Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu
tidak ada perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya
penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang dewasa seringmengalami
dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh
sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat
pada tabel di bawahini. Usia persentase: 12 29 tahun 70 80 %, 30 39
tahun 10 20 %, > 40 tahun 5 10 %.
1
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan
gambaran yang nyata tentang penyakit Typhoid dan tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan Typhoid dengan menggunakan metode
keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi dari Typhoid
b. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Typhoid
c. Untuk mengetahui etiologi dari Typhoid
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari Typhoid
e. Untuk mengetahui phatways dari Typhoid
f. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari Typhoid
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari Typhoid
h. Untuk mengetahui pemberian asuhan keperawatan pada kasus Typhoid,
yang dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan segala deman, gangguaan pada saluran
pencernaan.(Mansjoer, 2002,; 432)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Demam/Febris Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus. Demam
Paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukkan maniffestasi klinis yang
sama/menyebabkan enteritis akut. Sinonim demam Tifoid dan Paratifoid
adalah Typhoid dan Paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan paratyphus
abdominatis. ( Juwono, Rachmat. 1996 ).
3
2.3 Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B
dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
2.4 Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar
kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini
kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman
ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya
masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam
pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
4
2.5 Pathway
Salmonella thiposa menular melalui 5 f
Saluran pencernaan
Bakterikmia
2.6 Komplikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
5
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
6
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan
media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan
bakteremia sehingga biakan darah negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat
anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan
hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi
terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
7
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal
dari simpai kuman)
Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa
sampai 1/10 sedangkan agglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160. 1/10.
1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal
tetap ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar
kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O
1/400.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :
a. Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan
antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma
lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan
obat anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat
tersebut dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi
karena supresi sistem retikuloendotelial.
6. Vaksinasi (penanaman bibit penyakit yg sudah dilemahkan ke dl
tubuh manusia) dengan kotipa atau tipa : seseorang yang
divaksinasi dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat
meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan
sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-
8
lahan selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada
orang yang pernah divaksinasi kurang mempunyai nilai
diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya
: keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif,
walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi
dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah
tertular salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat
mengandung antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi
aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi
pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan
mempengaruhi hasil uji widal.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen
dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensindar strain
lain.
2.8 Penatalaksanaan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.
c. Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
d. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
e. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
f. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama
7 hari.
9
g. Obat-obatan.
h. Klorampenikol
i. Tiampenikol
j. Kotrimoxazol
k. Amoxilin dan ampicillin
10
keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan
dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip
inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga
penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena
peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat
dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.
b. Masalah Keperawatan yang Muncul
1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi.
c. Intervensi
Diagnosa Keperwatan 1. :
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
Observasi suhu tubuh klien
Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat
paha, temporal bila terjadi panas
Rasional : melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap
keringat seperti katun
Rasional : menjaga kebersihan badan
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik
Rasional : menurunkan panas dengan obat.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Intervensi :
11
Kaji pola nutrisi klien
Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan
waktu makan.
Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan
menghindari pemberian makan yang tidak disukai.
Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
Rasional : penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
Timbang berat badan tiap hari
Rasional : mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
Rasional : mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan
makanan yang tidak boleh dikonsumsi.
Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang
penyakitnya.
Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan
pencegahan penyakit typhoid.
Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada
yang belum dimengerti
Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga
pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
12
Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan
sakitnya.
d. Implementasi
Pelaksanaan merupakan kategori dan prilaku keperawatan, dimana
hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan Potter dan Perry (1999)
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan keputuana atau pendapat tentang Carpenito
mencapai data normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai normal.
13
kebutuhan sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga
14
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
I. Identitas Klien
Nama : Ny. B
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Alamat : Randudongkal
Ststus perkawinan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Ruangan Rawat : Ruangan Isolasi (H)
Dianosa medis : Typoid Fever
Tanggal Masuk : 18 September 2013
Tanggal Pengkajian : 18 September 2013
No. RM : 587827
Jam Pengkajian : Jam 08.00 WIB.
15
Q : ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada epigastrium
S : 6 (sedang)
T : Berkala tak menentu
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan mempunyai riwayat penyakit maag
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit keturunan.
Struktur Keluarga / Genogram
Keterangan:
: perempuan : pasien
16
III. Pola fungsional
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan kesehatan itu sangat penting, sehingga jika ada
anggota keluarganya yang sakit berobat ke rumah sakit.
2) Pola nutrisi
Sebelum sakit : Klien mengatakan makan dan minum 3 x sehari dengan
menu makanan berbeda.
Selama sakit : Klien mengatakan makan dengan porsi ditentukan di RS
sangatlah tidak nyaman baginya dan terasa mual dan
muntah saat makan, klien hanya menghabiskan makan 4-6
sendok saja.
3) Pola minum
Sebelum sakit : Klien mengatakan minum 7-8 gelas/ hari.
Selama sakit : Klien mengatakan hanya minum 1-3 gelas/
hari
4) Pola eliminasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan biasanya BAB 1-2 kali
perhari dan BAK 3-4 kali perhari.
Selama sakit : Klien mengatakan selama di RS BAB hanya
2-3 kali dalam seminggu dan BAK 2-3 kali
perhari.
5) Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Klien mengatakan tidur pada malam hari 8 jam
dan sering terbangun dikarenakan nyeri pada ulu
hati.
Selama sakit : Klien mengatakan tidur tidak lama 5-6 jam
merasa gelisah dan merasakan nyeri pada ulu hati.
6) Pola kebersihan
Sebelum sakit : Klien mengatakan mandi 2-3 kali sehari dengan
menggunakan sabun dan shampo.
17
Selama sakit : Di rumah sakit klien mengatakan mandi 2 kali
sehari dengan menggunakan sabun dan
menggosok gigi.
7) Pola aktivitas
Sebelum sakit :Klien mengatakan aktivitas dirumah
membersihkan perkarangan rumah sebagai
rutinitas tiap pagi dan ikut gotong royong dengan
warga (bakti social)..
Selama sakit : Klien mengatakan hanya bisa terbaring lemah,
makan dan minum saja.Skala aktivitas 2 (50%
dibantu)
Keterangan
0 : mandiri
1 :Di bantu alat
2 :Di bantu orang lain
3 :Di bantu alat dan orang lain
4 :Di bantu total
18
Selama sakit 42 Kg
TB : 155 cm
IMT : 17,5
d) Tanda-tanda vital :
TD : 100/60 mmHg
RR : 18 x/menit
N : 82 x/menit
S : 38,7 C
e) Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Rambut : Warna hitam, bersih tidak ada ketombe
Mata : Bentuk simetris, konjungtiva berwarna
merah muda penglihatan baik, tidak ada alat
bantu penglihatan.
Telinga : Bentuk simetris terdapat serumen, dengan
pendengaran baik
Hidung : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum
Mulut : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak
ada stomatitis
2) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
3) Dada
Paru-paru
I : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum pergerakan
paru kanan dan kiri normal dengan frekuensi 20 kali/
menit .
P : Tidak ada nyeri tekan, pada sinus prontalit maksilanus
nyeri tekan tidak ada
P : Bunyi resonan pada lapang dada.
A : Normal
Jantung
I : Dada simetris, tidak ada pembesaran dada kanan atas
P : Tidak ada nyeri tekan, dengan frekuensi nadi 102 x/
19
P : Tidak terdengar suara pekak
A : Terdengar suara jantung S1 (lub) dan S2 (dub), Gallop (-)
Murmur(-).
4) Abdomen :
I : simetris
P :Terdapat nyeri tekan pada abdomen atas atau bagian ulu hati
skala 5
P : Timpani
A : Bising usus 20 x/m
5) Genetalia : klien tidak terpasang cateter
6) Ekstremitas :
Atas : Pada tangan kiri terpasang infuse RL 20 tpm.
Bawah : Tidak ada oedema pada tangkai,
7) Kulit : Warna kulit kuning langsat, kulit bersih tidak
keriput, turgor kulit baik.
f) Pemeriksaan penunjang
a. Diagnose medis : typoid
b. Terapy :
No Nama obat Dosis Kegunaan
1. Kloramphenicol hari I : 4 x 250 mg Membersihkan darah dari
Hari II : 4 x 500 mg, S.typhi dalam wkt 48 jam
diberikan selama demam s.d stl timbul gejala
2 hari stl bebas demam.
Dosis diturunkan menjadi 4
x 250 mg selama 5 hari
kemudian
20
3. Golongan Untuk mengatasi demam Norfloksasin : 2 x 400
kuinolon : tifoid yang resisten terhadap mg/hari selama 14 hari.
2/lebih jenis antibiotik. Siprofloksasin : 2 X 500
mg/ hari selama 6 hari.
Oflosasin : 600 mg/ hari
selama 7 hari.
Pefloksasin : 400 mg/hari
selama 7 hari.
Fleroksasin : 400 mg/hari
selama 7 hari
g) Pemeriksaan laboratorium :
Salmonella thypi 1/160
Salmonella parathypi AH 1/160
21
17,5 (kurus)
2. Rabu/18 Sept DS : Hipertermi (00007) Proses Infeksi bakteri
2013 - Klien mengatakan Salmonella thyposa
demam 2 hari yang lalu
- Klien mengatakan sakit
kepala, pusing
DO :
- klien tampak lemas
- akral teraba hangat
- TTV : TD : 100/60, N:
82 X/mnt, S: 38,7oC,
RR: 18X/mnt.
- Lab : Salmonella
Thypii 1/160
- Salmonalla parathypii
AH 1/160
22
- TTV : TD 100/60
mmHg, N 82 x/menit,
RR 18x/menit, T 38,7oC
23
teratasi malnutrisi tentang
5. Menunjukan nutrisi
peningkatan fungsi sehingga
pengecapan dari motivasi
menelan untuk
6. Tidak terjadi makan
penurunan berat semakin
badan yang berarti meningkat
24
minum banyak suhu tubuh
mengakibatk
an
punguapan
5. Kolaborasi untuk 5. Digunakan
memberi obat untuk
antipiretik,mis: mengurangi
Sanmol,paracetamol. demam
dengan aksi
sentralnya
pada
hipotalamus,
meskipun
demam
mungkin
dapat
berguna
dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme,da
n
meningkatka
n
autodestruksi
dari sel-sel
yang
terinfeksi.
3. Setelah Pain Level Pain Management
1. Melaporkan nyeri
dilakukan 1. Untuk
1. Lakukan pengkajian
berkurang (3)
tindakan menentukan
nyeri secara
2. Tidak menunjukkan
asuhan intervensi
komprehensif termasuk
25
keperawatan ekspresi wajah lokasi, karakteristik, yang sesuai
selama 3x24 menahan nyeri durasi, frekuensi, dan
jam pada klien 3. Klien mampu kualitas keefektifan
dengan nyeri mengontrol nyeri (tahu dari terapi
akut penyebab nyeri, yang
berhubungan mampu menggunakan diberikan
2. Observasi reaksi
dengan proses teknik nonfarmakologi 2. Membantu
nonverbal dari
inflamasi nyeri untuk mengurangi dalam
ketidaknyamanan
dapat teratasi nyeri) mengidentifi
4. TTV normal (TD kasi derajat
110/80 mmHg, N 80 ketidaknyam
x/menit, T 36,5oC) anan
3. Ajarkan tentang teknik
3. Meningkatka
non farmakologi
n relaksasi
(teknik napas dalam)
dan
membantu
untuk
memfokuska
n perhatian
sehingga
dapat
meningkatka
n sumber
coping
4. Berikan analgetik
4. Pemberian
untuk mengurangi
analgetik
nyeri
dapat
mengurangi
nyeri
5. Kaji TTV
5. Mengetahui
KU klien
26
3.5 CATATAN KEPERAWATAN
NAMA : Ny. B HARI / TANGGAL : Kamis, 19 September 2013
JAM : 21.00 WIB
IMPLEMENTASI EVALUASI
DATA S:
1. Ds :pasien mengatakan tidak nafsu 1. Klien mengatakan nafsu makan
makan hanya 1-3 sendok, mual mulai meningkat menghabiskan
muntah. porsi yang disediakan dan tidak
DO : lidah tampak berwarna putih mual muntah
(lidah kotor), muntah, BB : 42 Kg, 2. Klien mengatakan sakit kepala
TB : 155 cm, IMT : 17,5 berkurang masih pusing
2. DS : Klien mengatakan demam 2 3. Klien mengatakan nyeri berkurang
hari yang lalu, Klien mengatakan (3) seperti perih
sakit kepala, pusing O:
DO : klien tampak lemas, akral 1. lidah berwarna putih (-), muntah (+).
teraba hangat, TTV : TD : 100/60 2. Akral teraba hangat, TTV : TD
mmHg, N: 82 X/mnt, S: 38,7oC, 120/70 mmHg, N: 85 x/menit, RR:
RR: 18X/mnt, Lab : Salmonella 20x/menit, T : 38oC
Thypii 1/160, Salmonalla 3. Klien tampak meringis menahan
parathypii AH 1/160 nyeri
3. DS: P: nyeri bila untuk A:
beraktifitas/bergerak, Q: nyeri 1. ketidakseimbangan nutrisi
seperti ditusuk-tusuk, R: Pasien kurang dari kebutuhan tubuh (-)
mengatakan nyeri pada perut bagian 2. hipertermi (+)
kanan atas, S: Skala nyeri 6, T: 3. Nyeri (+)
nyeri timbul berkala tak menentu P:
DO : Ekspresi wajah klien tampak 2. - Berikan kompres mandi hangat
meringis menahan nyeri, TTV : TD - Anjurkan pasien minum banyak
100/60 mmHg, N 82 x/menit, RR 4. - lakukan teknik nafas dalam
18x/menit, T 38,7oC
27
DIAGNOSA
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang tidak
adekuat
2. Hipertermi berhubungan dengan
proses Infeksi bakteri Salmonella
thyposa
3. Nyeri akut berhubungan dengan
proses inflamasi
TINDAKAN
1.
a) Mengkaji adanya alergi
makanan dengan cara
menanyakan kepada pasien.
b) Memberi makan yang
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
c) Memberikan makanan sedikit
tapi sering
d) Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi
2.
a) Mengkaji TTV dengan cara TD
dilengan kanan bagian atas, RR
memperhatikan kembang kempis
abdomen, N dengan cara meraba
nadi radialis, T dengan cara
meletakkan termometer di axila
sinistra.
28
b) Memantau suhu lingkungan,batasi
/ tambahkan linen tempat
tidur,sesuai indikasi
c) Mengkolaborasi untuk memberi
obat antipiretik, mis: Sanmol,
paracetamol.
3.
a) Melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
b) Mengajarkan tentang teknik
non farmakologi (teknik napas
dalam)
c) Memberikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
RTL :
2. - Memantau suhu
lingkungan,batasi / tambahkan
linen tempat tidur,sesuai indikasi
3. Memberikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
29
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus abdominalis merupakan
penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman
Salmonella typhii.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu antigen O (Ohne
Hauch) antigen H (Hauch, menyebar) dan antigen V1 (kapsul). Kuman
Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi,
setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus
halus (terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Masa inkubasi
7-20 hari, inkubasi terpendek 3 hari dan terlama 60 hari.
3.2 Saran
Dengan penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa memahami dan
mampu memberikan asuhan kepearawatan pada pasien dengan demam
thypoid. Dan bagi institusi diharapkan mampu dengan baik dalam
menjalankan asuhan keperawatan pada pasien demam thypoid yang sesuai
dengan prosedur.
30
DAFTAR PUSTAKA
31