Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Bahan
Penjelasan Potensi Bahaya Kesehatan
Kimia
Senyawa ini beracun dan korosif.
Simpanlah dalam botol berwarna
Dapat menyebabkan luka bakar dan kulit melepuh.
AgNO3 dan ruang yang gelap serta
Gas/uapnya juga menebabkan hal yang sama.
jauhkan dari bahan-bahan yang
mudah terbakar.
Senyawa ini beracun dan bersifat
Dapat menyebabkan luka bakar dan kulit melepuh.
HCl korosif terutama dengan
Gas/uapnya juga menebabkan hal yang sama.
kepekatan tinggi.
Senyawa ini mudah terbakar dan Menghirup bahan ini dapat menyebabkan pingsan,
H2S
beracun gangguan pernafasan, bahkan kematian.
Senyawa ini sangat korosif,
higroskopis, bersifat membakar
Jangan menghirup uap asam sulfat pekat karena
bahan organik dan dapat
dapat menyebabkan kerusakan paru-paru, kontak
H2SO4 merusak jaringan tubuh
dengan kulit menyebabkan dermatitis, sedangkan
Gunakan ruang asam untuk
kontak dengan mata menyebabkan kebutaan.
proses pengenceran dan
hidupkan kipas penghisapnya.
Senyawa ini bersifat higroskopis
NaOH Dapat merusak jaringan tubuh.
dan menyerap gas CO2.
Senyawa ini mempunyai bau Menghirup senyawa ini pada konsentrasi tinggi dapat
NH3
yang khas. menyebabkan pembengkakan saluran pernafasan dan
2
Berat ringannya keracunan oleh bahan kimia atau oleh bahan-bahan racun lainnya
tergantung pula pada faktor:
1. Sifat racun :
Keracunan akut
Keracunan kronis(menahun).
Keracunan sistemik yaitu keracunan yang mempengaruhi keseluruh atau
mempengaruhi sebagian dalam tubuh, seperti hati, ginjal,jantung dan lain-lain.
2. Cara masuknya ke dalam tubuh :
Melalui aspirasi (pernapasan).
Melalui mulut (gastrointestinal).
Melalui absorpsi kulit dan jalan kontak (bersentuhan) atau dengan jalan
tertumpah melalui kulit
3. Sifat-sifat bahan racun :
Racun bersifat korosif dan iritatif, yaitu racun yang merusak dan merangsang
jaringan-jaringan pada alat-alat pernapasan, alat-alat pencernaan dan kulit.
Racun yang merusak saraf (neurotoksis) seperti racun bisa ular tanah (ular
gebuk), racun yang merusak saraf pusat (central nervous depression) seperti
Carbon Disulfide CS2 dan sebagainya.
Racun yang merusak sel-sel darah sebagai racun pelarut darah (hematotoksis
dan hemapotic) seperti bahan-bahan kimia yang mengandung senyawa arsen
dan racun hewan bisa ular kobra.
4. Banyak racun yang masuk kedalam tubuh baik melalui aspirasi, melalui absorpsi
kulit maupun mulut(oral).
5. Jenis / macam dan kadar racun :
Racun kuat, racun agak kuat, racun sedang dan racun lemah.
3
Keracunan oleh bahan-bahan kimia tergantung pula pada sifat-sifat kimia dan
fisik dari bahan-bahan tersebut
- Kecepatan absorpsi ditentukan, oleh daya larut dari bahan-bahan
tersebut. Struktur kimia menentukan pengaruh bahan tersebut terhadap
metabolisme dari sel-sel dalam tubuh.
- Sifat fisik seperti besarnya partiket-partikel debu mempengaruhi daya
penetrasi (penembusannya) dalam paru-paru.
- Sifat reaksi jaringan, mekanisme dan eliminasi (pengeluarannya)
bahan-bahan kimia tersebut dari tubuh.
- Keadaan / kondisi pribadi. Mekanisme dan eleminasi dan kepekaan
seseorang terhadap bahan-bahan kimia tertentu.
Tabel 2. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.
Efek Gejala
1. Muskarinik - Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree (SLUD)
- Kejang perut
- Nausea dan vomitus
- Bradicardia
- Miosis
- Berkeringat
2. nikotinik - Pegal-pegal, lemah
- Tremor
- Paralysis
- Dyspnea
- Tachicardia
3. sistem saraf pusat - Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
- Sakit kepala
- Emosi tidak stabil
- Bicara terbata-bata
- Kelemahan umum
- Convulsi
- Depresi respirasi dan gangguan jantung
- Koma
www.repository.usu.ac.id
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida lainnya dan
seringmenyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah
sedikit,dapat menyebabkan kematian pada manusia.Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalamsel darah merah dan pada
sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada systemsaraf pusat dan perifer. Hal
tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian
tubuh.
Mekanisme toksisitas dari karbamat adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE
dihambat dan mengalami karbamilasi, tetapi efek hambatan kolinesterase bersifat reversibel
dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier.
sebagai insektisida rumah tangga. Insektisida propoksur mempunyai waktu paruh sekitar 4
jam, sehingga insektisida jenis ini cepat hilang namun tetap berbahayajika terjadi akumulasij.
Raini, Mariana. 2009. Toksikologi insektisida Rumah Tangga dan Pencegahan Keracunan.
Dalam ejournal.litbang.depkes.go.id, diunduh 1 Desember 2013
1. Sintesis asetilkolin : kolin diangkut dari cairan ekstrasel ke dalam sitoplasma neuron
kolinergik oleh suatu sistem pembawa yang bersamaan dengan masuknya natrium. Enzim
koline asetiltransferase (CAT) mengkatalisis reaksi kolin dengan asetil CoA untuk
membentuk asetilkolin dalam sitosol.
3. Pelepasan asetilkolin : jika suatu potensial kerja yang dipropagasi oleh kerja kanal
bervoltase peka Na tiba pada suatu ujung saraf, maka kanal-kanal bervoltase peka Ca pada
membran prasinaptik terbuka, yang menyebabkan peningkatan kadar Ca di dalam sel.
Peningkatan kadar Ca ini memacu fusi vesikel-vesikel sinaptik dengan membran sel dan
melepas kandungan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps.
4. Ikatan pada reseptor : asetilkolin yang dilepas dari vesikel sinaptik berdifusi melewati
ruangan sinaptik dan mengikat baik reseptor pascasinaptik pada sel sasaran maupun reseptor
prasinaptik pada membran neuron yang melepas asetilkolin. Ikatan pada reseptor ini
menimbulkan suatu respons biologi dalam sel seperti mulainya suatu impuls saraf pada
serabut pasca ganglionik atau aktivasi sejumlah enzim tertentu didalam sel efektor sebagai
perantara pada reaksi molekul second messenger .
6. Daur ulang kolin : kolin mungkin ditangkap kembali melalui suatu sistem ambilan
kembali berafinitas tinggi yang berpasangan dengan Na ke dalam neuron, yang kemudian
diasetilasi dan disimpan hingga dilepas lagi oleh potensial kerja berikutnya.
Reseptor Kolinergik
Reseptor kolinergik terdapat dalam semua ganglia, sinaps dan neuron postganglioner
sari SP, juga dipelat pelat ujung motorik (otot lurik) dan di bagian Susunan Saraf Pusat
yang disebut sistem ekstrapiramidal. Berdasarkan efeknya terhadap perangsangan, reseptor
ini dapat dibagi dalam dua jenis, yakni reseptor muskarin dan reseptor nikotin, yang masing
masing menghasilkan efek berlainan.
6
A. Reseptor muskarinik
Muskarin adalah derivat-furan yang bersifat sangat beracun dan terdapat sebagai alkalloida
pada jamur merah Amanita muscaria.
Reseptor ini, selain ikatannya dengan asetilkolin, mengikat pula muskarin, yaitu suatu
alkaloid yang dikandung oleh jamur beracun tertentu. Sebaliknya, reseptor muskarinik ini
menunjukkan afinitas lemah terhadap nikotin. Dengan menggunakan studi ikatan (binding
study) dan penghambat tertentu, maka telah ditemukan beberapa subklas reseptor muskarinik
seperti M1, M2, M3, M4, dan M5.
Asetilkolin (ACh) bekerja tidak selektif dan merangsang ketiga tipe reseptor M, serupa
dengan adrenalin dan NA dari sistem simpatis (SS), yang juga merangsang secara tak selektif
reseptor alfa dan beta adrenergis. Obat obat yang mengaktifasi reseptor M1, M2, atau M3
secara selektif hingga kini belum ditemukan.
1. Lokasi reseptor muskarinik : reseptor musfkarinik ini dijumpai dalam ganglia sistem
saraf tepi dan organ efektor otonom, seperti jantung, otot polos, otak dan kelenjar eksorin.
Secara khusus, walaupun kelima subtipe reseptor muskarinik terdafpat dafldam neuron,
namun reseptor M1 ditemukan pula dalam sel parietal lambung, dan reseptor M2 terdapat
dalam otot jantung dan otot polos, dan reseptor M3 ditemukan dalam kelenjar eksokrin dan
otot polos. [Catatan; obat oabt yang bekerja muskarinik lebih peka dalam memacu reseptor
muskarinik dalam jaringan tadi, tetapi dalam kadar tinggi mungkin memacu reseptor
nikotinik pula].
Reseptor ini selain mengikat asetilkolin, dafpat pula mengenal nikotin, tetapi afinitas lemah
terhadap muskarin. Tahap awal nikotin memang memacu reseptor nikotinik, namun setelah
itu akan menyekat reseptor itu sendiri. Reseptor nikotinik ini terdapat didalam sistem saraf
pusat (SSP), medula adrenalis, ganglia otonom, dan sambungan neuromuskular. Obat obat
yang bekerja nikotinik akan memacu reseptor nikotinik yang terdapat dadflam jaringan tadi.
Reseptor nikotinik pada ganglia otonom berbeda dengan reseptor yang terdapat pada
sambungan neuromuskular. Sebagai contoh, reseptor ganglionik secara selektif dihambat oleh
heksametonium, sedangkan reseptor pada sambunan neuromuskular secara spesifik dihambat
oleh tubokurarin.
Reseptor nikotin terutama terdapat dipelat- pelat ujung myoneural dari otot kerangka dan di
ganglia otonom (simpatis dan parasimpatis). Stimulasi reseptor ini oleh kolinergika
(neostigmin dan piridostigmin) menimbulkan efek yang menyerupai efek adrenergika, jadi
bersifat berlawanan sama sekali. Misalnya vasokontriksi dengan naiknya tensi ringan,
penguatan kegiatan jantung, juga stimulasi SSP ringan. Pada dosis rendah, timbul kontraksi
otot lurik, sedangkan pada dosis tinggi terjadi depolarisasi dan blokade neuromuskular.
Efek nikotin dari ACh juga terdjadi pada perokok, yang disebabkan oleh sejumlah kecil
nikotin yang diserap kedalam darah melalui mukosa mulut.
Selektifitas parsiil (sebagian) untuk reseptor M dan N terdapat pada kolinergika klasik,
seperti pilokarpin, karbachol, dan aseklidin (glauchofrin). Obat obat ini pada dosis biasa
mengaktifasi beberapa tipe reseptor M tanpa mempengaruhi reseptor nikotin. Sebaliknya,
kolinergika lain, seperti zat zat antikolinesterase (neostigmin, piridostigmin), bekerja tidak
selektif.
Kejang terjadi akibat lepas muatan proksimal yang berlebihan dari sebuah focus
kejang atau dari jarringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut.
Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat
epileptogenetik, Sedangkan lesi di serebelun dan batang otak umumnya tidak memicu
kejang.
Di tingkat membrane sel, focus kejang memperlihatkan beberapa fenomena
biokimiawi, termasuk yang berikut :
Instabilitas membrane sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan
Neuron- neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan
8
1. Stabilisasi
Penatalaksanaan keracunan pada waktu pertama kali berupa tindakan resusitasi
kardiopulmoner yang dilakukan dengan cepat dan tepat berupa:
a. Pembebasan jalan napas.
b. Perbaikan fungsi pernapasan. (ventilasi dan oksigenasi).
c. Perbaikan sistem sirkulasi darah.
2. Dekontaminasi
12
3. Eliminasi
a. Tindakan eliminasi adalah tindakan untuk mempercepat pengeluaran racun yang
sedang beredar dalam darah, atau dalam saluran gastro intestinal setelah lebih dari
4jam. Apabila masih dalam saluran cerna dapat digunakan pemberian arang aktif
yang diberikan berulang dengan dosis 30-50 gram(0,5 - 4 gram / kg BB) setiap 4 jam
per oral/ enteral. Tindakan ini bermanfaat pada keracunan obat seperti karbamazepin.
Chlordecone, quinin, dapson, digoksin, nadolol, fenobarbital, fenilbutazone, fenitoin,
salisilat, teofilin, phenoxyacelate herbisida.
b. Tindakan eliminasi yang lain perlu dikonsulkan pada dokter spesialis penyakit dalam
karena tindakan spesialistik berupa cara eliminasi racun yaitu: 1). Diuresis paksa
(forced diuresis); 2). Alkalinisasi urin, 3). Asidifikasi urin; 4).
Hemodialisis/Peritoneal dialisis.
4. Anti Dotum
Pada kebanyakan kasus keracunan sangat sedikit jenis racun yang ada obat
antidotumnya dan sediaan obat antidotum yang tersedia secara komersial sangat
sedikit jumlahnya.
Tabel : Jenis Keracunan dan Antidontum
Dose
Antidote Child Adult Poison
N-acetylcysteine 140 mg/kg PO load, followed by 70 Acetaminophen
mg/kg PO q4h for 18 total doses
Activated charcoal 1 g/kg PO Most ingested poisons
Antivenom Fab 46 vials IV initially over 1 h may be Envenomation by
repeated; 2 vials every 6 h for 18 h Crotalidae
Calcium gluconate 0.60.8 mL/kg IV 30 mL IV Hypermagnesemia,
10% (9 mg/mL hypocalcemia (ethylene
elemental calcium) glycol, hydrofluoric
or acid), calcium channel
Calcium chloride 0.20.25 mL/kg IV 10 mL IV antagonists, black widow
10% (27.2 mg/mL spider
elemental calcium)
Cyanide antidote Not typically used 1 ampule in Cyanide poisoning
kit oxygen chamber
Amyl nitrate of ambu-bag 30
s on/30 s off
Sodium nitrite Sodium nitrite 0.33 Sodium nitrite Hydrogen sulfide (use
mL/kg IV (3% 10 mL (3% only sodium nitrate)
solution) solution)
Thiosulfate Thiosulfate 1.65 Thiosulfate 12.5
mL/kg IV g IV
Deferoxamine 90 mg/kg IM (1 g 2 g IM or 15 Iron
max) or 15 mg//kg/h (68
mg//kg/h IV (1 g g/d max)
max)
Dextrose 11.5 g/kg IV Hypoglycemia
Digoxin Fab
Acute 1020 vials IV Digoxin and cardiac
14
-blocker
Methylene blue 12 mg/kg 12 mg/kg Oxidizing chemicals (eg,
Neonates: 0.31 nitrites, benzocaine,
mg/kg sulfonamides)
Octreatide 1 micrograms/kg 50 micrograms Refractory hypoglycemia
q6h SC SC q6h after oral hypoglycemic
agent ingestion
Naloxone As much as is needed. Opioid, clonidine
Typical starting dose 0.4 mg10 mg IV
Physostigmine 0.02 mg/kg IV 12 mg IV Anticholinergic
substances (not TCAs)
Pralidoxime (2- 2040 mg/kg IV 12 g IV Cholinergic substances
PAM)
Protamine 1 mg neutralizes 2550 mg IV, Heparin
100 units over 15 min
administered
heparin; 0.6 mg/kg
IV over 15 min
Pyridoxine Gram-for-gram ingestion if amount of INH, Gyromitra
INH is known esculenta, rocket fuel
70 mg/kg IV 5 g IV
Sodium 12 mEq/kg IV bolus followed by 1-2 Sodium channel blockers,
bicarbonate mEq/kg/h alkalinization of urine or
serum
Thiamine 10100 mg IV 100 mg IV Ethylene glycol,
Wernicke syndrome,
"wet" beri-beri
Vitamin K1 25 mg/d PO 2550 mg PO Long-acting
TID anticoagulant
rodenticides
Whole bowel 0.5 L/h PO 1.52 L/h PO Multiple indications (eg,
irrigation sustained-release
products, body packers)
Supportif:
a. Keracunan Asam / Basa Kuat (Asam Klorida, Asam Sulfat, Asam Cuka
Pekat, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida).
- Dapat mengenai kulit, mata atau ditelan.
- Gejala : nyeri perut, muntah dan diare.
- Tindakan :
Keracunan pada kulit dan mata :
- irigasi dengan air mengalir
- beri antibiotik dan antiinflamasi.
Keracunan ditelan / tertelan :
- asam kuat dinetralisir dengan antasida
- basa kuat dinetralisir dengan sari buah atau cuka
16
c. Keracunan Arsenikum
- Gejala : mulut kering, kulit merah, rasa tercekik, sakit menelan, kolik usus,
muntah, diare, perdarahan, oliguri, syok.
- Tindakan :
Bilas lambung dengan Natrium karbonat/sorbitol
Atasi syok dan gangguan elektrolit
Beri BAL (4-5 Kg/BB) setiap 4 jam selama 24 jam pertama. Hari kedua
sampai ketiga setiap 6 jam (dosis sama). Hari keempat s/d ke sepuluh dosis
diturunkan.
f. Keracunan Ikan
- Gejala : panas sekitar mulut, rasa tebal pada anggota badan, mual, muntah,
diare, nyeri perut, nyeri sendi, pruritus, demam, paralisa otot pernafasan.
- Tindakan : Emesis, bilas lambung dan beri pencahar.
g. Keracunan Jamur
- Gejala : air mata, ludah dan keringat berlebihan, mata miosis, muntah, diare,
nyeri perut, kejang, dehidrasi, syok sampai koma.
- Tindakan :
Emesis, bilas lambung dan beri pencahar.
Injeksi Sulfas Atropin 1 mg / 1-2 jam
Infus Glukosa.
h. Keracunan Jengkol
- Gejala : kolik ureter, hematuria, oliguria anuria, muncul gejala Uremia.
- Tindakan :
17
i. Keracunan Singkong
- Gejala : Mual, nyeri kepala, mengantuk, hipotensi, takikardi, dispneu,
kejang, koma (cepat meninggal dalam waktu 1-15 menit).
- Tindakan :
Beri 10 cc Na Nitrit 5 % iv dalam 3 menit
Beri 50 cc Na Thiosulfat 25 % iv dalam 10 menit.
k. Keracunan Formalin
- Gejala :
Inhalasi : iritasi mata, hidung dan saluran nafas, spasme laring, gejala
bronchitis dan pneumonia.
Kulit : iritasi, nekrosis, dermatitis.
Ditelan/tertelan : nyeri perut, mual, muntah, hematemesis, hematuria, syok,
koma, gagal nafas.
- Tindakan : bilas lambung dengan larutan amonia 0,2 %, kemudian diberi
minum norit / air susu
l. Keracunan Barbiturat
- Gejala : mengantuk, hiporefleksi, bula, hipotensi, delirium, depresi
pernafasan, syok sampai koma.
- Tindakan :
Jangan lakukan emesis atau bilas lambung
Bila sadar beri kopi pahit secukupnya
Bila depresi pernafasan, beri amphetamin 4-10 mg intra muskular.
m. Keracunan Amfetamin
- Gejala : mulut kering, hiperaktif, anoreksia, takikardi, aritmia, psikosis,
kegagalan pernafasan dan sirkulasi.
- Tindakan :
Bilas lambung
Klorpromazin 0,5-1 mg/kg BB, dapat diulang tiap 30 menit
Kurangi rangsangan luar (sinar, bunyi)
KCl iv
Sulfas Atropin
Atropin
Atropin (hiosiamin) ditemukan dalam tumbuhan Atropa Belladonna, atau Tirai Malam
Pembunuh, dan dalam Datura Stramonium, atau dikenal sebagai biji jimson ( biji Jamestown)
atau apel berduri.
Atropine alam adalah l(-) hiosiamin, tetapi senyawanya sudah campuran (rasemik), sehingga
material komersilnya adalah rasemik d, l-hiosiamin.
Anggota tersier kelas atropine sering dimanfaatkan efeknya untuk mata dan system syaraf
pusat.
2.2.2. Absorbsi
Alkaloid alam dan kebanyakan obat-obat antimuskarinik tersier diserap dengan baik dari usus
dan dapat menembus membrane konjuktiva.
Reabsobsinya diusus cepat dan lengkap, seperti alkaloida alamiah lainnya, begitu pula dari
mukosa. Reabsorbsinya melalui kulit utuh dan mata tidak mudah.
2.2.3. Distribusi
21
Atropin dan senyawa tersier lainnya didistribusikan meluas kedalam tubuh setelah
penyerapan kadar tertentu dalam susunan saraf pusat (SSP) dicapai dalam 30 menit sampai 1
jam, dan mungkin membatasi toleransi dosis bila obat digunakan untuk memperoleh efek
perifernya. Didistribusikan keseluruh tubuh dengan baik.
Atropin cepat menghilang dari darah setelah diberikan dengan massa paruh sekitar 2 jam
kira-kira 60% dari dosis diekskresikan kedalam urine dalam bentuk utuh. Sisanya dalam
urine kebanyakan sebahagian metabolit hidrolisa dan konjugasi. Efeknya pada fungsi
parasimpatis pada semua organ cepat menghilang kecuali pada mata. Efek pada iris dan otot
siliaris dapat bertahan sampai 72 jam atau lebih.
Spesies tertentu, terutama kelinci memiliki enzim khusus satropin esterase yang membuat
proteksi lengkap terhadap efek toksik atropine dengan mempercepat metabolisme obat.
Ekskresinya melalui ginjal, yang separuhnya dalam keadaan utuh. Plasma t1/2 nya 2-4 jam.
Penambahan adrenalin pada atropine akan memperpanjang masa kerja obat serta
meningkatkan penyebaran molekul yang masuk ke SSP.
Khasiatnya
Merelaksasi otot dari organ urogenital dengan efek dilatasi dari rahim dan kandung
kemih
Merangsang SSP dan pada dosis tinggi menekan SSP (kecuali pada zat-zat
ammonium kwatener).
Penggunaan
Tukak lambung/ usus, guna mengurangi motilitas dan sekresi HCL dilambung,
khususnya pirenzepin.
Sebagai sadativum, berdasarkan efek menekan SSP, terutama atropine dan skolamin,
digunakan sebelum pembedahan. Bersamaan dengan anastetika umum. Antihistaminika dan
fenotiazin juga digunakan untuk maksud ini.
Sebagai zat anti mabuk jalan guna mencegah mual dan muntah.
pada inkontinesi urin, atas dasar kerja spasmolitisnya pada kandung kemih, sehingga
kapasitasnya diperbesar dan kontraksi spontan serta hasrat berkemih dikurangi.
Pada dosis lazim, atropine merupakan stimulant ringan terhadap SSP, terutama pada pusat
parasimpatis medulla, dan efek sedative yang lama dan lambat pada otak.efek pemacu Vagal
pusat seringkali cukup untuk menimbulkan bradikardia, yang kemudian nodus SA yang
menjadi nyata. Atropine juga menimbulkan kegelisahan, agitasi, halusinasi, dan koma.
2. Mata
Otot konstriktor pupil tergantung pada aktivitas kolinoseptor muskarinik. Aktivitas ini secara
efektif dihambat oleh atropine topical dan obat antimuskarinik tersier serta hasilnya aktivitas
dilator simpatis yang tidak berlawanan dan midriasis (pupil yang melebar) nampaknya
disenangi oleh kosmetik selama Renaissance dan oleh karena ini obatnya disebut belladonna
(bahasa italic, wanita cantik) yang digunakan sebagai obat tetes mata selama waktu itu.
Efek penting kedua pada mata dari obat antimuskarinik adalah kelumpuhan otot siliaris, atau
sikloplegia. Akibat sigloplegia ini terjadi penurunan kemampuan untung mengakomodasi ;
mata yang teratropinisasi penuh tidak dapat memfokus untuk melihat dekat.
Kedua efek midriasis dan sigloplegia berguna dalam pftalmologi. Namun efek ini juga cukup
berbahaya karena pada pasien dengan sudut kamar depan yang sempit akan menimbulkan
gejala glaucoma akut.
Efek ketiga dari obat antimuskarinik pada mata adalah mengurangi sekresi air mata. Kadang-
kadang pasien akan merasa matanya kering atau mata berpasir bila diberikan obat anti
muskarinik dalam dosis besar.
3. Sistem Kardiovaskuler
Atrium sangat kaya dipersyarafi oleh serabut syaraf parasimpatis (n.vagus), dan oleh karena
itu nodus SA peka terhadap hambatan reseptor muskarinik. Efek denyut jantung yang
terisolasi, dipersarafi, dan secara spontan memukul jantung berupa hambatan perlambatan
vagus yang jelas dan takikardia relative. Bila diberikan dosis terapi sedang sampai tinggi,
maka efek takikardi nampaknya dapat menetap pada pasien tertentu. Namun, dalam dosis
kecil justru memacu pusat parasimpatis dan sering menimbulkan gejala brakikardia awal
sebelum efek hambatan terhadap vagus perifer menjadi jelas.
Dengan mekanisme yang sama juga mengatur fungsi nodus AV; pada keadaan tonus vagus
yang meninggi, maka pemberian atropine dapat menurunkan interval PR dalam EKG dengan
memblok reseptor muskarinik jantung.
4. Sistem Pernafasan
Baik otot polos atau sel kelenjar sekresi pada saluran pernafasan dipersarafi oleh vagus dan
mengandung reseptor muskarini. Bahkan pada individu normal, maka efek bronkodilatasi dan
pengurangan sekresi setelah menelan atropine dapat diukur. Efek demikian lebih dramatic
pada pasien saluran pernafasan terganggu, walaupun obat antimuskarinik ini tidak sebaik
pemacu beta-adrenoseptor pada pengobatan asma.
5. Saluran Cerna
24
Hambatan reseptor muskarinik menimbulkan efek dramatic terhadap motilitas dan beberapa
fungsi sekresi pada saluran cerna. Seperti pada organ lainnya, pacuan muskarinik eksogen
lebih efektif dihambat disbanding efek dari aktivitas saraf simpatis (vagal).
6. Kelenjar Keringat
DAFTAR PUSTAKA
Jay, Than Hoon dan Kirana, Raharja. Obat-Obat Penting. 2002. Gramedia. Jakarta.
11. Obat apa saja yang harus diwaspadai dosisnya yg dapat menyebabkan
intoksikasi?kadar berlebih dari semua obat.
12. Apa saja komplikasinya?
Farmakokinetik+farmakodinamik