Vous êtes sur la page 1sur 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN
Efusi Pleura adalah akumulasi abnormal dari jumlah cairan yang ada pada
cavum pleura, hal ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan produksi dari
cairan pleura dan absorbsi cairan pleura, ketidakseimbangan ini dapat terjadi oleh
beberapa mekanisme yaitu peningkatan tekanan kapiler paru, penurunan tekanan
onkotik, peningkatan permeabilitas membran pleura dan obstruksi dari aliran limfe.
Cairan yang mengisi rongga pleura dapat berasal dari pembuluh kapiler pleura, cairan
interstitial pada rongga paru, saluran limfe intrathoraks, pembuluh darah intrathoraks
atau dari cavum peritoneum. Cairan pleura ini selanjutnya akan diabsorbi melalui
jaringan limfe pada pleura parietal.(1,4)
Efusi pleura merupakan kasus yang seringkali dijumpai, insidensinya sekitar
400/100.000 populasi di Negara Spanyol dan sekitar 1 juta penderita di Amerika
Serikat tiap tahunnya. Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, untuk konfirmasi dapat digunakan modalitas seperti
foto thoraks, ultrasonogafi dan CT-scan thoraks. Bagaimanapun sekitar 20% kasus
efusi pleura etiologinya masih belum jelas. Tindakan lain seperti torakosentesis,
parameter biokimia, kultur dan sitologi dari cairan pleura dapat dilakukan untuk
mengetahui etiologi. Penanganan efusi pleura dapat ditangani berdasarkan etiloginya,
namun efusi pleura yang masif dan refrakter harus dilakukan drainase untuk
memperbaiki gejala simptomatik. (3,4,5)

Laporan kasus ini memberikan gambaran secara singkat mengenai efusi


pleura dengan tujuan untuk memaparkan judul ini dari segi klinis dan teori.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama :Tn. B
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 54 tahun
Alamat : Simpang Kawat RT 02
No. Rekam Medik : 850309
Tanggal Masuk RS : 28 Maret 2017

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Sesak nafas
Anamnesis Terpimpin : Pasien dating ke IG RSUD Raden Mattaher
dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, sesak
dirasakan semakin memberat hingga saat ini. Sesak terasa bertambah bila
pasien berbaring terlentang dan mereda bila pasien duduk. Batuk ada, dialami
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, lendir ada warna putih, darah
tidak ada. Nyeri dada kanan ada dialami sejak 2 minggu lalu terutama saat
pasien batuk. Riwayat demam ada dialami sejak 1 minggu lalu, tidak terus
menerus, menggigil tidak ada. Riwayat berobat OAT tidak ada. Riwayat
hipertensi tidak ada. Riwayat trauma tidak ada. Riwayat diabetes tidak ada.
Saat ini pasien dirawat oleh bagian penyakit dalam dengan diagnosa efusi
pleura dextra . Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis : Sakit sedang / Gizi cukup / Sadar
Status Vitalis Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 72 x / menit
2
Pernafasan : 30 x / menit
Suhu : 37,8oC (axilla)

Status Lokalis

Kepala

Rambut : Hitam, ikal, sukar dicabut

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung : Rhinorrhea tidak ada, epistaksis tidak ada

Bibir : Sianosis tidak ada

Leher

Inspeksi : Warna kulit sama dengan sekitarnya, tidak


tampak massa tumor

Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan,


tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
deviasi trakhea kearah kiri.

Thoraks
Inspeksi : Pergerakan hemithoraks kanan tertinggal
dibandingkan hemithoraks kiri.
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak ada,
taktil fremitus hemithoraks kanan kesan
melemah dibanding hemithoraks kiri.
Perkusi : Pekak pada hemithoraks kanan setinggi ICS VI-
ICS VIII, sonor pada hemithoraks kiri mulai ICS
I-ICS VI.

3
Auskultasi : Bunyi pernafasan hemithoraks kanan melemah
dibanding hemithoraks kiri, bunyi pernafasan
tipe vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak pada batas kanan jantung, sejajar linea
midclavicularis dekstra, batas kiri jantung sulit
dinilai.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II, murni, reguler, tidak ada
bising.

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Palpasi : Tidak ada massa tumor, tidak ada nyeri tekan.
Hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Tympani

Ekstremitas Inferior Dekstra et Sinistra


Inspeksi : Tidak ada edema
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

4
D. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium 28 Maret 2017

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


WBC 13,82 4.0 - 10.0
RBC 3,63 4.50 - 6.50
HGB 12,8 14.0 - 18.0
HCT 29,2 40.0 - 54.0
PLT 342 150 400
MCV 97,1 80-100
MCH 27,0 27-32
MCHC 33,6 32-36
SGOT 57 < 38
SGPT 60 < 41
GDS 94 80-180
Natrium 137 136 145
Kalium 4,2 3.5 - 5.1
Klorida 97 97 111
Ureum 21 10 50
Kreatinin 0,4 < 1,3
Albumin 3.0 3,5-5,0

Kesan : Leukositosis, peningkatan enzim transaminase.

5
Foto Thoraks AP 4 April 2017

6
Ekspertise :
- Tampak perselubungan homogen pada basal paru kanan
- Cor : CTR < 50% . Batas normal
- Sinuscostofrenicus dan diafragma kanan berselubung
- Tulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada baik.
Kesan : Efusi pleura kanan

E. Diagnosa Sementara
Efusi pleura dextra

F. Penatalaksanaan
- Rencana pemasangan chest tube water sealed drainage (WSD) dextra

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI PARU

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi
dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paruparu kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat
dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru
kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.

Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura.

Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3


mm.Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Pada
Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary
Lung Bud. Bagian proksimal foregut membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan
trakea. Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya.
Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru
berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8
tahun. Alveoli bertambah besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi,

8
pertumbuhan dan perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai
pertumbuhan somatic berhenti.

Gambar 1. Anatomi paru (Tortora, 2012)


Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan pernafasan
bagian bawah.

1. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan

faring.

2. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan

alveolus paru. Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses,

yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke

dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke

atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang

baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan

dibagi menjadi dua yaitu,


9
1. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis

eksterna,sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.

2. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis

Gambar 2. Otot-otot pernafasan inspirasi dan ekspirasi (Tortora,2012).

3.2 DEFINISI
Efusi pleura adalah akumulasi cairan secara berlebihan pada cavum pleura,
pada keadaan normal cavum pleura hanya terisi beberapa milliliter cairan. Volume
dari cairan pleura yang bertambah sering terkait oleh akibat adanya kelainan pada
pleura, paru atau penyakit sistemik. Kelainan yang paling sering menimbulkan efusi
pleura antara lain berupa gagal jantung, pneumonia dan penyakit keganasan.(3)

3.3 EPIDEMIOLOGI
Efusi pleura merupakan manifestasi umum adanya penyakit pleura, paru atau
penyakit sistemik lainnya. Gagal jantung merupakan penyebab tersering diantara
penyebab lainnya seperti pneumonia, keganasan dan emboli paru. Prevalensi
terjadinya efusi pleura kurang lebih 400/100.000 populasi di Spanyol. Di Amerika
serikat setiap tahun ada sekitar 1 juta penduduknya mengalami efusi pleura. Penyebab

10
umum lainnya adalah keganasan, diestimasikan efusi pleura akibat keganasan
mencapai 150.000 penduduk per tahun di Amerika Serikat. Hampir semua pasien
datang ke dokter dengan keluhan sesak nafas akibat akumulasi cairan dan kompresi
parenkim paru.(4,5)

3.4. ETIOLOGI
Etiologi dari efusi pleura dapat ditentukan berdasarkan jenis cairan efusi
apakah tergolong transudat atau eksudat. Sehingga sangat penting menentukan jenis
dari efusi pleura. Berikut ini disajikan berbagai penyebab dari efusi pleura
berdasarkan jenis cairan efusi pleura. (1)

Tipe Eksudat Transudat


Sering Efusi parapneumoni Gagal jantung
Penyakit keganasan Sirrosis hepatis
Hipoalbuminemia
Dialisis peritoneal
Kadang Emboli pulmonal Sindrom nefrotik
Reumatoid arthritis Emboli pulmonal
Mitral stenosis
Jarang Abses Hepar atau spleen Perikarditis constrictiva
Uremia Meig sindrom
Chylotoraks Superior vena cava
obstruction
Induksi obat
Radioterapi

Etiologi lainnya dapat diklasifikasikan berdasarkan temuan radiologi dari


efusi pleura yang terjadi. Pada efusi pleura bilateral seringkali disebabkan oleh gagal

11
jantung atau keganasan, efusi pleura masif seringkali disebabkan karena keganasan,
parapneumoni atau empyema dan tuberculosis. (1,3)

3.5 PATOFISIOLOGI
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi karena peningkatan pembentukan dari
cairan pleura atau penurunan absorpsi dari cairan pleura atau keduanya. Peningkatan
pembentukan dari cairan pleura dapat merupakan hasil dari peningkatan tekanan
hidrostatik ( contohnya pada gagal jantung kongestif ), penurunan dari tekanan
osmotik koloid ( contohnya pada sirrosis dan sindrom nefrotik ), peningkatan
permeabilitas kapiler ( contohnya infeksi atau keganasan ), pengaliran cairan melalui
diafragma ( contohnya sirrosis hepatis dengan asites ) atau penurunan dari tekanan
cavum pleura ( contohnya pada atelektasis ). Penurunan absorpsi dari cairan pleura
disebabkan oleh mekanisme penyumbatan pada aliran limfe atau peningkatan dari
tekanan vena sistemik yang menyebabkan terganggunya aliran limfe ( contohnya
pada sindrom vena cava superior ).(2)
Adanya cairan pada cavum pleura yang normalnya memiliki tekanan negatif
memberi beberapa efek fisiologi terhadap respirasi. Efusi pleura akan mengganggu
fungsi fisiologis paru dan akan mengakibatkan gangguan ventilasi dan juga
menurunkan kapasitas total dari paru-paru, kapasitas residu fungsional, dan kapasitas
vital.(2)
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena
perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstitial submesotelial. Tekanan
hidrostatik dikapiler sistemik ( dinding dada ) besarnya 30 cm H2O. Tekanan negatif
di dalam rongga pleura adalah -5 cm H2O sehingga perbedaan tekanan antara kapiler
sistemik dan rongga pleura sebesar 35 cm H2O. Tekanan osmotik koloid di kapiler
sistemik sebesar 34 cm H2O. Tekanan osmotik koloid di rongga pleura sebesar 8 cm
H2O sehingga perbedaan tekanan osmotiknya sebesar 26 cm H2O. Karena tekanan
hidrostatik dari dinding dada kearah rongga pleura lebih besar daripada tekanan
12
osmotiknya maka cairan dari dinding dada cenderung akan masuk ke dalam rongga
pleura.(11)

3.6 DIAGNOSIS
Diagnosis efusi pleura dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis,
serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang terdiri dari gejala dan riwayat
penyakit sebelumnya dapat membantu diagnosis efusi pleura sekaligus evaluasi
terhadap kemungkinan penyebab efusi pleura. Contohnya riwayat menderita
pneumonia atau demam dapat mengarah ke kausa infeksi, riwayat penyakit jantung,
ginjal atau hepar dapat mengarah ke efusi transudat. Usia tua, penurunan berat badan
dan perokok dapat mengarah ke kausa keganasan. Gejala klinis yang timbul sangat
bergantung pada jumlah cairan efusi dan kausa dari efusi tersebut. Bahkan ada yang
asimptomatik, gejala yang mungkin didapat antara lain seperti dyspnea, nyeri dada
atau batuk kering. Nyeri dada biasanya bersifat nyeri yang bersifat tajam dan
terlokalisir memburuk pada inspirasi dalam atau batuk dan terkadang pada saat
bergerak. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan sesak yang ditandai dengan
digunakannya otot-otot bantu pernafasan, pergerakan hemithoraks yang sakit akan
tertinggal dibandingkan sisi yang sehat, palpasi taktil vokal fremitus menurun atau
menghilang, perkusi pada daerah efusi akan redup atau pekak. Pada auskultasi, bunyi
pernafasan akan menurun atau tidak terdengar. Pada efusi pleura masif dapat ditemui
kurangnya usaha untuk bernafas dan tanda-tanda pergesaran mediastinum. (1,4)
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis ditemukan adanya tanda-
tanda efusi, maka diagnosa dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan antara lain (3)
- Foto thoraks
Foto thoraks posisi posteroanterior dan lateral masih menjadi alat
diagnostik yang penting dalam diagnosis efusi pleura. Jumlah cairan yang
dapat dideteksi pada posisi PA adalah diatas 200 ml yang ditandai dengan
menumpulnya sudut costophrenicus. pada posisi lateral maka akan tampak
sinus costophrenicus posterior akan tumpul bila jumlah cairan mencapai
13
50 ml. Peningkatan jumlah efusi akan memberikan gambaran meniscus,
paru-paru menjadi opak dan diafragma akan tertutupi. Pada efusi pleura
masif akan ditandai dengan adanya pergeseran organ mediastinum kearah
kontralateral dari efusi. Pada posisi lateral dekubitus cairan bebas dalam
kavum pleura sangat mudah dideteksi bahkan bila cairan efusi kurang dari
5 ml.(1,3)

Efusi pleura perselubungan

paru kiri bawah sampai

setinggi iga III kiri depan

dengan pendorongan jantung

ke kanan.

efusi pleura kanan

perselubungan hamper seluruh

lapangan paru kanan dengan

pendorongan jantung ke

kontralateral kiri.

14
- USG thoraks
USG thoraks dapat mendeteksi cairan pada kavum pleura dengan jumlah
yang sangat kecil, Efusi pleura ditandai dengan adanya ruang bebas echo
diantara pleura visceralis dan pleura parietalis. USG sangat berguna untuk
mendeteksi efusi pleura yang terlokulasi dan dapat digunakan untuk
menentukan lokasi torakosentesis.(3)

- CT-scan thoraks
CT-scan pada kasus efusi pleura dapat digunakan bila ingin memastikan
lokasi anatomi yang tepat terjadinya efusi pleura yang tidak dapat diakses
dengan menggunakan foto konvensional dan USG, CT-scan berguna
untuk menentukan letak drainase yang tepat untuk suatu empyema,
membedakan empyema dengan abses paru dan dapat mendeteksi adanya
penyakit keganasan.(3)

- Torakosentesis
Torakosentesis adalah sebuah prosedur diagnostik yang sangat bermanfaat
pada pasien dengan efusi pleura yang etiologinya belum diketahui.
Kontraindikasi dari tindakan dapat dikatakan tidak ada, namun perlu
dipertimbangkan pada keadaan pasien dengan bantuan ventilasi mekanik,
gangguan pembekuan darah, infeksi pada tempat penusukan dan atau
dengan efusi yang minimal. Bila perlu USG dapat dilakukan sebagai
penuntun dalam melakukan tindakan torakosentesis pada beberapa
keadaan tersebut. Torakosentesis merupakan prosedur invasif dengan
menggunakan jarum yang dimasukkan ke dalam kavum pleura melalui
kulit tepat di ruang interkosta. Tindakan ini termasuk tindakan steril,
terlebih dahulu posisikan pasien dalam keadaan duduk, tingkat efusi harus
diperhitungkan berdasarkan tempat dimana suara napas mulai lemah atau
hilang pada asukultasi, pekak pada perkusi, dan lemah atau hilangnya

15
vokal fremitus. Prosedur ini dilakukan untuk mengeluarkan cairan sebagai
sarana diagnostik.(6,7)

3.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan efusi pleura adalah terlebih dahulu meringankan
gejala simptomatik dengan cara mengeluarkan akumulasi cairan dari kavum pleura
dan menangani penyebab dari efusi pleura. Pemilihan terapi biasanya bergantung
pada jenis efusi pleura, jumlah efusi pleura dan penyakit yang mendasari. Prinsip
penatalaksanaan pertama adalah menentukan jenis efusi pleura, transudat atau
eksudat. Dibawah ini disajikan tabel perbedaan antara transudat dan eksudat.(5)
Transudat Eksudat
Penampakan Jernih Keruh
Leukosit <10.000 /mm3 >50.000 /mm3
pH >7,2 <7,2
Protein <3 g/dl >3 g/dl
Rasio protein cairan pleura < 0,5 > 0,5
dan serum
LDH < 200 IU/L > 200 IU/L
Rasio LDH cairan pleura < 0,6 > 0,6
dan serum
Glukosa > 60 mg/dl < 60 mg/dl

Adapun kriteria lainnya untuk membedakan cairan pleura eksudat atau


transudat yaitu dengan menggunakan kriteria lights (sensitivitas 98% dan spesifisitas
74%). Berikut ini disajikan tabel dari kriteria lights.(1,5)

Dikatakan eksudat bila memenuhi 1 atau lebih dari kriteria berikut


1. Perbandingan antara protein cairan pleura dan protein serum > 0,5
2. Perbandingan antara LDH cairan pleura dan LDH serum > 0,6

16
3. Kadar LDH cairan pleura >2/3 dari nilai normal tertinggi dari LDH serum

Berdasarkan kriteria lights maka efusi transudat tergolong efusi tanpa


komplikasi, dapat ditangani dengan penanganan konservatif atau antibiotik saja. Akan
tetapi efusi eksudat atau efusi transudat dalam jumlah yang sangat banyak harus
ditangani dengan jalan drainase. Pilihan terapi dapat berupa pemasangan chest tube
dan water sealed drainage, pleurodesis dan pembedahan.(5)
Pemasangan chest tube dan water sealed drainage (WSD) dilakukan untuk
terapi efusi pleura dengan cara mengalirkan secara kontinyu produksi cairan dalam
kavum pleura. Prosedur sebaiknya dilakukan dengan posisi pasien berbaring dan
tergantung dari gejala klinik. Titik pemasangan chest tube pada anterior linea
aksilaris media pada ICS V. Setelah melakukan proses asepsis, antisepsis dan
drapping, maka dilakukan infiltrasi lidokain 2% secukupnya pada tempat
pemasangan. Insisi kulit dilakukan di ICS V kira-kira sepanjang inci hingga 1,5
inci, kemudian secara perlahan lakukan diseksi secara tumpul untuk menembus
jaringan yang lebih dalam hingga menembus pleura parietalis. Masukkan chest tube
sesuai ukuran dengan klem penuntun, setelah selesai maka drain yang terpasang harus
disambungkan dengan sistem drainase yang tepat. Biasanya digunakan botol yang
telah berisi air dengan ketinggian 2 cm untuk sistem drainase. Dilakukan fiksasi
jahitan pada luka bekas insisi dengan jahit matras horizontal dan simpul hidup
menggunakan benang silk ukuran 1,0. Luka kemudian ditutup dengan kasa steril, lalu
dilakukan follow up terhadap undulasi, bubble, warna cairan, produksi cairan dan
klinis pasien.(8,9)
Pleurodesis adalah sebuah tindakan yang bertujuan untuk melekatkan pleura
parietalis dan pleura visceralis untuk mencegah akumulasi udara atau cairan dalam
kavum pleura. Indikasi utama pleurodesis adalah efusi pleura maligna dan
pneumothoraks. Efusi pleura maligna sejauh ini merupakan indikasi paling umum
untuk dilakukan pleurodesis. Hal ini dikarenakan kurangnya terapi anti tumor yang
efektif pada stadium lanjut dan juga sebagai terapi paliatif untuk meringankan gejala
akibat efusi pleura. Sebelum melakukan pleurodesis pada pasien dengan efusi pleura
17
maligna, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu : apakah keluhan (sesak
napas) berhubungan langsung dengan efusi pleura, apakah efusi pleura berulang,
apakah paru dapat mengembang dengan baik, dan bagaimana harapan hidup pasien.
Untuk mencapai hasil yang baik, maka pleurodesis harus memperhatikan dual hal
yaitu aspek mekanik dan aspek biologis. Pengeluaran secara sempurna dari udara dan
cairan dari kavum pleura diperlukan untuk membuat jarak antara pleura parietalis dan
visceralis semakin dekat. Tujuan tersebut dicapai dengan aplikasi suction pada
drainase yang sesuai. Untuk mencegah sumbatan akibat bekuan darah, maka biasanya
digunakan chest tube yang berukuran besar. Hal yang penting lainnya adalah suction
kembali digunakan secara progresif dan hati-hati setelah pemberian agen sklerosis
untuk mencegah edema paru. Dari aspek biologis, untuk mencapai perlekatan maka
permukaan pleura perlu teriritasi., dapat secara mekanik dengan abrasi pleura atau
dengan menggunakan agen sklerosis seperti tetrasiklin, doksisiklin, bleomisin,
corynebacterium parvum, kuinakrin, dan talc.(10)

18
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien dating ke IG RSUD Raden Mattaher dengan keluhan sesak nafas sejak
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, sesak dirasakan semakin memberat
hingga saat ini. Sesak terasa bertambah bila pasien berbaring terlentang dan
mereda bila pasien duduk. Batuk ada, dialami sejak 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit, lendir ada warna putih, darah tidak ada. Nyeri dada kanan ada
dialami sejak 2 minggu lalu terutama saat pasien batuk. Riwayat demam ada
dialami sejak 1 minggu lalu, tidak terus menerus, menggigil tidak ada.
Riwayat berobat OAT tidak ada. Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat
trauma tidak ada. Riwayat diabetes tidak ada. Saat ini pasien dirawat oleh
bagian penyakit dalam dengan diagnosa efusi pleura dextra . Riwayat penyakit
yang sama sebelumnya tidak ada.

19
BABV
KESIMPULAN

Efusi pleura adalah akumulasi cairan abnormal pada kavum pleura yang dapat
disebabkan oleh adanya kelainan pada pleura, paru atau karena penyakit sistemik.
Efusi pleura menjadi penting karena merupakan manifestasi paling sering dari seluruh
penyakit pleura terutama akibat komplikasi penyakit lainnya.(3)
Efusi pleura dapat didiagnosa secara tepat melalui anamnesis, pemeriksaan
fisis dan pemeriksaan penunjang. Tindakan lain seperti torakosentesis, parameter
biokimia, kultur dan sitologi dari cairan pleura dapat dilakukan untuk mengetahui
etiologi sehingga penanganan yang tepat dapat segera diberikan untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut dan dapat memberikan prognosis yang lebih baik. Tujuan
utama terapi efusi pleura adalah mengeluarkan akumulasi cairan abnormal tersebut
untuk meringankan gejala subjektif dengan berbagai cara seperti pemasangan chest
tube dan water sealed drainage atau pleurodesis.(3)

20
DAFTAR PUSTAKA
1. McGrath EE, Anderson PP. Diagnosis of Pleural Effusion : A Systemic
Approach..AJCC. 2011;20(2):119-127.
2. Dweik AR. Pleural Disease.The Cleveland Clinic Foundation.2010.
3. Karkhanis RV, Joshi MJ.Pleural Effusion : Diagnosis, Treatment and
Management. Open Access Emergency Medicine. 2012;4: 31-52
4. Garrido VV, Sancho FJ, Blasco H et al. Diagnosis and Treatment of Pleural
Effusion. Arch Bronconeumol. 2006;42(7):349-72
5. Yu H. Management of Pleural Effusion, Empyema and Lung Abscess.Semin
Intervent Radiol.2011;28:7586.
6. Sockrider M, Lareau S. Thoracentesis. ATS Journal. 2007;176.
7. Thomsen TW, DeLaPena J, Setnik GS. Thoracentesis. N Engl J Med.
2008;355(15).
8. Manthous C, Tobin M. Chest Tube Thoracostomy. ATS Journal. 2013;170.
9. Ciacca LD, Neal M, Highcock M, Bruce M, Snowden J, O'Donnel A.
Guidelines for the Insertion and Management of Chest Drains. United
Kingdom: NHS Foundation Trust; 2008.10.
10. Panadero R, Antoby VB. Pleurodesis : State of the Art. Eur Respir
J.2008;10;1650-52.
11. Djojodibroto D. Respirologi (repiratory medicine). Jakarta : EGC;2009.

21

Vous aimerez peut-être aussi