Vous êtes sur la page 1sur 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur teratas diantara jamur lainnya yang bersifat
akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans.
dan Jamur ini dapat menginfeksi semua organ tubuh manusia baik pria maupun
wanita, Jamur inidikenal sebagai organism komensal disaluran pencernaan damn
mukotan dan sering dikenal sebagai jamur oportunistik yang dapat mengenai mulut,
vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan
septikemia, endokarditis, atau meningitis.(Mansjoer,2000)
Kandidiasis adalah sebuah penyakit dimana sering juga disebut sebagai:
Dermatocandidiasis, Bronchomiosis, Mioticvulvoginitis Mugeuet, Candidosis,
Moniliasis Oidiomycosis ,Trush.

B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-
laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai
saprofit. Gejalanya bermacam-macam sehingga tidak dapat diketahui data-data
penyebarannya dengan tepat. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi
insiden diduga lebih tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi
pada daerah tropis dengan kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan
sehubungan dengan daerah-daerah yang tergenang air. Kandidiasis oral dapat
menyerang semua umur, baik pria maupun wanita. Meningkatnya prevalensi infeksi
Kandida albikan ini dihubungkan dengan kelompok penderita HIV/AIDS, penderita
yang menjalani transplantasi dan kemoterapi maligna. Odds dkk ( 1990 ) dalam
penelitiannya mengemukakan bahwa dari 6.545 penderita HIV/AIDS, sekitar 44.8%
adalah penderita kandidiasis.

1
C. ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik
yang lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C.
pseudotropicalis, C. lusitaneae.
Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur.
Sebagian besar dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia,
walaupun mayoritas dari spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C. albicans
adalah jamur dimorfik yang memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua
infeksi candida, sehingga merupakan penyebab tersering dari candidiasis superfisial
dan sistemik.
Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen,
antara lain :

1. Faktor Endogen :
a. Perubahan fisiologik

1) Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina


2) Kegemukan, karena banyak keringat
3) Debilitas
4) Iatrogenik
5) Endokrinopati, gangguan gula darah kulit
6) Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan
umum yang buruk.
b. Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status
imunologiknya tidak sempurna.
c. Imunologik : penyakit genetik.
2. Faktor Eksogen :
a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.

2
D. PATOFISIOLOGI
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida
albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena
adanya perubahan dalam sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang
menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga
invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur
tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang
berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase,
lipase dan fosfolipase.
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit
dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan
hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh
dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa
menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang menyebabkan kelainan
dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat patogenitas
tidak berhubungan dengan ditemukannya Candida albicans dalam bentuk
blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut
dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan
di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas,
tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa. Rippon
(1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk memulai suatu
lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi.
Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya
hanya terdapat blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan miselium.
Kandidosis di permukaan alat dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang
berjumlah besar, pada stadium lanjut tampak hifa.
Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik,
misalnya dahak, urin untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan yang
disebabkan oleh Candida albicans dapat berupa peradangan, abses kecil atau
granuloma. Pada kandidosis sistemik, alat dalam yang terbanyak terkena adalah

3
ginjal, yang dapat hanya mengenai korteks atau korteks dan medula dengan
terbentuknya abses kecil-kecil berwarna keputihan. Alat dalam lainnya yang juga
dapat terkena adalah hati, paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak
sangat jarang terinfeksi. Kandidosis jantung berupa proliferasi pada katup-katup
atau granuloma pada dinding pembuluh darah koroner atau miokardium. Pada
saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus yang kadang-kadang sangat kecil
sehingga sering tidak terlihat pada pemeriksaan. Manifestasi klinik infeksi Candida
albicans bervariasi tergantung dari organ yang diinfeksinya.

Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang
komplek antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.11,12 Faktor
penentu patogenitas kandida adalah :
1. Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies
dilaporkan dapat menyebabkan proses pathogen pada manusia. C. albicans
adalah kandida yang paling tinggi patogenitasnya.
2. Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada
germtube, sedang germtube melekat lebih kuat daripada sel ragi. Bagian
terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein permukaan atau
mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
3. Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu
tumbuh dalam kultur sebagai blastospora dan sebagai pseudohifa.
Dimorfisme terlibat dalam patogenitas kandida. Bentuk blastospora
diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan
enzim hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk
hifa yang melakukan invasi.
4. Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai
komponen toksik. Glikoprotein khususnya mannoprotein berperan sebagai
adhesion dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai protein intraseluler
diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik.
5. Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang
dihasilkan oleh C. albicans ada 2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.

4
Mekanisme pertahanan pejamu :
1. Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap
invasi kandida. Kerusakan mekanik pertahanan kulit normal merupakan
faktor predisposisi terjadinya kandidiasis.
2. Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi
dan cairan dalam mamalia mengandung substansi yang bekerja secara non
spesifik menghambat atau membunuh mikroba.
3. Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag
jaringan untuk memakan dan membunuh spesies kandida merupakan
mekanisme yang sangat penting untuk menghilangkan atau memusnahkan
sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siap difagosit oleh
granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit.
Granulosit dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag
berperan dalam melawan kandida melalui pembunuhan intraseluler melalui
system mieloperoksidase (MPO).
4. Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam
pertahanan melawan infeksi kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek
spesifik imunitas seluler pada penderita kandidiasi mukokutan kronik,
pengobatan imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV. Sistem
imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang
memperlihatkan titer antibodi antikandida yang tinggi dapat menghambat
fagositosis.
a. Mekanisme imun seluler dan humoral :
Tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah menempelnya
kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein
permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan
zat keratinolitik (fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran
sel epitel. Bentuk pseudohifa kandida juga mempermudah invasi jamur
ke jaringan. Dalam jaringan kandida mengeluarkan faktor kemotaktik
neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar
kandida mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga

5
akan mengaktifasi komplemen dan merangsang terbentuknya
imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigen-
antibobi di permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida dari
fungsi imunitas tuan rumah. Selain itu kandida juga akan mengeluarkan
zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.
b. Mekanisme non imun :
Interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi
syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui
bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu diperantarai
oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan
reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida
albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil
yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga berperan dalam
aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh
manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor
predisposisi pada tubuh pejamu.

E. KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut:
1. Kandidosis selaput lendir :

a. Kandidosis oral (thrush)ZXD


b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis
e. Kandidosis mukokutan kronik
f. Kandidosis bronkopulmonar dan paru

2. Kandidosis kutis :

6
a. Lokalisata :
1). daerah intertriginosa.
2). daerah perianal.

b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d. Kandidiasis kutis granulomatosa.
3. Kandidosis sistemik :
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia

F. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang terlihat bervariasi tergantung dari bagian tubuh mana yang
terkena, dapat dilihat sebagai berikut :
1. Kandidiasis intertriginosa : Kelainan ini sering terjadi pada orang-orang
gemuk, menyerang lipatan-lipatan kulit yang besar. Lesi di daerah lipatan kulit
ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki,
glans penis dan umbilikalis, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik,
basah dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-
vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah
yang erosif dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.
2. Kandidiasis perianal : Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe
basah. Penyakit ini menimbulkan pruritus ani.
3. Kandidiasis kutis generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya
juga pada lipat payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis,
stomatitis dan paronikia. Lesi berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan
pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada bayi, mungkin karena ibunya
menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan imunologik.
4. Paronikia dan onikomikosis : infeksi jamur pada kuku dan jaringan
sekitarnya ini menyebabkan rasa nyeri dan peradangan sekitar kuku. Kadang-
kadang kuku rusak dan menebal. Hal ini sering diderita oleh orang-orang yang
pekerjaannya berhubungan dengan air.

7
5. Diaper rush : sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan
jarang diganti yang dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita
neonatus sebagai gejala sisa dermatitis oral dan perianal.
6. Kandidisiasis kutis granulomatosa : Kelainan ini merupakan bentuk yang
jarang dijumpai. Manifestasi kulit berupa pembentukan granuloma yang
terjadi akibat penumpukan krusta serta hipertrofi setempat. Kelainan ini
banyak menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan tertutup krusta
tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini
dapat menimbulkan tanduk sepanjang 2 cm, lokasinya sering terdapat di
muka, kepala, kuku, badan, tungkai, dan faring.
7. Thrush merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih
menempel pada lidah dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak
ini bisa dilepas dengan mudah oleh jari tangan atau sendok. Thrush pada
dewasa bisa merupakan pertanda adanya gangguan kekebalan, kemungkinan
akibat diabetes atau AIDS. Pemakaian antibiotik yang membunuh bakteri
saingan jamur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya thrush.
8. Perlche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang
menyebabkan retakan dan sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang
letaknya bergeser dan menyebabkan kelembaban di sudut mulut sehingga
tumbuh jamur.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan adanya
pemeriksaan penunjang, antara lain :
1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 %
atau dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud,
dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol ) untuk mencegah
pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari
suhu 37 0C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony.

8
Identifikasi Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan
tersebut pada corn meal agar.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain :
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
2. Topikal
Obat topical untuk kandidiasis meliputi:
a. Larutan ungu gentian -1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk
kulit, dioleskan sehari 2 kali selama 3 hari,
b. Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,
c. Amfoterisin B,
d. Grup azol antara lain:
1) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
2) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
3) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
4) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
5) Antimikotik yang lain yang berspektrum luas.
3. Sistemik
a. Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran
cerna, obat ini tidak diserap oleh usus.
b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik
c. Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per
vaginam dosis tunggal, sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg
selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200 mg dosis tunggal atau
dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.
d. Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis
untuk orang dewasa 2 x 100 mg sehari selama 3 hari.
4. Khusus
a. Kandidiasis intertriginosa :
Pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit tetap kering dengan
penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol atau mikonazol 2 kali
sehari. Pasien dengan infeksi yang luas ditambahkan dengan flukonazol
oral 100 mg selama 1-2 minggu atau itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
b. Diaper disease :
Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas dan lembab.
Pengeringan udara, sering mengganti diaper dan selalu menggunakan
bedak bayi atau pasta zinc oxide merupakan tindakan pencegahan yang

9
adekuat. Terapi topikal yang efektif yaitu dengan nistatin, amfoterisin B,
mikonazol atau klotrimazol.
c. Paronikia :
Pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi dapat dicoba
untuk paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau solusio antifungi
dapat digunakan.Terapi oral yang dianjurkan dengan itrakonazol atau
terbinafin. Grup azole adalah obat antimikosis sintetik yang berspektrum
luas. Termasuk ketokonazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol dan
ekonazol. Mekanisme kerja dari grup azole adalah menghambat sintesis
dari ergosterol mengubah cairan membran sel dan mengubah kerja enzim
membran. Hasilnya dalam penghambatan replikasi dan penghambatan
transformasi bentuk ragi ke bentuk hifa yang merupakan bentuk invasive
dan patogenik dari parasit. Nistatin dan amfoterisin adalah polyene yang
aktif melawan beberapa fungi tapi hanya bekerja sedikit pada sel mamalia
dan tidak bekerja pada bakteri. Obat ini mengikat membrane sel dan
menghalangi fungsi permeabilitas dan transport. Terbinafine adalah
alinamine yang merupakan fungisida jangkauan yang luas pada kulit
pathogen. Obat ini menghambat epoxidase yang terlibat dalam sintesis
ergosterol dari bagian dinding sel jamur.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner 7 Suddarth vol 3 , 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGG

Conny Riana Tjampakasari. Karakteristik Candida albicans. Dalam : Cermin Dunia


Kedokteran, Vol.151, 2006 ; 33-5

Dermatomikosis superfisialis. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2005 ; 55-66

Doenges M E. 1999. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan


dokumentasi perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC

Fatta Madani. Kandidosis, Dalam : Marwali Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I,
Hipokrates, Jakarta, 2000. Pp:81-2

10
Hasan Rusepno 2005 , Ilmu Keperawatan Anak , Jakarta : FKUI

Kuswadji. Kandidosis. Dalam : Djuanda A., Hamzah M., Aishah S., Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi IV, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2006. Pp:103-6

Lies Marlysa Ramali, Sri Wardani. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam: Harahap

Marwali 2000 , Ilmu Penyakit Kulit , Jakarta : Hipokrates

Sandy S Suharno. Tantien Nugrohowati, Evita H. F. Kusmarinah. Mekanisme


Pertahanan Pejamu pada Infeksi Kandida. Dalam : Media Dermato-venereologica
Indonesiana, Jakarta, 2000 ; 187-92

SMF Ilmu Kulit Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Atlas Penyakit
Kulit dan Kelamin. Airlangga University Press, 2007. Pp:86-92

11

Vous aimerez peut-être aussi