Vous êtes sur la page 1sur 28

1

LAPORAN KASUS II

Ca Mamma Dextra Stage IIIc

Oleh:
Lalu Dedy Rusman
H1A 006 023

Pembimbing:
dr. IGB. Budiharta, Sp.B

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN


KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB
2012
2

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. R
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Agama/suku : Islam/Sasak
Alamat : Bayan-Lombok Utara
MRS : 12 April 2012
Tanggal Pemeriksaan : 12 April 2012

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama:
Badan terasa lemah.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien merupakan rujukan PKM Bayan dengan Ca Mammae Dekstra. Pasien mengeluh
badan terasa lemah sejak 2 minggu SMRS dan dirasakan memberat sejak seminggu
terakhir. Pasien mengaku tidak kuat berdiri, sehingga pasien hanya mampu terbaring di
tempat tidur, untuk duduk pasien perlu dibantu oleh keluarganya. Pasien juga
mengeluh mual dan muntah sejak dua hari yang lalu, muntah dirasakan lebih dari lima
kali sehari. Muntah berisi air liur saja. Muntah disertai rasa panas di dada dan
kerongkongan. Pasien juga mengeluh nafsu makannya berkurang dan berat badannya
dirasakan berkurang sejak 2 bulan terakhir.

Pasien juga mengeluh nyeri pada benjolan di ketiak kanannya sejak 5 bulan yang lalu.
Nyeri dirasakan hilang timbul, seperti ditusuk-ditusuk. Nyeri berkurang jika meminum
obat pengurang nyeri di apotek. Awalnya benjolan tersebut timbul sejak 1 tahun yang
lalu. Benjolan berjumlah 3 buah, 2 buah benjolan terdapat di ketiak dan 1 benjolan
terdapat di daerah dada kanan, 2 cm dibawah tulang selangka. Benjolan tersebut
3

berukuran sebesar kelereng dan bisa digerakkan. Lama kelamaan benjoaln tersebut
membesar dengan cepat, kemudian membengkan hingga mencapai siku. Benjolan
berwarna kemerahan, permukaannya tidak rata dan terasa hangat. Pada bulan Oktober
2011 pasien berobat ke poliklinik bedah RSUP NTB kemudian dirujuk ke RSUP
Sanglah Denpasar. Sebulan setelah melakukan rawat jalan di RSUP Sanglah, pasien
didiagnosis kanker payudara dan disarankan untuk menjalani kemoterapi selama 7
bulan. Namun, karena kekurangan biaya, pasien menolak pengobatan dan kembali pada
bulan November 2011 dan melakukan perawatan sendiri di rumah menggunakan obat
bebas dengan merk Propolis. Pada bulan desember benjolan tersebut mengeluarkan
darah, nanah, serta ditumbuhi ulat. Pasien juga mengeluh lengan kanannya bengkak,
bersamaan dengan membesarnya benjolan di ketiak. Lengan kanan pasien jadi terasa
berat dan sulit digerakkan.

BAB 1 kali per hari, konsistensi padat, nyeri saat BAB (-), darah (-), lendir (-). BAK 4-
5 kali per hari, nyeri saat BAK (-), kencing bercampur darah (-) dan nanah (-).

Riwayat obstetri dan ginekologis :

a. Riwayat menstruasi :

Pasien mengaku pertama kali haid saat berusia 11 tahun. pasien berhenti haid saat
berusia 40 tahun. Pasien mengaku sejak remaja haidnya teratur, satu bulan sekali,
lama haid 5-7 hari. Namun sejak memakai kontrasepsi implan (norplant) pasien
mengaku haidnya tidak teratur, namun hal itu dirasakan tidak mengganggu.

b. Riwayat obstetri :

Pasien mengandung anak pertama saat berusia 16 tahun. Pasien memiliki 5 orang
anak, semua anak hidup, anak pertama berusia 34 tahun dan anak terakhir berusia
21 tahun. pasien menyusui semua anaknya, rata-rata selama 1,5 tahun. selama ini
pasien hanya menggunakan KB implan. Pasien berhenti menggunakan implan
setahun sebelum kehamilannya yang terakhir.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien pernah menderita keluhan serupa sejak tahun 2000. Benjolan tumbuh di
payudara kanan, arah jam 6, 2 cm di atas puting susu. Pada awalnya benjolan sebesar
4

biji kacang tanah, lunak, dan masih bisa digerakkan. Pasien tidak pernah memeriksakan
diri ke petugas kesehatan. Benjolan terus membesar, hingga pada tahun 2006 benjolan
telah sebesar kepala ayam, warna kulit sama seperti kulit disekitarnya, tidak nyeri, dan
masih bisa digerakkan. Kemudian, dilakukan operasi pengangkatan benjolan tersebut di
salah satu Rumah sakit swasta di Mataram. Sebelumnya, pasien tidak pernah
memeriksakan diri ke petugas kesehatan. Dari keterangan dokter diketahui bahwa
benjolan yang telah diangkat merupakan kanker payudara.

Riwayat DM (+) sejak November 2011, Hipertensi (-), Asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
Riwayat keluarga menderita penyakit keganasan (-). DM (-), Hipertensi (-), Asma (-).

Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan
tertentu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis:
Keadaan umum : lemah
GCS : E4V5M6
TD : 100/60 mmHg
N : 100 x/menit, teratur, kuat angkat cukup
RR : 24 x/menit
T : 36,5 C
BB : 40 Kg

Kepala - Leher :

Kepala : normocephali, bentuk simetris


Mata : tampak cowong, anemis (+/+), ikterik (-/-), RP (+/+) isokor UK
3mm/3mm
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tyroid (-), JVP
5

THT : tidak ada kelainan.


Thorax :
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-), tampak massa (+), fossa
supraklavikular kiri dan kanan tidak menonjol.
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, nyeri tekan (+), massa (+) pada
regio aksila, iktus cordis (+) ICS V
Perkusi : Paru-paru : sonor pada seluruh lapang paru
: jantung : pekak
Batas atas : ICS 2 sinistra
Batas bawah: ICS 4 sinistra
Batas kanan : linea parasternalis dextra
Batas kiri : linea midclavikularis sinistra
Auskultasi : paru-paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : S1-S2 tunggal, reguler, mur-mur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (-), perut tampak cekung, massa (-), venektasi (-), sikatrik
(-), striae (+), tidak ada gambaran darm countour atau darm steifung
Auskultasi : BU (+) normal, suara tambahan (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), defans muskuler (-), hepar/lien tidak teraba.
Perkusi : timpani (+) seluruh lapang abdomen.

Genitalia eksterna
Inspeksi : tak tampak adanya kelainan.
Anal-perianal
Inspeksi : fistula (-), hemmoroid (-), tanda-tanda abses (-).
Ekstremitas atas/bawah
Edema pada ekstremitas atas kanan. pitting edema (+), skuama (+),
venektasi (+)
6

Status lokalis
Pemeriksaan payudara
Inspeksi :
Pada regio aksilla kanan tampak benjolan berbatas tidak tegas, ukuran 16 cm x 14 cm x 2,5
cm meluas hingga ke kuadran kanan atas payudara kanan. Permukaan tidak rata, berwarna
kemerahan, ulkus (+), pus (+), larva (+) dengan ukuran rata-rata 1 cm.
Pada payudara kanan massa (-), retraksi puting (-), jaringan parut (-), striae (+), kulit
payudara seperti warna kulit disekitarnya. Pada payudara kiri tidak tampak benjolan
ataupun kelainan lain.
Palpasi :
Pada regio aksilla kanan teraba massa padat, keras, terfiksir, permukaan berbenjol-benjol,
nyeri tekan (+). Pada payudara kanan dan kiri tidak teraba massa ataupun nyeri pada
perabaan.

A B
Gambar A. Massa payudara kanan. B. Edema lengan atas
kanan

IV. RESUME
7

Pasien wanita, 52 tahun datang dengan keluhan badan lemah memberat seminggu SMRS,
mual (+), muntah (+) lebih dari lima kali sehari, muntah bertambah bila masuk makanan.
Muntah hanya berisi air liur. Nafsu makan dan berat badan dirasakan menurun. Pasien juga
mengeluh nyeri pada benjolan yang terdapat pada ketiak kanannya sejak awal tahun 2011.
Benjolan tersebut awalnya disadari sebesar kelereng dan membesar dengan cepat dalam
setahun terakhir. Benjolan tersebut bernanah, berbau, dan terdapat ulat-ulat berukuran 1 cm
didalamnya. Pasien pernah dirujuk ke RSUP Sanglah Denpasar untuk kemudian direncanakan
kemoterapi, namun pasien menolak. Lengan kanan pasien bengkak dan sulit digerakkan. BAB
dan BAK normal. Pasien memiliki riwayat kanker payudara sebelumnya dan dilakukan
pengangkatan pada tahun 2006. Pasien hamil pertama kali saat berumur 16 tahun, memiliki 5
orang anak, menggunakan KB hormonal (norplant), menarche usia 11 tahun, menopause usia
40 tahun, riwayat haid teratur sebulan sekali dengan durasi haid 5-7 hari. Menyusui masing-
masing anaknya rata-rata selama 1,5 tahun.

V. DIAGNOSIS KERJA

Ca mamma dextra stadium IIIC (T4d N1 M0)

VI. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


Kistosarkoma phylloides
Lymphoma maligna
VII. USULAN PEMERIKSAAN

a. DL, GDS, LFT, RFT


b. Rontgent Thorax
c. CT scan abdomen
d. Bone scan
Hasil pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap (12 April 2012):
WBC : 28,5 K/L
RBC : 2.60 M/L
HGB : 5.8 g/dL
MCV : 86.2 fL
8

MCH : 25.8 pg
MCHC: 29.9 g/dL
HCT : 22.0 %
PLT : 447 K/L
GDS : 472 mg/dl
SC : 1,3 mg/dl
Ur : 141
SGOT : 78
SGPT : 41
HBsAg: negative

VIII. RENCANA TERAPI

IVFD RL 30 tpm

Ketorolac 3% /8 jam

Ranitidin 50 mg/12 jam

Ceftriaxon 1g/ 24 jam

Insulin short acting 4 unit/8 jam

Pro tranfusi PRC

Kemoterapi : kombinasi Siklofosfamid, metotrexat, dan 5-fluorourasil (CMF).

IX. PROGNOSIS

Dubia ad malam
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Payudara
2.1.1 Anatomi payudara
Payudara normal mengandung jaringan kelenjar, duktus, jaringan otot penyokong lemak,
pembuluh darah, saraf dan pembuluh limfe. Pada bagian lateral atas kelenjar payudara, jaringan
kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila, disebut penonjolan Spence atau ekor payudara.
Setiap payudara terdiri atas 12-20 lobulus kelenjar yang masing-masing mempunyai saluran ke
papilla mamae, yang disebut duktus lactiferous. Di antara kelenjar susu dan fasia pectoralis, juga di
antara kulit dan kelenjar tersebut mungkin terdapat jaringan lemak. Di antara lobules tersebut ada
jaringan ikat yang disebut ligamentum Cooper yang memberi rangka untuk payudara.1

Gambar 1. Anatomi payudara, potongan tangensial dan melintang


(Sumber: Schwartzs principle of surgery, 9th edition)
Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang a.perforantes anterior dari a.mamaria
interna, a.torakalis lateralis yang bercabang dari a.aksilaris, dan beberapa a.interkostalis.
Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan n. interkostalis. Jaringan
kelenjar payudara sediri diurus oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat
sehubungan dengan penyulit paralisis dan mati rasa pasca bedah, yakni n.interkostobrakialis dan
n.kutaneus brakius medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan
atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga tidak terjadi mati rasa di
10

daerah tersebut. Saraf n.pektoralis yang mengurus m.pektoralis mayor dan minor, n. torakodorsalis
yang menguurus m.latisimus dorsi, dan n.torakalis longus yang mengurus m.serratus anterior
sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi aksila. Penyaliran limfe dari
payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian
yang sentral dan medial dan ada pula penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila
terdapat rata-rata 50 (berkisar dari 10-90) buah kelenjar getah bening yang berada di sepanjang
arteri dan vena brakialis.1

Gambar 2. Aliran pembuluh darah pada payudara, aksila, dan dinding dada
(Sumber: Schwartzs principle of surgery, 9th edition)
Saluran limfe dari seluruh payudara menyalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral
aksila, kelenjar aksila bagian dalam, yang lewat sepanjang v.aksilaris dan yang berlanjut langsung
ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam fosa supraklavikuler. Jalur limfe lainnya berasal dari
daerah sentral dan medial yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna,
juga menuju ke aksila kontralateral, ke m.rectus abdominis lewat ligamentum falsiparum hepatis
ke hati, pleura, dan payudara kontralateral.1
11

Gambar 3. Jalur aliran limfatik payudara


(Sumber: Schwartzs principle of surgery, 9th edition)

2.2 Kanker payudara


2.2.1 Definisi
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme
normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali.
Kanker payudara (Carcinoma mammae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas berasal dari
parenchyma. Karsinoma merupakan keganasan pada payudara yang paling umum terjadi dan
kanker payudara merupakan jenis kanker non kulit yang paling sering terjadi pada wanita.2

2.2.2 Insidensi dan epidemiologi


Menurut WHO 8-9% wanita akan mengalami kanker payudara. Ini menjadikan kanker
payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui pada wanita. Kanker payudara
merupakan penyebab kematian tertinggi pada wanita usia 20-59 3. Setiap tahun lebih dari 250.000
kasus baru kanker payudara terdiagnosa di Eropa dan kurang lebih 175.000 di Amerika Serikat.
Tahun 2001, sebanyak 240.000 wanita terdiagnosis kanker payudara, dan lebih dari 40.000
diantaranya meninggal akibat penyakit tersebut. Diperkirakan sepertiga dari jumlah tersebut akan
bertambah dalam 20 tahun kedepan. Insidensi kanker payudara meningkat terutama pada wanita
usia tua, namun tidak ditemukan hubungan antara kejadian kanker payudara dengan lingkungan.
Belum ada data statistik yang akurat di Indonesia, namun data yang terkumpul dari rumah sakit
12

menunjukkan bahwa kanker payudara menduduki ranking pertama di antara kanker lainnya pada
wanita.2
2.2.3 Faktor resiko
Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses kejadian kanker
payudara berhasil diidentifikasi melalui penelitian epidemiologi.
a. Usia.
Kanker payudara jarang dijumpai pada wanita berusia < 25 tahun. Insidensi meningkat seiring
meningkatnya usia, tujuh puluh tujuh persen kasus terjadi pada usia > 50 tahun. rata-rata usia
terdiagnosis kanker payudara adalah 64 tahun.
b. Usia saat menarche.
Wanita dengan usia saat menarche kurang dari 11 tahun memiliki resiko terkena kanker
payudara sebesar 20% dibandingkan dengan wanita yang menarche saat usia 14 tahun keatas.
Menopause yang lebih lama juga meningkatkan resiko namun besarnya resiko belum berhasil
teridentifikasi
c. Usia saat pertama kali melahirkan
wanita yang hamil dan melahirkan pada usia < 20 tahun memiliki resiko terkena kanker
payudara dua kali lebih tinggi dibandingkan nullipara atau wanita yang hamil pertama kali di
usia lebih dari 35 tahun.
d. Faktor keturunan
Resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang memiliki ibu, saudara perempuan, atau
anak perempuan dengan riwayat mengidap kanker.
e. Riwayat biopsi payudara sebelumnya, hal ini terjadi pada wanita dengan riwayat biopsi
sebelumnya dengan hasil hiperplasia atipikal.
f. Ras
Insidensi kanker payudara lebih rendah pada keturunan Afrika-Amerika. Faktor sosial seperti
kurangnya akses ke fasilitas kesehatan dan masih kurangnya penggunaan mammografi, dan
faktor genetik juga berpengaruh. Wanita kulit hitam yang berusia < 40 tahun lebih sering
mengalami kanker payudara dibandingkan wanita kulit putih. Wanita Kaukasoid memiliki
rating tertinggi dalam terjadinya kanker payudara, angka kejadiannya pada usia > 50 tahun
adalah 1 diantara 15 wanita, sedangkan pada wanita afrika adalah 1 diantara 20, 1 diantara 26
pada wanita Asia Pasifik, dan 1 diantara 27 pada wanita Hispanik.1
13

2.2.4 Patofisiologi
Faktor resiko utama yang berhubungan dengan perkembangan kanker payudara adalah faktor
hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Kanker payudara juga bisa terjadi secara sporadis,
berkaitan dengan paparan hormonal, kasus herediter, dan riwayat mutasi germ sel pada keluarga.
Dari faktor genetik, berkaitan dengan mutasi gen BRCA 1 pada kromosom nomor 17q21 dan
BRCA 2 pada kromosom nomor 13q12. Adanya mutasi pada gen BRCA1 akan menyebabkan
penurunan atau terhentinya produksi dari protein BRCA1. Mutasi BRCA1 sangat erat kaitannya
dengan kejadian kanker payudara herediter dan sindrom kanker ovarium. Secara umum,
ditemukannya gen BRCA1 akan menyebabkan peningkatan resiko terjadinya kanker payudara
sebesar 83% dan resiko terjadinya kanker ovarium sebesar 63% pada usia lebih dari 70 tahun.
sedangkan gen BRCA2 berhubungan dengan kanker payudara pada laki-laki dan memiliki resiko
terkena kanker ovarium sebesar 10%. Pada suatu penelitian di Negeri Belanda, mutasi gen BRCA1
4,5
terdapat pada 10.000 dari setiap 4 juta wanita Belanda yang berumur 25-55 tahun . Namun
hingga saat ini, penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti. Penyebab kanker
payudara termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan yang lain.
Beberapa faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker payudara
adalah riwayat keluarga, hormonal, dan faktor lain yang bersifat eksogen.1

2.2.5 Gejala Klinis


Karsinoma payudara biasanya mempunyai gambaran klinis sebagai berikut :
a. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.
b. Tarikan pada kulit di atas tumor.
c. Ulserasi atau koreng.
d. Peaud orange.
e. Discharge dari puting susu.
f. Asimetri payudara.
g. Retraksi puting susu.
h. Elovasi dari puting susu.
i. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.
j. Satelit tumor di kulit.
k. Eksim pada puting susu.
l. Edema.2
14

2.2.6 Stadium, Sistem TNM, dan Jalur Penyebarannya

a. Stadium
Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat mendiagnosis
suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah tingkat penyebaran kanker
tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran ketempat jauh. Stadium hanya
dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada tumor jinak. Untuk menentukan suatu
stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya
yaitu histopatologi atau PA, rontgen , USG, dan bila memungkinkan dengan CT Scan, scintigrafi
dll. Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut saat ini
adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistim TNM yang direkomendasikan oleh
UICC(International Union Against Cancer dari WHO atau World Health Organization) / AJCC
(American Joint Committee On Cancer yang disponsori oleh American Cancer Society dan
American College of Surgeons).5,6
b. Klasifikasi Stadium TNM berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC, 2002)
T = ukuran primer tumor.
Ukuran T secara klinis, radiologis, dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam cm, nilai paling
kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.
Tx : Tumor primer tidak dapat dnilai.
To : Tidak terdapat tumor primer.
Tis : Karsinoma in situ.
Tis(DCIS) : Ductal Carcinoma In Situ.
Tis(LCIS) : Lobular Carcinoma In Situ.
Tis(Pagets) : Penyakit Paget pada putting tanpa adanya tumor.
Catatan: Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran tumornya.
T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2cm atau kurang.
T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.
T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.
T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.
T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.
T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm sampai 5 cm.
T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.
15

T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada atau kulit.
T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis.
T4b : Edema (termasuk peau dorange), ulserasi, nodul satelit pada kulit yang
terbatas pada 1 payudara.
T4c : Mencakup kedua hal di atas.
T4d : inflammatory carcinoma.
N = kelenjar getah bening regional.
Nx : Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya).
N0 : Tidak terdapat metastasis kgb.
N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.
N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau adanya
pembesaran kgb ke mamaria interna ipsilateral (klinis) tanpa adanya metastasis
ke kgb aksila.
N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau melekat ke
struktur lain.
N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara klinis dan tidak
terdapat metastasis pada kgb aksila.
N3 : Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa metastasis
kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada kgb aksila; atau metastasis pada
kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kgb
aksila/mamaria interna.
N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral.
N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila.
N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula.
Catatan: Terdeteksi secara klinis; terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara imaging (di luar
limfoscintigrafi).
M = metastasis jauh.
Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai.
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.
Tabel 1. Klasifikasi stadium carcinoma mammae 5
16

Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1 N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC T (semua) N3 M0
Stage IV T (semua) N (semua) M1

Gambar 5. Stadium carcinoma mamma


(kankerpayudara.wordpress.com)
2.2.7 Jalur Penyebaran
a. Invasi lokal
Kanker mammae sebagian besar timbul dari epitel duktus kelenjar. Tumor pada mulanya
menjalar dalam duktus, lalu menginvasi dinding duktus dan ke sekitarnya, ke anterior mengenai
kulit, posterior ke otot pektoralis hingga ke dinding toraks 2
b. Metastasis kelenjar limfe regional
Metastasis tersering karsinoma mammae adalah ke kelenjar limfe aksilar. Data di China
menunjukkan: mendekati 60% pasien kanker mammae pada konsultasi awal menderita metastasis
kelenjar limfe aksilar. Semakin lanjut stadiumnya, diferensiasi sel kanker makin buruk, angka
17

metastasis makin tinggi. Kelenjar limfe mammaria interna juga merupakan jalur metastasis yang
penting. Menurut observasi klinik patologik, bila tumor di sisi medial dan kelenjar limfe aksilar
positif, angka metastasis kelenjar limfe mammaria interna adalah 50%; jika kelenjar limfe aksilar
negative, angka metastasis adalah 15%. Karena vasa limfatik dalam kelenjar mammae saling
beranastomosis, ada sebagian lesi walaupun terletak di sisi lateral, juga mungkin bermetastasis ke
kelenjar limfe mammaria interna. Metastasis di kelenjar limfe aksilar maupun kelenjar limfe
mammaria interna dapat lebih lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe supraklavikular.6
c. Metastasis hematogen
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke pembuluh darah, juga dapat
langsung menginvasi masuk pembuluh darah (melalui vena kava atau sistem vena interkostal-
vertebral) hingga timbul metastasis hematogen. Hasil autopsy menunjukkan lokasi tersering
metastasis adalah paru, tulang, hati, pleura, dan adrenal.6
2.2.8 Diagnosis kanker payudara
Sebanyak 33% kasus kanker payudara mengeluh terdapat benjolan pada payudaranya. Tanda
dan gejala lainnya meliputi, pembesaran payudara yang tidak simetris, perubahan puting susu,
retraksi, atau mengeluarkan sekret, ulkus atau kemerahan pada kulit payudara, benjolan pada
ketiak, dan nyeri pada otot sekitar payudara. Nyeri adalah fisiologis kalau timbul sebelum atau
sewaktu haid dan dirasakan pada kedua payudara. Tumor-tumor jinak, seperti kista retensi atau
tumor jinak lain, hampir tidak menimbulkan nyeri. Kanker payudara dalam taraf permulaan pun
tidak menimbulkan rasa nyeri. Nyeri baru terasa kalau infiltrasi ke sekitar sudah mulai 7.
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan secara halus, tidak boleh kasar dan keras. Tidak
jarang palpasi yang keras menimbulkan perdarahan atau nyeri yang hebat dari penderita, tumor
ganas tidak boleh dilakukan pemeriksaan fisik yang berulang-ulang karena kemungkinan dapat
mempercepat penyebaran.
1) Inspeksi
Pada inspeksi dapat dilihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik di bawah kulit akibat
pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah kulit. Edema kulit harus diperthatikan pada
tumor yang terletak tidak jauh di bawah kulit. Edema kulit dapat tampak seperti gambaran
kulit jeruk (peau doranges) pada kanker payudara. Selain itu, Dapat dilihat Puting susu
18

tertarik ke dalam, eksem pada puting susu, edema, ulserasi, satelit tumor di kulit, atau nodul
pada axilla.6,7
2) Palpasi
Pemeriksaan dilakukan dengan tangan pasien di samping dan sesudah itu tangan di atas
dengan posisi pasien duduk. Palpasi harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah
garis aksila ke belakang, dari subklavikular ke arah paling distal. Palpasi harus meliputi
seluruh payudara, mulai dari parasternal ke arah garis aksila ke belakang dan dari
subklavikular ke arah paling distal. Palpasi dilakukan dengan memakai 3-4 jari yang
dirapatkan, palpasi payudara di antara dua jari harus dihindarkan karena dengan cara ini
kelenjar payudara normalpun teraba seperti massa tumor. Palpasi dimulai dari bagian perifer
sampai areola mammae dan papilla mammae, apabila terdapat massa maka perlu dievaluasi
tentang :
Besar atau diameter serta letak dan batas tumor dengan jaringan sekitarnya
Hubungan kulit dengan tumor apakah masih bebas atau ada perlengketan
Hubungan tumor dengan jaringan di bawahnya apakah bebas atau ada perlengketan,
Kelenjar limfe di aksila, infraklavikular, dan supraklavikular.
Adanya tumor satelit 6,7
Pemeriksaan sitologi
Pemeriksan sitologi dapat diperoleh sediaan dari pungsi jarum halus serta dapat menentukan
apakah akan segera disiapkan pembedahan dengan sediaan beku atau akan dilakukan pemeriksaan
yang lain atau akan langsung dilakukan ekstirpasi. Hasil positif pada pemeriksaan sitologi bukan
indikasi untuk bedah radikal sebab hasil negatif palsu sering terjadi 3. Dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosa kanker payudara melalui tiga cara :
Pemeriksan sekret dari puting susu.
Pemeriksaan sediaan tekan (Sitologi Imprint).
Aspirasi jarum halus (Fine needle aspiration).
Biopsi
Biopsi insisi ataupun eksisi merupakan metoda klasik yang sering dipergunakan untuk
diagnosis berbagai tumor payudara. Biopsi dilakukan dengan anestesi lokal ataupun umum
tergantung pada kondisi pasien. Apabila pemeriksaan histopatologi positif karsinoma, maka pada
pasien kembali ke kamar bedah untuk tindakan bedah terapetik. 6
19

USG (Ultrasonografi)
USG ini sangat menguntungkan karena memiliki keuntungan yaitu tidak mempergunakan
sinar pengion sehingga tidak ada bahaya radiasi dan pemeriksaan bersifat non invasif, relatif
mudah dikerjakan, serta dapat dipakai berulang-ulang. USG biasanya dapat untuk membedakan
tumor padat dan kiste pada payudara serta untuk menentukan metastasis di hati. USG ini berperan
terutama untuk payudara yang padat pada wanita muda, jenis payudara ini kadang-kadang sulit
dinilai dengan mammografi.6
Mammografi
Mammografi adalah foto roentgen payudara yang menggunakan peralatan khusus yang tidak
menyebabkan rasa sakit dan tidak memerlukan bahan kontras serta dapat menemukan benjolan
yang kecil sekalipun2. Pemeriksaan mammografi adalah pemeriksaan terpenting dalam diagnosa
kelainan payudara. Mammografi sampai saat ini masih menjadi pemeriksaan dasar dalam program
deteksi dini kanker payudara. Telah banyak penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan
mammografi sebagai alat penapisan telah mampu menurunkan mortalitas akibat kanker payudara
pada wanita yang berusia lebih dari 50 tahun, dan banyak penelitian terbaru didapatkan secara
statistik terdapat keuntungan yang signifikan pada wanita dengan usia 40-49 tahun.5
Mammografi harus dibuat dengan proyeksi cranio-caudal dan mediolateral atau oblique
medio-lateral, dengan pesawat khusus mammografi dengan target dari Molybdenum. Tanda-tanda
malignitas yang dapat dideteksi dengan mamografi adalah :
a. Adanya massa berstruktur stellate (massa dengan tepi tidak rata, radial, seperti isi
kedondong).
b. Mikrokalsifikasi, yang terdapat pada massa stellate atau hanya mikrokalsifikasi saja. Tipe
kalsifikasi dapat tersebar (cluster type)
c. Adanya retraksi papilla yang terlihat pada mammografi
d. Adanya infiltrasi pada subkutan, atau infiltrasi tumor pada kulit
e. Pembesaran limfonodi di daerah aksilla 4

2.2.8 Tatalaksana kanker payudara

a. Terapi operatif
Pasien yang pada awal terapi termasuk stadium 0, I, II dan sebagian stadium III disebut
kanker mammae operable. Pola operasi yang sering dipakai adalah sebagai berikut :
20

1) Mastektomi radikal
Tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan memopulerkan operasi radikal kanker mammae,
lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar mammae,
m.pectoralis mayor, m.pectoralis minor, dan jaringan limfatik dan lemak subskapular, aksilar
secara kontinyu enblok reseksi.
2) Mastektomi radikal modifikasi
Lingkup reseksi sama dengan teknik radikal, tapi mempertahankan m.pektoralis mayor dan minor
(model Auchincloss) atau mempertahankan m.pektoralis mayor, mereseksi m.pektoralis minor
(model Patey). Pola operasi ini memiliki kelebihan antara lain memacu pemulihan fungsi pasca
operasi, tapi sulit membersihkan kelenjar limfe aksilar superior.
3) Mastektomi total
Hanya membuang seluruh kelenjar mammae tanpa membersihkan kelenjar limfe. Model operasi
ini terutama untuk karsinoma in situ atau pasien lanjut usia.
4) Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe aksilar
Secara umum ini disebut dengan operasi konservasi mammae. Biasanya dibuat dua insisi terpisah
di mammae dan aksila. Mastektomi segmental bertujuan mereseksi sebagian jaringan kelenjar
mammae normal di tepi tumor, di bawah mikroskop tak ada invasi tumor tempat irisan. Lingkup
diseksi kelenjar limfe aksilar biasanya juga mencakup jaringan aksila dan kelenjar limfe aksilar
kelompok tengah.
5) Mastektomi segmental plus biopsy kelenjar limfe sentinel
Metode reseksi segmental sama dengan di atas. kelenjar limfe sentinel adalah terminal pertama
metastasis limfogen dari karsinoma mammae, saat operasi dilakukan insisi kecil di aksila dan
secara tepat mengangkat kelenjar limfe sentinel, dibiopsi, bila patologik negative maka operasi
dihentikan, bila positif maka dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar. Untuk terapi kanker
mammae terdapat banyak pilihan pola operasi, yang mana yang terbaik masih kontroversial.
Secara umum dikatakan harus berdasarkan stadium penyakit dengan syarat dapat mereseksi tuntas
tumor, kemudian baru memikirkan sedapat mungkin konservasi fungsi dan kontur mammae.6
b. Radiasi
Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker dengan
menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang masih tersisa
di payudara setelah operasi. Pada saat ini, radiasi post mastektomi (postmastectomy radiation)
21

dilakukan pada wanita dengan tumor primer T3 atau T4, serta telah mengenai 4 atau lebih
limfonodi . Efek pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu makan berkurang, warna kulit di
sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit cenderung menurun sebagai akibat dari
radiasi. 5,6
c. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair atau
kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel kanker pada
payudara, tapi juga di seluruh tubuh. Efek dari kemoterapi adalah pasien mengalami mual dan
muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang diberikan pada saat kemoterapi 6.
Kemoterapi menurunkan angka kekambuhan dan meningkatkan harapan hidup pada semua
kelompok (penurunan angka rekurensi = 23.5% 2% dan penurunan mortalitas = 15.3% 2%).
Hal tersebut sangat menonjol pada wanita premenopausal dan pada reseptor esterogen negatif.
Kemajuan terapi akan tampak pada 5 tahun pertama dan 5 tahun kedua. Penurunan rekurensi dan
mortalitas tampak sama pada wanita pre maupun post menopause dan pada metastase limfonodi
positif maupun yang negatif. Kemoterapi yang diberikan setelah dilakukan terapi operatif dikenal
sebagi kemoterapi ajuvan (adjuvant chemotherapy). Kemoterapi ajuvan berfungsi membunuh atau
menghambat mikrometastasis carcinoma mamma setelah operasi primer. Pemberian kemoterapi
ajuvan dengan atau tanpa pemberian terapi hormonal telah diketahui meningkatkan angka harapan
hidup pada penderita. Kemoterapi ajuvan dapat meningkatkan harapan hidup 10 tahun penderita
berkisar antara 7%-11% baik pada wanita premenopausal dengan stadium dini dan sebesar 2%-3%
pada wanita lebih dari 50 tahun 10.
Pilihan kemoterapi lini pertama :
Anthracycline-based.
Taxanes.
Cyclophosphamide, methotrexate and 5-fluorouracil (CMF)
Pilihan kemoterapi lini kedua :
Jika obat lini pertama menggunakan anthracycline-based atau CMF, obat lini keduanya adalah
taxane.
Jika lini pertama menggunakan taxane, maka obat lini keduanya adalah anthracycline-based
atau CMF.
Regimen capecitabine, 5-fluorouracil (via infusion), vinorelbine, dan mitoxantrone.
22

Kegagalan penggunaan dua atau tiga regimen kemoterapi menurut Eastern Cooperative Oncology
Group merupakan indikasi untuk pemberian terapi suportif saja. 10
Pada pasien dengan tumor yang mengekspresikan HER2/neu, dapat dipertimbangkan
pemberian trastuzumab yang dikombinasikan dengan paclilaxel, docetaxel atau vinorelbine.
Trastuzumab juga dapat dikombinasikan dengan doxorubicin dan cyclophosphamide (AC), namun
penggunaan trastuzumab dengan AC sering dihubungkan dengan efek toksik pada jantung.
Trastuzumab merupakan antibodi monoklonal (humanized monoclonal antibody) yang berfungsi
menduduki reseptor gen HER-2/neu pada domain ekstraseluler. Sebagai agen tunggal, trastuzumab
berhasil meningkatkan respon terapi sebesar 15% pada kanker payudara stadium lanjut (advanced
breast cancer), sebagai terapi lini kedua 11.
d. Terapi hormonal
Terapi hormonal diberikan jika penyakit telah sistemik berupa metastasis jauh, biasanya
diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi karena efek terapinya lebih lama. Terapi hormonal
paliatif dilakukan pada penderita pramenopause. Hal ini disebabkan adanya reseptor esterogen
pada sel karsinoma mammae pada sebagian besar wanita dengan ca mammae. Reseptor tersebut
dapat dimasuki oleh hormon esterogen yang diproduksi ovarium. Akibat pengaruh esterogen
tersebut, dapat memacu proliferasi sel tumor mammae, sehingga wanita pre menopause dengan ca
mamma mempunyai prognosis yang buruk. Esterogen dapat menstimulasi pertumbuhan sel kanker
payudara, namun dapat berefek sebaliknya jika diberikan dengan dosis tinggi 8. Manipulasi
hormonal dapat dilakukan dengan cara :
a. Ovarektomy bilateral, disebut juga sebagai prophylactic oophorectomy telah diketahui mampu
menurunkan resiko terjadinya kanker payudara. Pada sebuah penelitian prospektif, pemberian
HRT (hormone replacement therapy) pada pasien post ooforektomi bilateral tidak mampu
menurunkan resiko kanker payudara pada penderita yang memiliki gen mutasi BRCA1.8
b. Memberikan obat first line hormonal therapy berupa Tamoksifen 2 x 10 mg selama 2 tahun.
Tamoxifen merupakan obat anti kanker non steroid yang memiliki efek anti-esterogen pada
payudara. Obat ini bekerja menghambat esterogen berikatan dengan reseptor esterogen pada sel
kanker yang sensitif esterogen. Obat ini digunakan pada ca mamma dengan reseptor esterogen
positif. Selain itu, obat ini juga diduga memiliki efek preventif pada wanita yang memiliki
resiko tinggi terkena ca mamma. Pemberian tamoxifen sebagai terapi ajuvan pada terapi ca
mamma telah dikemukakan oleh Early Breast Cancer Trialists Collaborative Group
23

(EBCTCG), bahwa pada terapi tamoxifen selama 5 tahun pada wanita penderita kanker
payudara dengan esterogen receptor positive (ER+) berhasil menurunkan rasio kematian akibat
kanker payudara per tahun sebesar 31%, tidak tergantung usia, cara pemberian kemoterapi,
status reseptor progesteron, maupun karakteristik tumor 4,8,9,12

2.2.9`Prognosis
Karakteristik dari beberapa tumor sangat penting untuk dikenali karena dapat menentukan
prognosis secara signifikan dan dapat dipertimbangkan sebagai acuan dalam penentuan strategi
terapi pada tiap individu penderita. Prognosis karsinoma mamma tergantung dari :
Usia
Ukuran tumor.
Adanya metastasis ke kelenjar limfe. Hal ini sangat panting dalam memprediksi rekurensi
penyakit dan harapan hidup. Dimana pasien tanpa metastase ke kelenjar limfe angka harapan
hidup 10 tahun mencapai 70%-80%, dan prognosis akan mebih buruk pada pasien dengan
metastase ke kelenjar limfe.
Derajat kanker secara histologis.
Adanya reseptor estrogen (ER) dan reseptor progesterone (PR). Pasien dengan tumor dengan
reseptor positif memiliki resiko kekambuhan yang lebih rendah dan harapan hidup yang lebih
panjang dibandingkan dengan tumor reseptor negatif.
HER2-neu (C-erb B2). 10
Namun Stadium klinis dari kanker payudara merupakan indikator terbaik untuk menentukan
prognosis penyakit ini. Menurut National Cancer Data Base, berdasarkan jumlah penderita kanker
payudara pada tahun 2001 dan 2002 didapatkan persentase harapan hidup pasien kanker payudara
dalam lima tahun digambarkan dalam tabel five-year survival rate berikut ini :
Stage 5-year survival rate
0 93%
I 88%
IIA 81%
IIB 74%
IIIA 67%
IIIB 41%
IIIC 49%
IV 15%

(Sumber : American Cancer Society, 2011)


24

2.3 Kanker payudara metastase ke limfonodi axillaris


Meskipun pada saat ini, penegakan diagnosis dini dan terapi kanker payudara telah banyak
tersedia, namun mekanisme terjadinya metastase masih sangat sedikit diketahui. Kanker payudara
menyebar pertama kali melalui sistem limfatik. Limfonodi regional merupakan tempat pertama
terjadinya penyebaran, kemudian menyebar lebih jauh ke organ lainnya seperti paru, hepar, dan
tulang. Meskipun telah banyak faktor prognosis yang telah diketahui, namun status limfonodi
regional merupakan faktor prognosis tunggal yang paling penting pada kanker payudara. Pasien
yang telah terdiagnosis kanker payudara disertai dengan metastasis ke kelenjar axilla memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingakan tanpa adanya metastase.14
Ditemukannya kanker pada limfonodi axilla dapat disebabkan oleh karsinoma primer dari
jaringan kelenjar heterotrofik (glandular heterotopic tissue) atau merupakan metastase neoplasma.
Kanker yang berasal dari jaringan kelenjar heterotopik seharusnya disertai dengan adanya
komponen kelenjar yang bersifat non neoplastik (pre-existing non-neoplastic) dan jaringan ektopik
tersebut akan tampak pada limfonodi yang lain 15 .
2.3.1 Patofisiologi
Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang mengalirkan kelebihan
cairan secara langsung dari ruang interstitial. Beberapa pengecualian antara lain bagian permukaan
kulit, sistem saraf pusat, bagian dalam dari saraf perifer, endomisium otot dan tulang. Meskipun
jaringan-jaringan tersebut mempunyai pembuluh interstitial kecil yang disebut prelimfatik yang
dapat dialiri cairan interstitial, namun pada akhirnya cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe
atau pada otak akan mengalir ke cairan serebrospinal dan kemudian langsung kembali ke peredaran
darah. Cairan limfe dari sisi kanan kepala dan leher, lengan kanan, dan sebagian thoraks memasuki
duktus limfatikus dekstra, yang kemudian bermuara ke dalam sistem vena pada pertemuan antara
vena subklavia kanan dan vena jugularis interna. Oleh karena itu, bila terjadi pendesakan vena
ataupun aliran limfe di bagian proksimal lengan akibat metastase kanker pada limfonodi dapat
menyebabkan terjadinya gangguan drainase limfe yang kemudian menimbulkan penumpukan
cairan di bagian distal yang kita sebut sebagai edema. Ditambah lagi dengan menumpuknya
molekul-molekul protein di jaringan interstitial yang tidak bisa masuk kembali ke kapiler vena
pembuluh darah, sehingga memperberat edema akibat tekanan osmotik interstitial yang meningkat
16
.
25

Penelitian klinis dan patologis sudah banyak dilakukan mengenai mekanisme penyebaran
tumor, namun jalur metastase yang paling umum dari kanker adalah melalui sistem limfatik via
pembuluh darah aferen dan mengikuti drainase limfatik. Sehingga pada saat ini, penyebaran kanker
melalui mekanisme limfatik dikatakan lebih banyak dikemukakan para peneliti dibandingkan
mekanisme angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru). Dimana angiogenesis telah
diterima secara luas berkaitan dengan pertumbuhan dan penyebaran tumor yang bersifat padat
(solid tumor). Seperti sebuah penelitian yang dilakukan oleh Cunnick et al (2008) yang
mengemukakan bahwa pada kanker payudara pembentukan pembuluh limfe baru
(limfangiogenesis) lebih banyak terbentuk dibandingkan pada jaringan normal. Selain itu, pada
kanker payudara yang telah metastase ke kelenjar limfe regional mengekspresikan lebih banyak
marker pembentukan saluran limfatik (VEGF-C, VEGF-D) dibandingkan kanker yang belum
metastase. Dimana adanya ekspresi berlebih dari marker tersebut juga menunjukkan prognosis
yang lebih buruk 14.

2.3.2`Tatalaksana kanker payudara pada stadium T4, N0, N1, N2, Mx

Tatalaksana kanker payudara pada stadium IIIc (T4,N2,Mx) meliputi terapi operatif,
kemoterapi, dan radioterapi external.
2.3.2.1 Terapi operatif
1. Simple mastectomy
Simple mastectomy adalah operasi pengangkatan payudara, tanpa dilakukan diseksi axilla.
Operasi ini dapat merupakan tindakan paliatif, pada tumor stadium T3 atau T4b. Terapi simple
mastectomy harus dilanjutkan dengan kemoterapi dan radioterapi. Biopsi eksisi dilaksanakan pada
stadium inoperable T4a, T4c.
2.3.2.2 Kemoterapi
Kemoterapi diberikan sebagai terapi utama bersama sama terapi terapi hormonal dan
radioterapi. Tujuan pemberian kemoterapi adalah :
a. Mengeradikasi (menghancurkan) sel-sel tumor maligna yang sudah lepas ke dalam
sirkulasi darah, sehingga kemungkinan terjadinya metastasis jauh berkurang.
b. Menambah sitotoksisitas pada tumor bed sehingga pada saat dilakukan radiasi eksternal,
lebih banyak residual disease di tumor bed yang dapat dihancurkan oleh radiasi.
26

Kemoterapi diberikan dalam 6 siklus, dengan interval antara siklus 3-4 minggu. Regimen
kemoterapi yang dapat diberikan bervariasi, yang menunjukkan efektivitas paling baik adalah :
C.A (Cyclophosphamide 600 mg/m2 + Doxorubicin 50 mg/m2
CAF (Cyclophosphamide 600 mg/m2 + Doxorubicin 50 mg/m2 + 5 Fluorouracil 750
mg)
Taxol + Doxorubicin (Taxol 130 mg + Doxorubicin 50 mg/m2)
2.3.2.3 Radioterapi eksternal
a. Radiasi eksternal pada mammae dengan tehnik tangential, dosis radiasi kuratif pada
mamma 7000 cGy. Jaringan paru yang diperkenankan terkena radiasi sekitar 2 cm.
b. Radiasi limfonodi regional level 1 (Lnn axillaris externa, Lnn subscapularis, Lnn
mammaria externa), radiasi Lnn regional level II (Lnn sentralis) dan level III (Lnn
infraklavikularis dan Lnn supraklavikularis). Dosis radiasi 5000 cGy dengan lapangan
langsung dari anterior. Sudut Gantry 10 derajat kearah kontra lateral.
c. Untuk daerah axilla, oleh karena kedalaman melebihi 3 cm, perlu booster dari lapangan
posterior dengan dosis radiasi sekitar 600 cGy sampai dengan 800 cGy dalam 3-4 fraksi
radiasi 4.
2.3.3 Prognosis
Semakin banyak jumlah limfonodi yang terlibat maka semakin besar kemungkinan
terjadinya kekambuhan dan mortalitas. Penelitian terbaru menggunakan metode cohort didapatkan
bahwa ukuran tumor metastase ke limfonodi aksilar berhubungan dengan prognosis. Dimana
ukuran metastase kelenjar aksila kurang dari 2 mm memiliki prognosis yang lebih baik
dibandingkan metastase dengan ukuran lebih dari 2 mm 17. Secara umum, angka harapan hidup
pasien kanker payudara tersamar (occult breast cancer) adalah 50-71%. Angka harapan hidup
tidak tergantung pada temuan kanker primer pada mastektomi radikal 15.
27

DAFTAR PUSTAKA

1. Lester SC. The Breast. In : Robins and Cotran Pathologic Basis of Disease, Seventh
Edition, W.B. Saunders Company. 2005. p.1129-1152

2. Sjamsuhidajat R, de Jong W (Editor). Payudara. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi
kedua. Jakarta : EGC, 2004. Hal. 388-402

3. Brunicardi CF. Schwartzs principles of surgery. Ninth edition. USA : McGraw-Hills,


2010.

4. Tjokronagoro, M. Radioterapi pada carcinoma mammae. Buku ajar kuliah radiasi onkologi
volume II. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2001. Hal. 4-5

5. Pass HA. Disease of the Breast. In : Norton JA (Editor). Essential practice of surgery: basic
science and clinical evidence. New York : Springer, 2002. p. 655-68

6. Ashar I. Carcinoma mammae. 2010. Available from : http/:www.fkumy.ac.id/. Accesses


April 13th, 2012.

7. Wiknjosastro H. Kelainan pada payudara. Dalam : Ilmu kandungan sarwono prawirihardjo.


Edisi kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prwirohardjo, 2005. Hal. 477-81.

8. Lea R. Use of hormonal replacement therapy after treatment of breast cancer. J Obstet
Gynaecol Can 2004;26(1):49-54

9. Katzung BG, Trevor AJ, Masters SB. Cancer chemotherapy. In : Katzung and trevors
pharmacology. Sixth edition. USA : McGraw-Hill, 2002. p.483-86

10. WHO-Regional Office for the Eastern Mediterranean. Treatment policy. In: Guidelines for
management of breast cancer. Egypt : EMRO Technical Publications Series 31, 2006. p.
16-25.

11. Colantuoni G, Rossi A, Ferrara C, Nicolella D et al. (Review article) Chemotherapy in


elderly patients with advanced breast cancer. Cancer Therapy 2003; 1: 71-79.
28

12. Ryan PD, Goss PE. Adjuvant hormonal therapy in peri- and postmenopausal breast cancer.
The oncologist 2006; 11:718-731

13. American Cancer Society. 2011. Breast cancer survival rates by stage. Available from :
http://www.cancer.org/Cancer/BreastCancer/DetailedGuide/breast-cancer-survival-
by-stage. Accessed : April 29, 2012

14. Cunnick GH, Jiang WG, Jones TD, Watkins G et al. Lymphangiogenesis and lymph node
metastasis in breast cancer. Molekular cancer 2008, 7:23.p 1-10.

15. Abe H, Naitoh H, Umeda T, Shiomi H et al. Occult breast cancer presenting axillary nodal
metastasis: a case report. Jpn J Clin Oncol 2000; 30(4).p 185-87

16. Setiawan I (editor). 1997. Mikrosirkulasi dan sistem limfatik. Dalam : Guyton AC, Hall JE.
Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-9. EGC, Jakarta. Hal. 243-247.

17. Colleoni M, Rotmensz N, Peruzzotti G, Maissonneuve P et al. Size of breast cancer


metastases in axillary lynph nodes: clinical relevance of minimal lymph node involvement.
Journal of clinical oncology 2005; 23(7). p. 1379-1388.

Vous aimerez peut-être aussi