Vous êtes sur la page 1sur 15

1.

1 APLIKASI SMART-ERP SOLUSI UNTUK PENERAPAN ERP JAKARTA


1.1.1 Latar Belakang
Sampai saat ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum juga menentukan teknologi
apa yang akan diadopsi untuk sistem ERP di Indonesia. Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta
sempat membuat gantry ERP di ruas Jalan Sudirman, dimana saat itu sudah ditetapkan bahwa
sistem ERP di Jakarta akan menggunakan teknologi Komunikasi Jarak Pendek (Dedicated
Short Range Communication/DSRC) seperti yang digunakan oleh Singapura.
Namun kebijakkan mengenai teknologi yang akan diadopsi oleh ERP Jakarta ini
dinilai berpotensi memunculkan praktek monopoli oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU). KPPU mengkritisi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 149 Tahun 2016 yang dimana
aturan ini membatasi teknologi yang dipakai untuk ERP Jakarta hanya satu, yakni Dedicated
Short Range Communication (DSRC) dengan frekuensi 5,8 Ghz. Hal ini akan menciptakan
persaingan usaha tidak sehat karena hanya perusahaan yang memiliki teknologi DSRC saja
yang bisa mengikuti tender. Selain itu, Pergub tersebut juga melanggar Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999. Hal inilah yang membuat Pemprov DKI Jakarta harus merevisi Pergub
mengenai ERP dan menjadwal ulang tender ERP.
Pada Desember 2016, National University of Singapore memberikan sebuah saran
teknologi ERP yang tepat untuk diterapkan di Jakarta. Penelitian yang dilakukan didasarkan
oleh data-data yang ada di Jakarta, seperti keadaan lalu lintas, kondisi infrastruktur transportasi,
data statistik lalu lintas, hasil percobaan teknologi DSRC di ruas Jalan Sudirman, dan perilaku
masyarakat di Jakarta, menghasilkan kesimpulan bahwa Global Navigation Satellite System
(GNSS) adalah teknologi ERP yang tepat untuk Jakarta.
GNSS adalah teknologi ERP yang memakai bantuan satelit untuk menentukan posisi
dari kendaraan yang akan melintas di sepanjang jalan yang akan diterapkan ERP sehingga tidak
diperlukan adanya gerbang ERP atau Gantry. Sistem ini terdiri dari empat subsistem: Sistem
Komputer Pusat (CCS) yang mengumpulkan informasi, Enforcement System (ES) yang
mendeteksi ilegalitas, dan Roadside Unit (RSU) antena yang mentransmisikan dan menerima
lalu lintas dan lokasi informasi ke dan dari kendaraan selain OBU.
On-board unit adalah perangkat utama di seluruh sistem ERP yang bertugas untuk
memastikan posisi yang akurat. OBU menggunakan kombinasi teknologi positioning, seperti
GNSS, DGPS, AGPS, DSRC (dilengkapi dengan RSU), Sistem Navigasi Inertial dan frontend
/ backend peta-pencocokan untuk mendapatkan informasi posisi yang akurat. OBU juga harus
mendukung berbagai jenis tariff yang akan dikenakan: Point-Based, Cordon Berbasis, dan
Jarak Berbasis, serta berbagai jenis cara pembayaran, yaitu: cara pembayaran pra-bayar, pasca-
bayar dan / atau gabungan.
Peralatan pinggir jalan (RSE/RSU) dilengkapi dengan antena built-in DSRC (omni
atau pengarah) dan digunakan untuk memberikan petunjuk pengendara ketika mendekati
pengisian zona, rambu data operasional pada lokasi tertentu (misalnya tabel tarif),
menyebarkan informasi lalu lintas terbaru untuk pengendara serta untuk mendukung berbagai
fungsi pengisian, termasuk / aplikasi carpark dalam atau luar ruangan.
Enforcement system (ES) terdiri dari sistem deteksi kendaraan yang akan dipasang
pada pinggir jalan dan kamera ANPR yang mampu mengambil gambar dengan kecepatan
tinggi untuk menangkap kendaraan yang melakukan pelanggaran (misalnya tidak cukup dana,
gangguan dari OBU, dll). Detektor yang digunakan berupa laser atau radar dan masing-masing
mampu mendeteksi kendaraan yang lewat di jalur jalan tertentu dengan kecepatan tinggi.
Gambar digital dari kamera berkecepatan tinggi akan ditandai dengan klasifikasi kendaraan,
plat nomor, dan ciri khusus dari kendaraan tersebut. Plat nomor yang diproses ditransmisikan
ke CCS untuk diproses.
Central Computer System (CCS) akan berkomunikasi dengan semua OBU, RSU dan
semua peralatan ES. CCS menyediakan operasi yang relevan dan fungsi manajemen termasuk:
Komunikasi dan pesan
Manajemen transaksi
Manajemen konfigurasi
Pemantauan kelayakan
CCS juga menyediakan semua proses bisnis untuk operasi road pricing, manajemen peralatan,
hubungan pelanggan, anomali dan deteksi penipuan, dan lain-lain. CCS berkaitan dengan:
Pengemudi
Pusat Pengendalian Operasi
Sistem Eksternal termasuk komando polisi dan Control System, Polisi Lalu Lintas, dan
lain sebagainya.
Pihak yang ikut andil dalam sistem termasuk Lembaga Keuangan, Car Park Pemilik /
Operator, dan lain-lain.
Agen Resmi untuk layanan instalasi dan pemeliharaan OBU

Universitas Indonesia
Gambar Error! No text of specified style in document..1 Diagram Sistem GNSS
Sumber: National University of Singapore (NUS) (2016)

Universitas Indonesia
1.1.2 Analisis SmartERP dengan Analisis SWOT
Solusi yang kami tawarkan untuk permasalahan transportasi dan ERP di Jakarta
adalah dengan sistem GNSS yang dimana OBU digantikan dengan aplikasi pada Smartphone,
SmartERP. Aplikasi ini memiliki fungsi sama dengan OBU dengan fitur-fiturnya untuk sistem
GNSS.
Untuk menganalisis kelayakan aplikasi SmartERP akan digunakan analisis SWOT.
Analisis SWOT sendiri adalah analisis yang membahas tentang nilai positif (strength) dan
negative (weakness) faktor internal dari sebuah sistem dan nilai positif (opportunity) dan
negative (thread) faktor eksternal yang mendukung sistem tersebut. Analisis SmartERP dengan
analisis SWOT akan menghasilkan kesimpulan apakah SmartERP ini mampu menjawab semua
permasalahan sistem ERP di Jakarta, terutama di ruas Jalan H.R. Rasuna Said.

Mudah didapatkan
Multi-payment
Strength akurasi yang tinggi
Biaya yang murah

Posisi Kendaraan tidak terdeteksi pada area


tertentu
Weakness Teknologi yang terlalu rumit untuk dikelola
oleh Indonesia
Privasi masyarakat tidak terjamin

Jalan Rasuna Said yang memiliki banyak


Opportunity persimpangan

Signal di Indonesia yang tergolong jelek


Thread Kecurangan yang dapat diakali

Gambar Error! No text of specified style in document..2 Penjabaran Analisis SWOT untuk
SmartERP

Universitas Indonesia
1.1.2.1 Analisis Strength
Mudah Didapatkan
Aplikasi SmartERP sebagai pengganti OBU dapat diunduh dengan smartphone
ataupun tablet melalui platform in-app purchase seperti Google Play untuk android ataupun
App Store untuk iOS. Kepraktisan ini menjawab permasalahan pendistribusian OBU keada
masyarakat. Terlebih dengan sifat masyarakat Jakarta yang serba instan dan praktis,
penggunaan aplikasi untuk mengantikan OBU sangat menguntungkan masyarakat Jakarta dan
juga masyarakat luar Jakarta yang hendak melakukan perjalanan melewati area skema ERP.
Keuntungan ini dapat juga menjadi keuntungan bagi pemerintah, dimana pemerintah
tidak membutuhkan anggaran untuk membuat hardware OBU. Bentuk dari OBU yang
digunakan untuk sistem GNSS juga tidak jauh berbeda dengan bentuk telepon seluler, sehingga
yang perlu dikembangkan lebih adalah software untuk aplikasi SmartERP yang memiliki fitur
OBU untuk GNSS. Tentu saja mengembangkan aplikasi SmartERP ini tidak membutuhkan
biaya yang mahal.

Praktis

OBU Berbasis
Aplikasi
Smartphone

Murah

Gambar Error! No text of specified style in document..3 Keuntungan OBU Berbasis.


Aplikasi Smartphone

Multi-payment
Kelebihan prabayar, atau cashless, juga merupakan kelebihan sistem GNSS dengan
menggunakan OBU. Untuk aplikasi SmartERP ini, pengguna harus mengisi saldo pada aplikasi
SmartERP terlebih dahulu sebelum mereka melewati wilayah ERP. Sistem pengisian saldo ini
juga dapat lewat ATM ataupun gerai retail seperti Indomaret, Alfamart, dan sejenisnya. Saldo
tersebut akan secara otomatis dipotong setelah satelit memastikan posisi kendaraan setelah
memasuki wilayah ERP. Saldo yang terisi pada SmartERP dapat digunakan untuk berbagai hal,
seperti membayar parkir, jalan toll, dan lain-lain.

Universitas Indonesia
Cashless /
ERP
Prabayar
SmartERP
Kartu
Pembayaran Parkir
Digital

Toll

Gambar Error! No text of specified style in document..4 Kelebihan SmartERP Sebagai


Media Pembayaran

Akurasi Tinggi
Pada percobaan ERP di ruas Jalan Sudirman, dengan menggunakan teknologi DSRC
mencapai kesuksesan senilai 95-98%. Sementara bila melihat kesuksesan teknologi DSRC di
negara lain, kesuksesan bisa mencapai 99%. Hal ini terjadi karena kemacetan yang terlalu parah
sehingga tidak dapat mengenali plat nomor kendaraan. Uji coba ini menjadi kurang memuaskan
walaupun sudah cukup bagus. Namun, hal tersebut dapat berpotensi terjadinya kesalahan pada
ketika sistem ERP sudah diterapkan, terutama pada saat terjadi kemacetan di jalan tersebut.
Dengan menggunakan teknologi GNSS ini, tidak diperlukan lagi gantry dan segala
informasi posisi akan dipantau oleh satelit yang berinteraksi dengan SmartERP dan dengan
bantuan Enforcement System (ES). Pemantauan dnegan satelit ini akan lebih akurat karena
interaksi satelit dan SmartERP akan dimulai saat kendaraan masuk ke skema ERP.

Biaya yang Murah


Modal untuk digunakan untuk mempersiapkan teknnologi GNSS tidaklah mahal
karena tidak memerlukan biaya untuk membangun gantry dan membuat perangkat keras OBU
yang banyak. Biaya modal (Capital Expenditure / Capex) yang dibutuhkan hanya untuk
membangun RSU dan ES pada pinggir jalan untuk mendukung sistem ERP agar berjalan lebih
optimal dan mengembangkan software aplikasi SmartERP yang memiliki fitur yang sama
dengan OBU yang dibutuhkan oleh teknologi GNSS dan CCS yang terhubung dengan satelit
dan aplikasi SmartERP. Sementara untuk biaya operasional (Operational Expenditure / OPEX)
yang tergolong murah karena hanya digunakan untuk operasi ES dan CCS.

Universitas Indonesia
Pengembangan
aplikasi
SmartERP

Penyediaan Pengembangan
Roadside Unit Modal CCS

Pembangunan
Enforcement
System

Gambar Error! No text of specified style in document..5 Alokasi Modal SmartERP

Universitas Indonesia
1.1.2.2 Analisis Weakness
Posisi Kendaraan Tidak Terdeteksi Pada Area Tertentu
Pada tahun 2012, Mitsubishi Heavy Industry (HMI) melakukan percobaan GNSS untuk
studi kelayakan GNSS yang akan menggantikan ERP berbasis DSRC di Singapura. Percobaan
yang dilakukan adalah percobaan kekuatan signal GNSS dan dilakukan di berbagai area, seperti
di dalam terowongan, di bawah jembatan layang, area padat dengan gedung tinggi, daerah
permukiman dengan banyak perimpangan jalan, jalan tol, dan sebagainya. Hasil yang
didapatkan dari percobaan HMI tersebut sebagai berikut:

Tabel Error! No text of specified style in document..1 Hasil Percobaan Signal GNSS Pada
Daerah Tertentu oleh HMI
Lokasi Hasil Percobaan HMI
Terowongan Tidak dapat menerima sinyal GNSS.
biaya hanya bisa dikenakan pada ujung terowongan.
Area padat gedung tinggi Kesalahan pendekteksian posisi terjadi karena refleksi dari
sinyal GNSS.
Banyak titik berhenti pada jam-jam sibuk kemacetan.
Jalan di bawah jembatan Diperlukan yang dapat membedakan posisi antara kedaraan
layang di atas jembatan dan kendaraan pada jalan di bawahnya,
yang dimana keduanya berjalan secara parallel.
Diperlukan alat untuk mengatifkan retribusi pada kedua
jalan di atas jembatan layang dan jalan di bawahnya.
Daerah perumahan Dapat menerima signal dari GNSS dengan baik.
Lebar dan sempit jalan tidak menjadi masalah.
Jalan yang rumit karena banyak persimpangan.
Jalan tol Sangat baik menerima sensitivitas GNSS.
Pengenaan biaya diperlukan untuk kendaraan dengan
kecepatan tinggi.
Sumber: HMI, 2012

Dari hasil percobaan HMI tersebut, dapat diketahui bahwa daerah tangkapan signal
GNSS melemah di daerah tertentu seperti terowongan, basement, daerah di bawah jembatan
layang, dan daerah padat dengan gedung tinggi. Sangat penting bahwa Dinas Perhubungan
memperhitungkan strategi, seperti penambahan alat pendekteksi pada daerah-daerah tersebut,
untuk lokasi di mana ERP akan diberlakukan.
Walaupun sepanjang Jalan H.R. Rasuna Said tidak ada terowongan maupun jalan
layang yang cukup panjang, namun Jalan H.R. Rasuna Said termasuk jalan yang cukup padat
dengan gedung pencakar langit. Gedung-gedung ini akan cukup mengganggu signal GNSS di
sekitar Jalan H.R. Rasuna Said tersebut. Sehingga diperlukan alat-alat ES yang banyak sekitar

Universitas Indonesia
jalan untuk membantu mendeteksi kendaraan yang melewati skema ERP ataupun memperkuat
jaringan signal GNSS di daerah skema ERP.

Teknologi yang Terlalu Rumit


Teknologi GNSS yang menggunakan satelit dan komputer untuk melakukan
penghitungan posisi pada titik manapun di muka bumi ini memang bukan teknologi yang
tergolong baru di Indonesia. Namun, GNSS merupakan sistem yang cukup rumit, terlebih
sistem ini membutuhkan peralatan yang mendukung seperti Enforcement System, CCS dan
OBU. Indonesia belum mampu memberikan pengadaan teknologi dan sumber daya manusia
yang mampu mengelola teknologi GNSS ini.
Kunci dari sistem GNSS ini adalah adanya keberadaan satelit yang berfungsi untuk
menemukan signal yang diberikan oleh SmartERP untuk menentukan posisi dari kendaraan
yang memasuki skema ERP. Indonesia sendiri belum mempunyai satelit GNSS, sehingga harus
menumpang dengan satelit GNSS milik Amerika, GLONASS milik Rusia, ataupun Galileo
milik Eropa. Konsep dasar penentuan posisi dengan GNSS adalah reseksi jarak, yaitu dengan
pengukuran jarak secara simultan ke beberapa satelit GNSS yang koordinatnya telah diketahui.
Secara vektor, prinsip dasar penentuan posisi dengan GNSS diperlihatkan pada gambar berikut.

Gambar Error! No text of specified style in document..6


Sumber:

Selain itu, pusat data pada komputer (CCS) harus dikelola dengan sistem berteknologi
tinggi, dimana dibutuhkan kecerdasan komputer dalam menyortir data posisi yang diterima
dari satelit maupun ES. Terlebih dengan banyaknya pengendara di Jakarta, informasi mengenai

Universitas Indonesia
posisi para pengendara harus disortir dengan cepat sehingga retribusi langsung dapat diproses
untuk para pengendara yang melintas di skema ERP.

Privasi Masyarakat Tidak Terjamin


Kelemahan dari teknologi GNSS adalah mengenai privasi. Dengan GNSS, segala posisi
dan gerak-gerik masyarakat akan terdeteksi oleh satelit maupun ES dan dapat menjadi data
bagi orang-orang yang tidak berkepentingan. Hal ini dapat meningkatkan praktek kejahatan
di kalangan masyarakat.

Universitas Indonesia
1.1.2.3 Analisis Opportunity
Jalan Rasuna Said yang Memiliki Banyak Persimpangan
Alasan utama mengapa GNSS adalah teknologi yang tepat untuk ERP di Indonesia
dikarenakan terdapat banyak persimpangan jalan atau jalan kecil yang terhubung dengan ruas
jalan yang akan diterapkannya sistem ERP. Apabila menggunakan teknologi DSRC,
dibutuhkan pembangunan lebih banyak gantry untuk memonitor keluar masuknya kendaraan
ke dalan area ERP. Tidak hanya pembangunan gatry dan RSU yang harus dilakukan, tapi biaya
operational pun juga mahal karena memerlukan listrik dan ahli teknik untuk mengoperasikan
gantry tersebut.

Tabel Error! No text of specified style in document..2 Retribusi Sesuai dengan Geometri
Jalan
Jenis Retribusi Penjelasan Geometri Bentuk Geometri
Gantry Segmen jalan yang akan
dikenakan retribusi setelah
dilalui.

Cordon / Zona Koleksi ruas jalan yang


berdekatan atau tidak
berdekatan dimana
kendaraan dapat dikenakan
dengan biaya yang sama.

Area Luas Koleksi ruas jalan yang


berdekatan dikenakan biaya
yang sama yang dilalui oleh
kendaraan

Universitas Indonesia
Jumlah gantry yang harus
dibangun di ruas Jalan Rasuna
Said

Gambar Error! No text of specified style in document..7 Titik Gantry yang harus dibangun
di Jalan Rasuna Said

Teknologi GNSS tidak perlu adanya gantry dan RSU di semua persimpangan jalan pada
area skema ERP. Inilah yang menjadi alasan utama mengapa teknologi GNSS adalah teknologi
yang tepat untuk penerapan ERP di Jakarta. Seperti yang telah dijelaskan pada analisis masalah
penerapan ERP, terlalu banyak persimpangan akan memakan biaya yang mahal dalam
pembangunan gantry yang tidak efisien dari segi biaya modal maupun operasional.

Universitas Indonesia
1.1.2.4 Analisis Thread
Signal di Indonesia yang Tergolong Jelek
Secara umum receiver GNSS dapat diklasifikasikan secara sistematik pada gambar
berikut.

Tipe Navigasi

Penentuan Posisi Tipe Pemetaan

Receiver GNSS Tipe Geodetik

Penentuan Waktu Timing Receiver

Gambar Error! No text of specified style in document..8 Skematik Receiver GNSS

Untuk sistem ERP, receiver yang digunakan adalah receiver tipe pemetaan. Seperti halnya
receiver tipe navigasi, receiver GNSS tipe pemetaan (mapping) juga memberikan data
pseudorange (kode C/A). Hanya bedanya, pada receiver tipe pemetaan, data tersebut direkam
dan dapat kemudian dipindahkan ke komputer untuk diproses lebih lanjut. Oleh sebab itu, tidak
seperti halnya receiver tipe navigasi, receiver tipe pemetaan dapat digunakan untuk penentuan
posisi secara diferensial, dan dalam hal ini ketelitian yang dapat diperoleh adalah sekitar 1-2
meter.
Pada dasarnya sinyal GNSS cukup kompleks. Ini disebabkan sinyal GNSS didesain
untuk memenuhi beberapa objektif yang penting, seperti keperluan sipil maupun militer. Signal
GNSS yang kompleks ini cukup menjadi tantangan, terutama apabila satelit GNSS yang
digunakan bukan dikelola oleh Indonesia sendiri.

Kecurangan dengan Meretas (Hacking)


Apabila kita membicarakan mengenai sistem komputer, pastinya tidak luput dari
penyelewengan meretas atau hacking. Ada banyak motivasi untuk para hackers dalam meretas
sistem ERP ini, seperti untuk menghindari retribusi yang harus dibayarkan maupun untuk
tidakan kejahatan dnegan mengetahu identitas dan posisi sesorang.

Universitas Indonesia
Hal yang harus dilakukan untuk menghindari kegiatan yang meretas ini adalah dnegan
membangun pertahanan yang kuat.

Universitas Indonesia
Universitas Indonesia

Vous aimerez peut-être aussi