Vous êtes sur la page 1sur 10

ANALISIS YURIDIS MENGENAI

PENYEBARAN VIDEO PORNO


DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG
UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2008
TENTANG PORNOGRAFI
Submitted by admin on Sat, 01/05/2013 - 16:40
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENYEBARAN VIDEO PORNO
Title DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 44 TAHUN
2008 TENTANG PORNOGRAFI
Publication
Thesis
Type
Year of
2010
Publication
Authors RUDI ATIP
Academic
Hukum Pidana
Department
Degree S1
University Fakultas Hukum Unla
Thesis Type Skripsi
Other
41151015080043
Numbers
Keywords Hukum Pidana
Full Text BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam perkembangan teknologi yang pesat sampai saat ini, manusia telah
mencapai suatu hasil yang mengubah semua cara dan pola pikir dalam masa
datang yaitu dengan adanya komputer.Komputer menghasilkan berbagai
kemudahan dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari.Umat manusia yang
dahulu serba tradisional menjadi sangat modern.Kemajuan teknologi informasi
telah mengubah pandangan manusia tentang berbagai kegiatan yang selama ini
hanya dimonopoli oleh aktivitas yang bersifat fisik belaka.
Internet merupakan jaringan (network) komputer yang terdiri dari ribuan
jaringan komputer independen yang dihubungkan satu dengan yang lainnya.
Pengertian internet yang lebih umum adalah internet merupakan entitas organis
kooperatif, bentuk digital pengalaman manusia yang mampu menampung dan
melayani berbagai bentuk informasi dan kepentingan mulai dari struktur
karbon hingga pacuan kuda. Internet juga menyediakan alat elektronik seperti
perangkat lunak, musik, gambar-gambar, multimedia, video, teks dan cara
yang murah untuk mengubah pembicaraan jarak jauh menjadi pembicaraan
lokal. Berbeda dengan telepon yang merupakan sistem dengan penghubung
satu sambungan pada satu saat, internet memberikan hubungan yang dinamis
dan terbuka kepada banyak orang pada waktu bersamaan.
Sejalan dengan perkembangan arus informasi dan komunikasi global, internet
tumbuh sebagai sarana informasi dan komunikasi global yang sangat
dominan.Kelebihan dari media internet itu adalah mudah diakses di mana-
mana. Dengan mudahnya pengaksesan ini, banyak orang yang merekayasa dan
manipulasi video, yang dilakukan dengan bantuan komputer melalui perangkat
keras (hardware) dan perangkat lunak (software) pengolahanvideo.
Salah satu kasus yang lagi hangat saat ini adalah beredarnya video porno yang
mirip dilakukan oleh artis.Dunia maya kembali dihebohkan dengan video
porno mirip dua artis Indonesia, yaitu Luna Maya-Ariel. Akan tetapi belum
dapat dipastikan apakah video tersebut benar dibintangi kedua artis
tersebut.Terlepas dari asli atau rekayasa video tersebut, peredarannya di
internet sangat meresahkan masyarakat.Dari peredaran yang meresahkan
masyarakat inilah maka Hajar Indonesia melaporkan Luna Maya dan Ariel
'Peterpan' ke polisi atas kasus video porno yang diduga dilakukan keduanya.
Mereka ingin Luna dan Ariel diadili dan dipenjara.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Hajar Indonesia melaporkan Ariel dan
Luna karena dianggap telah melanggar pasal tindak pidana pornografi, Pasal
27 ayat (1) UU RI No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, junto Pasal 282 KUHAP.Video porno mirip Luna Maya dan Ariel
menghebohkan masyarakat melalui internet sejak pekan lalu. Video berdurasi 6
menit 49 detik itu diduga terekam melalui kamera telepon seluler.
Orang yang menyebarluaskan video mesum yang diduga Luna Maya dan Ariel
dapat dijerat UU nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi.Sementara orang
yang memperoleh video, kemudian menyebarkannya lagi kepada orang lain,
atau dengan kata lain 'turunannya', tidakakan dikenai sanksi, karena tujuannya
berbeda dengan yang pertama kali menyebarkan.
Berdasarkan ketentuan Pidana Undang-Undang pornografi disebutkan bahwa
orang yang menyebarluaskan pornografi akan dikenai hukuman pidana paling
lama 12 tahun penjara sebagaimana dimuat Pasal 29 Undang-UndangNomor
44 Tahun 2008.
Pasal tersebut menyatakan, "Setiap orang yang memproduksi, membuat,
memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau
menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama
12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah),
Undang-Undang pornografi lebih cocok digunakan untuk menjerat pelaku
ketimbang Undang-Undang Informasi dan transaksi Eletrronik Nomor 11
tahun 2008.Tapi Undang-Undang ITE juga bisa digunakan untuk menjerat
pelaku penyebaran, memang kalau kesusilaan itu agak sedikit lentur jadi harus
dilihat konteksnya. Kesusilaam itu batasan normatifnya norma yang berlaku di
masyarakat.
Video porno yang diduga diperankan artis Ariel dan Luna Maya sekitar tahun
2009 dan 2010. "Anda memperhatikan tidak, ada berita di situ yang
kejadiannya antara tahun 2009-2010," kata Kepala Bidang Penerangan Umum
Divisi Humas Mabes Polri, Komisaris Besar Polisi Marwoto Soeto di Jakarta.
Apabila dilihat pada adegan video porno itu terdapat monitor televisi
berukuran 14 inci dengan suara pembawa acara yang membacakan kejadian
tahun 2009 dan 2010.
penyidik menetapkan Ariel sebagai tersangka dugaan kasus pembuatan video
porno karena penyanyi terkenal itu membuat video setelah Undang-Undang
Pornografi terbentuk tahun 2008.
Sebelumnya, penyidik menetapkan Ariel menetapkan sebagai tersangka
dengan jeratan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
dengan ancaman penjara 12 tahun.
Kemudian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 27 ayat (1) tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman penjara enam tahun dan
denda Rp1 miliar dan Pasal 282 tentang Asusila Kitab Undang-undang Hukum
Pidana. Penetapan tersangka terhadap Ariel terkait dengan peredaran tiga
rekaman video porno yang diduga mirip Ariel, dan Luna Maya.
Jika kedua Undang-undang tersebut tidak bisa menjerat Ariel dan Luna Maya,
pihak Kepolisian bisa menggunakan Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun
1951 Pasal 5 ayat (3) huruf yang menyatakan
Hukum materiil sipil dan untuk sementara waktu pun hukum materiil pidana
sipil yang sampai kini berlaku untuk kaula-kaula daerah Swapraja dan orang-
orang yang dahulu diadili oleh Pengadilan Adat, ada tetap berlaku untuk kaula-
kaula dan orang itu, dengan pengertian : bahwa suatu perbuatan yang menurut
hukum yang hidup harus dianggap perbuatan pidana, akan tetapi tiada
bandingnya dalam Kitab Hukum Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan
hukuman yang tidak lebih dari tiga bulan penjara dan/atau denda lima ratus
rupiah, yaitu sebagai hukuman pengganti bilamana hukuman adat yang
dijatuhkan tidak diikuti oleh pihak terhukum dan penggantian yang dimaksud
dianggap sepadan oleh hakim dengan besar kesalahan yang terhukum, bahwa,
bilamana hukuman adat yang dijatuhkan itu menurut fikiran hakim melampaui
padanya dengan hukuman kurungan atau denda yang dimaksud di atas, maka
atas kesalahan terdakwa dapat dikenakan hukumannya pengganti setinggi 10
tahun penjara, dengan pengertian bahwa hukuman adat yang menurut faham
hakim tidak selaras lagi dengan zaman senantiasa mesti diganti seperti tersebut
di atas, dan bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum yang hidup harus
dianggap perbuatan pidana dan yang ada bandingnya dalam Kitab Hukum
Pidana Sipil, maka dianggap diancam dengan hukuman yang sama dengan
hukuman bandingnya yang paling mirip kepada perbuatan pidana itu

Ilmu hukum sebagai sebuah kajian sarat akan nilai-nilai moral sehingga pada
setiap praktek penegakan hukum selalu mempertimbangkan nilai-nilai yang
hidup didalam masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai moralitas,
permasalahan pornografi merupakan fenomena yang harus disikapi dengan
arif, karena hal ini terkait dengan permasalahan nilai moralitas dan budaya
bangsa. Pro dan kontra terhadap permasalahan pornografi merupakan bukti
adanya kepedulian bangsa Indonesia terhadap nilai-nilai moralitas dan hak
asasi manusia.
Namun demikian permasalahan pornografi sudah demikian komplek sehingga
pemerintah harus menentukan alternatif penyelesaian masalah tersebut,
kebijakan yang diambil Negara dalam hal ini adalah kebijakan penal yaitu
kebijakan dengan menggunakan peraturan perundang-undangan. Sehingga
pemerintah mengesahkan RUU menjadi undang-undang yakni UU Nomor 44
Tahun 2008 tentang pornografi yang dijadikan acuan normatif penyelesaian
permasalahan pornografi.
Atas dasar itulah maka penulis dalam menyusun skripsi ini mengambil judul
Analsis Yuridis Mengenai Penyebaran Video Porno Dihubungkan dengan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat ditarik suatu
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya penanggulangan Tindak Pidana peredaran video porno
tersebut dan kaitannya dengan ketentuan Undang-undang Nomor 44 Tahun
2008 tentang pornografi ?.
2. Faktor-faktor apakah yang dapat menghambat dalam pengungkapan tindak
pidana peredaran video porno tersebut ?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui, memahami dan mengkajiupaya Penanggulangan Tindak
Pidana peredaran video porno tersebut dan kaitannya dengan ketentuan
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi.
2. Untuk mengetahui, memahami dan mengkaji faktor-faktor apakah yang
dapat menghambat dalam pengungkapan tindak pidana peredaran video porno
tersebut
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik untuk kepentingan
akademis maupun kepentingan praktis sosiologis, yaitu :
1. Manfaat Akademis
Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu
hukum, khususnya bidang pornografi dan pornoaksi dan penyebaran video
porno, serta bermanfaat bagi penelitian-penelitian ilmu hukum selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat pada umumnya terutama yang berkenaan dengan pornografi dan
pornoaksi. Secara sosiologis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
pengetahuan kepada masyarakat tentang penerapan Undang-undang Nomor 44
Tahun 2008 tentang pornografi, khususnya dalam bidang penyebaran video
porno.

E. Kerangka Pemikiran
1. Pengertian dan Tindak Pidana Pornografi
Perbuatan pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa
yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga perbuatan pidana
haruslah diberi arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk
dapat memisahkannya dari istilah yang dipergunakan sehari-hari dalam
masyarakat.
Pemakaian istilah perbuatan pidana beranekaragam. Didalam perundang-
undangan dipakai istilah perbuatan pidana (didalam UU Darurat No. 1 tahun
1951), istilah peristiwa pidana (didalam Konstitusi RIS maupun dalam UUDS
1950), dan istilah tindak pidana yang sering dipergunakan dalam UU
Pemberantasan Korupsi, Subversi, dan lain-lain.Sedangkan didalam beberapa
kepustakaan sering dipakai istilah pelanggaran pidana, perbuatan yang boleh
dihukum, perkara hukuman perdata dan sebagainya.Didalam ilmu pengetahuan
hukum secara universal dikenal dengan istilah delik.
Perumusan perbuatan pidana dapat dibedakan menjadi tiga bentuk disebabkan
karena sumber dan dasar penentuan arti perbuatan pidana.Perumusan
perbuatan pidana menurut peraturan undang-undang dirumuskan sebagai
perbuatan yang dapat diancam dengan pidana.Perumusan yang pertama ini
bersifat lebih sempit karena hanya terikat pada peraturan undang-
undang.Sedangkan Moeljatno merumuskan perbuatan pidana dalam arti suatu
perbuatan yang dilarang dan barangsiapa yang melanggar larangan tersebut
diancam dengan pidana.Perumusan yang kedua ini tampaknya tidak
mengikatkan diri pada peraturan undang-undang saja tetapi luas.Perumusan
perbuatan pidana yang terakhir adalah suatu perbuatan pidana bagi barang
siapa yang melanggar larangan tersebut.Rumusan ini melengkapi rumusan
kedua dengan mengandung kalimat aturan hukum pidana. Rumusan ketiga
ini akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang masih mengenal
kehidupan hukum yang tertulis maupun tidak tertulis, sehingga perumusan
yang ketiga inilah yang dianggap lebih lengkap.
Tindak pidana dapat diberi batasan sebagai perbuatan yang dilarang oleh
Undang-undang disertai ancaman pidana terhadap barang siapa yang
melakukan perbuatan tersebut. Sementara itu menurut Undang-undang
Pornografi, Pornografi adalah gambar, sketsa, animasi, kartun, percakapan,
gerak tubuh atau bentuk pesan lain melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukkan dimuka umum yang membuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat .
Berdasarkan pengertian tindak pidana dan pornografi tersebut, dapat diberikan
batasan tindak pidana pornografi adalah perbuatan dengan segala bentuk dan
caranya mengenai dan yang berhubungan dengan gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun percakapan, gerak
tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi
dan/atau pertunjukkan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat yang dirumuskan
dalam Undang-Undang pornografi dan diancam pidana bagi siap yang
melakukan perbuatan tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008, pengertian objek pornografi
lebih luas dari pada objek pornografi menurut KUHPidana. KUHPidana
menyebut tiga objek, yaitu tulisan, gambar dan benda. Adapun yang termasuk
benda ialah alat untuk mencegah dan menggugurkan kehamilan. Objek
pornografi menurut Undang-Undang Pornografi telah diperluas sedemikian
rupa termasuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar
bergerak, animasi, kartun percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya
melalui berbagai bentuk media komunikasi.
Dalam objek pornografi mengandung tiga sifat, yaitu (1) isinya mengandung
kecabulan, (2) eksploitasi seksual, dan (3) melanggar norma kesusilaan.
Sementara itu, KUHPidana menyebutkan dengan melanggar kesusilaan. Antara
benda pornografi dengan sifat kecabulan dan melanggar norma kesusilaan
merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Oleh karena memuat
kecabulan, maka melanggar norma kesusilaan. Kecabulan merupakan isi dari
pornografi. Pornografi yang mengandung isi kecabulan tersebut harus
terbentuk dalam suatu wujud, misalnya dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi,
foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun percakapan. Pada
wujud inilah terdapat isi kecabulan.
Objek pornografi yang menjadi landasan utama pembentukan tindak pidana
pornografi disebut secara limitatif dan bersifat terbuka. Disebutkan macam-
macam objek pornografi dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-undang pornografi.
Akan tetapi, masih dimungkinkan hakim menentukan objek lain, khususnya
mengenai objek pesan melalui alat-alat komunikasi. Kiranya dengan cara
merumuskan yang demikian itu, memberi kemungkinan ke depan memasukkan
pesan melalui alat komunikasi babaru yang sekarang belum dikenal.

Tindak pidana pornografi dimuat dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 38


Undang-undang Pornografi. Apabila dilihat dari sudut perbuatan yang dilarang,
maka terdapat 33 tindak pidana pornografi yang dimuat dalam sepuluh pasal.
2. Tindak Pidana Peyebaran Video porno
Mahathir Mohammad mengatakan, teknologi informasi telah menjadikan dunia
bagai terkena badai. Manusia dihadapkan dengan 2 pilihan, memilih dan
mengambil kesempatan tersebut atau menjauh dan tetap tinggal dalam hutan
belantara. Pilihan pertama jika dipilih, dapat membawa manusia kepada cahaya
ilmu pengetahuan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, sedangkan
pilihan yang lain dapat menuntun kepada keterbelakangan serta kegelapan.
Itulah alasan dari pemerintah Malaysia mengambil pilihan pertama, sekaligus
menandai dimulainya era baru dari masyarakat berbasis ilmu pengetahuan
(knowledge based society) yang memungkinkan penguatan dan penciptaan
teknologi di masa depan. Tetapi, pembangunan dalam teknologi informasi
tanpa dibarengi dengan pembangunan hukum, dapat menghasilkan
penyalahgunaan yang merusak bagi penggunannya.
Internet dipercaya untuk menjadi anarkis dan sistem dari hukum dan regulasi
akan terlihat kontradiktif. Semua yang mengenai atau berhubungan atau
berasal dari tiap aspek legal atau isu tentang tiap aktifitas dari pengguna dunia
maya dan lainnya. Perkembangan dunia internet mendorong kebutuhan akan
mekanisme pengaturan yang efektif yang akan memperkuat salah satu
infrastruktur fundamental dari Sisfonas yaitu Regulasi, hal ini sangat krusial
bagi suksesnya pengembangan Sisfonas. Semua mekanisme regulasi dan
infrastruktur legal merupakan domain dari penggunaan internet.
Dalam tatanan global, pada tahap awal perkembangan. Tidak berbeda dengan
peradaban dan masyarakat yang dalam sejarahnya membutuhkan waktu untuk
berkembang dan memperhalus sistem hukum mereka, begitu juga dengan
internet, akan dibutuhkan untuk menyebarkan semua informasi dengan baik.
Tiap negara dengan bagian yang berbeda telah mengadopsi strategi mereka
masing-masing pada bidang baru ini.
Sebagaimana lazimnya pembaharuan teknologi, internet selain memberi
manfaat juga menimbulkan ekses negatif dengan terbukanya peluang
penyalahgunaan teknologi tersebut. Hal itu terjadi pula untuk data dan
informasi yang dikerjakan secara elektronik. Dalam jaringan komputer seperti
internet, masalah kriminalitas menjadi semakin kompleks karena ruang
lingkupnya yang luas. Menurut Edmon Makarim kriminalitas di internet pada
dasarnya adalah suatu tindak pidana yang berkaitan dengan penyebaran video
porno, baik yang menyerang fasilitas umum di dalam kehidupan masyarakat
ataupun kepemilikan pribadi.
Jenis-jenis kejahatan di internet terbagi dalam berbagai versi. Salah satu versi
menyebutkan bahwa kejahatan ini terbagi dalam dua jenis, yaitu kejahatan
dengan motif intelektual. Biasanya jenis yang pertama ini tidak menimbulkan
kerugian dan dilakukan untuk kepuasan pribadi. Jenis kedua adalah kejahatan
dengan motif politik, ekonomi, atau kriminal yang potensial menimbulkan
kerugian bahkan perang informasi. Versi lain membagi kejahatan menjadi tiga
bagian yaitu pelanggaran akses, pencurian data, dan penyebaran informasi
untuk tujuan kejahatan.
Selain mengatur seputar keabsahan informasi elektronik / dokumen elektronik
dan transaksi elektronik, UU ITE juga mengatur mengenai beberapa tindak
pidana yang telah diatur dalam KUHP yang disebarluaskan dalam bentuk
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, yaitu antara lain
penghinaan atau pencemaran nama baik; penyebaran tulisan atau gambar yang
melanggar kesusilaan; perjudian; dan pemerasan atau pengancaman.
Masalahnya, tidak ada penjelasan lebih lanjut dalam UU ITE mengenai
pengertian penghinaan, pencemaran nama baik dan kesusilaan tersebut.
Padahal, KUHP sendiri tidak memberikan penjelasan mengenai hal tersebut.
Akibat ketidakjelasan pengertian tersebut, hal ini sering menimbulkan masalah
dalam penerapan pasal-pasal KUHP tersebut.
Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Iinformasi dan
Transaksi Elektronik yang dituduhkan kepada Ariel pada pokoknya melarang
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan. Bagi pelanggarnya dapat diancam pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar, sebagaimana
dimaksud pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahnu 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Eletronik.
Jika dilihat dari KUHP, sebagai produk hukum masa Hindia Belanda, KUHP
tentu tidak bisa mengatur dengan terperinci semua hal yang baru ada di
kemudian hari. Hal ini dapat dilihat pada pasal 282 KUHP yang dituduhkan
kepada Ariel. Pada pokoknya, pasal tersebut mengatur larangan untuk
menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan, gambar atau benda
di muka umum, yang isinya melanggar kesusilaan. Pelanggar pasal tersebut
dapat diancam pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan.
Pasal tersebut tidak menyebut video sebagai obyek yang disebarluaskan.
Namun, sepertinya gambar seharusnya bisa diinterpretasikan juga sebagai
gambar bergerak, sehingga video dapat masuk dalam lingkup pasal 282
KUHPidana tersebut.
Metode interpretasi yang digunakan disebut interpretasi secara ekstensif, yaitu
penafsiran dengan cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam undang-
undang sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan ke dalamnya. Metode
interpretasi tersebut biasanya digunakan hakim dalam melakukan penemuan
hukum (rechtsvinding) manakala pengaturan suatu undang-undang tidak
memadai.
Suatu contoh penggunaan metode interpretasi secara ekstensif yang telah
dikenal luas adalah bahwa menyambung atau menyadap aliran listrik dapat
dianggap sebagai tindak pidana pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 362
KUHPidana. Interpretasi ini menganggap listrik sebagai perluasan arti dari
barang (benda) sebagaimana dimaksud dalam pasal 362 KUHPidana.
Unsur melanggar kesusilaan yang bersifat normatif dalam pasal 282
KUHPidana pada dasarnya tidak mudah untuk dibuktikan. Hal ini karena tidak
mudah untuk mengukur nilai-nilai kesusilaan secara obyektif.
Keadaan yang menyertai mengenai subjek tindak pidana merupakan segala
keadaan yang melekat atau menyertai pada diri si pembuat tindak pidana. Dari
sifatnya dibedakan antara yang bersifat objektif dan yang bersifat subjektif.
Keadaan yang menyertai mengenai subjek hukum yang bersifat objektif yakni
segala sesuatu mengenai kualitas pribadi si pembuat.
Sementar unsur keadaan yang menyertai mengenai subjek tindak pidana yang
bersifat subjektif ialah keadaan mengenai batin subjek hukum tindak pidana.
Ariel dijeratan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
dengan ancaman penjara 12 tahun. Kemudian Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Pasal 27 ayat (1) tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
dengan ancaman penjara enam tahun dan denda Rp1 miliar dan Pasal 282
tentang Asusila Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Penetapan tersangka
terhadap Ariel terkait dengan peredaran rekaman video tersebut

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan mengkaji data sekunder sebagai data utamanya.Jadi dalam
penelitian ini data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan sumber data
sekunder dengan menggunakan metode pendekatan yuridis, yaitu menganalisis
permasalahan dari sudut pandang/menurut ketentuan hukum/perundang-
undangan yang berlaku.
2. Sumber Data
Data yang butuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari penelitian kepustakaan yang berupa bahan-bahan hukum.
Bahan-bahan hukum tersebut terdiri dari :
a) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, yang
berupa:
1) Undang-Undang Dasar
2) KUH Pidana
3) Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951
4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi
Elektronik
5) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
b) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang bersifat menjelaskan
terhadap bahan hukum primer, yang terdiri dari buku-buku literatur, artikel,
hasil penelitian (wawancara) dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan
dengan penelitian ini.
c) Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang terdiri dari:
1) Kamus Umum Bahasa Indonesia
2) Kamus Istilah Hukum
3) Ensiklopedia
3. Metode Pengumpulan Data
a) Penelitian lapangan, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan
dengan wawancara dan mengajukan daftar pertanyaan kepada yang berkenaan
dengan penelitian ini di sespimpol, Pengadilan Negeri kelas I Bandung, kantor
pengacara Roberto Hutagalung SH. MH di dago Bandung.
b) Penelitian kepustakaan, dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan
dengan cara studi dokumen, yaitu mengkaji, mengolah dan menelaah bahan-
bahan hukum yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
4. Metode Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah normatif kualitatif,
yaitu data yang diperoleh dari penelitian disajikan secara deskriptif dan
dianalisis secara kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan dalam
penelitian
b) Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan
c) Data yang telah disistematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan
dasar dalam mengambil kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan
Guna memudahkan dalam memahami isi dari skripsi ini, berikut disajikan
Sistematika Penulisan dari skripsi ini yang terbagi ke dalam beberapa bab dan
masing-masing bab terbagi ke dalam beberapa sub-sub. Adapun masing-
masing bab tersebut adalah :

BAB I.
Pada bab pendahuluan ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah dan tinjauan penelitian yang merupakan bekal dasar bagi penulis
dalam menyusun skripsi ini. Selanjutnya pada bab pendahuluan ini juga
diuraikan tentang tujuan penelitian dan metode penelitian yang meliputi jenis
penelitian, sumber data, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan
analisis data. Pada akhir dari bab ini disajikan sistematika penulisan skripsi.
BAB II.
Pada bab ini diuraikan dan dibahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan
pornografi dan tindak pidana pornografi. Adapun uraian dan pembahasan
dalam bab ini meliputi : pengertian dan pengaturan tindak pidana, dan faktor-
faktor yang melatarbelakangi dilakukannya tindak pidana
pornografi.Selanjutnya pada akhir dari bab ini akan diuraikan dan di bahas
tentang kemampuan hukum pidana untuk menanggulangi tindak pidana
pornografi.

BAB III
Pada bab ini diuraikan dan dibahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan
tindak pidana pornografi. Adapun pembahasan dalam bab ini meliputi :
pengertian tindak pidana pornografi, dan upaya hukum.

BAB IV
Pada bab ini diuraikan dan sekaligus dilakukan pembahasan dan analisis
terhadap tindak pidana pornografi dalam UU No 44 Tahun 2008. Adapun
uraian dari pembahasan pada bab ini meliputi : prosedur pengungkapan tindak
pidana peredaran video porno tersebut dan kaitannya dengan ketentuan
Undang-undang pornoaksi dan pornografi, faktor-faktor apakah yang dapat
menghambat dalam pengungkapan tindak peredaran dari video porno tersebut,
dan cara mengatasi faktor-faktor yang dapat menghambat dalam pengungkapan
tindak pidana peredaran video porno.

BAB V
Pada bab ini disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap
permasalahan dalam skripsi ini dan sekaligus disajikan saran yang merupakan
sumbangan pemikiran dan rekomendasi dari penulis terhadap tindak pidana
pornografi

Vous aimerez peut-être aussi