Vous êtes sur la page 1sur 16

TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Persalinan postmatur adalah persalinan dari kehamilan yang melewati 294 hari atau 42
minggu. Diagnosa usia kehamilan didapatkan dengan perhitungan usia kehamilan dengan
rumus Naegele atau dengan penghitungan tinggi fundus uteri (Kapita Selekta Kedokteran
jilid 1).

Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama yaitu 42 minggu.
Dihitung berdasarkan rumus Neagle dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Mochtar, R.
2009).

Masa post kehamilan adalah kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu dan masa
kehamilan 249 hari dari kehamilan normal (May A. K. & Mahl Meister. R. M. 2009).

Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang umur kehamilannya lebih dari 42 minggu
(Hanifa, 2002).

Kehamilan lewat waktu (serotinus) adalah kehamilan melewati waktu 294 hari atau 42
minggu. Kehamilan lewat dari 42 minggu ini didasarkan pada hitungan usia kehamilan
(dengan rumus Neagle), menurut Anggarani (2007 : 83).

Rumus Neagle ini adalah untuk menghitung tanggal kelahiran bayi yaitu (tanggal +7,
bulan -3, tahun +1) atau (tanggal +7, bulan +9, tahun +0), menurut C Trihendradi (2010 :
11).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kehamilan serotinus adalah kehamilan yang lewat waktu
lebih dari 42 minggu belum terjadi persalinan yang bisa berpengaruh pada janin dapat
meninggal dalam kandungan karena kekurangan zat makanan dan oksigen.
2. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya serotinus belum diketahui secara pasti, namun ada faktor yang bisa
menyebabkan serotinus seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat
ini sebab terjadinya kehamilan postterm sebagai akibat gangguan terhadap timbulnya
persalinan. Beberapa teori yang menjadi pendukung terjadinya kehamilan serotinus antara
lain sebagai berikut:
a. Pengaruh Progesteron
Penurunan hormon progesteron dalam kehamilan dipercaya merupakan kejadian
perubahan endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler pada
persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, sehingga beberapa
penulis menduga bahwa terjadinya kehamilan postterm adalah karena masih
berlangsungnya pengaruh progesterone.
b. Teori Oksitosin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan postterm memberi
kesan atau dipercaya bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peranan penting
dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil
yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu faktor penyebab
kehamilan postterm.
c. Teori Kortisol/ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa pemberi tanda untuk dimulainya persalinan adalah
janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol plasma janin. Kortisol janin
akan mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekresi estrogen, selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya
produksi prostaglandin. Pada cacat bawaan janin seperti anensefalus, hipoplasia
adrenal janin, dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan
kortisol janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan (Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
d. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan membangkitkan
kontraksi uterus. Pada keadaan di mana tidak ada tekanan pada pleksus ini, seperti
pada kelainan letak, tali pusat pendek dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya
diduga sebagai penyebab terjadinya kehamilan postterm.
e. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami kehamilan
postterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat bulan pada kehamilan
berikutnya. Mogren (1999) seperti dikutip Cunningham, menyatakan bahwa bilamana
seorang ibu mengalami kehamilan postterm saat melahirkan anak perempuan, maka
besar kemungkinan anak perempuannya akan mengalami kehamilan postterm
(Sarwono Prawirohardjo, 2009: 687).
f. Kurangnya air ketuban.
g. Insufisiensi plasenta (Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008).
3. TANDA DAN GEJALA
a. Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara
subyektif kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari
10 kali/20 menit.
b. Air ketuban berkurang dengan atau tanpa pengapuran (klasifikasi) plasenta diketahui
dengan pemeriksaan USG.
c. Pada bayi ditemukan tanda lewat waktu yang terdiri dari:
Stadium I : kulit kehilangan vernix caseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit
menjadi kering, rapuh dan mudah terkelupas.
Stadium II : seperti stadium I, ditambah dengan pewarnaan mekoneum (kehijuan)
di kulit.
Stadium III : seperti stadium I, ditambah dengan warna kuning pada kuku, kulit
dan tali pusat.

Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998) adalah :


a. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram).
b. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur.
c. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang.
d. Verniks kaseosa di badan kurang.
e. Kuku-kuku panjang.
f. Rambut kepala agak tebal.
g. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel.
4. KOMPLIKASI
a. Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosia karena kontraksi uterus tidak
terkoordinir, janin besar, molding kepala kurang, sehingga sering dijumpai partus
lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu, perdarahan post partum yag
mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
b. Terhadap Bayi
Jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali lebih besar dari
kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan menambah bahaya pada janin.
Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi seperti berat badan janin dapat
bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang sesudah kehamilan 42 minggu. Ada
pula yang terjadi kematian janin dalam kandungan, kesalahan letak, distosai bahu,
janin besar, moulage.

Menurut Prawirohardjo (2006), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus


yaitu komplikasi pada Janin. Komplikasi yang terjadi pada bayi seperti :
gawat janin.
gerakan janin berkurang.
kematian janin.
asfiksia neonaturum dan kelainan letak.

Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi pada kehamilan serotinus yaitu
komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi seperti :
kelainan kongenital.
sindroma aspirasi meconium.
gawat janin dalam persalinan.
bayi besar (makrosomia).
pertumbuhan janin terlambat.
kelainan jangka panjang pada bayi.
5. PATOFISIOLOGI
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan estriol
dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian
gawat janin dengan resiko 3 kali.

Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi
dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan nutrisi dan O2
menurun menuju janin di samping adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin
resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.

Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan


pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin
bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan
metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan
perubahan abnormal jantung janin (Wiknjosastro, H. 2009, Manuaba, G.B.I, 2011 &
Mochtar R, 2009).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Bila HPHT dicatat dengan baik, diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
b. Bila wanita tidak tahu atau lupa haid terakhirnya, maka hanyalah dengan pemeriksaan
antenatal care yang teratur dapat diikuti dengan naik nya fundus uteri, mulainya
gerakan janin maka sangat membantu diagnosis.
c. Pemeriksaan berat badan ibu, apakah berkurang? Dan juga lingkar perut dan jumlah
air ketuban.
d. Pemeriksaan Rontgenology dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada bagian distal
femur, bagian proksimal tibia dan tulang kuboid.
e. Ultrasonografi untuk menentukan ukuran bipariental, gerakan janin dan jumlah air
ketuban.
f. Pemeriksaan sitology air ketuban : air ketuban diambil dengan amnion sintesis baik
transvaginal mau pun trans abdominal.
g. Amnioskopy untuk melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya karena
kekeruhan oleh mekonium.
h. Kardiotokografy untuk mengawasi dan membaca denyut jantung janin karena
insufisiensi plasenta.
i. Uji oksitoxin : dengan infuse tetes oksitoxin dan diawasi reaksi terhadap kontraksi
uterus.
j. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin.
k. Pemeriksaan pH darah kepala janin.
l. Pemeriksaan sitology vagina. (Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I).
8. PENATALAKSANAAN
a. Setelah usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin
sebaik-baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu
dengan pengawasan ketat
c. Kehamilan lewat waktu memerlukan pertolongan, induksi persalinan atau persalinan
anjuran. Persalinan induksi tidak banyak menimbulkan penyulit bayi, asalkan
dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang cukup.
Dalam pertolongan persalinan lewat waktu, pengawasan saat persalinan induksi
sangat penting karena setiap saat dapat terancam gawat janin, yang memerlukan
pertolongan segera.
Persalinan anjuran/induksi persalinan dapat dilakukan dengan metode :
1) Persalinan anjuran dengan infuse pituitrin (sintosinon) 5 unit dalam 500 cc
glukosa 5 %, banyak dipergunakan
Teknik induksi dengan infuse glukosa lebih sederhana, dan mulai dengan 8
tts/mnt, dengan maksimal 40 tts/mnt. Kenaikan tetesan setiap 15 menit
sebanyak 4-8 tts sampai kontraksi optimal tercapai.
Bila dengan 30 tts kontraksi maksimal telah tercapai, maka tetesan tersebut
dipertahankan sampai terjadi persalinan. Apabila terjadi kegagalan, ulangi
persalinan anjuran dengan selang waktu 24-48 jam.
2) Amniotomi
Memecah ketuban merupakan salah satu metode untuk mempercepat
persalinan. Setelah ketuban pecah, ditunggu sekitar 4-6 jam dengan harapan
kontraksi otot rahim akan berlangsung.
Apabila belum berlangsung kontraksi otot rahim dapat diikuti induksi
persalinan dengan infuse glukosa yang mengandung 5 IU oksitosin.
3) Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin
Telah diketahui bahwa kontraksi otot rahim terutama dirnagsang oleh
prostaglandin sebagai induksi persalinan dapat dalam bentuk infuse intravena
(Nalator) dan pervaginam (prostaglandin vagina suppositoria)
Prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama induksi
persalinan.
Pantau denyut nadi, tekanan darah, kontraksi ibu hamil, dan periksa DJJ.
Kaji ulang indikasi
Prostaglandin E2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg/gel 2-3 mg ditempatkan pada
forniks posterior vagina dan dapat diulangi 6 jam kemudian (jika his tidak
timbul)
Hentikan pemberian prostaglandin dan mualilah infuse oksitosin, jika :
Ketuban pecah, pematangan serviks telah tercapai, proses persalinan telah
berlangsung, pemakaian prostaglandin telah 24 jam.
4) Pemberian misoprostol
Penggunaan misoprostol untuk pematangan serviks hanya pad kasus-kasus
tertentu misalnya,
Pre-eklamsi berat/eklamsi dan serviks belum matang sedangkan seksio sesarea
belum dapat segera dilakukan atau bayi terlalu premature untuk bisa hidup.
Kematian janin dalam rahim lebih dari 4 minggu belum inpartu dan terdapat
tanda-tanda gangguan pembekuan darah.
Tempatkan tablet misoprostol 25 mcg di forniks posterior vagina dan jika his
tidak timbul dapat diulangi setelah 6 jam.
Jika tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberiaan 25 mcg, naikkan dosis sampai
50 mcg tiap 6 jam
Jangan lebih dari 50 mcg setiap kali pakai dan jangan lebih dari 4 dosis/200
mcg.
Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian rupture uteri. Oleh
karena itu, hanya dikerjakan di pelayanan kesehatan yang lengkap (ada
fasilitas operasi)
Jangan berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol.
5) Kateter Foley
Kateter foley merupakan alternative lain disamping pemberian prostaglandin
untuk mematangkan serviks dan induksi persalinan
Jangan lakukan kateter foley jika ada riwayat perdarhan, ketuban pecah,
pertumbuhan janin terlambat, atau infeksi vaginal.
Kaji ulang indikasi
Pasang speculum DTT di vagina
Masukkan kateter Foley pelan-pelan melalui serviks dengan menggunakan
forseps DTT. Pastikan ujung kateter telah melewati ostium uteri internum
Gembungkan balon kateter dan letakkan di vagina
Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau sampai 12
jam.
Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkan kateter, kemudian lanjutkan
dengan infuse oksitosin.

d. Lakukan pemeriksaan dalam untuk memeriksa kematangan servik, kalau sudah


matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi
e. Bila riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim, terjadi hipertensi,
preeklamsi, kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas atau pada kehamilan
lebih dari 40-42 minggu, maka ibu dirawat di rumah sakit.
f. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada insufisiensi plasenta
dengan keadaan serviks belum matang, pembukaan belum lengkap, persalinan lama
dan terjadi tanda gawat janin, atau pada primigravida tua, kematian janin dalam
kandungan, pereklamsi, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas dan kesalahan
letak janin.
g. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat
merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar, dan kemungkinan disproporsi
sefalo-pelvik dan distosia janin perlu dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur
lebih peka terhadap sedative dan narkosa, jadi pakailah anestesi konduksi. Jangan
lupa, perawatan neonatus postmaturitas perlu dibawah pengawasan dokter anak.
9. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Tanggal : tanggal dilakukan pengkajian
Jam : waktu dilakukan pengkajian
Tempat : tempat dilakukan pengkajian
No. Register : nomor urut yang ada di tempat pengkajian.
1) Data Subyektif
Biodata
Nama perlu dikaji sehubungan dengan membedakan pasien atau
supaya tidak terjadi kesalahan pasien.
Umur perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu termasuk dalam usia
resiko tinggi untuk hamil.
Agama perlu dikaji untuk mempermudah dalam melakukan
pendekatan di dalam asuhan kebidanan.
Pendidikan perlu dikaji sehubungan dengan tingkat penangkapan ibu
terhadap pertanyaan yang diajukan, dan kie yang diberikan oleh
petugas.
Pekerjaan perlu dikaji sehubungan dengan tingkat aktifitas ibu dan
social ekonominya.
Penghasilan untuk mengetahui tingkat social ekonomi yang dapat
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Alamat untuk mempermudah jika melakukan kunjungan rumah.
Biodata suami untuk mengetahui tingkat social ekonomi sehubungan
dengan pemberian obat atau terapi.
Keluhan utama
Ditanyakan untuk mengetahui masalah yang dihadapi ibu yang dapat
mempengaruhi jalannya persalinan, membuat intervensi.
Riwayat haid
Untuk mengetahui HPHT dan TP, meliputi umur menarche, siklus, jumlah
darah serta adakah gangguan waktu haid, misalnya: dismenorhe, siklus
yang tidak teratur.
Riwayat pernikahan
Untuk mengetahui riwayat pernikahan
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Perlu dikaji untuk mengetahui kehamilan yang keberapa dan bagaimana
dengan persalinan yang lalu, ditolong siapa, jenis persalinannya, tempat
persalinan, bagaimana keadaan setelah persalin, bagaimana keadaan bayi
dan KB apa yang digunakan setelah persalinan yang lalu.
Riwayat kehamilan sekarang
Untuk mengetahui berapa kali ANC selama hamil ini dan apa saja yang
diperoleh dari ANC.
Riwayat kesehatan yang lalu
Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit kroinis atau penyakit menular
misalnya DM, hipertensi yang dapat berpengaruh pada kehamilannya.
Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui ada tidaknya penyakit yang sedang diderita saat ini.
Riwayat psikososial dan budaya
Untuk mengetahui keadaan kondisi klien dalam keluarga dan lingkungan
keluarga, mengetahui tradisi yang dianut klien yang berpengaruh pada
kehailan, persalinan, nifas, dan pertumbuhan dan perkembangan janinnya.
Riwayat spiritual
Untuk mengetahui kepecayaan dan agama yang dianut klien agar lebih
mudah melakukan pendekatan pada klien.
Pola kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi
Untuk mengetahui apakah nutrisi sudah terpenuhi apa belum ada
pantangan apa tidak.
Pola eliminasi
Untuk mengetahui ibu berapa kali BAB dan BAK
Pola istirahat
Untuk mengetahui waktu istirahat ibu dalam 24 jam
Pola aktivitas
Aktivitas yang dilakukan apa saja, aktivitasnya berpengaruh atau tidak
terhadap kehamilannya
Pola kebersihan (personal Hygiene)
Mengetahui tingkat kebersihan klien dengan dikaji berapa kali mandi,
ganti baju dan ganti celana dalam berapa kali sehari.
Pola hubungan seksual
Untuk mengetahui hubungan seksual yang dilakukan saat hamil dapat
berpengaruh apa tidak pada kehamilannya.
Kebiasaan lain
Untuk mengetahui kebiasaan lain yang ddilakukan oleh ibu yang dapat
membahayakan kehamilannya seperti merokok, minum alcohol dan
jamu-jamuan.
2. Data Objektif
Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui keadaan pasien secara umum:
K/U : Baik/cukup/lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : Normal 110/70 mmHg-120/80 mmHg
Kenaikan systole batasnya 15 mmHg
Kenaikan diastole batasnya 30 mmHg
Nadi : Normal 70-90 mmHg
Pernafasan : Normal 16-24 x/menit
Suhu Tubuh : Normal 36 oC-37 oC
BB : Pertambahan BB lebih dari kg perminggu
diwaspadai kemungkinan PE, hingga akhir kehamilan
pertambahan BB normal 9-10 kg.
TB : Kurang dari 145 waspadai CPD
Pemeriksaan fisik
Inspeksi
rambut : warna, bersih/tidak, rontok/tidak,
lurus/ikal/keriting
kepala : tampak ada luka/tidak, tampak ada
benjolan/tidak
muka : pucat/tidak, bengkak/tidak, adakah cloasma
gravidarum, ekspresi wajah
mata : simetris/tidak, konjungtiva ka/ki pucat/tidak,
sclera ka/ki kuning/tidak
hidung : adakah pernafasan cuping hidung, adakah
pengeluaran scret/tidak, adakah pembesaran
polip
mulut : bibir pucat/tidak, kering/lembab,
stomatitis/tidak, caries/tidak
leher : apakah ada pembesaran kelenjar tyiroid
dada : adakah retraksi dinding dada, payudara
simetris/tidak, bersih/kotor, tegang/lembek
putting susu menonjol/mendatar/tenggelam,
ada benjolan atau tidak, hiperpigmentasi
perut : aerola/tidak, adanya pembesaran perut sesuai
kehamilan, ada strie/tidak, ada bekas
genetalia : operasi/tidak
bersih/tidak, adakah jaringan parut pada
anus : perineum, oedem/tidak
ekstermitas : adakah hemoroid
atas dan simetris/tidak, oedem/tidak
bawah
Palpasi
Leher : teraba pembesaran kelenjar tyroid/tidak,
teraba bendungan vena jugularis/tidak.
Payudara : kolostrum keluar/tidak, ada nyeri
tekan/tidak, ada benjolan abnormal/tidak
Abdomen : sesuai usia kehamilan
Leopold I : menentukan TFU
Leopold II : menentukan letak janin
puka/puki
Leopold III : menentukan bagian terbawah
janin
Leopold IV : menentukan seberapa jauh
bagian terbawah, masuk PAP
Auskultasi
DJJ : berapa kali per menit, menentukan kesejahteraan janin
Frekuensi : teratur/tidak/bagaimana kekuatannya
Pemeriksaan penunjang
USG : untuk mengetahui kondisi janin
Pemeriksaan khusus
VT : untuk mengetahui kemajuan persalinan.
10. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b.d. Agen cedera fisik (trauma jalan lahir, episiotomi).
b. Risiko infeksi dengan faktor risiko pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(integritas kulit di perinium tidak utuh)
c. Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan
d. Kurang pengetahuan: Perawatan post partum b.d. kurang terpapar informasi

Vous aimerez peut-être aussi