Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Teknik Persiapan dan Perawatan Pasca Operasi Dosen : Dr. drh. Gunanti, MS
Drh. Henny Endah Anggraeni, MSc
Drh. Heryudianto Vibowo
Drh. Surya Kusuma Wijaya
Drh. Tetty Barunawati
Asisten : Nadiya, Amd
TEKNIS ANESTESI
Kelompok 2 (P1)
Suratman J3P115007
Ananda Sarah N. A J3P115011
Wilda Febrianti J3P115023
Febby Rhohma Safitry J3P115029
M. Luthfi Fadhillah J3P115031
Julia Veronica Ramses J3P215059
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui apa itu anestesi dan
tipe serta fungsi anestesi.
Alat alat yang digunakan pada praktikum ini ialah gunting, spoit, kandang,
stopwatch, thermometer, stetoskop, mistar, pen light, meteran dan meja
praktikum.
Bahan bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah kain blacu, needle,
athrophine, ketamine xylazine 0,2%, koran, dan kapas alcohol.
1.4 Metode
Alat dan bahan disiapkan. Suhu tubuh, frekuensi nahas, frekuensi jantung,
frekuensi nadi, reflex kelopak mata dan diameter pupil diukur sebelum diberikan
perlakuan. Berat badan, dosis atrophine dan ketamine xylazine dihitung.
Pemberian Atropine (Premedikasi)
Atropine diambil sebanyak hasil perhitungan dosis yaitu 0,2 ml
menggunakan syringe, pastikan tidak ada gelembung didalam spoit. Premedikasi
diberikan melalui subcutan. Kulit yang longgar pada daerah tungkuk dicubit.
Daerah yang akan disuntikan diaseptiskan terlebih dahulu menggunakan kapas
alcohol. Jarum ditusukkan dengan sudut 45O. Syring dilepaskan kembali dari daerah
subcutan dengan ditutupi menggunakan kapas kering. Temperatur, frekuensi nafas,
frekuensi nadi, frekuensi jantung, diameter pupil dan reflex kelopak mata kembali
dihitung.
Setelah Anastesi
Lima belas menit setelah pemberian Atropine (Premedikasi), ketamine
xylazine diberikan sesuai dengan hasil perhitungan dosis yaitu 0,2 ml. ketamine
xylazine diberikan secara Intra Muscular. Daerah yang akan disuntikkan
diaseptiskan terlebih dahulu menggunakan kapas alcohol. Suntikkan Ketamine
xylazine dengan sudut 90o. Aspirasi terlebih dahulu, jika terdapat darah maka posisi
jarum dirubah. perhitungan waktu (onset dan durasi) dimulai setelah pemberian
ketamine xylazine. Temperatur, frekuensi nafas, frekuensi nadi, frekuensi jantung,
diameter pupil dan reflex kelopak mata kembali dihitung setiap 15 menit sekali.
Pembuatan Gurita.
Kain blacu panjang dan gurita disiapkan. Panjang badan, lingkar perut,
lingkar kaki dan lingkar dada diukur menggunakan meteran. Kain blacu tersebut
digunting menjadi persegi panjang.lalu hasil potongan tersebut dilipat menjadi dua.
Lingkaran kaki digambarkan pada kain blacu untuk mempermudah pengguntingan.
Tali untuk mengikat gurita tersebut digambarkan sesuai dengan ukuran hewan
tersebut. Desain tali dan lingkaran kaki tersebut digunting menjadi 4 pasang untuk
tali dan 2 pasang untuk lingkar kaki.
II
A. PERHITUNGAN DOSIS
DIKETAHUI :
Berat badan : 2 kg
PREMEDIKASI :
Atrophine = 0,25 mg/ml
Dosis = 0,025 mg/kg
ANASTESI :
Xylazine 2% = 2 mg/ml Ketamine 10 % = 100 mg/ml
Dosis = 2mg/kg Dosis = 10 mg/kg
HASIL PERHITUNGAN DOSIS:
2 2/
ATROPHINE = = 0,2 ml
20 /
2 10 /
KETAMINE = = 0,2 ml
100 /
2 0,025 /
XYLAZINE = = 0,2 mg
0,25 /
B. Tabel Pemeriksaan
b.1 Sebelum Premedikasi
2 Frekuensi 60x/me
nafas nit
3 Frekuensi 128x/
jantung menit
4 152x/
Frekuensi nadi
menit
5 Reflek kelopak
Ada
mata
6 Diameter
1 cm
pupil
2 Frekuensi 48x/me
nafas nit
3 Frekuensi 196 x/
jantung menit
4 156 x/
Frekuensi nadi
menit
5 Reflek kelopak
Ada
mata
6 Diameter
0,2 cm
pupil
b. 3 Setelah Anestesi
No Parameter 0 mnt 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 KET
mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt
1 Temepera
38,4oC 38,0oC 37,4oC 36,3oC 35,2oC 35,8oC 35,7oC 35,0oC 34,8oC 34,7oC 34,8oC 34,5oC 34,5oC 34,6oC 35,5oC
tur
2 Frekuensi 84x/m 40x/m 28x/m 28x/m 36x/m 24x/m 28x/m 24x/m 76x/m 52x/m 52x/m 24x/m 26x/m 28x/m 70x/m
nafas nt nt nt nt nt nt nt nt nt nt nt nt nt nt nt
3 Frekuensi 208x/ 216x/ 120x/ 104x/ 84x/m 80x/m 76x/m 96x/m 120x/ 144x/ 100 72 88 60 85
jantung mnt mnt mnt mnt nt nt nt nt mnt mnt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt
4 Frekuensi 80x/ 100 112 96x/m 88 80 84 72 112 156x/ 76x/m 48x/m 48x/m 68x/m 65x/m
nadi mnt x/mnt x/mnt nt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt x/mnt mnt nt nt nt nt enit
5 Mnt
Reflek 36.
Mela
kelopak - - - - - - - - - - - - - - Reflek
mbat
mata mata
lambat
6 Menit
30
Diameter
1 cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm 1cm mata
pupil
sedikit
berair
Keterangan :
Onset :05 Menit 54 detik
Durasi :1 Jam 40 Sudah ada reflek bangun
temperature
40
35
30
25
20
15
10
0
0 mnt 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210
mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt
temperature
frekuensi nafas
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0 mnt 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210
mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt
frekuensi nafas
Frekuensi jantung
250
200
150
100
50
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210
menit menit menit mnt menit menit mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt mnt
Frekuensi jantung
frekuensi nadi
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210
menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit menit
frekuensi nadi
Pemeriksaan fisik dari hewan penderita yang akan menjalani tindak
pembedahan adalah langkah awal dalam penentuan potensi resiko dalam
pelaksanaan pemberian anestesi. Evaluasi yang menyangkut cardiopulmonary,
fungsi ginjal dan hepar merupakan hal khusus yang penting diketahui kondisinya
(Sardjana dan Kusumawati, 2011). Sistem sirkulasi hewan terdiri dari suatu pompa
empat ruang, yaitu jantung dan sistem pembuluh yang mengedarkan darah baik dari
jantung (arteri) maupun ke jantung (vena). Jantung adalah suatu struktur muskular
berongga yang bentuknya menyerupai kerucut. (Frandson, 1992). Sementara itu
sistem respirasi memiliki 2 fungsi utama, yaitu sebagai penyedia oksigen bagi darah
dan mengambil karbondioksida dari dalam darah. Pusat pernafasan adalah
sekelompok neuron yang tersebar luas dan terletak bilateral medulla oblongata dan
pons.
1. Fase/ tahapan I, Fase ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai
menimbulkan hilangnya kesadaran. Pada fase ini hewan masih sadar dan
memberontak. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan denyut jantung,
dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi, dengan kecepatan respirasi normal
(20-30x/menit).
2. Fase/tahapan II, fase ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan
fase pembedahan. Pada fase ini adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
kehendak. Pernafasan tidak teratur, inkontinentia urin, muntah, midriasi, takikardia.
3. Fase/tahapan III plane 1, ditandai dengan pernafasan yang teratur yaitu
1220x/mnt dan terhentinya anggota gerak. Tipe penafasan thoraco-abdominal,
refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva, dan
kornea terdepres.
4. Fase/tingkatan III plane 2, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola
mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
5. Fase/tingkatan III plane 3, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola
mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.
6. Fase/tingkatan III plane 4, ditandai dengan respirasi tidak teratur, pupil midriasis,
tonus muskulus menurun, refleks sphincter ani dan kelenjar air mata negatif.
7. Fase/tingkatan IV, fase ini disebut juga sebagai fase overdosis yang ditandai
dengan respirasi apnea (berhenti), fungsi kardiovaskuler kolap, respon bedah atau
insisi tidak ada, posisi bola berada di tengah, ukuran pupil dilatasi lebar, respon
pupil (-), dan refleks tidak disusul dengan kematian hewan.
Suhu tubuh adalah suhu bagian dalam (suhu inti), bukan suhu permukaan
yang merupakan suhu kulit atau jaringan bawah kulit. Suhu inti relatif konstan
kecuali bila terjadi demam, sedangkan suhu permukaan lebih dipengaruhi
lingkungan (Guyton and Hall, 1997). Pada kedokteran hewan pengukuran suhu
tubuh hewan khususnya kucing dengan menggunakan termometer yang diletakkan
di rektum. Ketika melakukan pengukuran suhu melalu rektum lakukan saat tidak
ada feses di dalam, agar suhu yang muncul melalui termometer menjadi wakil dari
suhu tubuh keseluruhan. Suhu normal pada kucing yaitu 38,0 C 39,3 C.
Berdasarkan pencatatan data dari kelompok kami, dapat dilihat bahwa suhu tubuh
kucing mengalami penurunan hingga ke titik 35,8 C. Pada awal (menit ke-0) obat
anestesi diinjeksikan ke tubuh hewan suhu tubuh masih dalam batasan normal
hingga menit ke-15, yaitu dengan suhu 38 C. Kemudian pada menit ke-30 suhu
tubuh kucing sudah mulai mengalami penurunan hingga menit ke-60. Pada menit
ke-75 suhu tubuh mulai sedikit naik menjadi 35,8 C. Secara fisiologi, suhu tubuh
diatur oleh suatu sistem termoregulator yang melibatkan kerja hipotalamus dan
saraf aferen/eferen. Hipotalamus berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh dengan
saraf aferen sebagai reseptor dan saraf eferen sebagai penghantar impuls. Di dalam
hipotalamus terdapat reseptor-reseptor yang mendeteksi panas dan dingin.
Hipotalamus mengatur produksi panas, pembuangan panas, serta mencegah
hilangnya panas secara berlebihan dari dalam tubuh. Spesies hewan juga dikaitkan
dengan sistem termoregulasi (Suprayogi et al., 2009). Mekanisme hipotalamus
dalam mempertahankan atau meningkatkan produksi panas salah satunya dengan
mengatur pembuluh-pembuluh darah dalam kondisi vasokontriksi, sedangkan
dalam meningkatkan pelepasan panas dilakukan dengan mekanisme vasodilatasi
daerah perifer tubuh. Penyebab lain terjadinya penurunan suhu tubuh adalah apabila
hewan berada pada lingkungan dingin dalam jangka waktu yang lama, rongga tubuh
yang terbuka, cairan intravena yang dingin, pengaruh kain penutup operasi,
intensitas lampu operasi, dan lama proses operasi (Beattie, 2008).
Reflek mata pada menit ke-0 sudah mulai melambat, hingga pada menit ke-
15 sampai menit ke-75 reflek mata sudah tidak ada. Sedangkan untuk ukuran
diameter pupil mata dari menit ke-0 terukur sebesar 1,3 cm dan diameter pupil mata
sampai menit ke-75 adalah sebesar 1 cm.
Prinsip Kerja Obat Premedikasi dan Anastesi
SIMPULAN
Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa anestesi adalah suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur
lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Tipe-tipe anestesi adalah
pembiusan lokal, pembiusan total, dan pembiusan regional. Fungsi anestesi adalah
menghilangkan kesadaran pasien dan menghilangkan rasa nyeri pada saat akan
melakukan operasi.
DAFTAR PUSTAKA
Mangku G & Senapathi, TG. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi.
Jakarta (ID): PT. Macanan Jaya Cemerlang.
Hall LW, Clarke. 1983. Veterinary Anaesthesia 9th. Ed. Bailliere Tindall.
London. Pages: 58, 60, 308.
Adams RH. 2001. Veterinary Pharmacology and Therapeutics 8nd edition. IOWA
State University Press Ames.