Vous êtes sur la page 1sur 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA CHILD ABUSE

Dosen pembimbing: Tri Ratnaningsih, S.kep.,Ns. M.kes

Nama Kelompok:

1. Halimatus Sadiyah (201604)


2. Wahyu Melia Rohliana (201604066)
3. Nadilla Rahayu Ningtiyas (201604)

IIA D3 KEPERAWATAN 2017/2018

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mencapai Indonesia sehat 2017 peningkatan mutu kesehatan yang
berkualitas merupakan kebutuhan masyarakat. Hal ini penting mengingat makin
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masa sekarang yang sering
menimbulkan perubahan pola hidup masyarakat yang berpengaruh terhadap kesehatan
fisik mental dan sosial serta kesejahteraan masyarakat.
Gangguan jiwa artinya menonjolnya gejala-gejala psikogenik, hal ini tidak
berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu lagi, yang sakit dan yang menderita
ialah ; Manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya, dan lingkungannya.
Pada anak dibawah 18 tahun sering tidak sedikit juga yang mengalami kelalaian dari
orang tua mau orang yang merawat lainnya baik berupa tindakan fisik, psikologi
maupun mentalnya.
Dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan perilaku kekerasan
diperlukan sikap perawatan yang menerima klien, hangat, sederhana, dimana prinsip
intervensi aktif adalah : menerima dan menenangkan klien bukan menggembirakan
atau mengatakan bahwa klien tidak perlu khawatir. Sehingga Makalah ini disusun
untuk mempelajari bagaimana asuhan keperawatan pada anak yang menderita child
abuse.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Child Abuse?
2. Apa klasifikasi dari Child Abuse?
3. Apa etiologi dari Child Abuse?
4. Apa manifestasi klinis dari Child Abuse?
5. Apa Komplikasi dari Child Abuse?
6. Apa pathway dari Child Abuse?
7. Apa diagnosa banding dari Child Abuse?
8. Apa prognosis dari Child Abuse?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada Child Abuse?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan child abuse?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan umum:
Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada anak dengan Child
Abuse.

Tujuan Khusus:

1. Untuk mengetahui pengertian dari Child Abuse.


2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Child Abuse.
3. Untuk mengetahui etiologi dari Child Abuse.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Child Abuse.
5. Untuk mengetahui Komplikasi dari Child Abuse.
6. Untuk mengetahui pathway dari Child Abuse.
7. Untuk mengetahui diagnosa banding dari Child Abuse.
8. Untuk mengetahui prognosis dari Child Abuse.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Child Abuse.
10. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak dengan child abuse.
BAB II

Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Child Abuse

Konsep Child Abuse


2.1 Pengertian Child Abuse
Menurut Sutanto (2006), kekerasan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak
yang lebih tua dengan menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak
berdaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat
penderitaan, kesengsaraan, cacat atau kematian. Kekerasan anak lebih bersifat
sebagai bentuk penganiayaan fisik dengan terdapatnya tanda atau luka pada tubuh
sang anak.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau
orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental
maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and
Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental,
kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang
dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan
anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.

2.2 KLASIFIKASI CHILD ABUSE


Macam macam Child Abuse :
a) Emotional Abuse, yaitu Perlakuan yang dilakukan oleh orang tua seperti
menolak anak, meneror, mengabaikan anak, atau mengisolasi anak. Hal
tersebut akan membuat anak merasa dirinya tidak dicintai, atau merasa buruk
atau tidak bernilai. Hal ini akan menyebabkan kerusakan mental fisik, sosial,
mental dan emosional anak.
Indikator fisik kelainan bicara, gangguan pertumbuhan fisik dan
perkembangan.
Indikator perilaku kelainan kebiasaan (menghisap, mengigit, atau
memukul-mukul)
b) Physical Abuse, yaitu Cedera yang dialami oleh seorang anak bukan karena
kecelakaan atau tindakan yang dapat menyebabkan cedera serius pada anak,
atau dapat juga diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pengasuh
sehingga mencederai anak. Biasanya berupa luka memar, luka bakar atau
cedera di kepala atau lengan.
Indikator fisik luka memar, gigitan manusia, patah tulang, rambut
yang tercabut, cakaran.
Indikator perilaku waspada saat bertemu degan orang dewasa,
berperilaku ekstrem seperti agresif atau menyendiri, takut pada orang
tua, takut untuk pulang ke rumah, menipu, berbohong, mencuri.
c) Neglect, yaitu Kegagalan orang tua untuk memberikan kebutuhan yang sesuai
bagi anak, seperti tidak memberikan rumah yang aman, makanan, pakaian,
pengobatan, atau meninggalkan anak sendirian atau dengan seseorang yang
tidak dapat merawatnya .
Indikator fisik kelaparan, kebersihan diri yang rendah, selalu
mengantuk, kurangnya perhatian, masalah kesehatan yang tidak
ditangani.
Indikator kebiasaan Meminta atau mencuri makanan, sering tidur,
kurangnya perhatian pada masalah kesehatan, masalah kesehatan yang
tidak ditangani, pakaian yang kurang memadai (pada musim dingin),
ditinggalkan.
d) Sexual Abuse, yaitu Termasuk menggunakan anak untuk tindakan sexual,
mengambil gambar pornografi anak-anak, atau aktifitas sexual lainnya kepada
anak.
Indikator fisik kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya noda atau
darah di baju dalam, nyeri atau gatal di area genital, memar atau
perdarahan di area genital/ rektal, berpenyakit kelamin.
Indikator kebiasaan pengetahuan tentang seksual atau sentuhan
seksual yang tidak sesuai dengan usia, perubahan pada penampilan,
kurang bergaul dengan teman sebaya, tidak mau berpartisipasi dalam
kegiatan fisik, berperilaku permisif/ berperilaku yang menggairahkan,
penurunan keinginan untuk sekolah, gangguan tidur, perilaku regressif
(misal: ngompol).
2.3 Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik
kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
Stress yang berasal dari anak
a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik
anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah
anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda
dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga
anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung
mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang
memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang
memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan
dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan
bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati
dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan
emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.

Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat
yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini
berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan
dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya
termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab
lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan
kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya
perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.

Stress berasal dari orangtua, yaitu:


a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan,
sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan
orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap
orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang
pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan
membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu
memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan
anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan
kekerasan.

2.4 Manifestasi Klinis


a. Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka
bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan
adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma,
misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata
dan cacat lainnya atau bahkan kematian. Adapun tanda dan gejala fisik lainnya
adalah:
Cidera Kulit
Cidera kulit adalah tanda-tanda penganiayaan anak yang paling umum
dan paling mudah dikenali. Bekas gigitan manusia tampak sebagai daerah
lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan atau tanda dorongan lidah. Memar
multiple atau memar pada tempat-tempat yang tidak terjangkau menunjukkan
bahwa anak itu telah mengalami penganiayaan. Memar yang ada dalam
berbagai tahap penyembuhan menunjukkan adanya trauma yang terjadi
berulang kali. Memar berbentuk objek yang dapat dikenali umumnya bukan
suatu kebetulan.
Kerontokan Rambut Traumatik
Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau
dipakai untuk menyeret atau menyentak anak. Akibatnya pada kulit kepala
dapat memecahkan pembuluh darah di bawah kulit. Adanya akumulasi darah
dapat membantu membedakan antara kerontokan rambut akibat penganiayaan
atau non-penganiayaan.
Jatuh
Jika seorang anak dilaporkan mengalami kejatuhan biasa, namun yang
tampak adalah cidera yang tidak biasa, maka ketidaksesuaian riwayat dengan
trauma yang dialami tersebut menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan
terhadap anak.
Cidera Eksternal pada Kepala, Muka dan Mulut
Luka, perdarahan, kemerahan atau pembengkakan pada kanal telinga
luar, bibir pecah-pecah, gigi yang goyang atau patah, laserasi pada lidah dan
kedua mata biru tanpa trauma pada hidung, semuanya dapat mengindikasikan
adanya penganiayaan.
Cidera Termal Disengaja atau Diketahui Sebabnya
Luka bakar terculap, dengan garis batas jelas, luka bakar sirkuler kecil-
kecil dan banyak dalam berbagai tahap penyembuhan, luka bakar setrikaan,
luka bakar daerah popok dan luka bakar tali semuanya memberikan kesan
adanya tindakan jahat yang disengaja.
Sindroma Bayi Terguncang
Guncangan pada bayi menimbulkan cidera ekslersi deselersi pada otak,
menyebabkan regangan dan pecahnya pembuluh darah. Hal ini dapat
menimbulkan cidera berat pada system saraf pusat, tanpa perlu bukti-bukti
cidera eksternal.
Fraktur dan Dislokasi yang Tidak Dapat Dijelaskan
Fraktur Iga Posterior dalam berbagai tahap penyembuhan, fraktur
spiral atau dislokasi karena terpelintirnya ekstremitas merupakan bukti cidera
pada anak yang tidak terjadi secara kebetulan.
b. Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang
mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal,
yaitu:
1. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya
yang tidak mendapat perlakuan salah.
2. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
a) Kecerdasan
Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.
Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak
adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
b) Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang
positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif,
perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk
kemampuan untuk percaya diri.
Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif
atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya
menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol,
hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit
tidur, tempretantrum, dsb.
c) Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu
menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
d) Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif
terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru
tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada
teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.
e) Hubungan social
Pada anak sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya
atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan
suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu
atau perbuatan2 kriminal lainnya.
f) Akibat dari penganiayaan seksual. Tanda-tanda penganiayaan seksual
antara lain:
Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal,
sekret vagina, dan perdarahan anus.
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang,
enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai
dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan
memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.

2.5 Komplikasi
Adapun komplikasi yang menyertai Child abuse diantaranya adalah:
1. Mengalami keterlambatan dan keterbelakangan mental
2. Kejang-kejang
3. Hidrocepalus
4. Ataksia
5. Kenakalan remaja
6. Depresi dan percobaan bunuh diri
7. Gangguan stress post traumatic
8. Gangguan makan
2.6 Pathway pada Child Abuse

CHILD ABUSE

Stress yang berasal Stress yang berasal Stress yang berasal


dari anak dari keluarga dari orang tua

-fisik yang berbeda. -kemiskinan dan


-mental yang berbeda pengangguran.
-tempramen yang -mobilitas, isolasi, dan -rendah diri
berbeda. perumahan tidak -waktu kecil mendapat
-tingkah laku yang memadahi perlakuan salah
berbeda. -perceraian -harapan pada anak
-anak angkat -anak yang tidak yang tidak realistis.
diharapkan

cedera kulit
mekanisme koping
(lecet, bekas gigitan,
keluarga rusak
memar, rambut rontok,
jatuh) perlakuan anak yang

PERAN KETIDAKEFEKTIFAN salah

ORANG TUA KOPING KELUARGA


BERUBAH

pertumbuhan dan
perkembangan lambat
RESIKO TINGGI RESIKO
PERUBAHAN PERILAKU
CEDERA
PERTUMBUHAN KEKERASAN
DAN
PERKEMBANGAN
2.7 Diagnosa Banding
Diagnosis banding tergantung pada jenis cedera, usia anak, dan tanda dan
gejala. Sebagian besar waktu, diagnosis cedera adalah antara trauma yang tidak
disengaja dan yang ditimbulkan.
Diagnosis banding yang terkait dengan memar adalah sebagai berikut:
Terkadang memar
G melanositosis dendeng kongenital (bintik-bintik Mongolia).
Hemangioma
Phytophotodermatitis
Purpura thrombocytopenic idiopatik
Purpura Henoch-Schnlein
Perdarahan Petechiae atau subconjunctival dari muntah atau batuk
Gigitan serangga
Penyakit hemoragik pada bayi baru lahir
Gangguan pendarahan (bawaan atau didapat)
Trauma lahir
Hemofilia
Erythema multiforme

Diagnosis banding fraktur skeletal terkait adalah sebagai berikut:

Fraktur yang tidak disengaja


Fraktur balita
Osteogenesis imperfect
Rakhitis
Osteomielitis
Kerapuhan tulang dengan penyakit kronis
Fisiologis subperiosteal tulang baru
Hipervitaminosis A
Sifilis kongenital
Trauma lahir
Osteopenia prematuritas
Osteopenia
Diagnosis banding yang terkait dengan Burn adalah sebagai berikut:
Luka bakar yang tidak disengaja
Impetigo
Praktik penyembuhan rakyat (misalnya, coining, cupping)
Dermatitis atopic
Kondisi peradangan pada kulit
Terbakar sinar matahari
Bahan bakar kimiawi
Dermatitis kontak

Diagnosis banding yang kejam (AHT) berhubungan dengan orang sulit adalah
sebagai berikut:

Cedera kepala yang tidak disengaja


Koagulopati kongenital atau yang didapat (misalnya, hemofilia,
kekurangan vitamin K, trombositopenia alloimun neonatal).
Penyakit metabolik (contohnya, glutaric aciduria tipe 1)
Tebal berdosa serebral
Malformasi arteri
Asfiksia yang tidak disengaja
Trauma lahir
Meningitis bakteri
Leukemia
Tumor otak yang solid

2.8 Prognosis pada Child Abuse


Pemulihan fisik anak tergantung pada tingkat keparahan luka-luka. Pemulihan
psikologis bergantung pada hasil terapi dan apakah anak dapat mengembangkan
hubungan saling percaya dengan pengasuh dewasa.
Pihak berwenang akan menentukan apakah pelaku mendapat bantuan psikiatri,
seperti pelatihan pengasuhan anak dan pelatihan manajemen impuls/ kemarahan.
Lembaga perlindungan pada anak umumnya berusaha untuk menyatukan kembali
keluarga jika memungkinkan.
2.9 Penatalaksanaan pada Child Abuse
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah
melalui:
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program
yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Prevensi primer dengan tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
Individu :
- Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan
masyarakat
- Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
- Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
- Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
- Pelayanan referensi perawatan jiwa
- Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku
kekerasan.
Keluarga :
- Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di
masyarakat
- Memfasilitasi jalinan kasih 14ocial pada orangtua baru
- Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak
lanjut Pelayanan untuk keluarga.
Komunitas:
- Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
- Mengurangi media yang berisi kekerasan
- Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti:
pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia
lanjut/wanita yang dianiaya
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi.
Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan haru dijaga
agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan
anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar
tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda-
tanda aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat
ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk
penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa anak berhak
atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti
oleh artikel-anak pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak
baik jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program
pencegahan lebih ditekankan.
Kemudian adapun penatalaksanaan yang lain dimana psikologi anak
sudah mengalami masalah akibat child abuse adalah dengan mekanisme
koping yaitu upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk
upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri. Akankah lebih baiknya juga anak yang
mengalami kasus child abuse dibawa ke psikiater untuk mengobati rasa
trauma dan memberikan sugesti baru yang lebih baik untuk masa depan anak.
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN CHILD ABUSE

3.1 PENGKAJIAN
a. Epidemiologi.
Sistem Data Nasional Penyiksaan dan Penyianyiaan anak menunjukkan bahwa
24% dari 838.232 laporan adalah karena penyiksaan fisik; 7% anak sebelum umur
1 tahun, 27% sebelum umur 4 tahun, dan 28% adalah anak berumur 4-8 tahun.
Anggota keluarga dekat adalah pelaksana pada 55% kasus penyiksaan. Pelaksana
yang paling sering adalah ayah 21%, ibu 21% teman kencan ibu 9%, pengasuh bayi
8%, dan ayah tiri 5%. Umur rata rata peyiksa adalah 25 tahun.
Walaupun berbagai definisi dan keperluan pelaporan menghindari
perbandingan yang rinci, orang tua yang menyiksa anaknya dilaporkan dari
kebanyakan kelompok etnik, geografis, agama, pendidikan, jabatan, dan sosial
ekonomi. Dari 10-40% orang tua penyiksa telah mengalami penyiksaan fisik waktu
masa kanak kanak.
Penyiksaan fifik paling mungkin terjadi pada orang tua beresiko tinggi yang
bertanggung jawab pada perawatan anak beresiko tinggi. Anak anak beresko tinggi
adalah bayi, prematur, bayi dengan keadaan medikronik, bayi yang menderita
polip, dan anak anak dengan masalah perilaku. Anak mungkin normal tetapi
mungkin disalah artikan oleh orang tua yang bersahaja sebagai sukar,tidak
biasa/abnormal. Perilaku normal seperti menangis, kencing malam (ngompol),
mengotori, menumpahkan dapat menyebabkan orang tua kehilangan kendali dan
melukai anak. Peluang yang memercepat penyiksaan mungkin akibat krisis
keluarga, seperti kehilangan pekerjaan, atau rumah, percekcokan perkawinan,
kematian saudara kandung, kelelahan fisik, atau menderita sakit fisik atau mental
akut atau kronik pada orang tua atau anak. Penentuan faktor resiko untuk
penyiksaan dan penyianyiaan harus merupakan bagian dari riwayat medik pada
semua kasus luka masa anak. Walaupun bukan diagnostik, adanya faktor resiko
menambah kecurigaan penyiksaan dan bahkan jika tidak ada penyiksaan yang
didokumentasikan, mungkin perlu merujuk ke pelayanan pencegahan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Perlukaan pada permukaan badan yang memiliki bentuk yang khas
menyerupai benda, seperti bekas cubitan, sapu lidi, setrika sundutan rokok, luka
bekas gigitan. Lecet, hematom, luka bakar, patah tulang, perdarahan retina,
sekuel/cacat sebagai akibat trauma misalnya jaringan parut. waspada saat bertemu
degan orang dewasa, agresif atau menyendiri, takut pada orang tua, takut untuk
pulang ke rumah,, kelaparan, kebersihan diri yang rendah, selalu mengantuk,
kurangnya perhatian, kesulitan untuk berjalan atau duduk, adanya noda atau darah
di baju dalam, nyeri atau gatal di area genital, memar atau perdarahan di area
genital/ rektal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


Adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah
psikiatrik. orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain
atau saudaranya untuk beberapa waktu. Pernah mengalami luka (tidak ada
penanganan medis) penundaan mencari bantuan medis dapat memperkuat adanya
penyiksaan. Kecelakaan yang berulang ulang dengan frakur/memar/ jaringan yang
berbeda waktu sembuhnya.

d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah
2. Kesadaran : Compos mentis ( 4 5 6)
3. Tanda-tanda vital : meliputi tekanan darah, frekuensi respirasi, frekuensi
nadi, dan suhu
4. Pemeriksaan B1-B6
a) B1 (breathing)
Inspeksi: Bentuk dada simetris/tidak, memar atau lebam pada dada,
frekuensi pernafasan cepat (takipnea) karena anak mengalami ansietas
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada dada, vokal fremitus getaran
seimbang kiri dan kanan.
Perkusi: sonor pada semua lapang paru
Auskultasi: Bunyi nafas vesikuler di seluruh lapang paru.
b) B2 (Blood)
Inspeksi : ictus cordis tidak teraba, kulit pucat
Palpasi : nadi 96x/menit, pengisian kapiler lebih dari 2 detik
Perkusi : pekak pada daerah jantung ICS 3 5 dada kiri.
Auskultasi : irama jantung regular
c) B3 (Brain)
kesadaran compos mentis, GCS :456
Inspeksi : pupil isokor, reflek cahaya positif, konjungtiva anemis,
lesi, bengkak pada area wajah
stastus mental : cara berpakaian lusuh, kebersihan diri buruk, ekspresi
wajah takut, menyengir saat nyeri, apatis
d) B4 (Bladder)
Inspeksi : tidak terpasang kateter urine
Palpasi : tidak nyeri tekan, tidak ada distensi kandung kemih
BAK : frekuensi: kurang lebih 3-6x/hari, warna kuning, bau khas
e) B5 (Bowel)
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, umbilikus masuk kedalam,
adanya perubahan berat badan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik menurun, bising usus 2x/menit
f) B6 (Bone)
Inspeksi : Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena
rokok), Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi, Tanda2 gigitan
manusia yang tidak dapat dijelaskan, Bengkak. FrakturDislokasi,
Keseleo (sprain).

e. Pemeriksaan Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada
anak, yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi.
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan
untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan
jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan
fisik.
Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan
fisik.
CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik,
hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang
mengalami trauma kepala yang berat.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut
dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami
penganiayaan seksual.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perilaku agresif, perilaku anti sosial,
penyalahgunaan obat, percobaan bunuh diri, masalah disekolah dan pekerjaan.
2. Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi berhubungan dengan faktor-
faktor yang menyebabkan Child Abuse.
3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan anak berhubungan dengan tidak
adekuatnya perawatan.
4. Resiko perilaku kekerasan oleh anggota keluarga yang lain berhubungan
dengan kelakuan yang maladaptive.
5. Peran orang tua berubah berhubungan dengan ikatan keluarga yang terganggu.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


1. Diagnosa Keperawatan: Risiko tinggi cidera b/d perilaku agresif.
Tujuan: Anak tidak mengalami cedera.
Intervensi keperawatan:
1) Lindungi anak dari cedera lebih lanjut
Rasional: Menghindari anak dari cedera/luka yang lebih parah dan
meminimalkan dampak psikologis yang ditimbulkan.
2) Bantu diagnosis penganiayaan anak : fisik, seksual / emosional.
Rasional: Membantu dalam menentukan altenatif tindakan yang tepat
untuk menghindari penganiayaan anak lebih lanjut.
3) Laporkan adanya kecurigaan.
Rasional: Dengan melaporkan adanya kecurigaan penganiayaan
adanya penganiayaan anak seperti luka pada kulit dapat
mencegah terjadinya cedera yang lebih serius pada anak serta
mencegah kematian anak.
4) Lakukan resusitasi dan stabilisasi seperlunya
Rasional: Resusitasi dan stabilisasi dilakukan ketika anak
mendapatkan penganiayaan yang menyebabkan mengalami henti
nafas, dilakukan sampai stabil dan dibawa ke rumah sakit.
2. Diagnosa Keperawatan: Tidak efektifnya koping keluarga; kompromi
berhubungan dengan faktor- faktor yang menyebabkan Child Abuse.
Tujuan: Mekanisme koping keluarga menjadi efektif
Intervensi keperawatan:
1) Identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan rusaknya mekanisme
koping pada keluarga, usia orang tua, anak ke berapa dalam keluarga,
status sosial ekonomi terhadap perkembangan keluarga, adanya
support system dan kejadian lainnya.
Rasional: Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang dilakukan
intervensi yang dibutuhkan dan penyerahan pada pejabat yang
berwenang pada pelayanan kesehatan dan organisasi social.
2) Konsulkan pada pekerja sosial dan pelayanan kesehatan pribadi yang
tepat.
Rasional: Keluarga dengan Child Abuse & neglect biasanya
memerlukan kerja sama multi disiplin, support kelompok dapat
mengenai problem keluarga, tawarkan terapi untuk individu atau
keluarga membantu, memecahkan masalah yang spesifik.
3) Dorong anak dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang apa
yang mungkin menyebabkan perilaku kekerasan.
Rasional: Dengan mendorong keluarga dengan mendiskusikan masalah
mereka maka dapat dicari jalan keluar untuk memodifikasi perilaku
mereka.
4) Ajarkan orang tua tentang perkembangan & pertumbuhan anak sesuai
tingkat umur. Ajarkan kemampuan merawat spesifik dan terapkan
tehnik disiplin.
Rasional: Orang tua mungkin mempunyai harapan yang tidak realistis
tentang pertumbuhan dan perkembangan anak
3. Diagnosa Keperawatan: Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
anak berhubungan dengan tidak adekuatnya perawatan.
Tujuan: Perkembangan kognitif anak, psikomotor dan psikososial dapat
disesuaikan dengan tingkatan umurnya.
Intervensi Keperawatan:
1) Diskusikan hasil test kepada orang tua dan anak.
Rasional: Orang tua dan anak akan menyadari, sehingga mereka dapat
merencanakan tujuan jangka panjang dan jangka pendek.
2) Melakukan aktivitas (seperti, membaca, bermain sepeda, dll) antara
orang tua dan anak untuk meningkatkan perkembangan.
Rasional: karena kekerasan pada anak akan menyebabkan
keterlambatan perkembangan karena tugas keluarga. Aktivitas dapat
mengkoreksi masalah perkembangan akibat dari hubungan yang dari
penurunan kemampuan kognitif psikomotor dan psikososial terganggu
3) Tentukan tahap perkembangan anak seperti 1 bulan, 2 bulan, 6 bulan
dan 1 tahun.
Rasional: Dengan menentukan tahap perkembangan anak dapat
membantu perkembangan yang diharapkan.
4) Libatkan keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan yang normal.
Rasional: Program stimulasi dapat membantu meningkatkan
perkembangan menentukan intervensi yang tepat
4. Diagnosa Keperawatan: Resiko perilaku kekerasan oleh anggota ke-
luarga yang lain berhubungan dengan kelakuan yang maladaptive.
Tujuan: Perilaku kekerasan pada keluarga dapat berkurang.
Intervensi Keperawatan:
1) Identifikasi perilaku kekerasan, saat menggunakan/ mengkonsumsi
alkohol atau obat atau saat menganggur.
Rasional: Dengan mengidentifikasi perilaku kekerasan dapat
membantu menentukan intervensi yang tepat.
2) Selidiki faktor yang dapat mempengaruhi perilaku kekerasan seperti
minum alkohol atau obat-obatan.
Rasional: Dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
perilaku kekerasan akan lebih memberikan kesadaran akan tipe situasi
yang mempengaruhi perilku, membantu dirinya mencegah
kekambuhan.
3) Lakukan konsuling kerjasama multidisiplin, termasuk organisasi
komunitas dan psikolologis.
Rasional: konseling dapat membantu perkembangan koping yang
efektif.
4) Menyarankan keluarga kepada seorang terapi keluarga yang tepat.
Rasional: Terapi keluarga menekan dan memberikan support kepada
seluruh keluarga untuk mencegah kebiasaan yang terdahulu.
5) Melaporkan seluruh kejadian yang aktual yang mungkin terjadi kepada
pejabat berwenang.
Rasional: Perawat mempunyai tanggung jawab legal untuk melaporkan
semua kasus dan menyimpan keakuratan data untuk investigasi
5. Diagnosa Keperawatan: Peran orang tua berubah berhubungan dengan
ikatan keluarga yang terganggu.
Tujuan: Perilaku orang tua yang kasar dapat menjadi lebih efektif
Intervensi Keperawatan:
1) Diskusikan ikatan yang wajar dan perikatan dengan orang tua yang
keras.
Rasional: Menyadarkan orang tua akan perikatan normal dan proses
pengikatan akan membantu dalam mengembangkan keahlian menjadi
orang tua yang tepat
2) Berikan model peranan untuk orang tua.
Rasional: Model peranan untuk orang tua, memungkinkan orang tua
untuk menciptakan perilaku orang tua yang tepat.
3) Dukung pasien untuk mendaftarkan dalam kelas yang mengajarkan
keahlian orang tua.
Rasional: Kelas keahlian orang tua yang tepat dan efektif akan
memberikan teladan & forum praktek untuk mengembangkan keahlian
4) Arahkan orang tua ke pelayanan kesehatan yang tepat untuk konsultasi
dan intervensi seperlunya.
Rasional: Kelas akan memberikan teladan & forum praktek untuk
mengembangkan keahlian orang tua yang efektif.

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan realisasi dari pada rencana tindakan
yang telah ditetapkan meliputi tindakan independent, depedent, interdependent. Pada
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, validasi, rencan keperawatan,
mendokumentasikan rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan
pengumpulan data (Susan Martin, 1998).
Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien.

3.5 EVALUASI KEPERAWATAN


Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan
sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal
dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).
Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, Rizky Fitryawan PK, Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Dalam Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan.:
Salemba Medika.

Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan,& Kesehatan Ed.4. (2002). Dalam d. h.


Mahanani (Penyunt.), Kamus Saku Mosby: Kedokteran, Keperawatan,& Kesehatan
Ed.4 (4 ed.). Jakarta: EGC.

Nelson. (1999). Ilmu Kesehatan Anak. Dalam S. Prof. DR. dr. A. Samik Wahab (Penyunt.).
Jakarta: EGC.

Vous aimerez peut-être aussi