Vous êtes sur la page 1sur 24

APLIKASI MODEL KONSEPTUAL HUMAN SCIENCE AND HUMAN

CARE WATSON DENGAN POST PARTUM FISIOLOGIS


DI RUANG NIFAS RSD BALUNG

OLEH:
DIO AREZA PRASTYATAMA
NIM. 1401032032

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2015
PERSETUJUAN

Aplikasi Model Konseptual Human Science and Human Care Watson Pada Asuhan
Keperawatan Ny. S Dengan Post Partum Di Ruang Nifas RSD Balung

Telah dilaksanakan pada tanggal 29 April 2015 sampai 02 Mei 2015 di ruang Nifas
RSD Balung

Jember, Mei 2015

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

Indar Purwati, S.ST. Ns. Awatiful Azza, M.Kep., Sp.Kep.Mat.


NIP : 19740410 200801 2018 NIP. 197012132005012001

Mengetahui,
Kepala ruangan Ruang Nifas

Indar Purwati, S.ST.


NIP : 19740410 200801 2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi post partum dimulai 2 jam setelah ibu melahirkan, dimana pada masa
tersebut klien menuju masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Periode pasca partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Banyak faktor yang
mempengaruhi masa ini,termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan,
kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang
diberikan tenaga profesional ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya
selama ini (Bobak, 2005).

Dalam masa nifas terjadi perubahan-perubahan yang dialami ibu dan kita
harus melakukan pemantauan yang tepat pada ibu dan bayi. Apakah
perubahan-perubahan yang terjadi termasuk fisiologis atau patologis,
sehingga dapat mengambil langkah-langkah yang tepat dan sesuai untuk
memberikan asuhan keperawatan.

Salah satu teoris dengan teorinya Philosophy and Science of Caring yaitu
Jean Watson menggunakan suatu filosofi untuk mendeskripsikan teorinya.
Dia percaya bahwa perawat harus mengembangan filosofi kemanusiaan dan
system nilai. Karena kedua hal tersebut merupakan dasar yang kuat dari ilmu
caring (currentnursing, 2011). Salah satu contoh aplikasi teori Philosophy and
Science of Caring pada pasien dengan retensi urine. Penerapan teori model
Watson dapat meningkat kualitas hidup dan menurunkan retensi urine.
Karena penerapan model caring ini memandang manusia sebagai mahkluk
yang holistik: biologis, psikologis, sosial, spiritual dan kultural (Erci. B.,
2003). Model teori caring Watson direkomendasikan pada perawat yang
merawat pasien dengan retensi urine agar meraka dapat meningkatkan
kemampuannya dan lebih efektif eliminasi uri serta meningkatkan kualitas
hidup pasien (Erci. B., 2003)..

B. Perumusan Masalah
Klien dengan kondisi post partum dengan retensi urine akan mengalami
gangguan dalam eliminasi uri. Masa nifas hari pertama membutuhkan caring
dalam bentuk kebutuhan dasar biofisikal, kebutuhan psikofisikal,
kebutuhan psikososial, kebutuhan intra dan interpersonal (kebutuhan untuk
pengembangan), hal ini membutuhkan bantuan antara lain oleh petugas
kesehatan dengan pencapaian philosophical and Science of Caring.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mempelajari aplikasi Model Konsep Keperawatan Human Science and
Human Care Watson pada kondisi post partum masa nifas hari pertama di
Ruang Nifas RSD Balung.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan penerapan model konsep keperawatan Human Science
and Human Care Watson pada klien dengan kondisi post partum nifas
hari pertama.
b. Melakukan pengelolaan pada kasus post partum dengan retensi urine
masa nifas hari pertama pada klien dengan menggunakan pendekatan
model konsep keperawatan tersebut.
c. Melakukan pembahasan terhadap kasus yang telah dikelola.
d. Menarik kesimpulan dari proses penerapan model konsep tersebut
pada kasus post partum dengan retensi urine masa nifas hari pertama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS POST PARTUM


1. Definisi
Adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhirnya ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama 6 minggu (Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2007).

Masa nifas atau masa puerperium dimulai setelah partus selesai dan
berakhir kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genetalia baru
pulih kembali seperti sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan
(Wiknjosastro, 1999 dalam Indriyani, 2013).

2. Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
a. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
b. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
c. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.

3. Perubahan Fisiologis pada Ibu Post Partum


Menurut Indriyani (2013), perubahan fisiologis ibu pospartum dapat
dibagi menjadi:
a. Uterus
Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Tinggi Fundus Uteri (TFU)
dan berat uterus menurut masa involusi adalah saat bayi baru lahir
TFU setinggi pusat dengan berat 1000 gram, saat plasenta lahir TFU
2 jari bawah pusat dengan berat 750 gram, 1 minggu setelah
melahirkan TFU pertengahan pusat sympisis dengan berat 500
gram, 2 minggu setelah bersalin TFU tidak teraba diatas sympisis
dengan berat 350 gram, 6 minggu setelah melahirkan TFU tambah
kecil dengan berat 50 gram dan setelah 8 minggu TFU sebesar
normal dengan berat 30 gram.
b. Bekas implantasi plasenta
Plasenta bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum
uteri dengan diameter 7,5. Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada
minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih.
c. Luka-luka pada jalan lahir bila tidak disertai infeksi akan sembuh
dalam 6-7 hari
d. Rasa sakit
Rasa sakit yang disebut after pain disebabkan kontraksi rahim,
biasanya berlangsung 2-4 hari pascapersalinan. Perlu diberikan
pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu
dapat diberikan obat-obat antisakit dan antimulas.
e. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina selama masa nifas. Macam-macam lochea antara lain lochea
rubra (cruenta) berisi darah segar sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
decidua, vernik kaseosa, lanugo, mekoneum selama 2 hari pasca
melahirkan. Lochea sanguinolenta berwarna merah kuning berisi
darah dan lendir hari 3-7 pascapersalinan. Lochea serosa berwarna
kuning, cairan tidak berdarah lagi pada hari 7-14 pascapersalinan.
Lochea alba, yaitu cairan putih setelah 2 minggu pascapersalinan,
lochea purulenta bila terjadi infeksi, dan lochiostasis bila lochea
tidak lancar keluarnya.
f. Serviks
Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan-perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih
bisa masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui 2-3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.

g. Ligamen-ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali
sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor.
4. Perubahan Psikologis pada Ibu Post Partum
Menurut Indriyani (2013), adaptasi psikologis ibu post partum adalah
sebagai berikut:
a. Fase Menerima (Taking-in Phase)
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada sat itu
fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman
selama proses persalinan sering diceritakan kembali. Kelelahan
membuat ibu cukup perlu istirahat untuk mencegah kurang tidur.
Oleh karena itu, kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga
komunikasi yang baik.
b. Fase Dependen-Mandiri (Fase Taking Hold)
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu
merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung
jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu, perasaannya sangat
sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang
tepat. Oleh karena itu, pada fase ini merupakan kesempatan yang
baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan
bayinya sehingga tumbuh percaya diri.
c. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahiorkan. Ibu
sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
Keinginan merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.

B. KONSEP MODEL HUMAN SCIENCE AND HUMAN CARE WATSON


1. Pengertian
Watson (1988) dan George (1990) mendefenisikan caring lebih dari
sebuah exisestensial philosophy, dia memandang sebagai dasar spiritual,
baginya caring adalah ideal moral dari keperawatan. Manusia akan
eksistensi bila dimensi spritualnya meningkat ditunjukkan dengan
penerimaan diri, tingkat kesadaran diri yang tinggi, kekuatan dari dalam
diri, intuitif. Caring sebagai esensi dari keperawatan berarti juga
pertanggung jawaban hubungan antara perawat-klien, dimana perawat
membantu memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kesehatan.

Theory of Human Caring (Watson), mempertegas jenis hubungan dan


transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk
meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia yang
mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.

Watson mengemukakan bahwa caring merupakan inti dari keperawatan.


Dalam hal ini caring merupakan perwujudan dari semua faktor yang
digunakan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan pada klien.
Kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya dalam
melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai
klien dengan menerima kelebihan maupun kekurangan klien. Watson
juga mengemukakan bahwa respon setiap individu terhadap suatu
masalah kesehatan unik, artinya dalam praktik keperawatan, seorang
perawat harus mampu memahami setiap respon yang berbeda dari klien
terhadap penderitaan yang dialaminya dan memberikan pelayanan
kesehatan yang tepat dalam setiap respon yang berbeda baik yang sedang
maupun akan terjadi.

Selain itu, caring hanya dapat ditunjukkan dalam hubungan interpersonal


yaitu hubungan yang terjadi antara perawat dengan klien, dimana
perawat menunjukkan caring melalui perhatian, intervensi untuk
mempertahankan kesehatan klien dan energi positif yang diberikan pada
klien. Watson juga berpendapat bahwa caring meliputi komitmen untuk
memberikan pelayanan keperawatan yang didasarkan pada ilmu
pengetahuan. Dalam praktiknya, perawat di tantang untuk tidak ragu
dalam menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam praktik
keperawatan.

Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan


Human Caring Theory. Tolak ukur pandangan Watson ini didasari pada
unsur teori kemanusiaan. Jean Watson, 1985 (dalam B. Talento, 1995)
membagi kebutuhan dasar manusia dalam dua peringkat utama, yaitu
kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah (lower order needs) dan
kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi (higher order needs).

Pemenuhan kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu


membantu upaya kompleks manusia untuk mencapai aktualisasi diri.
Tiap kebutuhan dipandang dalam konteksnya terhadap kebutuhan lain
dan semuanya dianggap penting. Kebutuhan manusia yang saling
berhubungan diantaranya kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk
hidup yang meliputi kebutuhan makanan dan cairan, kebutuhan
eliminasi, kebutuhan ventilasi, kebutuhan psikofisikal (kebutuhan
fungsional) yang meliputi kebutuhan aktivitas dan istirahat, kebuthan
seksualitas; kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi) yang
meliputi kebutuhan intrapersonal dan interpersonal (kebutuhan
aktualisasi diri).

Berdasarkan kebutuhan tersebut, Jean Watson memahami bahwa manusia


adalah makhluk yang sempurna yang memiliki berbagai macam ragam
perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai kesehatan, manusia
seharusnya dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental, dan spiritual
karena sejahtera merupakan keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa
sehingga untuk mencapai keadaan tersebut keperawatan harus berperan
dalam meningkatkan status kesehatan, mencegah terjadinya penyakit,
mengobati berbagai penyakit dan penyembuhan kesehatan.
2. Struktur Asuhan Keperawatan Menurut Watson di jelaskan dalam 10
carative factor:
a. Humanistic altruistic
Dimulai pada usia dini dengan membawa nilai-nilai dari orang tua,
serta pengalaman pribadi. Watson menganjurkan bahwa asuhan
keperawatan didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan (humanistic)
dan perilaku mementingkan kepentingan orang lain daripada diri
sendiri (altruistic). Hal ini dapat dikembangkan dengan memahami
nilai-nilai yang ada pada diri sendiri, keyakinan, interaksi dengan
bermacam-macam kultur, serta pengalaman pribadi.
b. Faith-Hope
Perlu untuk carative dan curative proses. Perawat perlu menekan
penggunaan obat untuk curative dan juga membantu seseorang untuk
mengetahui bahwa ada alternative pengobatan yang lain seperti
meditasi, relaksasi atau kekuatan penyembuhan oleh diri sendiri atau
secara spiritual.
c. Pengembangan sensitifitas untuk diri sendiri dan untuk orang lain
Sebagai perawat perlu untuk meningkatkan sensitivitas diri pribadi
dan pada orang lain serta lebih authentic.
d. Membangun hubungan helping trust
Ciri hubungan ini adalah harmoni, empati dan hangat. Hubungan yang
harmoni terbuka dan jujur tidak dibuat-buat. Empati adalah perawat
berusaha untuk merasakan apa yang dirasakan klien, hangat dimana
kita menerima orang lain secara positif.
e. Menerima pengekpresian perasaan baik positif ataupun negatif
Ekspresi meningkatkan kesadaran, perasaan mempengaruhi pikiran
dan perilaku, dan hal ini perlu untuk dipertimbangkan dan memelihara
hubungan.
f. Menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematik dalam
pengambilan keputusan
Watson percaya bahwa tanpa penggunaan metode pemecahan masalah
yang sistematik dan praktek yang efektif merupakan sebuah
kebetulan, sembrono atau berbahaya. Metode pemecahan masalah
yang ilmiah merupakan metode yang memberikan control dan prediksi
serta membolehkan koreksi.
g. Peningkatan belajar mengajar interpersonal
Merupakan faktor dimana seseorang berusaha mengontrol kesehatan
mereka setelah ia mendapat informasi-informasi dan alternatif
pengobatan. Dalam merawat, perawat memfokuskan pada proses
belajar sama banyaknya dengan proses mengajar.
h. Menyediakan dukungan, melindungi dan memperbaiki lingkungan
mental, fisikal, sosiokultural dan spiritual.
Perawat dapat memberikan dukungan situasional, membantu
seseorang mengembangkan persepsi yang lebih akurat, membantu
informasi sehingga pasien dapat menanggulangi masalahnya. Perawat
juga harus memberikan perasaan nyaman, keleluasaan pribadi, aman
kepada pasien.
i. Membantu memenuhi kebutuhan manusia
Urutan kebutuhan menurut Watson hampir serupa dengan hirarki
kebutuhan menurut Maslow, yaitu:
1) Kebutuhan biofisikal (lower order needs)
Kebutuhan untuk makanan dan cairan, kebutuhan untuk eliminasi,
kebutuhan ventilasi merupakan kebutuhan untuk hidup
2) Kebutuhan psikofisikal (higher order needs)
Kebutuhan untuk aktifitas dan tidak aktif, kebutuhan seksualitas,
merupakan kebutuhan fungsional
3) Kebutuhan psikososial (higher order needs)
Kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk ikut menjadi
anggota suatu perkumpulan, merupakan kebutuhan untuk integrasi
4) Kebutuhan intrapersonal-interpersonal (higher order needs)
Kebutuhan untuk aktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk
pengembangan.
j. Menghargai kekuatan eksistensial-phenomenological
Phenomenology adalah jalan untuk mengerti seseorang dari
penampilannya. Factor ini membantu seseorang untuk mengerti
kehidupan, sakit dan kematian. Membantu seseorang untuk
menentukan kekuatan atau keberanian untuk menghadapi kehidupan
atau kematian.

2. Pengkajian/Riwayat Keperawatan.
Kegiatan ini meliputi observasi, identifikasi serta peninjauan masalah.
Pengkajian didasarkan atas tingkatan kebutuhan dasar yang dibagi
dalam 4 tingkatan yaitu :
a. Kebutuhan biofisik, yang terdiri dari kebutuhan nutrisi dan cairan,
kebutuhan eliminasi dan kebutuhan ventilasi.
b. Kebutuhan psikofisik, meliputi kebutuhan aktifitas dan kebutuhan
seksual.
c. Kebutuhan psikososial, meliputi kebutuhan untuk berprestasi dan
kebutuhan untuk diakui sebagai anggota kelompok.
d. Kebutuahan intepersonal dan intrapersonal, meliputi kebutuhan
untuk aktualisasi diri.
3. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu pendekatan konseptual untuk
memecahkan suatu masalah, karena perencanaan yang baik dapat
memecahkan masalah. Perencanaan membantu menentukan bagaimana
suatu variabel dapat diuji atau diukur.
4. Pelaksanaan
Implementasi merupakan tindakan langsung dari rencana intervensi,
dalam proses implementasi juga berlangsung proses pengumpulan data.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu metode dan proses menganalisa data serta
menilai pengaruh intervensi yang telah diberikan. Selain itu yang
termasuk dalam proses ini adalah interpretasi hasil, kriteria hasil yang
dicapai secara umum.

BAB III
PATHWAY

Post Partum

Psikologis peregangan berlebih Episiotomi


( insisi )
Kontraktilitas otot
Proses parenting Reva rubing destrusor
Terputusnya
mekanis inkontinyuitas
Fase taking in Retensi urine jaringan

Tak terpenuhi
Fase taking hold Luka jahitan
perinium
Kelemahan fisik
Fase letinggo

Gangguan Nyeri akut Resti infeksi


pemenuhan ADL Penambahan anggota
baru

Perubahan pola
peran

.
BAB IV
APLIKASI MODEL KONSEP HUMAN SCIENCE AND HUMAN CARE
WATSON DALAM STUDI KASUS

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Pasien
a. Identitas
Ny S, usia 26 tahun, pendidikan SMP, agama Islam, suku Jawa, pekerjaan
IRT, suami Tn. R, usia 29 tahun, pendidikan SMP, agama Islam, pekerjaan
Swasta.
b. Alasan Masuk Rumah Sakit
Klien datang ke RS karena perutnya terasa kenceng-kenceng dan keluar
cairan sejak tanggal 26-04-2015 jam 09.00. Kemudian klien di bawa ke
bidan puskesmas Balung. Karena KPD>24 jam klien di rujuk ke RSD
Balung tangal 27-04-2015 jam 23.00
c. Keluhan utama saat ini
Klien mengeluh nyeri pada vagina yang di jahit dan tidak bisa BAK
d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat penyakit masa lalu
Klien mengatakan tidak pernah memiliki keluhan sakit yang
berhubungan dengan asma, jantung, hipertensi, DM atau yang lain.
2) Riwayat penyakit saat ini
Klien melahirkan anak pertama tgl 28-04-2015 jam 01.00 WIB di RSD
Balung. klien mengalami ruptur perineum derajat II dan di heating.
3) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada dalam keluarga yang mempunyai riwayat
penyakit yang menular atau kronis lainya.
e. Riwayat Obstetri dan Gynekologi
1) Riwayat menstruasi
Menarche : 12 tahun
Lamanya : 6-8 hari
Siklus : teratur
HPHT : 05-7-2014
2) Riwayat obstetri
Klien mengatakan selama masa kehamilan klien memeriksakan
kehamilannya dipuskesmas dan bidan desa terdekat.
f. Riwayat perkawinan
Klien Menikah 1 kali dengan suami sekarang saat usia 25 tahun dan Tn M
usia 28 tahun dan lama pernikahannya sampai saat ini sudah 1 tahun.
g. Riwayat gynekologi
Klien mengatakan tidak pernah mengalami suatu penyakit kandungan atau
mengalami keguguran dll.
h. Riwayat kontrasepsi
Klien mengatakan sebelum hamil tidak pernah menggunakan kontrasepsi.
i. Riwayat psikososial
Saat ini orang yang dianggap paling penting dan dekat adalah suami. Menurut
klien suaminya sabar dan sangat pengertian. Bila ada masalah selalu
membicarakan dengan suami juga keluarga, karena klien merasa baru
berumah tangga serta masih muda, mungkin dengan bantuan dan saran
orangtua juga akan menjadi lebih lengkap. Hubungan dengan suami dan
anggota keluarga (orangtua, mertua) termasuk tetangga adalah baik. Klien
mengatakan kehamilan dan kelahiran pada anak yang ke-1 ini memang sangat
diharapkan.
j. Pengkajian budaya
Klien mengenal budaya pantang makan pada orang habis melahirkan. Tetapi
klien juga menanyakan, sebenarnya apakah hal tersebut benar, dan apakah
memang ada makanan pantang untuk dirinya. Klien ingin mengikuti hal-hal
yang dianjurkan oleh petugas kesehatan saja.
2. Pengkajian Terhadap : (Tanggal 28-03-2015)
a. Kebutuhan biofisik
1) Udara/oksigen
Klien tidak mengalami gangguan oksigenasi. Pernapasan 24 kali/menit,
nadi 88 kali/menit, tekanan darah 120/80 mmHg, Capipilary refill time <
3 detik, konjungtiva tidak anemis, ekspansi dada maksimal, pernapasan
regular.
2) Keseimbangan pemasukan air (Cairan elektrolit)
Minum diberikan, turgor kulit normal, edema ekstremitas -/-, suhu 36 C,
mukosa bibir lembab
3) Makanan (nutrisi)
Klien makan 3 kali sehari porsi sedang, nafsu makan klien cukup. TB : 150
Cm, BB: 50 Kg
4) Ekskresi dan eliminasi
Klien masih belum dapat melakukan BAK, terpasang kateter, pada masa
nifas klien tidak BAB dan klien merasa takut karena sakit untuk BAB.
b. Kebutuhan psikofisik
Klien mengalami nyeri pada jalan lahir, terutama bila untuk bergerak, tetapi
klien juga menanyakan apakah dia sudah boleh bergerak misalnya miring
kiri-kanan. Klien akan mencoba miring kanan-kiri kalau memang boleh
dilakukan, walaupun masih terasa nyeri. Istirahat klien cukup, klien
menyatakan bisa tidur walaupun terasa nyeri.
c. Kebutuhan psikososial
Ny. S menikmati peran menjadi ibu, Ny. S merupakan ibu rumah tangga,
klien kooperatif dalam proses penyesuaian pada kondisinya saat ini, dan klien
memiliki motivasi yang tinggi serta perilaku yang positip dalam
menyesuaikan keadaan post partum.
d. Kebutuahan intepersonal dan intrapersonal
Suami mendampingi klien dan keluarga juga menjenguk saat jam berkunjung,
orangtua klien dan tetangga juga menjenguk klien. Ny. S juga senang dan
bangga dapat melahirkan seorang anak dan menjadi ibu.
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum sedang, tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88
kali/menit, suhu 36,5 C, pernapasan 24 kali/menit, BB 50 Kg, TB 150 cm,
kesadaran compos mentis, secara umum penampilan klien cukup bersih.
Kepala : rambut bersih, sedikit rontok, mata konjungtiva tidak anemis, sclera
tidak ikterik, palpebra tidak edema, tidak ada keluhan pandangan, muka : tidak
sembab. Telinga : bersih, tidak ada peradangan, tidak ada keluhan, Hidung
bersih, leher tidak ada pembesaran tonsil, tenggorokan tidak meradang. Mulut
bersih, gigi tidak ada karies, tidak ada kesulitan menelan. Dada : simetris, suara
nafas normal vesikuler, tidak ada ronkhi baik sebelah kiri atau kanan, tidak ada
wheezing, bunyi jantung I dan II normal. Payudara: areola mammae
hiperpigmentasi, putting susu menonjol, kolostrum(+) ada ASI belum lancar.
Abdomen: TFU 2 jari bawah pusat, kontraksi uterus baik, homan sign (-),
Diastasis Rectus Abdominalis (-) Vulva/Vagina: Terdapat luka jahitan yang
disebabkan oleh robekan jalan lahir,lokhea rubra, Rektum : tidak ada
haemorroid. Ektremitas : tidak ada edema, tdak ada varises, pergerakan bebas
tidak ada keluhan, refleks patella +/+

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Retensi urin yang berhubungan dengan menurunnya kontraksi bladder

C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI


Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah retensi urine
dapat teratasi
Kriteria hasil
Berkemih dengan jumlah yang cukup
Tidak teraba distensi kandung kemih
Rencana tindakan
a. Penggunaaan faktor karatif
b. Membangun lingkungan caring melalui pemahaman empatik
c. Membangun hubungan saling melalui mendorong ekspresi perasaan
tentang kondisi tubuhnya, gunakan kehangatan, empati, keserasian dalam
membangun komunikasi terbuka
d. Tingkatkan pengajaran interpersonal dengan melibatkan klien dalam
perencanaan tindakan.
e. Dorong klien mengkaji interaksi sosialnya dan mengembangkan kepuasan
diri. Penekanan pada kepuasan diri lebih dari sekedar kesempurnaan diri.
f. Dorong klien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
g. Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih
h. Ajarkan
i. Palpasi area suprapubik
j. Pertahankan intake cairan 2500 ml/hari
EVALUASI (Tanggal 30-04-2015)
Diagnosa keperawatan retensi urine
Subyektif:
Saya masih belum merasakan ingin buang air kecil.
Obyektif:
Hubungan saling percaya sudah tercapai
Klien masih belum dapat melakukan BAK
Masih belum menunjukkan tanda-tanda normal dalam area sistem urinari
Analisa :
Masih terjadi retensi urine
Planning :
Lanjutkan intervensi

EVALUASI (Tanggal 01-05-2015)


Diagnosa keperawatan retensi urine
Subyektif:
Saya masih belum merasakan ingin buang air kecil.
Obyektif:
Klien masih belum dapat melakukan BAK
Analisa :
Masih terjadi retensi urine
Planning :
Lanjutkan intervensi

EVALUASI (Tanggal 01-05-2015)


Diagnosa keperawatan retensi urine
Subyektif:
Saya masih belum merasakan ingin buang air kecil.
Obyektif:
Klien masih belum dapat melakukan BAK
Analisa :
Masih teratasi
Planning :
Lanjutkan intervensi
BAB V
PEMBAHASAN

Teori Watson lebih menekankan caring dalam praktik keperawatan. Watson percaya
caring adalah inti dari praktik keperawatan. Selain itu Watson juga menekankan
bahwa praktik perawat yang professional adalah praktik yang menggabungkan ilmu,
seni, nilai kemanusiaan dan human care.

Pada penerapan teori Watson pada Ny S dengan P1A0 post partum dengan ruptur
perinium dan juga retensi urine masa nifas, semua faktor yang dikaji digabungkan
dan diselaraskan dalam bentuk proses keperawatan yang holistik. Pada pengkajian
terdapat empat derajat kebutuhan yang digunakan dalam teori Watson. Pada kasus
diatas, untuk kebutuhan derajat lebih rendah berupa kebutuhan biofisik yang perlu
dikaji dari klien adalah yang berhubungan dengan kebutuhan untuk mempertahankan
kehidupan yang berkaitan dengan makan, minum, eliminasi dan ventilasi. Perawat
perlu melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh pada tubuh klien, meliputi inspeksi,
palpasi, perkusi dan auskultasi pada berbagai sistem tubuh. Pemeriksaan fisik head to
toe perlu dituntaskan. Selain itu perawat perlu mengkaji pola makan dan minum
klien, apakah asupan makan klien cukup gizi, apakah asupan cairan klien cukup dan
sesuai untuk berat badan dan usianya. Perlu juga diketahui pola eliminasi dan
respirasi klien, keluhan-keluhan terhadap sistem-sistem tubuh klien perlu diketahui
perawat. Perawat juga perlu mendapat informasi yang cukup tentang kondisi di
rumah dan lingkungan yang terkait dan mempengaruhi fungsi fisiologis atau biofisik
dari semua unsur tubuh klien. Perawat memerlukan ilmu yang memadai untuk
menilai apakah hasil pemeriksaan yang telah dilakukannya terhadap klien
menunjukkan hasil normal atau tidak. Disinilah pentingnya perawat memiliki ilmu
keperawatan yang tinggi dan analisis yang tajam. Perawat harus memahami bahwa
hubungan perawat-klien yang saling percaya dan membantu perlu dikembangkan
sejak kontak awal dengan klien. Perawat harus menujukkan sikap caring sedini
mungkin kepada klien. Pada kasus diatas klien adalah post partum dengan ruptur
perinium dan juga retensi urine masa nifas, sehingga perawat perlu memahami
konsep dasar tentang post partum dan kondisinya supaya dapat melakukan pengkajan
dengan lancar dan tepat.
Pengkajian selanjutnya berupa pengkajian kebutuhan derajat lebih rendah berupa
kebutuhan psikofisik. Kebutuhan ini menggambarkan kebutuhan fungsional dari diri
klien meliputi kebutuhan aktifitas-inaktifitas dan kebutuhan seksualitas. Pengkajian
yang perlu dilakukan pada bagian ini meliputi pandangan klien terhadap citra
dirinya, apakah klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai dengan usianya dan apakah
hasil laboratorium menunjukkan hasil yang normal atau tidak. Bagaimana pandangan
dan kondisi kehidupan seksualitas klien.

Pada pengkajian kebutuhan derajat lebih tinggi yaitu kebutuhan psikososial, yang
perlu dikaji perawat berdasarkan teori Watson adalah yang terkait dengan kebutuhan
fungsional. Perawat yang bertugas merawat klien diatas perlu mengkaji apakah
hubungan klien dengan rekan seusianya memuaskan, apakah retensi urine yang
dialami menghambat hidupnya. Selain itu apakah lingkungan sekitarnya
memfasilitasi dirinya untuk menjalani hidup dan mencapai tujuan serta dapat
bergabung dengan lingkungan itu. Perlu juga dikaji apakah klien merasa dapat
mencintai dan dicintai.

Pada pengkajian kebutuhan derajat yang tertinggi menurut Watson yaitu kebutuhan
aktualisasi diri perawat perlu mengkaji bagaimana perasaan klien terhadap dirinya,
apakah klien menyukai dunia yang dijalaninya, dan apakah klien telah merasa
mencapai tujuan dirinya. Pada intinya pengkajian bagian ini ingin melihat sejauh
mana klien memandang dirinya telah atau belum mencapai aktualisasi diri dalam
hidupnya. Pada kasus diatas klien merupakan ibu P1A0 dengan ruptur perinium dan
juga retensi urine masa nifas yang mungkin memiliki pandangan aktualisasi diri yang
berbeda dengan klien multigravida. Sekali lagi, diperlukan pengetahuan perawat
yang memadai dalam memandang dan menghadapi berbagai keragaman klien
sebagai makhluk yang unik.

Menurut Watson, setelah dilakukan pengkajian kemudian dibuat perencanaan dan


dilakukan implementasi dari rencana yang telah dibuat. Hasil pengkajian dianalisa
untuk kemudian dibuat perencanaan yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Dari hasil pengkajian menyeluruh terhadap klien pada kasus diatas yaitu
Ny. S dapat dirumuskan salah satu diagnosa keperawatan yaitu retensi urin yang
berhubungan dengan menurunnya kontraksi bladder. Setelah merumuskan diagnosa
keperawatan, kemudian disusun rencana asuhan keperawatan. Pada kasus ini,
rencana asuhan keperawatan dikombinasikan antara rencana tindakan berdasarkan
teori Watson yang lebih menekankan pada aspek psikologis dan rencana tindakan
yang lebih menekankan pada biofisik yang diambil dari buku rencana asuhan
keperawatan Doenges dkk (1993). Untuk dapat menerapkan teori Watson dengan
efektif dan tepat, sepuluh faktor karatif dan asumsi Watson terhadap caring perlu
menjadi landasan yang kuat dalam impelementasi rencana asuhan keperawatan
tersebut. Rincian rencana keperawatan seperti yang telah dijabarkan pada proses
keperawatan pada kasus tersebut.

Setelah rencana tindakan diimplementasikan kemudian dilakukan evaluasi terhadap


hasil implementasi yang dilakukan perawat tersebut. Untuk mengevaluasi ditetapkan
kriteria evalusi dan hal-hal apa saja yang akan dievalusi. Hasil evalusi selanjutnya
akan dijadikan masukan untuk membuat perencanaan berikutnya. Dari hasil evaluasi
ini bisa saja timbul rencana baru atau melanjutkan rencana sebelumnya. Ini
tergantung hasil evaluasi yang dilakukan perawat. Hal penting yang perlu dipahamai
dalam menerapkan teori Watson dalam praktik keperawatan di rumah sakit atau
sarana pelayanan kesehatan lain adalah perlunya kerjasama dari berbagai unsur
dalam insitusi tersebut. Misalnya dalam membuat formulir pengkajian, perencanaan
dan implementasi dan evaluasi harus disesuaikan dengan yang dipaparkan dalam
teori Watson. Untuk itu perlu diskusi dan persamaan persepsi tentang cara
mengaplikasikan teori ini. Selain itu, seperti yang telah disampaikan sebelumnya,
sebaiknya penerapan teori ini juga dikombinasikan atau dimodifikasi dengan teori
lain sehingga akan menghasilkan bentuk aplikasi teori dalam praktik keperawatan
yang lebih komprehensif dan saling mengisi dan melengkapi kekurangan dari teori
yang digunakan.

Perlu diketahui bahwa setiap ahli keperawatan yang menghasilkan teori keperawatan,
memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman serta kecenderungan yang
berbeda-beda sehingga teori yang dihasilkan juga akan cenderung pada latar
belakang para ahli itu masing-masing. Seperti teori Watson ini lebih menekankan
pada aspek psikologis karena Watson memiliki latar belakang pendidikan yang lebih
kuat pada bidang keperawatan psikologis-mental sehingga jika teorinya lebih
menekankan pada aspek psikologis keperawatan. Oleh karena itu perawat harus
membiasakan diri untuk berdiskusi bersama rekan sejawat dan bila perlu melibatkan
para pakar untuk menentukan teori apa yang baik dan sesuai untuk diterapkan, sesuai
dengan kondisi dan situasi institusi pelayanan tempat perawat tersebut bekerja.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada dasarnya semua teori keperawatan yang telah diciptakan oleh para pakar
keperawatan adalah hasil yang baik karena telah melalui tahap-tahap metode
ilmiah yang sistematis. Teori yang mereka hasilkan juga telah melaui suatu
proses panjang untuk dapat diakui oleh komunitas keperawatan di seluruh dunia
sebagai bagian dari teori keperawatan. Hal yang perlu dilakukan oleh komunitas
perawat terutama perawat di Indonesia adalah terus berusaha menerapkan teori
yang telah ada dalam praktik keperawatan.

Praktik keperawatan yang baik dan professional hanya praktik yang didasarkan
pada nilai-nilai perawat professional yang salah satunya tercermin dalam teori
keperawatan. Untuk itu salah satu cara meningkatkan kualitas pelayanan atau
asuhan keperawatan adalah dengan menerapkan praktik keperawatan yang
berdasarkan teori keperawatan, bukan praktik yang berdasarkan perintah atau
order dokter, atau praktik keperawatan yang hanya berdasarkan rutinitas semata.
Inilah yang dinamakan Evidence based practice, yang menjadi salah satu kunci
berhasilnya perkembangan keperawatan di luar negeri.

Jean Watson telah memberikan salah satu pilihan bagi perawat di Indonesia
untuk mulai menerapkan praktik keperawatan yang berdasarkan teori dengan
menciptkan teori yang telah diakui komunitas perawat di dunia, yaitu
Philosophy and Science of Caring. Kerjasama dan dukungan dari berbagai
pihak sangat diperlukan untuk menjadikan praktik keperawatan yang
professional dan berkualitas dapat diwujudkan.

B. SARAN
1. Perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi perawat untuk
meningkatkan pengetahuan perawat tentang teori keperawatan yang telah ada
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan perawat.
2. Perlu dukungan dan bantuan dalam berbagai bentuk dari organisasi profesi,
institusi pendidikan tinggi keperawatan dan birokrasi agar praktik
keperawatan yang berdasarkan teori dapat diwujudkan.
3. Perlu adanya wadah atau forum diskusi bagi perawat di masing-masing
institusi pelayanan atau komunitas perawat terdekat untuk bertukar pikiran
tentang cara dan bagaimana praktik keperawatan yang berdasarkan teori atau
evidence based practice dapat diwujudkan
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, LM., Lowdermilk, D.L., & Jensen, M.D., (2005). (Alih Bahasa *

Danuatmaja, B., dan Meiliasari, M., (2003). 40 Hari Pasca Persalinan Masalah dan

FKUI, Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,


Cetakan 1, 2002, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.

FKUI, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, 1999, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.

FKUI, Obstetri Fisiologi, 1993, E. Leman: Bandung.

Huliana, M., (2003). Perawatan Ibu Pasca Persalinan. Jakarta : Puspa swara

Manuaba Ilmu kebidanan, (1998) Penyakit kandungan, dan Keluarga Berencana


untuk Pendidik Bidan, Jakarta; EGC

Neonatal. Jakarta : JNPKKR-POGI bekerjasama dengan YBP-Sarwono

Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, 1995, EGC, Jakarta

Saifuddin, A.B., dkk, (2001). Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal dan
Solusinya. Jakarta : Puspa Swara.

Wijayarini, M.A.), Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Edisi 4, Jakarta: EGC.

Wiknjosastro, H., dkk., (1999). Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Cetakan kelima.

Vous aimerez peut-être aussi