Vous êtes sur la page 1sur 31

EMPIEMA

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Respirasi

SEMESTER III

DisusunOleh :

KELOMPOK 5
Ani Hartika Sari R.14.01.005 Rosdianah R.1401.053
Anwar Fauzi R.14.01. Sugi Hartono R.1401.060
Bambang K. R.14.01.0 Syifa N. M. R.14.01
Dea Ayu Safitri R.14.01.014 Teguh N. K. R.14.01.065
Ipah Toipah R.1401.026 Ulkiah R.14.01.
Kholda D. J. R.14.01.028 Ahmad SyafiI R.13
Nellyananda R.1401.041 Nur Fitriana R.1401.0

YAYASAN INDRA HUSADA INDRAMAYU


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDRAMAYU
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2015
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warokhmatullohi Wabarokatuh,

Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmatdanhidayahnya sehingga kami bisa menyelesaikan kasus ini
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Respirasi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir semoga Allah
SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Wasalamualaikum Warokhmatullohi Wabarokatuh.

Indramayu, Desember 2015

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i


Daftar isi ...................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................ 2
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Definisi ............................................................................................ 3
B. Etiologi ............................................................................................ 3
C. Patofisiologi .................................................................................... 4
D. Pathway ........................................................................................... 5
E. Manifestasi Klinik ........................................................................... 7
F. Komplikasi ...................................................................................... 9
G. Pemeriksaan Diagnostik ..................................................................
H. Penatalaksanaan .............................................................................. 10
BAB III : ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian ....................................................................................... 17
B. Analisis Data ...................................................................................
C. Daftar Diagnosis.............................................................................. 23
D. Intervensi Keperawatan ................................................................... 24
BAB IV : PENUTUP
A. Simpulan ......................................................................................... 33
B. Saran ................................................................................................ 34
Daftar pustaka ............................................................................................. 35

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Empiema merupakan salah satu penyakit yang sudah lama ditemukan dan
berat. Saat ini terdapat 6500 penderita di USA dan UK yang menderita empiema
dan efusi parapneumonia tiap tahun, dengan mortalitas sebanyak 20% dan
menghabiskan dana rumah sakit sebesar 500 juta dolar. Di Indonesia terdapat 5
10% kasus anak dengan empiema toraks. Empiema toraks didefinisikan sebagai
suatu infeksi pada ruang pleura yang berhubungan dengan pembentukan cairan
yang kental dan purulen baik terlokalisasi atau bebas dalam ruang pleura yang
disebabkan karena adanya dead space, media biakan pada cairan pleura dan
inokulasi bakteri.
Empiema juga dapat terjadi akibat dari keadaan keadaan seperti septikemia,
sepsis, tromboflebitis, pneumotoraks spontan, mediastinitis, atau ruptur esofagus.
Infeksi ruang pleura turut mengambil peran pada terjadinya empiema sejak jaman
kuno. Aristoteles menemukan peningkatan angka kesakitan dan kematian
berhubungan dengan empiema dan menggambarkan adanya drainase cairan pleura
setelah dilakukan insisi. sebagian dari terapi empiema masih diterapkan dalam
pengobatan modern. Dalam tulisan yang dibuat pada tahun 1901 yang berjudul
The Principles and Practice of Medicine, William Osler, mengemukakan bahwa
sebaiknya empiema ditangani selayaknya abses pada umumnya yakni insisi dan
penyaliran.
Melakukan asuhan keperawatan (askep) pada pasien dengan Empiema
merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan
keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda. Seorang perawat profesional
di dorong untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan seoptimal mungkin,
memberikan informasi secara benar dengan memperhatikan aspek legal etik yang
berlaku. Metode perawatan yang baik dan benar merupakan salah satu aspek yang
dapat menentukan kualitas asuhan keperawatan (askep) yang diberikan yang
secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan brand kita sebagai

1
perawat profesional dalam pelayanan pasien gangguan hisprung. Pemberian
asuhan keperawatan pada tingkat anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia hingga
bagaimana kita menerapkan manajemen asuhan keperawatan secara tepat dan
ilmiah diharapkan mampu meningkatkan kompetensi perawat khususnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan empiema?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya empiema?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya empiema?
4. Apa tanda dan gejala terjadinya empiema?
5. Apa saja komplikasi yang menyertai empiema?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostic untuk penderita empiema?
7. Bagaimana penatalaksanaan penyakit empiema?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi empiema
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya empiema
3. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya empiema
4. Untuk meengetahui tanda dan gejala terjadinya empiema
5. Untuk mengetahui komplikasi yang menyertai empiema
6. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan diagnostic untuk penderita empiema
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan penyakit empiema

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi
Empiema adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura.
Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi
sering kali berlanjut menjadi yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-
paru meluas sampai rongga pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus
diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat
terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang
berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi
protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul
dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga
pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan
penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong
kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru
tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema
biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong
kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali
merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang
terlambat.
Empiema dibagi menjadi dua stadium :
a. Empiema akut
Terjadi akibat infeksi sekunder dari tempat lain, bukan primer dari
pleura.Bila pada stadium ini dibiarkan beberapa minggu, maka akan
timbul toksemia ,anemia, dan clubbing finger.Jika pus tidak segera
dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleural.
b. Empiema kronis
Batas tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan.Disebut
kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari 3 bulan.Pada stadium

3
ini,jika klien menerima terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat
dikurangi.

B. Etiologi
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Penyebab lain dari empiema adalah :
a. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab
dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-
penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh.
Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara
langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak
langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab
untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang
berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak
memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
b. Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang

4
selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis
kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan
penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus
atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan
berbahaya atau tidak.
c. Streptococcus.

C. Patofisiologi
Empiema akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul
peradangan akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan
banyaknya sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan
meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya
endapan-endapan fibrin akan membentuk kantung-kantung yang melokalisasi
nanah tersebut. Apabila nanah menembus bronkus maka timbul fistel
bronkopleura, atau apabila menembus dinding toraks dan keluar melalui kulit
maka disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut
yang lama kelamaan akan menjadi kronis.
Dibagi menjadi dua stadium yaitu :
1. Empiema akut
Gejala mirip dengan pneumonia yaitu panas tinggi, nyeri pleuritik, apabila
stadium ini dibiarkan dalam beberapa minggu akan timbul toksemia,
anemia, pada jaringan tubuh. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan
timbul fistel bronchopleura dan empiema neccesitasis.
2. Empiema kronik
Batasan yang tegas antara akut dan kronis sukar ditentukan disebut kronis
apabila terjadi lebih dari 3 bulan. Penderita mengelub badannya lemah,
kesehatan penderita tampak mundur, pucat pada jari tubuh.
Ada tiga stadium empiema toraks pada anak yaitu :
1. Stadium 1 disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi
pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan
peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun

5
masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang
kebanyakan terdiri atas netrofil. Stadium ini terjadi selama 24-72 jam dan
kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura
mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah
dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH
yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat
perbaikan.
2. Stadium 2 disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium
transisional yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan
bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi
banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri, dan debris selular. Akumulasi
protein dan fibrin disertai pembentukan membran fibrin, yang membentuk
bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH
cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat.
Stadium ini berakhir setelah 7-10 hari dan sering membutuhkan
penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.
3. Stadium 3 disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan
kulit fibrinosa pada membran pleura, membentuk jaringan yang mencegah
ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi
jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental
terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari proliferasi
fibroblas. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan
fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 4 minggu setelah
gejala awal.

6
D. Pathway

Invasi kuman pigeon

Peradangan pleura akut yang diikuti


dengan pembentukan eksudat serosa

Penumpukan sel-sel PNM yang mati


bercampur dengan cairan pleura

Proses suturasi meningkat tidak mampu


diabsorbsi pleura

Akumulasi pus dikavum pleura

Pengembangan paru tidak optimal

paru G.I Track ekstremitas Psiko sosial

paO2 menurun, Efek Penurunan Adanya sesak


pcO2 hiperventilasi suplai ke napas tindakan
meningkat, jaringan invasif
sesak nafas,
produksi secret Produksi H
meningkat Metabolism Koping
meningkat,
Akumulasi gas anaerob individu tidak
penurunan
meningkat efektif,
imunitas
ketidaktahuan
Produksi
asam laktat
Pola napas tidak Kecemasan
Konstipasi,
efektif, bersihan kurang
mual, muntah
jalan napas tidak Intoleran pengetahuan
efektif aktivitas,
Gangguan risiko
pemenuhan trauma/cedera
nutrisi kurang fisik,
dari gangguan
kebutuhan pemenuhan
ADL

7
E. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
1. Demam
2. Keringat malam
3. Nyeri pleural
4. Dispnea
5. Anoreksia dan penurunan berat badan
6. Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
7. Perkusi dada, suara flatness
8. Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
9. Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema
kronis
a. Emphiema akut:
1. Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
2. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
3. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia,
anemia, dan clubbing finger .
4. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-
pleural.
5. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan
darah dan nanah banyak sekali.
b. Emphiema kronis:
1. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
2. Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
3. Pucat, clubbing finger.
4. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
5. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
6. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.

8
F. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika
inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang
menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan
pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase
dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau
melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat
membutuhkan waktu lama.

G. Pemeriksaan dignostik
1. Pemeriksaan radiologi
Foto thotraks PA dan lateral didapatkan gambar opasiti yang menunjukkan
adanya cairan dengan taua tanpa kelainan paru. Bila terjadi fibro thorak,
trakea diastinum tertarik kesisi yang sakit dan juga tampak adanya
penebalan.
2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukkan adanyapus didalam rongga dada pus
dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi, bakteriologi, jamur dan
amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan kultur (pembiakan) terhadap
kepekaan antibiotic.
3. Pemeriksaan medis
Penatalaksaan medis emfiema meliputi:
a. Pengosongan rongga pleura dari pus
1) Aspirasi sederhana
Dilakukan berulang kali dengan memakai jarum berlubang besar. Cara
ini cukup baik untuk mengeluarkan sebagian ebsar pus dari emfiema
akut atau cairan masih encer. Kerugian teknik ini adalah sering
menimbulkan pocketed emfiema. USG dapat dipakai untuk
menentukan pocketed emfiema.

9
2) Drainase tertutup
Pemasangan tubtrakeostomi = closed drainage (WSD) penggunaan
teknik ini dilakukan apabila pus sangat kental, pus sudah terbentuk
selama dua minggu dan telah terjadi pneumothoraks. Pemasangan
selang jangan terlalu rendah, biasanya diafragma terangkat karena
emfiema. Pilihlah selang yang cukup besar. Apabila setelah tiga sampai
emapt minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh dengan cara lain
seperti pada emfiema kronis.
3) Drainase terbuka (open drainage)
Tindakan ini dikerjakan pada emfiema kronis dengan memotong
sepenggal iga untuk membuat jendela. Cara ini dipilih bila dekortikasi
tidak memungkinkan dan harus dikerjakan dalam mkondisi betul-betul
steril.
b. Pemberian antibiotic
Mengingat sebab kematian umumnya karena sepsis, maka pemberian
antibiotic memegang peran yang penting. Antibiotic harus segera
diberikan begiotu didiagnosis dan dosisnya harus adekuat. Pilihan
antibiotic didasarkan pada hasil pengecatan gram darui hapusan pus.
Pengobatan selanjutnya bergantung pasda hasil kultur dan tes kepekaan
obat. Bila kuman penyebab belum jelas dapat dipakai antibiotic Benzil
Penicillin dosis tinggi.
c. Penutupan rongga pleura
Emfiema kronis gagal menunjujkan respon terhadap drainase selang,
sehingga dilakukan dekoprtikasi atau torakoplasti. Jika tidak ditangani
dengan baik maka menambah lama rawta inap.
d. Pengobatan kausal
Pengobatan kausal bergantung pada panyebabnya misalnya amobiasis,
TB, dan aktinomeikosis. Ketiganya diobati dengan memberikan obat
spesifik untuk masing-masing penyakit.
e. Pengobatan tambahan dan fisioterapi
Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum klien.

10
H. Penatalaksanaan
1. Prinsip pengobatan Empiema adalah sebagai berikut :
a. Pengosongan nanah
Dilakukan pada abses untuk mencegah efek toksiknya.
1) Closed drainase-tube toracostorry water sealed drainase dengan
indikasi :
a) Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b) Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c) Terjadinya Piopneumothorak
d) WSD dapat juga dibantu dengan penghisapan negatif sebesar 10-
20 cmH2O.Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus
ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.
2) Drainase terbuka (open drainage)
Dilakukan dengan menggunakan kateter karet yang besar, oleh
karena disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini
dikerjakan pada empiema kronis,hal ini bisa terjadi akibat
pengobatan yang lambat atau tidak adekuat,misalnya aspirasi yang
terlambat/ tidak adekuat, drainase tidak adekuat atau harus sering
mengganti/ membersihkan drain.
b. Antibiotik
Antibiotik harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan
dosisnya harus adekuat. Pemilihan antibiotik didasarkan pada hasil
pengecatan gram dan apusan nanah.Pengobatan selanjutnya bergantung
pada hasil kultur dan sensivitasnya.Antibiotika dapat diberikan secara
sistematik atau topikal.Biasanya diberikan Penicillin.
c. Penutupan rongga Empiema
Pada empiema menahun seringkali rongga empiema tidak menutup
karena penebalan dan kekakuan pleura.Pada keadaan demikian
dilakukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
3) Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dilakukan dengan indikasi :

11
a) Drain tidak berjalan baik karena banyak kantong-kantong.
b) Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c) Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura viseralis.
4) Torakplasti
Alternatif torakplasti diambil jika empiema tidak kunjung sembuh
karena adanya fistel bronkopleural atau tidak mungkin dilakukan
dekortikasi.Pada pembedahan ini segmen tulang iga dipotong
subperiosteal.Dengan demikian dinding thorak jatuh kedalam rongga
pleura karena tekanan atmosfir.
d. Pengobatan kausal
Misalnya pada subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika,
terapi spesifik pada amoebiasis dan sebagainya.
e. Pengobatan tambahan
Perbaiki keadaan umum, fisioterapi untuk membebaskan jalan nafas.

12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesis
a. Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan klien/asuransi kesehatan.
b. Keluhan utama meliputi ada tidaknya sesak napas, rasa berat di dada saat
bernapas, dan keluhan susah bernapas.
c. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien sering merasa sesak napas mendadak dan semakin lama semakin
berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi dada yang sakit, rasa berat, tertekan,
dan terasa lebih nyeri saat bernapas. Perawat harus mengkaji apakah ada
riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus
dada dan paru, ledakan yang menyebabkan peningkatan tekanan udara,
dan pernah tidaknya terjadi kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan
trauma tumpul pada dada atau bisa juga karena tusukan benda tajam
langsung menembus pleura.
d. RiwayatPenyakitDahulu
Perluditanyakanapakahklienpernahmerokokatauterpaparpolusiudara yang
berat.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada riwayat alergi pada keluarga.

2. Pengkajian Psikososial
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien dengan
empiema. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengkajian status ekonomi yang
berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam
keluarga.

13
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien dengan empiema, jika akumulasi pus lebih dari 300 ml, perlu
diusahakan peningkatan upaya dan frekuensi pernapasan serta penggunaan
otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris
(pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada
asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif
dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong kesisi yang sehat.
Palpasi
Taktil fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang
sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar-iga dapat kembali normal atau
melebar.
Perkusi
Terdengar suara ketok pada sisi sakit, redup sampai pekak sesuai banyaknya
akumulasi pus di rongga pleura. Batas jantung terdorong ke arah thoraks
yang sehat. Hal ini terjadi apabila tekanan intra pleura tinggi.
Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
b. B2 (Blood)
Perawat perlu memonitor dampak pneumothoraks pada status
kardiovaskuler, termasuk di dalamnya keadaan hemodinamik seperti nadi,
tekanan darah, dan CRT.
c. B3 (Brain)
Saat melakukan inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji.Di samping itu juga
diperlukan pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, somnolen ataukoma.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria, itu adalah salah satu
tanda awal dari syok.

14
e. B5 (Bowel)
Akibat sesak napas klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
napsu makan, dan penurunan berat badan.
f. B6 (Bone)
Pada trauma tusuk di dada sering didapatkan adanya kerusakan otot dan
jaringan lunak dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien dengan
trauma ini sering dijumpai mengalami gangguan dalam memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-hari akibat adanya sesak napas, kelemahan, dan
keletihan fisik secara umum.

15
B. Analisis Data
Tanggal, Data Senjang Penyebab / Etiologi Masalah Keperawatan Tanda Tangan
Jam (DS dan DO) (NANDA) dan Nama Jelas
9 Desember DS : Invasi kuman piogen Bersihan jalan napas
2015, 08.00 Pasien mengatakan sesak tidak efektif
napas disertai dengan Peradangan pleura akut
batuk berdahak (...)
DO : Penumpukan sel-sel PNM yang mati Kelompok 5
1. Sianosis bercampur dengan cairan pleura

2. Napas (wheezing)

3. Gelisah Pengembangan paru tidak optimal

4. batuk
paO2 menurun, pcO2 meningkat, sesak
nafas, produksi secret meningkat,
penurunan imunitas

Bersihan jalan napas tidak efektif
9 Desember DS : Invasi kuman piogen Ketidakefektifan pola
2015, 08.00 Pasien mengatakan sesak napas

16
napas Peradangan pleura akut
DO : (...)
1. napas pendek Penumpukan sel-sel PNM yang mati Kelompok 5
2. penurunan tekanan

inspirasi dan ekspirasi Pengembangan paru tidak optimal

3. penurunan tekanan

udara permenit paO2 menurun, pcO2 meningkat, sesak


nafas, produksi secret meningkat,
4. menggunakan otot
penurunan imunitas
pernapasan

Pola napas tidak efektif
9 Desember DS : Pengembangan paru tidak optimal Perubahan nutrisi

2015, 08.00 Pasien mengatakan tidak kurang dari kebutuhan
G.I Track
nafsu makan tubuh
DO : Efek hiperventilasi (...)
1. Berat badan 20% di Kelompok 5
bawah ideal Produksi H meningkat
2. Mwmbran mukosa dan Akumulasi gas meningkat

konjungtiva pucat
Konstipasi, mual, muntah

17
3. Keengganan untuk
makan Perubahan nutrisi kurang dari
4. Dilaporkan adanya kebutuhan tubuh
perubahan sensasi rasa
9 Desember DS : Gangguan pola tidur
2015, 08.00 Pasien mengatakan susah
tidur karena sesak napas
DO :
1. Ketidakpuasan tidur
2. Keluhan verbal tentang
kesulitan-kesulitan
tidur
3. Keluhan verbal tentang
perasaan tidak dapat
beristirahat dengan
baik
9 Desember DS : Psiko sosial Kurang pengetahuan
2015, 08.00 Pasien mengatakan tidak
mengerti dengan penyakit Adanya sesak napas tindakan invasif

18
yang diderita
DO : Koping individu tidak efektif,
1. Memverbalisasikan ketidaktahuan

adanya masalah

2. Perilaku tidak sesuai Kurang pengetahuan

9 Desember DS : Psiko sosial Ansietas


2015, 08.00 -
DO : Adanya sesak napas tindakan invasif
1. Gelisah
2. Cemas Koping individu tidak efektif,

3. ketakutan ketidaktahuan

4. Penurunan nadi

5. Mulut kering Kurang pengetahuan

6. Muka merah

7. Peningkatan tekanan Ansietas

darah
8. Berkeringat.

19
C. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan
6. Ansietas berhubungan dengan

20
D. Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi jalan napas klien
kembali efektif
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi/menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas,
menunjukkan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea,
sianosis, mendemonstrasikan batuk efektif.
Intervensi Rasional
Kaji frekuensi atau kedalaman pernapasan Takipnea, pernapasan dangkal,
dan gerakan dada. dan gerakan dada tak simetris
sering terjadi karena
ketidaknyamanan gerakan.
Gerakan dinding dada dan atau
cairan paru.
Auskultasi area paru, catat area Penurunan aliran darah terjadi pada
penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi area konsolidasi dengan cairan.
napas adventisius, missal krekels mengi. Bunyi napas bronchial (normal
pada bronkus) dapat terjadi juga
pada area konsolidasi. Krekels,
rongkhi, dan mengi terdengar
pada inspirasi dan atau ekspirasi
pada respon terhadap
pengumpulan cairan, secret
kental, dan spasme jalan
napas/obstruksi.
Penghisapan sesuai dengan indikasi Merangsang batuk atau
pembersihan jalan napas secara
mekanik pada pasien yang tak

21
mampu melakukan karena batuk
tak efektif atau penurunan
tingkat kesadaran.
Berikan cairan sedikitnya 2.500 ml/hari, Cairan (khususnya yang hangat)
tawarkan air hangat. memobilisasi dan mengeluarkan
sekret.
Ajarakan metode batuk efektif dan Batuk tidak terkontrol akan
terkontrol, melelahkan klien.
Pemeriksaan sputum pasien di Sputum yang di periksa guna
laboratorium. untuk mengetahui adanya
penyakit lain

2. Pola napas tidak efektif


Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap akumulasi pus dan peningkatan tekanan positif dalam
rongga pleura
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola nafas klien
kembali efektif
Kriteria hasil:
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan berada dalam batas normal, pada
pemeriksaan Rontgen thoraks terlihat adanya pengembangan dan paru, bunyi
nafas terdengar jelas.
Rencana Intervensi Rasional
Identifikasi factor penyebab kolaps Memahami penyebab dari kolaps
spontan, trauma keganasan, infeksi paru sangat penting untuk
komplikasi mekanik pernafasan. mempersiapkan WSD pada
neumothoraks dan menentukan untuk
intervensi lainya
Kaji kualitas, frekuensi, dan Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,
kedalaman pernafasan, laporkan setiap dan kedalaman pernafasan, kita dapat

22
perubahan yang terjadi. mengetahiu sejauh mana perubahan
kondisi klien.
Baringkan klien dalam posisi yang Penurunan diafragma mempeluas
nyaman, atau dalam posisi duduk. daerah dada sehingga ekspansi paru
bisa maksimal.
Observasi tanda-tanda vital. Peningkatan RR dan takikardi
merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
Lakukan auskultasi sura nafas tiap 2-4 Auskultasi dapat menentukan
jam. kelainan suara nafas pada bagian
paru. Kemungkinan akibat dari
berkurangnya atau tidak
berfungsinya lobus, segmen, dan
salah satu dari paru.
Pada daerah kolaps paru suara
pernafasan tidak terdengar tetapi bila
hanya sebagian yang kolaps suara
pernafasan tidak terdengar dengan
jelas. Hal tersebut dapat menentukan
fungsi paru yang baik da nada
tidaknya atelectasis paru.
Bantu dan ajarkan klien untuk batuk Menekan daerah yang nyeri ketika
dan nafas dalam yang efektif. batuk atau nafas dalam. Penekanan
otot-otot dada serta abdomen
membuat batuk lebih efektif.
Kolaborasi untuk tindakan dekompresi Dengan WSD memungkinka udara
dengan pemasangan WSD. keluar dari rongga pleura dan
mempertahankan agar paru tetap
mengembang dengan jalan
mempertahankan tekanan negative

23
pada intrapleura.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
sehubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan
akibat sesak nafas
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal
Rencana Intervensi Rasional
Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi. Kebiasaan makan seseorang
dipengaruhi oleh kesukaannya,
kebiasaannya, agama, ekonomi
dan pengetahuannya tentang
pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Auskultasi suara bising usus. Bising usus yang menurun atau


meningkat menunjukkan adanya
gangguan pada fungsi
pencernaan.
Lakukan oral hygiene setiap hari. Bau mulut yang kurang sedap
dapat mengurangi nafsu makan.

Sajikan makanan semenarik mungkin. Penyajian makanan yang menarik


dapat meningkatkan nafsu
makan.
Beri makanan dalam porsi kecil tapi Makanan dalam porsi kecil tidak
sering. membutuhkan energi, banyak
selingan memudahkan reflek.

24
4. Gangguan Pola Tidur
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan
nyeri pleuritik
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami
gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan
pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana Intervensi Rasional
Beri posisi senyaman mungkin bagi Posisi semi fowler atau posisi
pasien. yang menyenangkan akan
memperlancar peredaran O2 dan
CO2.
Tentukan kebiasaan motivasi sebelum Mengubah pola yang sudah
tidur malam sesuai dengan kebiasaan menjadi kebiasaan sebelum tidur
pasien sebelum dirawat. akan mengganggu proses tidur.
Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi Relaksasi dapat membantu
sebelum tidur. mengatasi gangguan tidur.
Observasi gejala kardinal dan keadaan Observasi gejala kardinal guna
umum pasien. mengetahui perubahan terhadap
kondisi pasien.

25
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Empiema adalah suatu efusi eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung
pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura atau keruh. Pleura dan
rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang dapat menghambat
menghabat pengenbangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini dapat
disebabkan oleh penekan pada paru akibat penimbunan udara,cairan, darah atau
nanah dalam rongga pleura. Infeksi pada organisme-organisme patogen
menyebabkan jaringan ikat pada membran pleura menjadi edema dan
menghasilkan suatu eksudasi cairan yang mengandung protein yang mengisi
rongga pleura yang dinamakan pus atau nanah. Jika efusi mengandung nanah,
keadaan ini disebut empiema.
Sesak napas adalah gejala yang paling utama. Pada empiema gejala ini yang
timbul adalah panas, menggigil, dan penurunan berat badan. Obat antibitik yang
digunakan dalam penyembuhan empiema adalah klindamisin dengan dosis 3x600
mg IV,lalu 4x300 mg oral/hari. Obat injeksi diganti oral jika kondisi klien tidak
panas lagi dan merasa baikan. Atau penggunaan kombinasi obat yang sama
efektifnya dengan klindamisin adalah penicilin 12-18 juta unit/hari +
metronidazol 2 gram/hari selama 10 hari.
Pemberian asuhan keperawatan empiema difokuskan pada upaya pencegahan
terhadap terjadinya komplikasi yang berlanjut selama proses pemulihan fisik
klien. Penentuan diagnosa harus akurat agar pelaksanaan asuhan keperawatan
dapat diberikan secara maksimal dan mendapatkan hasil yang diharapkan.
Pemberian asuhan keperawatan kepada klien penderita empiema secara umum
bertujuan untuk mempelancar pernapasannya. Oleh karena itu, dibutuhkan
kreativitas dan keahlian dalam pemberian asuhan keperawatan dan kolaborasi
dengan tim medis lainnya yang bersangkutan.

26
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka kami berpesan kepada semua khususnya
tenaga kerja kesehatan agar didalam setiap tindakan keperawatan dan
mendahulukan kebutuhan oksigen bagi penderita yang mengalami gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigen termasuk empiema. Apabila salah dalam
pengambilan keputusan maka akan berakibat fatal bagi pasien. Maka dari itu
keprofesionalan seorang perawat adalah mereka yang dapat memahami kebutuhan
manusia secara menyeluruh. Demi penberian asuhan keperawatan yang
terbaikbagi pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

(Online)http://smakneti.blogspot.co.id/p/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html (Diakses pada 29 November 2015)

(Online)http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35526-
Kep%20Respirasi-Askep%20Empiema.html#popup (Diakses pada 29
November 2015)

28

Vous aimerez peut-être aussi