Vous êtes sur la page 1sur 38

LAPORAN KASUS

GUILLAIN BARRE SYNDROME (GBS)

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior

Pada Bagian/SMF Ilmu Neurologi Fakultas Kedokteran Abulyatama

Rumah Sakit Datu Beru Takengon

DEASSY BUSTAMI

NIM : 16174001

Pembimbing :

dr. Maulida, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH

2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

GUILLAIN BARRE SYNDROME (GBS)

Deassy Bustami

NIM : 16174001

PEMBIMBING :

dr. Maulida, Sp.S

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus dengan

judul GUILLAIN BARRE SYNDROME (GBS).

Dengan rasa hormat, saya juga menyampaikan rasa terima kasih atas

bantuan dari semua pihak, terutama kepada:

dr. Maulida, Sp.S selaku dosen pengajar di SMF bagian Neurologi dan

dokter pembimbing referat kami.

Saya menyadari sepenuhnya laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,

oleh karena itu saya menerima saran dan kritik yang membangun untuk

menyempurnakan laporan kasus ini agar lebih baik. Harapan saya semoga laporan

kasus ini dapat bermanfaat bagi kita bersama.

Takengon, 4 Agustus 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi ..................................................................................................... 7

2.2 Epidemiologi ........................................................................................... 8

2.3 Etiologi ..................................................................................................... 8

2.4 Klasifikasi ................................................................................................ 9

2.5 Patofisiologi ........................................................................................... 11

2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................. 12

2.7 Diagnosis................................................................................................ 13

2.8 Diagnosis Banding ................................................................................ 17

2.9 Penatalaksanaan ................................................................................... 18

2.10 Komplikasi ............................................................................................ 19

2.11 Prognosis ............................................................................................... 20

BAB III. KESIMPULAN .................................................................................... 21

BAB IV. LAPORAN KASUS ............................................................................. 22

BAB V. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 37

3
BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Centers of Disease Control and Prevention / CDC (2012),

Guillain Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit langka di mana sistem kekebalan

seseorang menyerang sistem syaraf tepi dan menyebabkan kelemahan otot bahkan

apabila parah bisa terjadi kelumpuhan. Hal ini terjadi karena susunan syaraf tepi

yang menghubungkan otak dan sumsum belakang dengan seluruh bagian tubuh

kita rusak. Kerusakan sistem syaraf tepi menyebabkan sistem ini sulit

menghantarkan rangsang sehingga ada penurunan respon sistem otot terhadap

kerja sistem syaraf.1

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah sekelompok gangguan yang

diperantarai sistem imun yang secara umum dicirikan dengan disfungsi motorik,

sensorik dan otonom. Dalam bentuknya yang klasik, GBS adalah suatu acute

inflammatory demyelinating polyneuropathy (AIDP), yang dicirikan dengan

kelemahan otot simetris ascending progresif, dan hiporefleks dengan atau tanpa

gejala sensorik atau otonom; walapun begitu varian yang melibatkan saraf

kranialis atau keterlibatan motorik murni dapat juga dijumpai. Selain AIDP,

bentuk yang paling umum dikenali, varian lainnya mencakup acute motor axonal

neuropathy (AMAN) dan acute motor-sensory axonal neuropathy (AMSAN).

Pada kasus yang berat, kelemahan otot dapat menyebabkan gagal nafas, dan

disfungsi otonom dapat memperumit penggunaan obat sedatif dan vasoaktif.2

Dengan terkendalinya poliomyelitis, GBS menjadi penyebab paling

penting dari acute flaccid paralysis. Penyakit ini terjadi di seluruh dunia dan

4
mengenai anak-anak maupun orang dewasa. Guillain Barre Syndrome adalah

diagnosis yang secara utama dibuat dengan riwayat penyakit dan gejala klinis.2

Infeksi gastrointestinal atau pernafasan ringan mendahului gejala neuropatik pada

1 hingga 3 minggu sebelumnya (kadang-kadang lebih lama) pada sekitar 60%

kasus.2

Penelitian kini menunjukkan bahwa Campylobacter jejuni adalah

organisme penginfeksi yang paling sering dijumpai namun hanya dijumpai pada

proporsi kecil kasus. Kejadian sebelumnya atau penyakit yang berhubungan

lainnya mencakup viral exanthems dan penyakit virus lainnya [cytomegalovirus

(CMV), Epstein-Barr virus (EBV), infeksi bakteri selain Campylobacter

(Mycoplasma pneumoniae, Lyme disease), paparan terhadap agen trombolitik,

dan limfoma (terutama Hodgkin disease).2

Guillain Barre Syndrome adalah suatu penyebab disabilitas jangka

panjang yang penting untuk sedikitnya 1,000 orang tiap tahun di Amerika Serikat.

Karena GBS terjadi pada umur yang relatif muda dan harapanhidup yang masih

panjang setelah GBS,setidaknya 50.000 orang di Amerika Serikat mengalami efek

residual dari GBS. Lebih kurang 40% pasien yang diopname dengan GBS akan

memerlukan rehabilitasi saat dirawat. Untuk pasien GBS yang memerlukan

opname untuk rehabilitasi,perlunya penggunaan ventilator memberikan dugaan

yang kuat akan panjangnya masa rawat inap untuk rehabilitasi.2

Hal lainnya yang mempengaruhi rehabilitasi adalah disautonomia,

keterlibatan saraf kranial, dan berbagaikomplikasi medis lainnya yang

berhubungan dengan GBS. Sindroma nyeri deaferentasi merupakan hal yang

5
sering dijumpai pada tahap awal penyembuhan. Berbagai Universitas Sumatera

Utara komplikasi medis seperti trombosis vena dalam, kontraktur sendi,

hiperkalsemia akibat immobilisasi dan dekubitus juga dapat dijumpau pada tahap

awal penyembuhan dan dapat mempengaruhi program rehabilitasi . Anemia

adalah hal yang sering pada beberapa bulan awal penyakit namun tampaknya

tidak mempengaruhi pemulihan fungsional. Terapi harusnya tidak membebani

unit motorik, yang berhubungan dengan kelemahan paradoksikal.2

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem

kekebalan tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya

sendiri 3) dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf

motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang

saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat.3

Otot-otot wajah mungkin lumpuh juga, sehingga sulit untuk menelan

normal. Pada kasus yang berat, kelumpuhan otot pernafasan membutuhkan

ventilasi buatan (respirator). Dengan perawatan medis yang intensif dan

dukungan, mayoritas pasien sembuh,sepenuhnya. Namun sekitar 10% - 20%

sisanya dengan beberapa sisa kelemahan. Penyakit adalah akibat dari peradangan

dan kerusakan mielin (material lemak, terdiri dari lemak dan protein yang

membentuk selubung pelindung di sekitar beberapa jenis serat saraf) yang mirip

dengan yang terlihat pada multiple sclerosis. Perbedaan utama, bagaimanapun,

adalah bahwa multiple sclerosis menyerang sistem saraf pusat, sedangkan pada

sindrom Guillain-Barre, itu adalah saraf perifer yang terpengaruh. Kerusakan

saraf ini dianggap sebagai hasil dari reaksi kekebalan yang abnormal terhadap

mielin sistem saraf perifer. Perbedaan lain adalah bahwa sindrom Guillain-Barre

tidak terulang kecuali dalam kasus yang jarang terjadi.4

2.2 EPIDEMIOLOGI

7
Di Amerika Serikat, insiden terjadinya GBS berkisar antara 0,4 2,0

per 100.000 penduduk. GBS merupakan a non sesasonal disesae dimana resiko

terjadinya adalah sama di seluruh dunia pada pada semua iklim. Perkecualiannya

adalah di Cina, dimana predileksi GBS berhubungan dengan Campylobacter

Jejuni, cenderung terjadi pada musim panas.3

GBS dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun

ras. Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,6 1,9 per 100.000

penduduk. Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. GBS

merupakan penyebab paralisa akut yang tersering di negara barat.3,2

Angka kematian berkisar antara 5 10 %. Penyebab kematian

tersering adalah gagal jantung dan gagal napas. Kesembuhan total terjadi pada

90% 95% penderita GBS. Antara 5% 10 % sembuh dengan cacat yang

permanen.3

2.3 ETIOLOGI

Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena

hilangnya myelin, material yang membungkus saraf. Hilangnya myelin ini disebut

demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf

tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi

dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS

disebut juga Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

(AIDP).3,4

8
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini

belum diketahui. Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh

penyakit autoimun.3

GBS dapat mempengaruhi semua kelompok usia, tetapi Anda berada di

risiko yang lebih besar jika:4

Anda seorang dewasa muda

Anda seorang dewasa yang lebih tua

Guillain-Barre mungkin dipicu oleh:4

Paling sering, infeksi dengan campylobacter, jenis bakteri yang sering

ditemukan dalam makanan matang, khususnya unggas.

Operasi

Virus Epstein-Barr

Penyakit Hodgkin

Mononucleosis

HIV, virus penyebab AIDS

Rabies atau imunisasi influenza (tetapi jarang terjadi)

2.4 KLASIFIKASI

Guillain Barre Syndrome diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)

Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)

adalah jenis paling umum ditemukan pada GBS, yang juga cocok dengan gejala

asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah

9
kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang

paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan

bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi

segmental makrofag.5

b. Acute motor axonal neuropathy (AMAN)

Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim

panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga

65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada

kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya,

ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan

dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis

yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi

mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan melalui interneuron

spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.5

c. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit

akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf

sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik

atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.5

d. Miller Fisher Syndrome

Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia,

arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy,

10
dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua

menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan

imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI,

dan dorsal root ganglia.5

2.5 PATOFISIOLOGI

Infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen

lain memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen

tersebut mengaktivasi sel limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses

pematangan limfosit B dan memproduksi autoantibodi spesifik. Ada beberapa

teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri

mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya

sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut

menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri

berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin

bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon.3

Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin

disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan

myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di

invasi oleh antigen tersebut. Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel

saraf tidak dapat mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan

kemampuannya untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih

sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh.3

11
2.6 MANIFESTASI KLINIS

GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa

baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat

ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.

Refelks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.

Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan

menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke

ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi

mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid.

Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial

diplegia. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan dan bahkan

20% pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. Anak anak biasanya

menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari menolak

untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia.

Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan

dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan

sensasi getar. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan

disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai

kelemahan otot yang terjadi terutama pada anak anak. Rasa sakit ini biasanya

merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang dapat

menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.

Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan

kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi,

12
aritmia bahkan cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan

kelainan dalam berkeringat. Hipertensi terjadi pada 10 30 % pasien sedangkan

aritmia terjadi pada 30 % dari pasien.

Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa

disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering ( 50% ) adalah

bilateral facial palsy.

Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan

untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan

bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur

(blurred visions).

2.7 DIAGNOSIS

a. Klinis

Diagnosa GBS terutama ditegakkan secara klinis. GBS ditandai

dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang bersifat ascending disertai

hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga

minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada

likuor dan gangguan otonom, sensorik dan motorik perifer. Kriteria

diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu :5

Gejala utama

1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan

atau tanpa disertai ataxia

2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general

13
Gejala tambahan

1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu

2. Biasanya simetris

3. Adanya gejala sensoris yang ringan

4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral

5. Disfungsi saraf otonom

6. Tidak disertai demam

7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4

Pemeriksaan LCS

1. Peningkatan protein

2. Sel MN < 10 /ul

Pemeriksaan elektrodiagnostik

1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf

Gejala yang menyingkirkan diagnosis

1. Kelemahan yang sifatnya asimetri

2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten

3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul

4. Gejala sensoris yang nyata

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang

bersifat difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan

menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan

14
pada otot otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan

kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak

ditemukan.3

c. Pemeriksaan Penunjang

Sebuah tekan tulang belakang (tusuk lumbal) dan tes fungsi saraf

umumnya digunakan untuk mengkonfirmasikan diagnosis sindrom Guillain-

Barre:

1. Spinal tap (tusuk lumbalis) = (lumbar puncture)

Prosedur ini melibatkan menarik sejumlah kecil cairan dari kanal

tulang belakang di daerah (lumbar. Cairan cerebrospinal kemudian diuji

untuk jenis tertentu perubahan yang biasanya terjadi pada orang yang

memiliki sindrom Guillain-Barre. Jika Anda memiliki GBS, tes ini dapat

menunjukkan peningkatan jumlah protein ( 1 1,5 g / dl ) dalam cairan

tulang belakang tanpa diikuti kenaikan jumlah sel lain sebagai tanda infeksi

lain.3,4

Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit

tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya

terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS

pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm3 pada

kultur LCS tidak ditemukan adanya virus ataupun bakteri.3

2. Tes fungsi saraf

15
- Elektromiografi membaca aktivitas listrik dalam otot Anda untuk

menentukan apakah kelemahan Anda disebabkan oleh kerusakan otot

atau kerusakan saraf.4 Gambaran elektromiografi pada awal penyakit

masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan

puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga

mulai menunjukkan adanya perbaikan. Pada pemeriksaan EMG minggu

pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau bahkan blok dalam

penghantaran impuls , gelombang F yang memanjang dan latensi distal

yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan

terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan

menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.3

- Studi konduksi saraf menilai bagaimana saraf dan otot menanggapi

rangsangan listrik kecil. Jika Anda memiliki GBS, hasilnya mungkin

menunjukkan melambatnya fungsi saraf, yang biasanya menunjukkan

bahwa kerusakan meliputi selubung mielin dari saraf perifer.

3. MRI

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika

dilakukan kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan

memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini

dapat terlihat pada 95% kasus GBS.3

4. Pemeriksaan Serum CK

16
Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit.

Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada

stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy.3

2.8 DIAGNOSIS BANDING

GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat

seperti myelopathy, dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya spinal

cord syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya

asimetris, dan disertai demam.3

GBS juga harus dibedakan dengan neuropati akut lainnya seperti

porphyria, diphteria, dan neuropati toxic yang disebabkan karena keracunan

thallium, arsen, dan plumbum.3

Kelainan neuromuscular junction seperti botulism dan myasthenia

gravis juga harus dibedakan dengan GBS. Pada botulism terdapat keterlibatan otot

otot extraoccular dan terjadi konstipasi. Sedangkan pada myasthenia gravis terjadi

ophtalmoplegia.3

Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS, namun

kelumpuhan yang terjadi sifatnya paroxismal. Pemeriksaan CPK menunjukkan

peningkatan sedangkan LCS normal.3

2.9 PENATALAKSANAAN

Pada mayoritas pasien dengan GBS, terapi harus dimulai secepat

mungkin setelah diagnosis ditegakkan. Dua minggu setelah gejala motorik

tampak, efektivitas pemberian imunoterapi tidak dapat diketahui dengan pasti.

17
Terapi imunomodulator seperti plasmaferesis atau imunoglobulin intravena (IVIg)

sering digunakan. Manfaat kortikosteroid pada GBS masih belum jelas. Dapat

diberikan vitamin neurotropik. Keputusan untuk menggunakan terapi

imunomodulator adalah berdasar pada derajat keparahan penyakit, progresifitas

dan lamanya waktu antara gejala pertama dengan manifestasi klinisnya. Nyeri

yang timbul pada GBS dapat diberikan Gabapentin (15 mg/kgBB/hari) atau

Karbamazepin (300 mg/hari). Heparin (Dosis 2x5000 unit subkutan) atau

enoxaparin (40 mg) digunakan dalam pencegahan trombosis vena.5

Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek

lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling

efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala.

Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 50 ml / kg BB) dengan saline dan

albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik

berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE.3

Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat

menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto

antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian

menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak

terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul

dengan dosis 0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan

dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya

memberikan PE atau IVIg.3

18
Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan

fleksibilitas otot setelah paralisa.3

2.10 KOMPLIKASI

Komplikasi dari sindrom Guillan-Barre dapat termasuk :

a. Kesulitan bernapas

Sebuah komplikasi berpotensi mematikan sindrom Guillain-Barre

adalah kelemahan atau kelumpuhan bisa menyebar ke otot yang mengontrol

pernapasan anda. Anda mungkin butuh bantuan sementara dari mesin untuk

bernapas ketika Anda sedang dirawat di rumah sakit untuk perawatan.4

b. Sisa mati rasa atau sensasi lainnya.

Kebanyakan penderita sindrom Guillain-Barre sembuh sepenuhnya

atau hanya kecil, kelemahan residu atau sensasi abnormal, seperti mati rasa atau

kesemutan. Namun, pemulihan sepenuhnya mungkin lambat, sering mengambil

tahun atau lebih. Kurang dari 1 dalam 10 orang dengan pengalaman sindrom

Guillain-Barre.4

komplikasi jangka panjang, seperti:

a. Komplikasi serius, masalah permanen dengan sensasi dan koordinasi, termasuk

beberapa kasus kecacatan parah, kontraktur pada sendi.3,4

b. Sebuah kambuhnya sindrom Guillain- Barre.4

c. Kematian dari komplikasi seperti sindrom gangguan pernapasan dan serangan

jantung.4

19
Tingkat keparahan, gejala awal sindrom Guillain-Barre secara

signifikan meningkatkan risiko komplikasi jangka panjang yang serius.

2.11 PROGNOSIS

Sebanyak 60-80% pasien GBS sembuh sempurna setelah 6-8 bulan.

Sisanya mengalami disabilitas karena melibatkan otot pernapasan dan gangguan

fungsi otonom. Kematian pada penderita biasanya disebabkan oleh aritmia, gagal

nafas, infeksi, pneumonia aspirasi, dan emboli paru. Guillain-Barre syndrome

dalam bentuk yang berat memiliki dampak jangka panjang yang serius

terhadap pekerjaan dan kehidupan pasien, meskipun setelah 3-6 tahun

onset gejala.

Pemulihan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun. Faktor

prognostik negatif yang menentukan dalam perkembangan GBS ialah usia lanjut,

gangguan nervus kraniais, adanya kebutuhan ventilasi mekanik,dan pola lesi

aksonal.5

20
BAB III

KESIMPULAN

Guillain Barre Syndrome merupakan penyakit serius dengan angka

kesakitan dan kematian yang cukup tinggi.

Walaupun tersedia adanya ICU, ventilator, dan terapi imunomodulator

spesifik, sekitar 5 % dari pasien GBS dapat mengalami kematian dan 12 % tidak

dapat berjalan tanpa bantuan selama 48 minggu setelah gejala pertama muncul

20% pasien akan tetap hidup dengan memiliki gejala sisa.

Selama ini para peneliti tetap mencari alternatif yang paling baik dan

paling efektif dari PE dan IVIg, dan para dokter harus dapat mengenali gejala

GBS sehingga dapat menegakkan diagnosis sedini mungkin. Penegakan diagnosis

lebih dini akan memberikan prognosis yang lebih baik.

21
BAB IV

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien
a. Nama : Nn. Mawarni
b. Umur : 19 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Silih Nara
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : Mahasiswi
g. Status Perkawinan : Belum menikah
h. Tanggal Masuk RS : 22 Juli 2017
i. Tanggal Pemeriksaan : 30 Juli 2017
j. No. RM : 1567XX

2. Anamnesis :
a. Keluhan utama
Ekstremitas sulit digerakkan

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kedua kaki tidak bisa di gerakkan,
keluhan sudah dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk RS. Awalnya kaki
terasa kebas yang menjalar dari jari kaki menjalar ke pinggang. Kaki tidak
bisa di gerakkan kira-kira 4 jam dari pertama kali kaki terasa kebas.
Seminggu sebelum kaki kebas pasien ada demam selama 2 hari, mual
dan muntah disangkal. Riwayat trauma disangkal. BAB tidak ada sejak
kemarin dan BAK tidak ada sejak tadi pagi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


- Hipertensi (-)
- Diabetes mellitus (-)
- Cholesterol (-)

22
d. Riwayat Penyakit Keluarga
- Hipertensi (-)
- Diabetes mellitus (-)
- Stroke (-)
- Penyakit jantung (-)
e. Riwayat Kebiasaan
- Merokok (-)
- Konsumsi kopi (-)

3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan Darah : 102/84 mmHg

Nadi : 64 x/menit

Pernafasan : 24 x/menit

Suhu : 37,8oC

NPS : 0

a. Status Internus
- Kulit
warna : kuning langsat
turgor : kembali cepat
sianosis : (-)
ikterus : (-)

23
- Kepala
Rambut : hitam (+) distribusi tidak merata.
Wajah : simetris,oedema (-), deformitas (-)
Mata : Pupil : isokor (+/+)
Congjungtiva palpebra : pucat (-/-)
Sklera : Ikterik (-/-)

Telinga : serumen (-/-), darah (-/-),

Hidung : Nafas cuping hidung (-), Deformitas (-), Septum deviasi


(-), Konka hiperemis (-), Pembesaran konka (-) Sekret (-)

Mulut : bibir : pucat (-), mukosa basah (-), sianosis (-)

Lidah : tremor (-), hiperemis (-), beslag (-)

Tonsil : hiperemis (-)

Faring : hiperemis (-)

- Leher : Kulit seperti warna sekitar

Pembesaran kelenjar tiroid (-)

Pembesaran kelenjar getah bening (-)

Deviasi trakea (-)

Otot bantu pernafasan (-)

24
- Thorax :

Paru Dextra Sinistra


1. Inspeksi Simetris, statis, dinamis Simetris, statis, dinamis
2. Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Pelebaran ICS (-) Pelebaran ICS (-)
3. Perkusi Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Suara dasar vesikuler Suara dasar vesikuler
4. Auskultasi Ronki (-) Ronki (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 cm medial linea
midclavicula sinistra
Perkusi : batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinsitra
batas kanan bawah : ICS V linea sternalis dextra
batas kiri bawah : ICS V 2 cm ke arah medial
midclavikula sinistra
Auskultasi : bunyi jantung 1 > bunyi jantung II, bising (-)

- Abdomen

Inspeksi : Permukaan datar, warna sama seperti kulit di sekitar


Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, ginjal tidak
teraba.
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Pekak Hepar (+)
Tidak terdapat nyeri ketok ginjal dextra/sinistra
Auskultasi : Bising usus (+) normal

25
- Ekstremitas
Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianosis - - - -
Oedema - - - -
Fraktur - - - -
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas Terbatas Terbatas
Kekuatan Lateralisasi dextra

b. Status Neurologi
- GCS : E4V5M6
- Nervus Kranial
1. N I (Olfactorius)
Daya penciuman : normal
2. N II (Optikus)
Visus : 6/60
Lapangan pandang : normal
Pengenal warna : tidak dinilai
Refleks cahaya langsung : (+/+)
3. N III (Oculomotorius)
Bentuk : Kanan (normal), Kiri (normal)
Ukuran : Kanan (3mm), Kiri (3mm)
Reflek pupil indirect : (+/+)
Nistagmus : normal
Strabismus : normal
*Nervus III, IV,VI (Gerakan Okuler)
Pergerakan bola mata
Kanan Kiri
Lateral normal
Atas normal
Bawah normal

26
Medial normal
Diplopia (-) (-)

4. N V (Trigeminus)
Motorik : Menggigit : normal
Mengunyah : Normal
Membuka mulut : Normal
Sensorik : Fungsi sensasi wajah : Normal
Refleks Kornea : (+/+)
5. N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi : Normal
Sudut bibir : Normal
Menutup mata : Normal
Mengembungkan pipi : Normal
Memperlihatkan gigi : Normal
Fungsi pengecapan : Normal
6. N VIII (Vestibulokoklearis)
Pendengaran : Baik
7. N IX (Glossofaringeus) dan N X (Vagus)
Bicara : Baik
Refleks menelan : Baik
8. N XI (Accesorius)
Memutar kepala : Normal
Angkat bahu : Normal
9. N XII (Hipoglossus)
Sikap lidah : Normal
Artikulasi : Normal
Menjulurkan lidah : Normal

27
- Rangsangan meningeal
1. Kaku kuduk : (-)
2. Brudzinski I : (-)
3. Brudzinski II : (-)
4. Kernig sign : (-)
5. Laseque : (-)

- Refleks
1. Gerakan Abnormal (-)
2. Tonus
Tangan : Kanan (Normotoni), Kiri (Normotoni)
Kaki : Kanan (Normotoni), Kiri (Normotoni)
3. Klonus
Paha : (-)
kaki : (-)

- Reflek Fisiologis
1. Biceps : Kanan (+), Kiri (+)
2. Triceps : Kanan (++), Kiri (+)
3. Patella : Kanan (-), Kiri (+)
4. Achilles : Kanan (+), Kiri (+)

- Reflek Patologis
1. Hofman tromer : Kanan (-), Kiri (-)
2. Babinski : Kanan (-), Kiri (-)
3. Chaddock : Kanan (-), Kiri (-)
4. Gordon : Kanan (-), Kiri (-)
5. Gonda : Kanan (-), Kiri (-)
6. Openheim : Kanan (-), Kiri (-)
7. Bing : Kanan (-), Kiri (-)

28
4. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Tanggal pemeriksaan : 21 Juli 2017
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 10,92 [103/UL] 4,0-11,0 [103/UL]
PLT 293 [103/UL] 150-400 [103/UL]
HGB 11,0 [g/dL] 12-16 [g/dL]
Glukosa Sewaktu 111 mg/dl < 180 mg/dl
Ureum 23 mg/dl 10 50 mg/dl
Creatinin 0,3 mg/dl < 1,4 mg/dl

2. RO Thorax AP/Lat

Kesan : Foto Thoracal AP/Lat Dalam Batas Normal

29
5. Resume
Pasien datang dengan keluhan kedua kaki tidak bisa di gerakkan, keluhan
sudah dirasakan sejak 4 hari sebelum masuk RS. Awalnya kaki terasa kebas
yang menjalar dari jari kaki menjalar ke pinggang. Kaki tidak bisa di
gerakkan kira-kira 4 jam dari pertama kali kaki terasa kebas.
Seminggu sebelum kaki kebas pasien ada demam selama 2 hari, mual dan
muntah disangkal. Riwayat trauma disangkal. BAB tidak ada sejak kemarin
dan BAK tidak ada sejak tadi pagi.
Pada pemeriksaan fisik dan neurologi didapatkan kekuatan otot
lateralisasi dextra, refleks fisiologis normal pada kedua tangan dan menurun
pada kedua kaki. Pemeriksaan darah rutin dalam batas normal. Pada
pemeriksaan RO Thoracal AP/Lat didapatkan kesan normal.

6. Diagnosa
- Diagnosa Klinis : Paraparese Dextra at Sinistra
- Diagnosa Etiologi : GBS

7. Terapi
- IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Lapibal 500mg/8 jam
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 Amp/12 jam
- Paracetamol 3 x 500mg
- Pasang DC

8. Prognosis

Quo ad Vitam : Dubia at Bonam

Quo ad Sanationam : Dubia at Bonam

Quo ad Fungtionam : Dubia at Bonam

30
FOLLOW UP

Tanggal 22 Juli 2017


Mata : pupil isokor (+)
S/ Anggota gerak tangan dan kaki kanan
Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-
lemah (+) kaki kiri kebas dan susah
Jantung : bising (-)
digerakkan (+)
Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
O/ E4V5M6
Eks : kekuatan otot 555 555
TD: 100/80 mmHg
HR: 74x/i 111 111
RR: 20x/i
Reflek Fisiologis
T : 36,9oC
- Biseps : +/+
A/ Paraparese dd GBS - Trisep : +/+
- Patella : -/+
Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i - Achiles : +/+
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (HI)
- Inj. Lapibal 500mg/8 jam Refleks Patologis : -
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
- Inj. Ranitidin 1 Amp/12 jam
- Paracetamol 3 x 500mg

Tanggal 23 Juli 2017 Mata : pupil isokor (+)


S/ Lemah anggota gerak bawah (+) Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-
O/ E4V5M6 Jantung : bising (-)
TD: 100/80 mmHg
Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
HR: 70x/i
RR: 22x/i Eks : kekuatan otot 555 555
T : 36,0oC
111 111
A/ Paraparese dd GBS Reflek Fisiologis

Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i - Biseps : ++/++


- Trisep : ++/++
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (HII) - Patella : -/-
- Inj. Lapibal 500mg/8 jam - Achiles : +/+

- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam


Refleks Patologis : -

31
- Inj. Ranitidin 1 Amp/12 jam
- Paracetamol 3 x 500mg

Tanggal 24 Juli 2017

S/ kaki kanan kebas dan susah digerakkan Mata : pupil isokor (+)

Sesak nafas saat duduk. Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-


Jantung : bising (-)
O/ E4V5M6
TD: 120/80 mmHg Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
HR: 68x/i
Eks : kekuatan otot 555 555
RR: 22x/i
T : 36,6oC 111 222
Reflek Fisiologis
A/ Paraparese dd GBS
- Biseps : ++/++
Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i - Trisep : ++/++
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (HIII) - Patella : +/+
- Achiles : +/+
- Inj. Lapibal 500mg/8 jam
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam Refleks Patologis : -
- Inj. Ranitidin 1 Amp/12 jam off
- Paracetamol 3 x 500mg
+ Inj. Omeprazole 1gr/Hr
P/ Fisioterapi
Mata : pupil isokor (+)
Tanggal 25 Juli 2017
Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-
S/ kaki kanan kebas dan susah digerakkan
Jantung : bising (-)
Sesak nafas saat duduk.
Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
O/ E4V5M6
Eks : kekuatan otot 555 555
TD: 110/70 mmHg
HR: 68x/i 111 222
RR: 24x/i
Reflek Fisiologis
T : 36,8oC
- Biseps : ++/++
A/ Paraparese dd GBS - Trisep : ++/++
- Patella : +/+
- Achiles : +/+

Refleks Patologis : -
32
Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (HIV)
- Inj. Lapibal 500mg/8 jam
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
- Inj. Omeprazole 1gr/Hr
- Paracetamol 3 x 500mg

P/ Pindah ICU untuk evaluasi depresi pernafasan

Tanggal 26 Juli 2017

S/ kaki kanan tidak bisa digerakkan Mata : pupil isokor (+)


Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-
O/ E4V5M6
TD: 94/55 mmHg Jantung : bising (-)
HR: 54x/i
Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
RR: 24x/i
T : 36,5oC Eks : kekuatan otot 555 555
222 444
A/ Paraparese dd GBS
Reflek Fisiologis
Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i
- Biseps : +/+
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (HV) - Trisep : +/+
- Inj. Lapibal 500 mg/8 jam - Patella : +/+
- Achiles : +/+
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
- Inj. Omeprazole 1gr/Hr
Refleks Patologis : -
- Paracetamol 3 x 500mg
+ Sucralfat syr 2xC1

33
Tanggal 27 Juli 2017

S/ kaki kanan tidak bisa digerakkan Mata : pupil isokor (+)

Perut terasa panas Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-

O/ E4V5M6 Jantung : bising (-)


TD: 140/73 mmHg Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
HR: 57x/i
RR: 24x/i Eks : kekuatan otot 555 555
T : 37,2oC 222 444

A/ Paraparese dd GBS Reflek Fisiologis

Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i - Biseps : +/+


- Trisep : +/+
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (HVI) - Patella : +/+
- Achiles : +/+
- Inj. Lapibal 500mg/8 jam
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
Refleks Patologis : -
- Inj. Omeprazole 1gr/12 jam
- Paracetamol 3 x 500mg
- Sucralfat syr 2xC1

Tanggal 28 Juli 2017

S/ kaki kanan sudah bisa ditekuk Mata : pupil isokor (+)

Perut terasa panas Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-

O/ E4V5M6 Jantung : bising (-)


TD: 145/84 mmHg Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
HR: 63x/i
RR: 22x/i Eks : kekuatan otot 555 555
T : 36,5oC 333 444

A/ Paraparese dd GBS Reflek Fisiologis

Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i - Biseps : +/+


- Trisep : +/+
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam (HVII) off - Patella : +/+
- Achiles : +/+
- Inj. Lapibal 500mg/8 jam
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
Refleks Patologis : -

34
- Inj. Omeprazole 1gr/12 jam
- Paracetamol 3 x 500mg
- Sucralfat syr 2xC1
+ Eperison syr 2xC1
+ Imunos 3x1

Tanggal 29 Juli 2017

S/ kaki kanan sudah bisa ditekuk Mata : pupil isokor (+)

Perut terasa panas Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-

O/ E4V5M6 Jantung : bising (-)


TD: 90/70 mmHg Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
HR: 64x/i
RR: 22x/i Eks : kekuatan otot 555 555
T : 36,5oC 333 444

A/ Paraparese dd GBS Reflek Fisiologis

Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i - Biseps : +/+


- Trisep : +/+
- Inj. Lapibal 500mg/8 jam - Patella : +/+
- Achiles : +/+
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam
- Inj. Omeprazole 1gr/12 jam
Refleks Patologis : -
- Paracetamol 3 x 500mg
- Sucralfat syr 2xC1
- Eperison syr 2xC1
- Imunos 3x1

35
Tanggal 30 Juli 2017

S/ kaki kanan sudah bisa ditekuk Mata : pupil isokor (+)

O/ E4V5M6 Thoraks : ves +/+ rh -/- wh -/-


TD: 90/70 mmHg
Jantung : bising (-)
HR: 64x/i
RR: 22x/i Abdomen : supel, peristaltik (+) normal
T : 36,5oC
Eks : kekuatan otot 555 555

A/ Paraparese dd GBS 333 555

Th/ - IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i Reflek Fisiologis

- Inj. Lapibal 500mg/8 jam - Biseps : ++/++


- Trisep : ++/++
- Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/8 jam - Patella : +/+
- Inj. Omeprazole 1gr/12 jam - Achiles : +/+

- Paracetamol 3 x 500mg
Refleks Patologis : -
- Sucralfat syr 2xC1
- Eperison syr 2xC1
- Imunos 3x1

P/ PBJ

Pasien pulang dengan obat pulang

- Lapibal 3 x 500mg
- Omeprazole 2 x 1
- Methyl Prednisolon 3 x 1
- Paracetamol 3 x 500mg
- Eperison syr 2 x CI
- Imunos 3 x 1

36
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. https://journal.uny.ac.id/index.php/wuny/article/download/3525/pdf (di akses

tanggal 4 agustus pukul 15.32 WIB)

2. http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/24601/Chapter%20I.pd

f?sequence=5 (di akses tanggal 4 agustus pukul 15.50 WIB)

3. Dewanto G, dkk. 2007. Panduan Praktis Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta:

EGC.

4. Japardi I. 2002. Sindroma Guillain-Barre. Medan: USU Digital Library

5. Ginsberg L. 2005. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

37

Vous aimerez peut-être aussi