Vous êtes sur la page 1sur 10

Konferensi Nasional Teknik Sipil 10

Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 26-27 Oktober 2016

ANALISIS SEDIMENTASI DAN MORFOLOGI MUARA SUNGAI IJO

Sanidhya Nika Purnomo1, Wahyu Widiyanto1, Tika Astritia1 dan Trisna Putri Pratiwi1

1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Jenderal Soedirman, Jl. Mayjen Sungkono Km 05 Purbalingga
Email: sanidhyanika_purnomo@yahoo.com

ABSTRAK
Sekitar muara Sungai Ijo yang memiliki profil sungai bermeander dan terletak di pantai Selatan Pulau
Jawa memiliki potensi perubahan morfologi sungai akibat adanya transpor sedimen. Untuk itu perlu
dilakukan analisis sedimentasi dan morfologi di muara Sungai Ijo. Analisis sedimentasi dilakukan
dengan menggunakan data primer berupa data kecepatan aliran, data sedimen melayang, data sedimen
dasar, dan data geometri melintang sungai, sedangkan analisis perubahan morfologi sungai
menggunakan peta satelit. Hasil analisis sedimentasi menunjukkan bahwa terjadi degradasi dasar
sungai di ruas antara Jembatan Jetis dan PPI Logending dan terjadi agradasi di ruas diantara PPI
Logending dan mulut sungai. Untuk morfologi di muara Sungai Ijo dari tahun ke tahun mengalami
perubahan, yaitu terjadinya penyempitan sungai di sekitar Jembatan Jetis dan mulut sungai, dan di
sekitar PPI Logending mengalami pergeseran alur ke arah selatan.
Kata kunci: sedimentasi, perubahan morfologi sungai, muara Sungai Ijo, PPI Logending

1. PENDAHULUAN
Salah satu ciri utama muara sungai yang terletak diselatan Pulau Jawa adalah mulut sungai yang berpindah karena
adanya angkutan sedimen sejajar pantai yang didominasi akibat gelombang. Muara Sungai Ijo merupakan salah satu
sungai yang bermuara di selatan Pulau Jawa, dan saat ini dikembangkan untuk Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI)
Logending yang mulai dibangun pada tahun 2012. PPI Logending dibangun dengan tujuan meningkatkan
pendapatan nelayan akan ikan, sehingga masyarakat dapat lebih memanfaatkan hasil kekayaan hayati laut selatan
Jawa. Namun, permasalahan yang kini masih membayangi PPI Logending saat ini adalah kapal-kapal besar
berbobot 5-30 grosston (GT) belum dapat berlabuh akibat adanya proses sedimentasi dari laut dan sungai (Humas
Pemprov Jateng, 2015). Oleh karena adanya ancaman sedimen tersebut, saat ini pembangunan PPI Logending
dilanjutkan dengan tahap pembuatan pemecah gelombang yang digunakan untuk mencegah sedimentasi yang
berasal dari pantai. Akan tetapi, melihat morfologi muara Sungai Ijo yang berkelok, tampaknya ancaman
sedimentasi di Pantai Logending tidak hanya berupa proses sedimentasi yang berasal dari pantai saja (longshore
drift), namun proses sedimentasi juga berasal dari angkutan sedimen dari hulu Sungai Ijo.
Beberapa penelitian mengenai sedimentasi di muara sungai yang digunakan sebagai pelabuhan akibat angkutan
sedimen sejajar pantai telah dilakukan. Hal tersebut tampak dari beberapa publikasi yang telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Alur pelayaran barat Surabaya (APBS) mengalami pendangkalan akibat adanya angkutan sedimen
yang berasal dari sungai-sungai yang bermuara di APBS (Wahyuni, Armono, & Sujantoko, 2013). Di Pulau
Sumatera, analisis sedimentasi di Pelabuhan Selat Baru Bengkalis juga telah dianalisis dan menghasilkan endapan
sedimen sebesar 0,1 cm/hari (Khatib, Adriati, & Wahyudi, 2013).
Namun, analisis angkutan sedimen di muara perlu dianalisis lebih lanjut. Pada sungai yang bermeander di bagian
muara, sedimentasi di muara sungai kemungkinan besar tidak hanya berasal dari angkutan sedimen sejajar pantai,
karena perubahan morfologi muara dapat juga diakibatkan oleh angkutan sedimen yang berasal dari hulu sungai. Hal
ini membuat perlunya pertimbangan angkutan sedimen yang berasal dari hulu sungai. Analisis mengenai angkutan
sedimen dasar (bedload) di muara yang berasal dari hulu sungai telah dilakukan. Di PPI Logending telah dilakukan
simulasi analisis angkutan sedimen dasar menggunakan software HEC-RAS. Hasil simulasi dan analisis sedimen
dasar (bed load) di PPI Logending menunjukkan bahwa pada bagian penampang sungai yang dekat dengan
Jembatan Jetis mengalami erosi, sedangkan di penampang sungai yang berada 200 m di hulu PPI Logending dan di
mulut Sungai Ijo mengalami deposisi (Purnomo & Widiyanto, 2015). Meskipun telah dilakukan analisis angkutan
sedimen dasar di muara Sungai Ijo, namun perubahan morfologi sungai dan analisis sedimentasi di muara Sungai Ijo
belum dilakukan. Untuk itu pada makalah ini, disajikan mengenai analisis sedimentasi dan perubahan morfologi di
muara Sungai Ijo.

ISBN: 978-602-60286-0-0 437


438

2. SEDIMANTASI MUARA SUNGAI IJO


Lokasi Studi dan Pengambilan Data
Data yang digunakan dalam analisis sedimentasi di muara Sungai Ijo merupakan data primer berupa geometri
melintang sungai, kecepatan vertikal aliran, serta sampel melayang dan sedimen dasar, yang diambil di 3 titik lokasi
yang dianggap penting dalam analisis sedimentasi. Ketiga lokasi tersebut adalah di mulut sungai (hulu breakwater),
200 m dari hulu PPI Logending, dan di sekitar Jembatan Jetis, seperti yang tampak pada Gambar 1.

PPI
2 Logending

Sumber peta: (Google-Earth-Pro, 2015), (Google-Map, n.d.)


Gambar 1. Lokasi studi dan pengambilan data

Titik pengambilan data dipilih dengan cara membagi lebar sungai di tiap lokasi pengambilan data menjadi 5 pias
dengan lebar yang sama. Selanjutnya, pada kelima pias tersebut diambil data-data yang diperlukan untuk dianalisis
lebih lanjut. Data kecepatan aliran, data sedimen melayang, dan data sedimen dasar pada studi ini juga digunakan
oleh (Astritia, 2014) dan (Pratiwi, 2014).
Data Kecepatan Aliran
Data kecepatan aliran diambil dengan menggunakan current meter pada 5 titik kedalaman yang dilakukan di antara
masing-masing pias, yaitu kedalaman yang dekat dengan dasar sungai, 0,2H, 0,6H, 0,8H, dan dekat dengan
permukaan, dimana H adalah kedalaman pias di tiap titik pengambilan. Profil kecepatan di tiap titik pengambilan
dapat dilihat pada Gambar 2.

Hulu Tengah
3 1.4
4 3 2 1
4 3 2 1
2.5
1,02 m
1.2
Ketinggian Muka Air (m)

Ketinggian Muka Air (m)

0,54 m
1,70 m 0,57 m 0,58 m 1,3 m
2,10 m 2,70 m

1
2
Pias 1 0.8 Pias 1
1.5
Pias 2 0.6 Pias 2
1 Pias 3 Pias 3
0.4
0.5 Pias 4 Pias 4
0.2

0 0
0 0.5 1 1.5 0 1 2 3 4
Kecepatan (m/det) Kecepatan (m/det)

Hilir
1.4
4 3 2 1

1.2
Ketinggian Muka Air (m)

0,45 m
1,15 m 1,2 m 1,15 m

0.8 Pias 1

0.6 Pias 2

0.4 Pias 3
Pias 4
0.2

0
0 1 2 3 4 5
Kecepatan (m/det)

Gambar 2. Profil kecepatan aliran

ISBN: 978-602-60286-0-0
439

Data Sedimen Melayang


Sampel sedimen melayang diambil menggunakan Suspended Sediment Sampler pada lokasi yang sama dengan
pengambilan data kecepatan aliran. Hal ini dilakukan agar nantinya kedua buah data tersebut dapat dikompilasi dan
digunakan pada analisis angkutan sedimen melayang. Sampel sedimen melayang yang diambil dari lapangan,
selanjutnya diuji di laboratorium sehingga didapatkan konsentrasi sedimen melayang dari ketiga titik lokasi
pengambilan sampel tersebut. Hasil pengujian data sedimen melayang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Konsentrasi sedimen melayang

Lokasi Titik Pengambilan H tot H C


Pias
Pengambilan Data Data (m) (m) (g/l)
0,8H 0.82 0.95
Pias 1 1.02
0,2H 0.20 1.26
0,8H 2.16 0.89
Pias 2 2.7
0,2H 0.54 0.63
Hulu
0,8H 1.68 0.80
Pias 3 2.1
0,2H 0.42 0.68
0,8H 1.36 0.78
Pias 4 1.7
0,2H 0.34 0.83
0,8H 1.04 1.10
Pias 1 1.3
0,2H 0.26 1.19
0,8H 0.46 1.21
Pias 2 0.58
0,2H 0.12 1.35
Tengah
0,8H 0.46 1.21
Pias 3 0.57
0,2H 0.11 1.82
0,8H 0.43 1.50
Pias 4 0.54
0,2H 0.11 1.87
0,8H 0.92 0.73
Pias 1 1.15
0,2H 0.23 0.68
0,8H 0.96 0.53
Pias 2 1.2
0,2H 0.24 0.59
Hilir
0,8H 0.92 0.89
Pias 3 1.15
0,2H 0.23 0.59
0,8H 0.36 0.43
Pias 4 0.45
0,2H 0.09 0.43

Dengan menggunakan data konsentrasi sedimen melayang, akan dianalisis profil konsentrasi sedimen melayang
berdasarkan Persamaan Rouse, sehingga dapat dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan debit sedimen
melayangnya.
Data Sedimen Dasar
Data sedimen dasar diambil di dasar sungai pada masing-masing lokasi pengambilan data menggunakan Ekman
Dredge Sampler. Sampel sedimen dasar yang diambil dari lapangan, selanjutnya diuji di laboratorium sehingga
didapatkan berat jenis sedimen dan gradasi butiran sedimen dari ketiga titik lokasi pengambilan sampel tersebut.
Berdasarkan pengujian di laboratorium, didapatkan berat jenis rata-rata di titik 1, 2, dan 3, berturut-turut adalah
2,67, 2,58, dan 2,63, dan gradasi butiran sedimen dasar di sekitar muara Sungai Ijo ditunjukkan pada Gambar 3.

ISBN: 978-602-60286-0-0
440

Hulu Tengah
100 100
90 90
Persen Lolos, % 80 80

Persen Lolos, %
70 70
60 60
50 50
40 40
30 30
20 20
10 10
0 0
0.001 0.01 0.1 1 10 0.001 0.01 0.1 1 10
Diameter, mm Diameter, mm
Pias 1 Pias 2 Pias 3 Pias 4 Pias 1 Pias 2 Pias 3 Pias 4

Hilir
100
90
80
Persen Lolos, %

70
60
50
40
30
20
10
0
0.001 0.01 0.1 1 10
Diameter, mm
Pias 1 Pias 2 Pias 3 Pias 4

Gambar 3. Gradasi butiran sedimen dasar


Berdasarkan data gradasi butiran yang ditunjukkan pada Gambar 3, akan didapatkan diameter butiran untuk analisis
debit sedimen dasar di tiap pias pada tiap titik pengambilan data, sehingga dapat dianalisis lebih lanjut angkutan
sedimen dasar di sekitar muara Sungai Ijo.

3. ANALISIS SEDIMENTASI
Pada analisis sedimentasi di muara Sungai Ijo, akan dilakukan analisis sedimentasi untuk angkutan sedimen
melayang dan angkutan sedimen dasar di tiap titik pada semua lokasi pengambilan data. Selanjutnya, hasil dari
analisis angkutan sedimen melayang dan angkutan sedimen dasar akan dijumlahkan, sehingga akan didapatkan
angkutan sedimen total di sekitar muara Sungai Ijo
Analisis Angkutan Sedimen Melayang
Cara paling sederhana untuk menghitung debit sedimen suspensi adalah dengan cara menggabungkan data profil
kecepatan aliran dengan data konsentrasi sedimen melayang yang telah diolah menjadi profil konsentrasi sedimen
melayang. Debit konsentrasi sedimen melayang dapat dinyatakan sebagai perkalian antara profil kecepatan aliran
dengan profil konsentrasi sedimen, seperti yang tertera pada Persamaan 1.
D
q s Cu dy (1)
a

dimana C dan u masing-masing adalah konsentrasi sedimen dan kecepatan aliran yang merupakan fungsi kedalaman
aliran, dan qs adalah debit angkutan sedimen yang dinyatakan dalam berat tiap unit waktu dan lebar.
Untuk mencari profil konsentrasi sedimen melayang, salah satu persamaan yang dapat digunakan adalah Persamaan
Rouse. Persamaan Rouse merupakan persamaan yang cukup sederhana, yang digunakan untuk menghitung profil
konsentrasi sedimen yang diturunkan dari persamaan difusi untuk profil konsentrasi pada saluran fluvial pasir (Udo
& Mano, 2011). Persamaan Rouse dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi dari butiran yang memiliki uss
pada jarak y dari dasar, jika memiliki konsentrasi referensi Ca pada sejarak a dari dasar dan diekspresikan dalam
Persamaan 2 (Graf, 1971).
z
C Dy a u
, dimana z ss (2)
Ca y D a ku *

ISBN: 978-602-60286-0-0
441

Nilai C adalah adalah konsentrasi sedimen pada tiap kedalaman muka air y yang dihitung dari dasar sungai, D
adalah kedalaman muka air, z adalah angka Rouse, uss adalah kecepatan pengendapan, adalah konstanta von
Karman yang biasanya diambil sebesar 0,4, dan u* adalah kecepatan geser dasar. Sementara itu nilai Ca merupakan
konsentrasi referensi yang diukur pada kedalaman lapisan saltasi (saltation layer) setinggi y = a (Udo & Mano,
2011). Untuk nilai a, beberapa peneliti mengemukakan hal yang berbeda-beda. Besarnya nilai a pada profil vertikal
secara signifikan pada umumnya adalah 0,05D (Vanoni, 1946, dalam Udo & Mano, 2011); setengah dari ketinggian
bentuk dasar () atau sama dengan tinggi kekasaran (ks) jika dimensi bentuk dasarnya tidak diketahui, dimana nilai
minimum a = 0,01D; atau 100d (d adalah diameter dari partikel pasir) (Shibayama danRattanapitikon, 1993, dalam
Udo & Mano, 2011).
Di sekitar muara Sungai Ijo, profil konsentrasi sedimen di tiap titik pengambilan data menggunakan Persamaan 2
dan Persamaan 3, disajikan pada Gambar 4.

1
z=1,03 z=0,01
0.8 z=0,89 z=0,66 z=0,34
0.6 z=0,52
z=1,46
(y-a)/(D-a)

0.4

0.2

0
0.001 0.01 0.1 1
C/Ca

Gambar 4. Profil konsentrasi sedimen melayang


Berdasarkan Gambar 4, tampak bahwa konsentrasi sedimen suspensi di tiap titik pengambilan cukup seragam
dancukup dekat dengan profil konsentrasi teoritis jika menggunakan angka Rouse sebesar 0,01. Selanjutnya, profil
angkutan sedimen suspensi dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 1 berdasarkan profil kecepatan aliran
pada Gambar 2 dan profil konsentrasi sedimen pada Gambar 4, seperti yang tampak pada Gambar 5.

Hulu Tengah
3.000 1.400
Ketinggian Dari Dasar (m)
Ketinggian Dari Dasar (m)

2.500 1.200
1.000
2.000
0.800
1.500
0.600
1.000
0.400
0.500 0.200
0.000 0.000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500
Angkutan Sedimen (gr/det) Angkutan Sedimen (gr/det)

Pias 1 Pias 2 Pias 3 Pias 4 Pias 1 Pias 2 Pias 3 Pias 4

Hilir
1.400
Ketinggian Dari Dasar (m)

1.200
1.000
0.800
0.600
0.400
0.200
0.000
0.000 0.500 1.000 1.500 2.000 2.500
Angkutan Sedimen (gr/det)

Pias 1 Pias 2 Pias 3 Pias 4

Gambar 5. Profil debit sedimen suspensi

ISBN: 978-602-60286-0-0
442

Berdasarkan profil debit angkutan sedimen suspensi pada Gambar 5, tampak bahwa tiap pias menghasilkan debit
sedimen suspensi yang berbeda-beda. Hasil perhitungan angkutan sedimen suspensi menunjukkan bahwa di titik
pengambilan sampel bagian hulu adalah sebesar 0,561 ton/hari, bagian tengah sebesar 0,799 ton/hari, dan bagian
hilir sebesar 0,595 ton/hari, sehingga total angkutan sedimen suspensi di sekitar muara Sungai Ijo adalah sebesar
1,955 ton/hari.
Analisis Angkutan Sedimen Dasar
Persamaan Einstein digunakan untuk menghitung debit sedimen di sekitar muara Sungai Ijo. Hal ini dilakukan
terutama karena model fisik Einstein dibuat cukup luas pada mekanika fluida lanjut (Graf, 1971). Einstein
memberikan dua pertimbangan dasar yang berbeda dengan beberapa pendapat ahli sedimen sebelumnya, yaitu (1)
menentukan definisi nilai kritik pada awal gerak butiran cukup sulit ditentukan, sehingga sebaiknya dihindari. (2)
Angkutan sedimen dasar lebih berhubungan dengan fluktuasi kecepatan dari pada dengan harga rerata kecepatan,
sehingga pergerakan awal dan akhir dari partikel harus diekspresikan dengan konsep probabilitas, yang berhubungan
dengan gaya angkat hidrodinamik sesaat dengan berat partikel di dalam air (Graf, 1971).
Menurut Einstein, jumlah partikel yang terdeposit per unit waktu dalam unit luasan diekspresikan pada Persamaan 3,
sedangkan jumlah partikel yang tererosi per luasan dan waktu dinyatakan pada Persamaan 4, dan persamaan
angkutan sedimen dasar pada kondisi equilibrium dinyatakan pada Persamaan 5 (Einstein, 1950).
i Bq B i bq b
(3)
A L DA 2 D s g A 2 A L gs D 4
3

ibp gs
(4)
A1A 3D 2 Ds

i Bq B ibp gs
(5)
s A 2 A L gD 4
A 3A1D 2
Dsp

dimana qBiB adalah laju angkutan sedimen per unit lebar per unit waktu, D adalah diameter butiran, AL adalah
panjang luasan deposisi yang memiliki unit lebar, A1 adalah konstanta luasan butiran, A2 adalah konstanta volume
partikel, A3 adalah konstanta skala waktu, s adalah rapat massa sedimen, adalah raat massa air, g adalah gravitasi,
dan p adalah probabilitas erosi (Einstein, 1950) (Graf, 1971).
Dengan beberapa penyederhanaan, dibuatlah parameter intensitas sedimen dasar () yang merupakan bilangan tak
berdimensi, yang dinyatakan dalam Persamaan 6.
1 1
q 2 1 2
B (6)
s g s gD3

Einstein juga membuat sebuah parameter aliran yang menghubungkan rapat massa air dan sedimen ( ), diameter
butiran (D), gravitasi (g), kemiringan garis energi (S), dan jari-jari hidraulik yang dipengaruhi oleh parameter
kekasaran dasar sungai (ripple faktor) , dimana RB = .R, serta grafik yang menghubungkan antara dan ,
seperti yang tampak pada Persamaan 7 dan Gambar 6.
s D
(7)
SR'B

Nilai D yang digunakan pada Persamaan Einstein adalah diameter butiran D 35. Ripple factor akibat koefisien Chezy
diberikan oleh Frijlink, dan dinyatakan pada Persamaan 9 (Waterloopkundig-Laboratorium-Delft-Hydraulics-
Laboratory, 1976).
3
C 2
(8)
C'
12R 12R
dengan C 18 log dan C90 18 log
k d 90

ISBN: 978-602-60286-0-0
443

Gambar 6. Plotting persamaan Eintein: * dan *

Hasil analisis angkutan sedimen di sekitar muara Sungai Ijo diberikanpada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis angkutan sedimen dasar di sekitar muara Sungai Ijo

Bagian Titik s w d35 d90 R C C90 S y qB qB qB


kg/m3 kg/m3 mm mm (m) (mm) (mm) (N/m.det) (N/m.det) (ton/hari)
1 2622.97 1000 1.62 0.180 4.100 1.020 210.790 62.550 6.186 0.00003 1.395 0.16 0.039672
2 2630.08 1000 1.63 0.110 0.450 2.700 116.320 87.432 1.535 0.00005 0.863 6 0.714197
Hulu 5.423715 3821.4802
3 2648.49 1000 1.65 0.110 0.450 2.100 56.203 85.467 0.533 0.00026 0.628 12 1.44649
4 2636.10 1000 1.64 0.200 2.400 1.700 36.163 70.730 0.366 0.00072 0.734 11 3.223357
1 2578.69 1000 1.58 0.110 0.440 1.300 305.260 81.894 7.197 0.00010 0.178 5.7 0.654659
2 2597.12 1000 1.60 0.250 3.800 0.580 120.614 58.731 2.943 0.00093 0.250 10 3.986353
Tengah 10.52432 8342.2153
3 2579.77 1000 1.58 0.500 4.400 0.570 262.319 57.449 9.757 0.00024 0.598 0.42 0.467827
4 2583.27 1000 1.58 0.110 3.100 0.540 70.516 59.764 1.282 0.00226 0.111 47 5.415484
1 2679.32 1000 1.68 0.210 0.510 1.150 172.648 79.782 3.183 0.00030 0.326 7.8 2.532326
2 2675.93 1000 1.68 0.110 0.450 1.200 56.150 81.093 0.576 0.00454 0.059 75 9.209948
Hilir 13.95457 7742.8685
3 2657.86 1000 1.66 0.110 0.460 1.150 340.623 80.588 8.690 0.00007 0.247 3.2 0.388193
4 2661.47 1000 1.66 0.110 0.500 0.450 85.952 72.602 1.288 0.00076 0.417 15 1.824107

Analisis Angkutan Sedimen Total


Berdasarkan analisis angkuta sedimen melayang dan sedimen dasar, didapatkan debit angkutan sedimen total
sepertitampak pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil angkutan sedimen total di sekitar Muara Sungai Ijo
qtot = qtot =
Bagian Titik qB+qs qB+qs qtot
(ton/hari) (ton/tahun) (m3/tahun)
1
2
Hulu 3822.04077 1395045 529547.13
3
4
1
2
Tengah 8343.01438 3045200 1178158.04
3
4
1
2
Hilir 7743.4634 2826364 1059100.9
3
4

ISBN: 978-602-60286-0-0
444

Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa pada debit sedimen total di bagian hulu lebih kecil dibandingkan dengan
angkutan sedimen di bagian tengah, namun angkutan sedimen tengah lebih besar dibandingkan dengan angkutan
sedimen bagian hilir. Hal ini menunjukkan bahwa di ruas antara bagian hulu dan tengah (bagian 1) terjadi degradasi,
sedangkan di antara ruas tengah dan hilir (bagian 2) terjadi agradasi. Berdasarkan analisis, didapatkan luasan sungai
bagian 1 adalah sebesar 119918.94 m2, dan luasan sungai bagian 2 adalah sebesar 80119.55 m2, sehingga didapatkan
penurunan dasar sungai di bagian 1 adalah sebesar 5,41 m/tahun atau 0,01 m/hari dan di bagian 2 terjadi kenaikan
dasar sungai setinggi 1,46 m/tahun atau 0,004 m/hari.

4. PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI


Morfologi sungai erat kaitannya dengan bentuk, ukuran, jenis, perilaku dan sifat sungai. Oleh karena banyaknya
parameter morfologi sungai, hal tersebut menyebabkan sebuah sungai memiliki sifat morfologi yang dinamik.
Sungai alluvial, dimana material dasar sungainya terbentuk dari material endapan, merupakan sungai yang sangat
rentan terhadap perubahan morfologi sungai. Terdapat tiga pola dasar yang dapat terjadi pada sungai aluvial, yaitu
pola yang berbentuk menjalin (braided), berkelok-kelok (bermeander), dan lurus (Matsuda, 2004). Perubahan
morfologi sungai dapat dipengaruhi oleh iklim, ekologi dan aktivitas manusia. Telah diteliti secara kuantitatif dan
kualitatif terhadap pengembangan morfologi, bahwa selama dan setelah terjadinya banjir mengindikasikan
perubahan elevasi oleh karena adanya angkutan sedimen, penumpukan batuan, dll (Neuhold, Stanzel, & Nachtnebel,
2009). Angkutan sedimen pada sungai alluvial dapat terjadi di sepanjang sungai. Erosi biasanya mendominasi di
bagian hulu dari daerah tangkapan air, dan material angkutan sedimen akan terbawa ke daerah tangkapan air yang
lebih rendah (Matsuda, 2004). Lebih lanjut, morfologi sungai dapat dijelaskan melalui pola saluran dan bentuk
saluran, akibat dari beberapa faktor, diantaranya adalah debit, kemiringan muka air, kecepatan aliran, kedalaman
dan lebar saluran, material dasar saluran, dll, dimana faktor-faktor tersebut tidak independen, melainkan saling
mempengaruhi satu sama lain (Matsuda, 2004).
Perubahan iklim juga diindikasikan dapat mempengaruhi perubahan morfologi sungai. Perubahan iklim akan
mempengaruhi sejumlah variabel aliran, termasuk morfologi saluran, dimana diprediksi dengan baik pada perilaku
dan proses morfologi sungai (Montgomery dan Buffington, 1997, dalam Springer et al., 2009). Oleh karena itu,
memprediksi perubahan morfologi saluran dan dasar sungai adalah langkah yang penting dalam mempelajari
perilaku dan resiko aliran di masa yang akan datang (Springer et al., 2009).
Perubahan morfologi sungai dalam bentuk meander banyak ditemui pada sungai-sungai di Indonesia. Meander
diakibatkan oleh dua proses yang berlawanan, namun hubungannya sangat kompleks, yaitu geometri lokal: migrasi
lateral yang dapat menambah sinusitas, sedangkan di sisi lain juga terdapat sistem pemotongan (pembentukan danau
yang berbentuk tapal kuda / oxbow) dapat mengurangi sinusitas tersebut (Stolum & Henrik, 1996). Umumnya,
migrasi arah lateral dihasilkan dari erosi dan deposisi (Stolum, 1991; Falcon Ascanio dan Kennedy, 1983, dalam
Stolum & Henrik, 1996).
Untuk mengetahui perubahan morfologi Sungai Ijo, digunakan citra udara muara Sungai ijo pada tahun 2005, 2014,
dan 2015. Foto udara tersebut selanjutnya dibandingkan, sehingga didapatkan gambaran perubahan morfologi muara
Sungai Ijo. Perbandingan foto udara muara Sungai Ijo tahun 2005 dan 2014, serta perubahan morfologi muara
Sungai Ijo berturut-turut tampak pada Gambar 7 (a), (b), dan (c).
Dari Gambar 7 tampak adanya perubahan morfologi di muara Sungai Ijo. Pada potongan melintang sungai yang
berada sekitar Jembatan Jetis dan tepat di mulut sungai tampak terjadi penyempitan yang cukup signifikan. Di
sekitar Jembatan Jetis tampak jelas terlihat bahwa pada sisi kanan sungai terjadi pendangkalan karena adanya proses
agradasi, namun pada sisi kiri sungai cukup stabil. Di mulut sungai, tampak terjadinya penyempitan akibat adanya
pendangkalan di sisi kanan dan kiri sungai. Proses perubahan morfologi sungai lainnya yang perlu mendapat
perhatian adalah terjadinya perpindahan meander sungai yang saat ini menjadi lokasi PPI Logending, dimana tebing
sungai di daerah tersebut bergerak ke arah selatan.

ISBN: 978-602-60286-0-0
445

PPI Logending
Jembatan Jetis

(a) (b)

PPI Logending
Jembatan Jetis

Legenda:
2005
2014

(c)
Peta diolah dari: (Google-Earth-Pro, 2005), (Google-Earth-Pro, 2014)
Gambar 7. Foto Udara Muara Sungai Ijo Tahun 2005 dan 2014
Untuk mengetahui perubahan morfologi muara Sungai Ijo lebih lanjut, dapat dilihat dari foto udara tahun 2015 yang
dibandingkan dengan foto udara tahun 2005 dan 2015, seperti berturut-turut tampak pada Gambar 8.

PPI Logending

Jembatan Jetis

Legenda:
2005
2014
2015

Peta diolah dari: (Google-Earth-Pro, 2005), (Google-Earth-Pro, 2014), (Google-Earth-Pro, 2015)


Gambar 8. Perubahan Morfologi Muara Sungai Ijo

Berdasarkan Gambar 8 tampak bahwa dari tahun ke tahun, di sekitar Jembatan Jetis dan mulut Sungai Ijo terjadi
penyempitan sungai, sedangkan di ruas sungai di sekitar PPI Logending mengalami pergeseran alur sungainya.

ISBN: 978-602-60286-0-0
446

5. KESIMPULAN
Analisis sedimentasi di sekitar muara Sungai Ijo menunjukkan bahwa angkutan sedimen total di bagian hulu
(Jembatan Jetis), tengah (200 m di hulu PPI Logending), dan di mulut sungai (hulu breakwater) berturut-turut terjadi
angkutan sedimen total sebesar 1395045 ton/tahun, 3045200 ton/tahun, dan 2826364 ton/tahun. Angkutan sedimen
tersebut mengakibatkan terjadinya degradasi dasar sungai di ruas antara Jembatan Jetis dan PPI Logending sedalam
5,41 m/tahun atau 0,01 m/hari, sedangkan di ruas diantara PPI Logending dan mulut sungai terjadi kenaikan dasar
sungai sebesar 1,46 m/tahun atau 0,004 m/hari.
Adapun morfologi di muara Sungai Ijo dari tahun ke tahun mengalami perubahan, yaitu terjadinya penyempitan
sungai di sekitar Jembatan Jetis dan mulut sungai, dan di sekitar PPI Logending mengalami pergeseran alur ke arah
selatan.

DAFTAR PUSTAKA (DAN PENULISAN PUSTAKA)


Astritia, T. (2014). Analisis Angkutan Suspended Load Pada Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending
Kabupaten Kebumen.
Einstein, H. A. (1950). The Bed-Load Function for Sediment Transportation in Open Channel Flows (No. 1026).
Washington, D.C.
Google-Earth-Pro. (2005). Pantai Logending, Jawa Tengah, 7 04256.08 S - 10902310.94 E, Eye Alt 6666 feet, 1
April 2005,. Retrieved July 21, 2016, from www.earth.google.com
Google-Earth-Pro. (2014). Pantai Logending, Jawa Tengah, 7 04256.08 S - 10902310.94 E, Eye Alt 6666 feet, 25
Februari 2014. Retrieved July 21, 2016, from www.earth.google.com
Google-Earth-Pro. (2015). Pantai Logending, Jawa Tengah, 7 04256.08 S - 10902310.94 E, Eye Alt 6666 feet, 13
Oktober 2015. Retrieved July 21, 2016, from www.earth.google.com
Google-Map. (n.d.). Peta Pulau Jawa. Retrieved July 21, 2016, from www.maps.google.com
Gorman, R. (2000). What regulates sedimentation in estuaries? Water & Atmosphere, 8(4), 1316.
Graf, W. H. (1971). Hydraulics of Sediment Transport. McGraw-Hill.
Humas Pemprov Jateng. (2015). PPI Logending Hadapi Sedimentasi. Retrieved July 19, 2016, from
http://jatengprov.go.id/id/newsroom/ppi-logending-hadapi-sedimentasi
Khatib, A., Adriati, Y., & Wahyudi, A. E. (2013). Analisis Sedimentasi dan Alternatif Penanganannya di Pelabuhan
Selat Baru Bengkalis. In Peran Teknik Sipil dan Lingkungan dalam Pembangunan yang Berkelanjutan (pp.
3138).
Matsuda, I. (2004). River Morphology and Channel Processes. In Fresh Surface Water, in Encyclopedia of Life
Support Systems (EOLSS). Oxford, UK: EOLSS Publishers. Retrieved from http://www.eolss.net
Mcnally, W. H., & Mehta, A. J. (2009). Sediment Transport In Estuaries. In Coastal Zones And Estuary.
Neuhold, C., Stanzel, P., & Nachtnebel, H. P. (2009). Incorporating river morphological changes to flood risk
assessment: uncertainties , methodology and application. Natural Hazard and Earth System Sciences, 9, 789
799.
Pratiwi, T. P. (2014). Analisis Angkutan Sedimen Bed Load Pada Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Logending
Kabupaten Kebumen.
Purnomo, S. N., & Widiyanto, W. (2015). Analisis Sedimentasi di Pelabuhan Pendaratan Ikan ( PPI ). Dinamika
Rekayasa, 11(1), 2937. Retrieved from http://dinarek.unsoed.ac.id/jurnal/index.php/dinarek/article/view/93
Springer, G. S., Rowe, H. D., Hardt, B., Cocina, F. G., Edwards, R. L., & Studies, K. (2009). Climate Driven
Changes Ii River Channel Morphology And Base Level During The Holocene And Late Pleistocene Of
Southeastern West Virginia. Journal of Cave and Karst Studies, (2), 121129.
Stolum, & Henrik, H. (1996). River meandering as a self-organization process. Science, 271(5256). Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/213568734?accountid=79747
Udo, K., & Mano, A. (2011). Application of Rouse s Sediment Concentration Profile to Aeolian Transport: Is the
suspension system for sand transport in air the same as that in water? Journal of Coastal Research, (64),
20792083.
Wahyuni, N., Armono, H. D., & Sujantoko. (2013). Analisa Laju Volume Sedimentasi di Alur. Jurnal Teknik
POMITS, 2(1), 16.
Waterloopkundig-Laboratorium-Delft-Hydraulics-Laboratory. (1976). Coastal Sediment Transport: Computation of
Longshore Transport.

ISBN: 978-602-60286-0-0

Vous aimerez peut-être aussi