Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
KARBOHIDRAT
A. Tujuan
Tujuan praktikum Kimia Pangan Acara I Karbohidrat adalah:
1. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa.
2. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa.
3. Mengetahui kenampakan granula pati tepung maizena dan tepung
tapioka pada beberapa suhu.
B. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Teori
Gelatinisasi pati merupakan proses transisi fisik bersifat
endotermis yang merusak keteraturan molekuler granula dan
melibatkan proses pembengkakakan granula, pelelehan kristal,
hilangnya sifat birefringence, dan pelarutan pati (Syamsir dkk., 2010).
Pati dalam tanaman mempunyai bentuk granula (butiran) yang
berbeda-beda. Pati dimasukkan ke dalam air dingin, dan air yang
terserap tersebut hanya dapat mencapai kadar 30%. Peningkatan
volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55oC-65oC
merupakan pembengkakakan granula pati yang dapat kembali ke
kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkan dan tidak
dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut
dengan gelatinisasi (Risnoyatiningsih, 2011).
Gelatinisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut antara lain adanya garam akan menunda waktu terjadinya
gelatinisasi. Faktor lainnya adalah jumlah fraksi amilosa-amilopektin.
Selain itu waktu dan suhu juga berpengaruh pada gelatinisasi. Struktur
amilopektin, komposisi pati, dan arsitektur granula juga
mempengaruhi gelatinisasi. Pati ketika dipanaskan bersama air
berlebih di atas suhu gelatinisasinya, granula pati yang memiliki
kandungan amilopektin lebih tinggi akan membengkak lebih besar
dibandingkan dengan yang memiliki kandungan yang lebih rendah.
Jenis tepung yang berbeda memiliki distribusi partikel yang berbeda.
Ukuran partikel yang semakin besar maka luas permukaannya semakin
kecil, sehingga air memerlukan waktu yang lebih lama untuk
diabsorpsi ke dalam partikel pati. Sebaliknya, ukuran partikel yang
lebih kecil akan meningkatkan laju hidrasi tepung
(Imanningsih, 2012).
Gelatinisasi terjadi karena adanya proses pemecahan bentuk
kristalin granula pati, yaitu pecahnya ikatan hidrogen yang berfungsi
untuk mempertahankan struktur dan integritas pati. Kerusakan ini
dapat menyebabkan setiap lapisan permukaan molekulnya dapat
menyerap air atau larut dan bereaksi dengan bahan lain, dan kondisinya
tidak dapat kembali seperti semula. Gelatinisasi diawali dengan adanya
air yang secara perlahan-lahan dan bolak-balik berimbibisi ke dalam
granula, kemudian granula mengembang dengan cepat dan akhirnya
kehilangan sifat birefringence-nya dan bila suhu tetap naik maka
molekul-molekul pati terdifusi keluar granula (Uhi, 2006).
Suhu gelatinisasi merupakan suhu yang dibutuhkan pati agar
granula pati membengkak dan viskositas meningkat
(Imanningsih, 2012). Suhu gelatinisasi tiap jenis bahan makanan
berbeda-beda. Namun demikian suhu gelatinisasi dapat diketahui
dengan pengukuran menggunakan alat viskosimeter. Pada percobaan
kali ini sampel yang digunakan adalah tepung tapioka dengan suhu
gelatinisasi antara 52oC-64oC (Winarno, 2004). Pati yang dipanaskan
di atas suhu gelatinisasinya hanya akan melemahkan ikatan
hidrogennya tetapi tidak mempengaruhi ikatan silangnya sehingga
proses ikatan silang ini akan menghasilkan viskositas yang tinggi
(Munarso dkk., 2004).
Hidrolisa asam juga dapat dikenal dengan nama hidrolisa secara
non enzimatik. Hidrolisa ini menggunakan asam sebagai katalisnya,
biasanya yang dipakai adalah asam kuat, misalnya HCl. Hidrolisis
sukrosa menjadi gula penyusunnya dengan katalis asam sangat tepat
dilakukan (Risnoyatiningsih, 2011). Hidrolisis sukrosa akan optimal
pada range pH 3,0 5,0. Menurut penelitian, pH paling optimal
dilakukannya hidrolisis adalah 4,5. Di atas pH tersebut tidak akan
terjadi hidrolisis. Jikapun terjadi tidak akan maksimal seperti pada pH
optimal (Awwalurrizki dan Putra, 2008).
Monosakarida merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari
lima atau enam atom C. Monosakarida yang mengandung satu gugus
aldehid disebut aldosa, sedangkan yang mengandung satu gugus keton
disebut ketosa (Winarno, 2004). Monosakarida dapat pula diartikan
sebagai jenis karbohidrat sederhana yang terdiri dari 1 gugus cincin.
Glukosa merupakan salah satu contoh monosakarida yang banyak
terdapat dalam sel tubuh manusia selain fruktosa dan galaktosa
(Irawan, 2007).
Monosakarida pada umumnya cepat dan mudah untuk diserap
oleh dinding usus kecil manusia seperti D-glukosa, D-galaktosa, dan
D-fruktosa. Monosakarida lain yang mempunyai BM sama atau lebih
kecil seperti D-mannosa, L-arabinosa, dan L-sorbosa hanya sebagian
kecil saja yang terserap. Pada heksosa seperti glukosa terdapat empat
atom karbon yang simetrik (mengikat keempat gugus yang berlainan),
yaitu pada posisi nomor 2, 3, 4, dan 5. Setiap karbon mengikat 4 atom
atau gugus yang berbeda. Dengan demikian molekul heksosa tersebut
mempunyai jumlah isomer 2n = 24 = 16 (Winarno, 2004).
Monosakarida dalam suasana basa akan mengalami dekomposisi yang
menyebabkan terjadinya pencoklatan non enzimatis. Pencoklatan non
enzimatis merupakan reaksi yang terjadi pada gula pereduksi dengan
gugus amina primer pada suhu tertentu (Sumaryati, 2010).
Disakarida memiliki karakteristik salah satunya adalah semua
jenisnya akan cenderung meningkatkan kecepatan dengan
molaritasnya. Selain itu disakarida terbukti menunjukkan interaksi
solute-solute (terlarut-terlarut). Pada disakarida kecepatan interaksinya
cepat karena sensitivitas molaritasnya. Maltosa mempunyai interaksi
solute-solvent yang sangat kuat di antara tiga disakarida yang ada.
Sedangkan laktosa mempunyai interaksi solute-solute yang paling kuat
(Nithiyanantham and Palaniappan, 2013). Disakarida juga penting
dimana disakarida merupakan produk dari aktivitas enzimatis.
Contohnya disakarida dibentuk akibat aktivitas enzim heparinase dan
enzim amilase pankreatik (Sunyoung et al., 2012).
Disakarida merupakan oligosakarida yang terdiri dari dua
molekul. Oligosakarida sendiri merupakan polimer dengan derajat
polimerisasi 2 sampai 10 dan biasanya bersifat larut dalam air
(Winarno, 2004). Disakarida juga merupakan jenis karbohidrat yang
banyak dikonsumsi oleh manusia di dalam kehidupan sehari-hari.
Setiap molekul disakarida akan terbentuk dari dua gabungan molekul
monosakarida. Contoh disakarida yang umum digunakan dalam
konsumsi sehari-hari adalah sukrosa yang terbentuk dari gabungan 1
molekul glukosa dan fruktosa. Contoh lainnya adalah laktosa, laktosa
terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan galaktosa
(Irawan, 2007).
2. Tinjauan Teori
Glukosa merupakan salah satu contoh monosakarida yang
banyak terdapat di dalam sel tubuh manusia selain fruktosa dan
galaktosa. Monosakarida merupakan jenis karbohidrat sederhana yang
terdiri dari 1 gugus cincin. Glukosa dalam industry pangan lebih
dikenal dengan nama dekstrosa atau gula anggur. Di alam, glukosa
banyak terkandung di dalam buah-buahan, sayuran, dan juga sirup
jagung (Irawan, 2007). Karbohidrat dapat mengalami perubahan
komponen jika bahan makanan disimpan dalam waktu yang lama.
Perubahan tersebut antara lain terjadinya hidrolisis pati karena
aktivitas enzim amilase. Selain it karbohidrat mengalami kekurangan
gula akibat pernafasan. Terbentuk pula bau asam dan bau apek dari
karbohidrat karena kegiatan mikroorganisme. Efek lain adalah
terjadinya reaksi kecoklatan bukan karena enzim (pencoklatan non
enzimatik) (Buckle et al., 2010).
Sukrosa merupakan oligosakarida yang mempunyai peran
penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit,
siwalan, dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri makanan biasanya
digunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam
jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa
(sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam
air dan dipanaskan. Sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan
fruktosa, yang disebut gula invert. Sukrosa bukan merupakan gula
pereduksi atau non pereduksi karena tidak memiliki gugus karbonil
bebas di dalamnya (Winarno, 2004).
Penetralan merupakan suatu reaksi antara asam dengan basa,
sehingga menghasilkan suatu senyawa yang netral. Natrium bikarbonat
dapat menetralkan karena natrium merupakan senyawa logam alkali
yang mudah sekali melepaskan elektronnya sehingga bermuatan positif
sedangkan bikarbonat (HCO3) merupakan ion yang mudah
terhidrolisis. Ion bikarbonat dalam air akan lepas menjadi CO2 dan
H2O. keduanya merupakan senyawa sisa asam lemah, sehingga dalam
air mengalami hidrolisis. Natrium bikarbonat berbentuk serbuk kering
berwarna putih. Jika dilarutkan dalam air timbul gelembung-
gelembung udara yaitu CO2 sehingga digunakan untuk membuat
minuman penyegar (soft drink) (Winarni dkk., 2010).
Butiran pati sama sekali tidak larut dalam air dingin dan pada
pemanasan butiran pati tiba-tiba mulai menggembung pada suhu
penggelatinan. Pada titik ini bias ganda optik hilang dan menunjukkan
hilannya kekristalan. Umumnya pati dengan butiran besar
menggembung pada suhu lebih rendah daripada pati berbutir kecil.
Suhu penggembungan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pH,
laju pemanasan, praperlakuan, adanya garam dan gula. Bermacam-
macam ukuran dari granula pati yang teratur paling panjang sumbunya
sekitar 0,0002 cm sampai 0,015 cm. Jika suspensi pati dalam air
dipanaskan terjadi difusi air pada dinding granula dan menyebabkan
pengembangan. Pengembangan ini terjadi pada suhu 60oC sampai
85oC, volume pada granula meningkat pada pemanasan setelah 5 menit
dan suspensi akan menjadi sangat kental. Pada pemanasan di atas
temperatur ini granula pati membuka dan membentuk gel dari pati di
dalam air (Chandra dkk., 2013).
Pati merupakan senyawa kompleks penyusun karbohidrat. Pati
tersusun atas rangkaian unit-unit gula (glukosa) yang terdiri dari fraksi
rantai bercabang, amilopektin, dan fraksi rantai lurus, amilosa. Ikatan
pada amilosa adalah 1,4-D-glukopiranosida sedangkan pada
amilopektin terdapat tambahan rantai cabang dengan ikatan 1,6-D-
glukopiranosida (Muchtadi dkk., 2010).
Pati tapioka banyak digunakan pada berbagai industri dan
aplikasi makanan. Hal ini termasuk pengentalan dan pembuatan gel.
Akan tetapi pemanfaatannya belum cukup optimal. Pati tapioka
biasanya digunakan dengan menambahkan senyawa kimia lain atau
dikombinasikan dengan bahan lain sehingga meningkatkan nilai fungsi
dari pati tapioka tersebut (Babic et al., 2006).
Tapioka merupakan pati yang diambil dari ubi kayu dan
dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu industri non
pangan. Namun, pemanfaatan tapioka asli ini masih sangat terbatas
karena sifat fisik dan kimia tapioka yang kurang umum untuk
digunakan secara luas. Nilai ekonomi tapioka akan lebih tinggi jika
sifat-sifatnya dimodifikasi melalui perlakuan fisik, kimia, atau
kombinasi keduanya. Tapioka memiliki komposisi kimia pati 73,3-
84,9%, lemak0,08-1,54%, protein 0,03-0,60% dan abu 0,02-0,33%.
Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83% amilopektin.
Granula pati tapioka berbentuk semibulat dengan salah stu bagian
ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35 mikrometer. Suhu
gelatinisasinya berkisar antara 52-64oC, kristalisasi 38%, kekuatan
mengembang 42%, dan kelarutan 31%. Kekuatan mengembang dan
kelarutan tapioka lebih kecil dibandingkan pati kentang, tetapi lebih
besar daripati jagung. Menurut Wurzburg suhu gelatinisasi tapioka
antara 58,5-70,0oC, bergantung pada varietas ubi kayu yang digunakan
untuk memproduksi tapioka. Tapioka mempunyai karakteristik yang
spesifik terkait dengan suhu gelatinisasi, kemampuan mengembang
(swelling powe), dan kelarutan dibandingkan dengan pati lainnya.
Tapioka mempunyai karakteristik gel yang cukup kuat dan transparan
yang sangat mendukung sebagai komponen bahan pengisi serta perekat
(Herawati, 2012).
Cara pembuatan pati tapioka dengan ekstraksi pati dari singkong
yaitu pertama singkong yang akan diekstrak dikupas dan dibersihkan
terlebih dahulu. Kemudian hasil kupasan tersebut dicuci kembali
sebelum direndam dalam air garam 3% selama 1 jam dan kemudian
dicuci kembali dengan menggunakan air. langkah berikutnya adalah
pemarutan singkong tersebut. kemudian ditambahkan air sebesar 9 kali
berat bahan dan disaring dengan menggunakan kain saring. Lalu filtrat
dibiarkan mengendap sampai supernatannya jernih, dan kemudian
supernatannya dibuang. Kemudian endapan dicuci kembali dengan
cara menambahkan air sebanyak 9 kali berat bahan dan diaduk.
Supernatant dibiarkan sampai jernih dan dibuang lagi kemudian
pencucian dilakukan lagi hingga kurang lebih 3 kali pengulangan.
Kemudian endapan dijemur sampai kering lalu digiling dan disaring
(Muchtadi dkk.,2010).
C. Metodologi
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Penangas air
c. Beaker glass
d. Gelas benda
e. Gelas penutup
f. Mikroskop
g. Sendok
h. Pipet volume
i. Pipet tetes
j. Penjepit
k. Pengaduk
2. Bahan
a. Sukrosa
b. Glukosa
c. NaOH 0,1 N
d. HCl 0,1 N
e. Aquades
f. NaHCO3
g. Pereaksi benedict
h. Tepung tapioka
i. Tepung maizena
j. Larutan iod
3. Cara Kerja
a. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Gula Sederhana
i. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa
2 ml Lar. Sukrosa 5%
2 ml Glukosa 0,1 M
Granula pati
masih terlihat
Tapioka
1 utuh karena
Suhu Kamar
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
masih terlihat
Maizena
2 utuh karena
Suhu Kamar
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
masih terlihat
Tapioka
3 utuh karena
Suhu 60oC
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
masih terlihat
Maizena
4 utuh karena
Suhu 60oC
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
sudah tidak
Tapioka
5 terlihat karena
Suhu 75oC
sudah
tergelatinisasi.
Granula pati
membesar
Maizena
6 karena
Suhu 85oC
menyerap
banyak air.
Granula pati
masih terlihat
Tapioka
7 utuh karena
Suhu 40oC
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
Tapioka
8 mulai
Suhu 65oC
tergelatinisasi.
Granula pati
masih terlihat
Maizena
9 utuh karena
Suhu 40oC
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
masih terlihat
Maizena
10 utuh karena
Suhu 70oC
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
masih terlihat
Tapioka
11 utuh karena
Suhu 50oC
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
masih terlihat
Maizena
12 utuh karena
Suhu 50oC
belum
tergelatinisasi.
Granula pati
sudah tidak
Tapioka
13 terlihat karena
Suhu 70oC
sudah
tergelatinisasi.
Granula pati
membesar
Maizena
14 karena
Suhu 80oC
menyerap
banyak air.
Granula pati
sudah tidak
Tapioka
15 terlihat karena
Suhu 80oC
sudah
tergelatinisasi.
Granula pati
sudah tidak
Maizena
16 terlihat karena
Suhu 90oC
sudah
tergelatinisasi.
Granula pati
membesar
Tapioka
17 karena
Suhu 95oC
menyerap
banyak air.
Awwalurrizki, N., Surya Rosa Putra. 2008. Hidrolisis Sukrosa dengan Enzim
Invertase untuk Produksi Etanol menggunakan Zymomonas mobilis.
Prosiding Kimia FMIPA Institut Teknologi Sepuluh November.
Babic, Jurilav., Drago Subaric, Durdica Ackar, Vlasta Pilizota, Mirela
Kopjar, Nela Nedictiban. 2006. Effects of Pectin and Carrageenan
on Thermophysical and Rheological Properties of Tapioca Starch.
Journal of Food Science Vol. 24. No. 6.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, M. Wootton. 2010. Ilmu Pangan.
UI-Press: Jakarta.
Chandra, A., Hie Maria Inggrid, Verawati. 2013. Pengaruh pH dan Jenis
Pelarut pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dari Biji Alpukat.
Jurnal Kimia Vol. 1. No. 1.
Edahwati, Luluk. 2010. Perpindahan Massa Karbohidrat menjadi Glukosa
dari Buah Kersen dengan Proses Hidrolisis. Jurnal Penelitian Ilmu
Teknik Vol. 10. No. 1.
Herawati, Henny. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient dari
Tapioka Termodifikasi. Juranl Litbang Pertanian. Vol. 31. No. 2.
Halaman 68-73.
Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-
Tepungan untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Penelitian Gizi
Makan. Vol. 35. No. 1. Halaman 13-19.
Irawan, M. Anwari. 2007. Karbohidrat. Polton Sports Science &
Performance Lab. Vol. 3. No. 3.
Muchtadi, Tien R., Sugiyono, Fitriyono Ayustaningwarno. 2010. Ilmu
Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta: Bogor.
Munarso, S. Joni., D. Muchtadi, D. Fardiaz, R. Syarief. 2004. Perubahan
Sifat Fisikokimia dan Fungsional Tepung Beras Akibat Proses
Modifikasi Ikat-Silang. Jurnal Pascapanen. Vol. 1. No. 1.
Nithiyanantham, S., L. Palaniappan. 2013. Physicochemical Studies on Some
Disaccharides (Sucrose, Lactose, Maltose) in Aqueous Media at
298,15 K. Chemical Science Transactions. Vol. 2. No. 1.
Risnoyatinigsih, Sri. 2011. Hidrolisis Pati Ubi Jalar Kuning menjadi
Glukosa Secara Enzimatis. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 5. No. 2.
Halaman 417-419.
Septiani, Y., Tjahjadi Purwoko, Artini Pangastuti. 2004. Kadar Karbohidrat,
Lemak, dan Protein pada Kecap dan Tempe. Jurnal Bioteknologi
Vol. 1. No. 2.
Sumaryati, Enny. 2010. Pembuatan Leather Mengkudu (Morinda cintrifolia)
Kajian Lama Perendaman dan Konsentrasi Larutan Kapur
terhadap Kualitas Leather Mengkudu yang Dihasilkan. Fakultas
Pertanian Universitas Widyagama Malang.
Sunyoung, L., Stephen J. Valentine, James P. Riley, David E. Clemmer.
2012. Analyzing a Mixture of Disaccharides by IMS-VUVPD-MS.
International Journal of Mass Spectrometry.
Syamsir, Bvira., Purwiyatno Hariyadi, Dedi Fardiaz, Nuri Andarwulan, Feri
Kusnandar. 2012. Pengaruh Proses Heat-Moisture Treatment
(HMT) terhadap Karakteristik Fisikokimia Pati. Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan. Vol. 23. No. 1. Halaman 100-101.
Uhi, Harry T. 2006. Pemanfaatan Gelatin Tepung Sagu (Metroxylon sago)
sebagai Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.
6. No. 2. Halaman 109.
Winarni, W. S., Sri Martini. 2010. Penetralan dan Adsorbsi Minyak Goreng
Bekas menjadi Minyak Goreng Layak Konsumsi. Jurnal Kimia Vol.
8. No. 1.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama:
Jakarta.