsan, salah satunya adl
fenobarbital.
PENATALAKSANAAN
Antipiretik
1. Asetaminofen (paracetamol)
Merupakan derivate para aminofenol, yang diberikan untuk penurun demam
dengan cara mempengaruhi pada efek sentral serta sebagai obat anti inflamasi
Farmakokinetik
Diabsorbsi di saluran cerna dengan cepat dan sempurna, dimetabolisme oleh enzim
mikrosom pada hati dan di ekskresi melalui ginjal
Sediaan
Anak 6-12 tahun : 150-300 mg per kali dengan maksimal 1,2 gram per hari
Anak < 1 tahun : 60 mg per kali dengan maksimalnya 6 kali per hari
2. Ibuprofen
Merupakan derivat asam propionate yang dihunakan sebagai analgesic dengan
daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat
Farmakikinetik
Dosis
Antibiotic
1. sefadroksil
merupakan golongan sefalosprin generasi pertama yang bekerja menghambat
sintesa dinding sel mikroba pada reaksi transpeptidase dalam rangkaian
pembentukan dinding sel
farmakokinetik
pada pemberian per oral di absorbsi di saluran cerna dan di ekskresikan di ginja
Indikasi
Untuk bakteri Gram + dan , yang merupakan antibiotic spectrum luas
Efek samping
Dosis
2. eritromisin
bekerja dengan cara menghambat sintesa protein kuman dengan berikatan dengan
subunit 50S dan bersifat bakteriostatik
farmakokinetik
diabsorbsi oleh usu halus (jejunum), aktivitasnya akan menghilang akibat asam
lambung dan akan dihambat oleh makanan
Indikasi
Efek samping
Sediaan
Dosis
Antikonvulsan
Farmakokinetik
Pada pemberian per oral diabsorbsi lambat dan tidak lengkap, sebagian langsung di
ekskresikan melewati feses sedangkan pada pemberian intramuskular
menyebabkan pengendapan pada tempat suntikan.
Setelah itu berikatan dengan protein albumin pada plasma dan dihidroksilasi pada
sel mikrosom pada hati. Diekskresikan pada empedu dan ada juga yang
direabsorbsi kembali
Efek samping
Dosis
Indikasi
Epilepsi grand mal (tonik klonik, epilepsi parsial dan epilepsi fokal kortika
Dosis
Efek samping
Dosis
4. Asam valproat
Bekerja dengan cara meningkatkan kadar GABA pada otak sehingga terjadi
hiperpolarisasi pada neuron ( rest potensial ) akibat peningkatan daya konduksi
membran untuk ion kalium
Indikasi
Untuk penderita epilepsi yang berifat kejang pada umumnya seperti bangkitan lena,
bangkitan tonik klonik dan epilepsi parsial kompleks
Farmakokinetik
Diabsorsi cepat pada pemberian per oral, di metabolisme di hati dan di ekskresikan
melalui ginjal dalam 28 jam
Efek samping
Dosis
Dewasa : 3x200 mg per hari dan dinaikan jadi 3x400 mg per hari
Mita, 2 tahun (Usia meandakan Faktor Resiko dari kejang demam 9 bulan sd 5 tahun)
Anamnesis:
KU : Kejang seluruh tubuh selama tiga menit
(Menandakan dugaan sementara dari pasien ialah kejang yang bisa terjadi di
intracranial ataupun ekstrakranial)
KT : - saat kejang matanya melihat ke atas
(menandakan ada gangguan dari nervus kranialis)
- Menangis setelah kejang
(menandakan keadaan pasien yang masih sadar setelah kejang)
RPS : - batuk dan pilek sejak empat hari terakhir
(menandakan adanya infeksi yang kemungkinan dapat memicu terjadinya demam)
- Suhu tubuh mulai naik
(menandakan jenis kejang yang dapat terjadi disaat demam)
RPD : usia satu tahun pernah mengalami kejang
RPK : Ayahnya saat kecil pernah mengalami kejang saat panas (demam)
(menandakan FR dari kejang)
R. kelahiran : - anak ke lima
- saat melahirkan umur ibu mita tiga puluh tujuh tahun
- lahir usia kandungan 8 bulan
- BBLR 2000 gram
(prematuritas menandakan adanya gangguan perkembangan otak anak)
R. perkembangan: - Mita baru bias duduk usia 1 tahun, sampai sekarang belum dapat
berjalan sendiri
(menandakan adanya ganguan perkembangan anak)
RPO : - obat paracetamol 120 gr/5ml
- Sirup batuk pilek
- Kompres air hangat
Hipotesis
1. Kejang Demam
2. Meningitis
3. Epilepsi
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : menangis, CM
Vital Sign :
- HR: 110 x/menit (n: 80-150 x/menit)
- RR: 30 x/menit (n: 30-60 x/menit)
- Suhu: 390 C (Axilla)
(suhu meningkat menandakan terjadinya reaksi peradangan )
Berat Badan : 15 kg
(menandakan tidak adanya malnutrisi dan gangguan pertumbuhan merupakan FR
meningitis)
Kepala : Mesochepal, jejas (-)
(tidak adanya hidrosefalus akibat tekanan intrakranial)
Mata : Konjungtiva pucat : -/-
Sklera Ikterik :-/-
Refleks cahaya langsung :+/+
Refleks cahaya tidak langsung:+/+
(refleks cahaya normal dapat menyingkirkan hipotesis epilepsi)
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm
(kesamaan ukuran pupil menandakan tidak adanya gangguan pada otak)
Papilledema
(terjadi benjolan pada papil mata)
Hidung : Nafas cuping Hidung
Terdapat secret cair, bening
(menandakan tarikan nafas yang dalam akibat keluhan batuk dan pilek yang diderita)
Telinga : Membran timpani intak, tidak hiperemis, tidak ada edema mukosa
Mulut : Faringitis hiperemis. Tonsil T1-T1 tenang
(adanya peradangan pada faring anak)
Cor/pulmo : DBN
Abdomen : Supel, bising usus (+) 6 x/menit, hepar dan lien tidak teraba membesar,
ascites (-)
Ekstermitas : DBN
Pemeriksaan Neurologis:
Meningeal Sign:
Kaku kuduk : (-)
Brudzinsky I : (-)
Brudzinsky II : (-)
Kernig : (-)
Reflex fisiologis : normal
Refleks patologis : tidak ada
(tidak ditemukannya tanda meningitis sehingga dapat menyingkirkan hipotesis
meningitis)
Pemeriksaan Laboratorium:
Hematologi:
Hb : 11,1 g/dl (n: 10,8-12,8 g/dl)
Ht : 35% (n: 35-43%)
Leukosit : 16.000 /ul (n: 5.000-10.000/ul)
(menandakan adanya infeksi)
Trombosit : 378.000/ul (n: 150.000-450.000/ul)
Eritrosit : 3,96 juta/ul (n: 3,90-5,30 juta/ul)
Hitung Jenis : Eosinofil : 0% (n:0-4)
Basofil : 0% (n:0-1)
Neutrofil : 82% (n:29-72)
(neutrophil meningkat menandakan adanya infeksi akut akibat bakteri)
Limfosit : 36% (n:36-52)
Monosit : 2% (n:0-5)
GDS : 100 mg/dl (n: <110 mg/dl)
Elektrolit darah
Natrium :137 mmol/L (135-145 mmol/L )
Kalium : 3,8 mmol/L (3,5-5,0 mmol/L )
Kalsium : 1,1 mmol/L (1-1,4 mmol/L )
(elektrolit menandakan tidak adanya gangguan elektolit di darah)
Diagnosis
Kejang demam sederhana et causa rhinitis dan faringitis
Terapi
Antibiotik dan obat penurun panas (sebaiknya dilakukan pemeriksaan septum untuk
mengetahui jenis mikroorganisme penyeab demam anak, jika tidak dapat diberikan
antibiotic
spectrum luas. Profilaksis antikonvulsan tidak dianjurkan bagi kejang demam. Untuk
resiko
kejang demam berulang diberika n obat diazepam oral 0,3 mg/kg/8 ja, selama sakit 2-3
hari).
PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM
An. Mita (2 tahun)
Bakterimia
IL-1
PG
Hipotalamus
Demam
Depolarisasi
Bherman RE, Kliegman RM, dkk, Nelson Textbook of Pediatric 17th Edition, Elsevier
Junqueira LC, Carnaero J, Teks dan Atlas Histologi Dasar, edisi 12, Jakarta :EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Buku Ajar Neurologi Klinis, UGM press,
2011.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 2, Elsevier Science, 2006.
Sadler T.W, Embriologi Kedokteran Langman, edisi 10, 2010, Jakarta : EGC.
http://eprints.undip.ac.id/293398/3/Bab_2.pdf
http://m.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=914