Vous êtes sur la page 1sur 15

Alga yang mula-mula ada di bumi kurang lebih sek[itar tiga milyar tahun yang

lalu adalah cyanobacteria (atau ganggang biru-hijau), yang melakukan fotosintesis,


sel prokariotik tidak berinti sel. Kemudian muncul jenis-jenis alga yang lain yang
memiliki inti sel, sel kompleks multiselular atau Sel eukariotik.
Alga adalah tanaman laut yang di kelompokkan dalam 2 kelompok besar
makro alga dan mikro alga, mikro alga (berukuran kecil) tidak dapat dilihat secara
kasat mata tetapi hanya boleh dilihat dengan menggunakan alat bantu yaitu
mikroskop. Sebaliknya alga makro atau alga yang berukuran besar dapat dilihat
langsung (kasat mata). Di perairan Indonesia menurut Weber Van Boss ditemukan
adanya 782 jenis alga yang tersebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Meliputi
179 alga hijau, 134 alga coklat dan 425 alga merah. Klasifikasi alga laut, makro alga
menurut Dawes (1981), terdiri dari 3 divisio yaitu Rhodophyta alga merah, Phaeophyta
alga coklat dan Chlorophyta alga hijau. Sedangkan menurut Vanden Brook (1995),
makro alga terdiri juga atas 3 divisio yaitu divisio Chlorophyta alga hijau, Rhodophyta
alga merah dan Heterokontophyta alga coklat, nama division alga coklat dari ketiga
penulis berbeda. Ternyata dengan berkembangnya ilmu taksonomi maka banyak para
ahli mengelompokkan alga pada tingkat divisio yang sama namanya tetapi ada yang
berbeda. Begitu juga ada yang mengelompokkan Chlorophyceae, Rhodophyceae dan
Phaeophycea kedalam kelas tetapi yang lain memasukkannya ke tingkat taksa yng
lebih tinggi sedikit yaitu sub phylum/division. Memang taksonomi alga ini masih sulit
dasar pengelompokkannya menurut kata beberapa ahli alga (De wreede dan Klinger,
1987).
1. Makroalga
Alga adalah organisme yang masuk ke dalam Kingdom Protista mirip dengan
tumbuhan. Menurut Marianngsih, dkk (2013:219). Salah satu organisme laut yang
banyak dijumpai di hampir seluruh pantai di Indonesia adalah makroalga. Makroalga
merupakan alga yang berukuran besar, dari beberapa centimeter (cm) sampai
bermeter-meter. Makroalga berdasarkan morfologinya tidak memperlihatkan adanya
perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan tanaman ini memiliki
morfologi yang mirip, walaupun sebenarnya berbeda. Palallo (2013:13), menyatakan
bahwa tubuh makroalga umumnya disebut thallus. Thallusmerupakan tubuh
vegetatif alga yang belum mengenal diferensiasi akar, batang dan daun sebagaimana
yang ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi. Thallus makroalga umunya terdiri atas
blade yang memiliki bentuk seperti daun, stipe (bagian yang menyerupai batang)
dan holdfast yang merupakan bagian thallusyang serupa dengan akar. Pada
beberapa jenis makroalga, stipe tidak dijumpai dan blade melekat langsung pada
holdfast. Menurut Sze, (1986) tipe holdfast pada alga makro adalah sebagai berikut
:
1.Talus benar-benar diluruskan /menyebar menempel pada substrat (encrusting)
2.Rhizoids/ rhizoidal pada pangkal talus
3.Heterotrichy (lembaran /lampiran)
Cabang dimodifikasi membentuk dasar untuk lampiran, pertumbuhan kembali cepat
dari dasar jika sistem hilang
4.Diskoid
Pada jaringan (parenchymatous atau pseudoparenchymatous) membentuk dasar
makroalga yang lebih besar
5.Haptera
Cabang/batang membentuk seperti jari-jari.
Struktur perkembangbiakannya hampir selalu bersel tunggal, jika ada yang
bersel banyak setiap komponen sel membentuk satuan reproduksi baik sebagai
zoospora maupun gamet. Alat reproduksi tidak memiliki lapisan luar yang terdiri atas
sel-sel steril. Alga tidak pernah menghasilkan embrio, yaitu zigotnya tidak pernah
berkembang menjadi tumbuhan muda yang bersel banyak ketika masih terbungkus
oleh alat kelamin betina (Dewi, 2006). Alga dapat melakukan reproduksi, baik
reproduksi generatif (seksual) dengan gamet, reproduksi vegetative (aseksual)
dengan spora, maupun reproduksi fragmentasi dengan potongan thallus (stek).
Menurut Lunning (1990) dan Jelantik (2003) alga makroskopis memiliki ciri-ciri
umum di dalam sel-sel tubuhnya terdapat pigmen penyerap cahaya yang berupa
kloroplas atau kromatofor, bersifat autotrof yang dapat menghasilkan zat organik dan
oksigen melalui proses fotosintesis. Makroalga memiliki substansi yang beragam.
Menurut Aslan (1998) dan Widayanti (2008), sifat substansi thallus juga beraneka
ragam, ada yang lunak seperti gelatin (gellatinous), mengandung zat kapur
(calcareous), lunak seperti tulang rawan (cartilaginous), dan berserabut (spongious).
Palallo (2013:13) percabangan thallus ada yang dichotomous (bercabang dua terus
menerus), pectinate (berderet searah pada satu
sisi thallus utama), pinnate (bercabang dua-dua pada
sepanjang thallus utama secara berselang seling), ferticillate (cabangnya berpusat
melingkari aksis atau sumbu utama dan adapula yang sederhana dan tidak
bercabang.
2. Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme nabati yang hidup melayang-layang dalam
air, relative tidak mempunyai daya geerak sehingga keberadaannya dipengaruhi oleh
gerakan air serta mampu berfotosintesis (Davis,1951). Mikroalga umumnya bersel
satu atau berbentuk benang dan mampu memroduksi komponen yang bernilai tinggi.
Habitat hidupnya meliputi seluruh wilayah perairan di dunia, baik lingkungan air laut
maupun air tawar. Organisme ini memiliki kemampuan mengubah energi matahari,
air, dan karbon dioksida layaknya tumbuhan tingkat tinggi (Panggalo, 2012:19).
Populasi tersebut kemudian dikategorikan ke dalam 4 kelas, yaitu diatome, green
algae, blue-green algae, dan golden algae (Panggalo, 2012:19).
Sel mikroalga dapat dibagi menjadi 10 divisi dan 8 divisi alga merupakan
bentuk uniselular. Dari 8 divisi alga, 6 divisi telah digunakan untuk keperluan budidaya
perikanan sebagai pakan alami. Setiap divisi mempunyai karakteristik yang ikut
memberikan andil pada kelompoknya, tetapi spesies-spesiesnya cukup memberikan
perbedaan-perbedaan dari lainnya. Ada 4 karakteristik yang digunakan untuk
membedakan divisi mikroalga yaitu: tipe jaringan sel, ada tidaknya flagella, tipe
komponen fotosintesa, dan jenis pigmen sel. Selain itu morfologi sel dan bagaimana
sifat sel yang menempel berbentuk koloni/filamen.
Sifat yang paling berguna untuk mengidentifikasi alga adalah warna atau
pigmen mereka. Pigmen-pigmen tersebut menyerap energi cahaya dan
mengubahnya menjadi biomassa melalui proses fotosintesis. Ada 3 kelas utama
pigmen dan berbagai kombinasi yang memberikan warna khas pada alga. Kelompok
utama dari pigmen hijau adalah chlorophil, dengan chlorophil a sebagai pigmen
utama yang menyerap gelombang panjang biru dan merah sebagai cahaya yang
penting untuk fotosintesis.
Pada makroalga, sebagian besar karotenoid lebih bersifat melindungi pigmen
lain daripada ikut secara langsung dalam reaksi fotosintesis. Dalam setiap divisi,
terdapat pengecualian seperti fukosantin pada diatom dan alga coklat, yang sangat
aktif dalam proses fotosintesa. Fikobilin berwarna merah (fikoeretrin) atau biru
(fikosianin) dan menangkap gelombang panjang yang tidak ditangkap oleh pigmen-
pigmen lainnya dan melewati energi yang ditangkap pada chlrophil a untuk
fotosintesis. Beberapa variasi dari bentuk sel dapat ditemukan pada alga uniselular
dapat berbentuk bola pipih memanjang atau berbentuk kotak sebagai tambahan
beberapa uniselular memiliki lengan atau duri yang merupakan perluasan dari dinding
sel. Banyak mikroalga yang membentuk filamen-filamen sel yang menghubungkan
satu sama lain. Mikroalga lainnya membentuk koloni-koloni sel yang memiliki suatu
pola yang khusus dan ditentukan oleh jumlah sel.

3. Habitat
Tempat hidup alga umumnya di air, baik air tawar, laut maupun air payau.
Tumbuhan alga juga ditemukan di daerah bersalju. Alga dapat tumbuh hampir di
semua tempat yang cukup basah dan cukup cahaya untuk berfotosintesis. Salah satu
habitat yang paling ekstrim adalah alga yang dapat hidup pada jaringan tubuh hewan
seperti pada beberapa jenis mentimun laut, binatang-binatang karang yang
mengadakan simbiosis yang saling menguntungkan. Beberapa jenis alga memiliki
holdfast sehingga dapat melekat pada substrat, tetapi ada juga melayang bebas
dalam air bersama makhluk lain membentuk plankton. Alga sangat penting sebagai
produsen yang menyediakan makanan bagi sebagian besar hewan air (Loveless,
1989 dalam Dewi, 2006).
4. Faktor-Faktor Keberadaan Alga
Setiap organisme dalam keberadaannya di lingkungan memiliki kecenderungan untuk
hidup dalam kondisi tertentu. Berikut merupakan faktor-faktor keberadaan alga, antara
lain sebagai berikut.
4.1 Substrat
Alga melekatkan dirinya pada substrat dengan perantaraan organnya yang
disebut dengan holdfast. Dasar perairan biasanya terkait dengan tingkat kecerahan
perairan. Perairan dengan dasar karang atau karang mati biasanya memiliki
kejernihan air yang relatif baik. Hal ini cukup penting bagi berlangsungnya fotosintesis
alga.
Dasar perairan yang keras, kokoh dan kuat yang tidak dapat dipindahkan oleh
gelombang atau pengaruh lain, seperti batu-batuan dan batu karang merupakan
substrat yang baik bagi kehidupan alga yang merupakan bagian terbesar dari vegetasi
laut. Dasar perairan yang lemah dan gembur kurang baik bagi kehidupan alga, tetapi
banyak dihuni oleh alga yang berukuran kecil. Dasar perairan yang berlumpur
menyebabkan penetrasi cahaya rendah dan menempelnya lumpur pada alga.
Keadaan ini menyebabkan efektivitas pemanfaatan cahaya menurun sehingga alga
tidak dapat bertumbuh dan menyebabkan kematian dalam jangka waktu lama
(Ambas, 2006).
4.2 Cahaya
Cahaya matahari merupakan sumber enegi yang berpengaruh terhadap
fotosintesis. Cahaya juga berperan sebagai sinyal lingkungan yang dapat
merangsang proses pertumbuhan dan perkembangan pada alga, menurut Luning
(1990) dan Jelantik (2003). Alga akan tumbuh apabila mendapatkan asupan cahaya
matahari yang cukup. Intensitas maupun panjang gelombang berpengaruh pada
pengendalian penyebaran alga. Karena alga intertidal utama dibagi ke dalam tiga
kelompok: merah, cokelat, dan hijau, dan ketiganya menyerap spektrum cahaya yang
berbeda, maka dapat dikatakan bahwa alga-alga tersebut akan tersusun di sepanjang
gradien kedalaman.
Pada satu gradien, alga hijau berada di tempat teratas karena menyerap sinar
merah, alga cokelat di tengah, dan terakhir alga merah yang menyerap cahaya hijau
terdapat di daerah yang terdalam (Nybakken, 1992). Menurut Aslan (1998) dan
Widayanti (2008) kebutuhan cahaya pada alga merah agak rendah dibandingkan alga
coklat. Hal ini disebabkan oleh alga merah memiliki pigmen xantofil, karoten, dan
fikobiliprotein yang mampu menyerap energi cahaya gelombang pendek dan
ditransfer ke klorofil a. Alga yang berwarna hijau akan tumbuh subur di dekat
permukaan dengan intensitas cahaya yang tinggi dengan cahaya merah yang
melimpah, sedangkan alga merah dapat hidup pada perairan yang lebih dalam
dengan kondisi intensitas cahaya lebih rendah yang menggunakan cahaya dengan
panjang gelombang yang lebih pendek untuk melakukan fotosintesis.
4.3 Suhu
Palallo (2013:24) menyatakan bahwa suhu di lautan adalah salah satu faktor
penting bagi kehidupan organisme, karena suhu sangat mempengaruhi baik aktivitas
metabolisme maupun perkembangan dari organismeorganisme tersebut.
Romimohtarto dan Juwana (2001) menyatakan bahwa di perairan tropis perbedaan
atau variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar, suhu permukaan laut berkisar
antara 27C - 32C. Suhu memegang peranan penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan alga. Menurut Luning (1990), temperatur optimal untuk tumbuhan alga
dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu berkisar 0C - 10 C untuk alga di daerah
beriklim hangat dan 15C-30C untuk alga hidup di daerah tropis. Palallo (2013:24),
menyatakan pertumbuhan yang baik untuk alga di daerah tropis adalah 20C - 30C.
Menurut Chapman (1997) perubahan suhu yang ekstrim akan mengakibatkan
kematian bagi makroalga, terganggunya tahap-tahap reproduksi dan terhambatnya
pertumbuhan.
4.4 Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap organisme
air, khususnya mikroalga, dalam mempertahankan tekanan osmotik dalam
protoplasma dengan air sebagai lingkungan hidupnya. Salinitas didefinisikan sebagai
jumlah bahan padat yang terkandung dalam tiap kilogram air laut, dinyatakan dalam
gram per-kilogram atau perseribu. Salinitas penting artinya bagi kelangsungan hidup
organism, hampir semua organisme laut hanya dapat hidup pada daerah yang
mempunyai perubahan salinitas yang kecil (Hutabarat dan Evans, 2001 dalam Armita,
(2011:62)). Percampuran antara air sungai dan air laut, larutan berbeda secara
signifikan ditinjau dari komposisi sifat fisik dan kimianya sehingga berpengaruh
terhadap variasi suhu (Kennish, 2001).
Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat
dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida dan
semua bahan organik telah dioksidasi. Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang
dari 0,5 ppt, perairan payau antara 0,530 ppt, dan perairan laut 3040 ppt. Pada
perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai
(Effendi, 2003 dalam Elfinurfajri (2009:9)). Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran sungai,
menurut Elfinurfajri, (2009).
Tingkat penurunan laju pertumbuhan ini bergantung juga kepada daya
toleransi alga terhadap fluktuasi salinitas (Luning, 1990). Beberapa daerah yang perlu
dihindari sebagai lahan budidaya alga laut adalah muara sungai. Daerah ini memiliki
salinitas yang rendah dibandingkan dengan perairan laut yang tidak mendapatkan
suplai air tawar. Bahkan pada musim hujan, pasokan air tawar yang masuk akan
semakin banyak dan menurunkan nilai salinitas secara drastis. Hal ini berdampak
kurang baik terhadap pemeliharaan alga laut (Ambas, 2006).
4.5 Kekeringan
Tingginya keanekaragaman tumbuhan darat adalah karena secara periodik
mereka mengalami tekanan kekeringan (Luning, 1990). Daya toleransi alga terhadap
kekeringan dapat dipengaruhi oleh morfologi dan bentuk pertumbuhan dari alga itu.
Semakin luas permukaan spesifik alga itu, semakin tidak tahan alga itu terhadap
kekeringan. Untuk mengurangi jumlah penguapan air, beberapa jenis alga ber-
thallus ramping dan memiliki bentuk pertumbuhan thallus yang rapat dan saling
tumpang tindih dengan maksud agar luas permukaan spesifik yang bersentuhan
dengan udara dapat berkurang. Dengan demikian, penguapan air dapat dikurangi.
4.6 Nutrien
Nutrisi merupakan faktor ekologis yang penting bagi pertumbuhan, zat hara
alga diperoleh dari air sekelilingnya. Penyerapan zat hara dilakukan melalui seluruh
bagian tanaman (Indriani dkk, 1997). Phosphor dan nitrogen secara normal
konsentrasinya rendah di dalam air laut, sehingga sering menjadi faktor pembatas
untuk pertumbuhan rumput laut. Nitrogen diserap oleh alga dalam bentuk nitrat dan
ammonium. Apabila kadar nitrat dan phospat melimpah di perairan maka akan
mempengaruhi stadia reproduksi alga (Jelantik, 2003).
4.7 Gerakan air
Gerakan-gerakan air laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin yang
menghembus di atas permukaan air laut. Gerakan air diperlukan untuk mempercepat
difusi gas dan ion-ion di dalam air. Lancarnya difusi gas dan ion-ion yang diperlukan
oleh alga maka pertumbuhan alga akan menjadi lebih cepat. Gerakan air juga
berfungsi dalam membantu menyuplai zat hara dan membersihkan kotoran yang
menempel pada alga (Ambas, 2006). Di pihak lain gerakan air yang berupa arus dan
gelombang dapat menekan, melucuti, membengkokkan dan memelintir thallus-
thallus dari alga terutama yang memiliki daun yang sempit yang hidup di perairan yang
gelombangnya cukup besar. Sementara itu, alga dari jenis yang sama yang hidup
pada perairan yang lebih tenang dapat tumbuh membentuk daun yang lebih besar
dan bergelombang (Jelantik, 2003).
Gerakan air juga mempengaruhi gerakan dan sebaran spora alga. Alga yang tumbuh
di perairan berombak dan berarus kuat akan memiliki karakteristik spora yang berbeda
dengan alga yang tumbuh di perairan tenang. Gerakan air mengalir (arus) yang baik
untuk pertumbuhan alga antara 20-40 cm/detik. Sedangkan gerakan air yang
bergelombang (ombak) harus tidak lebih dari 30 cm. Bila arus air lebih cepat maupun
ombak lebih tinggi, dapat menyebabkan alga robek, rusak dan terlepas dari substrat.
4.8 Pasang surut
Pasang surut adalah peristiwa naik turunnya permukaan laut secara periodik
dalam suatu interval tertentu. Pasang surut merupakan faktor lingkungan yang paling
mempengaruhi kehidupan zone intertidal (Nybakken, 1992). Faktor-faktor fisik pada
keadaan ekstrim organisme masih bisa menempati perairan, akan menjadi faktor
pembatas dan mematikan apabila air sebagai isolasi dihilangkan. Kombinasi pasang
surut dan waktu, dapat menimbulkan dua akibat langsung yang nyata pada kehadiran
dan organisasi komunitas intertidal sebagai berikut:
Perbedaan waktu yang relatif lama suatu daerah tertentu di intertidal berada di udara
terbuka dengan lamanya terendam air. Organisme laut berada pada kisaran suhu
terbesar dan kemungkinan mengalami kekeringan (kehilangan air). Semakin lama
kena udara, semakin besar mengalami suhu letal (mati) atau kehilangan air di luar
batas kemampuannya dan semakin kecil kesempatannya untuk mencari makan
sehingga menyebabkan organisme kekurangan energi.
Pengaruh pasang surut terjadi secara teratur dan dapat diramalkan. Pasang surut
cenderung menimbulkan irama tertentu dalam kegiatan organisme pantai. Pengaruh
matahari terlihat pada saat pasang purnama dan pasang perbani. Pasang purnama
dan pasang bulan mati adalah pasang yang menunjukkan kisaran terbesar (baik naik
maupun turun) dan terjadi bila bulan dan matahari terletak sejajar sehingga kedua
gayanya bergabung. Pasang perbani adalah pasang dengan kisaran minimum dan
terjadi bila matahari dan bulan membentuk sudut siku-siku sehingga gayanya saling
menetralkan. Pasang surut ada 3 macam antara lain:

1. Pasang surut dijurnal artinya pasang surut yang terjadi dari satu pasang naik
dan satu pasang surut.
2. Pasang surut semidiurnal artinya pasang surut yang mempunyai dua pasang
naik dan dua pasang surut.
3. Pasang surut campuran artinya campuran antara pasang surut diurnal dengan
pasang surut semidiurnal.
4. Pada gambar 2.6, disajikan mengenai posisi bulan dan matahari pada saat
pasang-surut perbani dan pasang-surut purnama.

4.9 Terumbu karang


Terumbu karang adalah endapan-endapan massif yang terbuat dari kalsium
karbonat (CaCo3). Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem yang disusun oleh
komponen utama berupa hewan karang (Scleractinia) menghasilkan terumbu dan
komponen lain yang berupa berbagai biota yang berasosiasi seperti alga
berkapur Zooxanthella sp. Keterkaitan ekosistem terumbu karang dengan makroalga
sangat erat, di satu sisi memberikan dampak positif namun di sisi lain dapat
memberikan dampak negatif. Positifnya, makroalga merupakan biota yang sangat
penting dalam ekosistem terumbu karang karena berperan sebagai produsen primer.
Dampak berdampak negatif terhadap komunitas karang yang tumbuhnya lambat,
sehingga jika pertumbuhannya tidak dikendalikan maka komunitas makroalga akan
segera mendominasi ekosistem terumbu karang, akhirnya mengancam keberadaan
terumbu karang di perairan. Kompetisi antara alga dan karang dalam ekositem
terumbu karang terjadi saat alga menginvasi karang. Saat alga mendominasi ruang
maka karang yang tumbuh akan sedikit tetapi sebaliknya saat karang yang
mendominasi ruang maka alga yang tumbuh akan sedikit. Suksesi organisme yang
berkompetisi tergantung dari lingkungan dan kompetitornya.
4.10 Organisme pemakan alga
Organisme-organisme pemakan alga diantaranya adalah hewan laut
dari classis Echinodea, yang hidup di atas batu karang atau dalam lumpur pada
pantai. Hewan ini bergerak dengan menggunakan duri yang bersendi dan kaki
ambulakral. Beberapa jenis yang hidup pada sumur-sumuran di daerah pantai atau di
bawah rumput laut dan ada juga yang membenamkan diri dalam tanah liat di muka
muara sungai atau di bawah karang-karang yang lunak.

5. Klasifikasi Alga
Klasifkasi alga menurut Chapman dan Chapman (1980) terdapat 10 divisi alga,
diantaranya yaitu.

1. Bacillariophyta
2. Chloromonadophyta
3. Chrysophyta
4. Chrytophyta
5. Euglenophyta
6. Pyrrophyta
7. Xanthophyta
8. Chlorophyta
9. Phaeophyta
10. Rhodophyta

Mikroalga (fitoplankton) berdasarkan divisinya Sachlan (1982) membagi


fitoplankton menjadi tujuh divisi, yaitu Cyanophyta, Chlorophyta, Chrysophyta,
Euglophyta, Pyrrophyta, Phaeophyta, dan Rhodophyta. Berikut merupakan taksonomi
makroalga yang dapat kita ketahui jenis dan karakteristik alga menurut pembagian
divisinya.
1. Divisi Chlorophyta
Chlorophyta merupakan divisi terbesar dari semua divisi alga, sekitar 6500
jenis anggota divisi ini telah berhasil diidentifikasi. Divisi Cholorophyta tersebar luas
dan menempati beragam substrat seperti tanah yang lembab, batang pohon, batuan
basah, danau, laut hingga batuan bersalju. Sebagian besar (90%) hidup di air tawar
dan umumnya merupakan penyusun komunitas plankton. Sebagian kecil hidup
sebagai makro alga di air laut. Divisi Chlorophyta hanya terdiri atas satu kelas yaitu
Chlorophyceae yang terbagi menjadi empat ordo yaitu : Ulvales, Caulerpales,
Cladophorales, dan Dasycladales (Verheij, 1993). Sebagai fitobentik tumbuhan ini
hidup menancap atau menempel di substrat dasar perairan laut seperti karang mati,
fragment karang, pasir dan pasir-lumpuran. Pertumbuhan bersifat epifitik atau
saprofitik, dan kadang-kadang beasosiasi dengan tumbuhan lamun. Algae kelas
Chlorophyceae di sebut juga algae hijau, memiliki chlorophyl warna hijau. Secara
visual perbedaan berbagai jenis alga ini dibedakan pada bagian percabangan thallus
dalam kerangka tubuh yang antara lain bersifat sel banyak atau termasuk multiselluler
(Kadi, 1988). Alga ini mengandung pigmen fotosintetik antara lain chlorophyl ada a
dan b, carotene, xanthophyl dan lutein. Dalam dinding selnya terdapat cellulosa dan
pektin dengan produk polisakarida berupa kanji (starch). Pembiakan dengan jalan
penyebaran spora dan gamet serta fragmentasi thalli. Gamet jantan pada alga hijau
umumnya mempunyai bulu cambuk untuk gerakan aktif dalam pembuahan (Kadi,
1988). Sebaran alga hijau utamanya di mintakat litoral bagian atas, khususnya di
belahan bawah dari mintakat pasut, dan tepat di daerah bawah pasut sampai
kedalaman 10 meter atau lebih, jadi di habitat yang mendapat penyinaran matahari
yang bagus. Alga dari kelas ini melimpah di perairan hangat (tropik). Di laut kutub
utara, alga hijau jarang ditemukan dan bentuknya kerdil. Di Indonesia tercatat
sedikitnya 12 marga alga hijau, yaitu : Caulerpa, Ulva, Valonia, Dictyosphaeria,
Halimeda, Chaetomorpha, Codium, Udotea, Tydemania, Bometella, Boergesenia dan
Neomeris (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
Ditinjau dari morfologinya, tumbuhan alga hijau dapat dikelompokkan ke dalam 5
golongan, yaitu:

1. Organisme yang uniseluler yang motil dan non motil


2. Organisme koloni yang motil dan kokoid
3. Organisme filamentik yang bercabang dan tidak bercabang
4. Organisme seperti membran/daun (parenkim)
5. Organisme sinositik (pipa)

Sebaran alga hijau terdapat terutama di daerah litoral bagian atas, di belahan bawah
atas daerah pasang surut, dan pada kedalaman 10 meter atau lebih, yang habitatnya
mendapat penyinaran matahari yang baik. Alga ini terdapat melimpah di perairan
hangat (tropik).
Berikut beberapa jenis alga Chlorophyta, antara lain ;
a) Boergesenia forbesii
Thallus membentuk kantong silindris berisi cairan, permukaan halus, licin warna hijau
tua atau hijau muda kekuning-kuningan. Ukuran panjang thallus mencapai sekitar 5
cm dengan diameter mencapai sekitar 0,5 cm. Thallus tersebut membentuk rumpun
dengan percabangan soliter berpusat ke bagian pangkal utama dekat holdfast. Alga
jenis ini bersifat mudah menempel (epifit) pada substrat-substrat lainnya di laut
termasuk menempel pada tumbuhan laut lainnya (Kadi, 1988).
b) Caulerpa lentillifera
Thallus membentuk akar, stolon dan ramuli. Ramuli membentuk bulatan-bulatan kecil
merapat teratur menutupi setiap percabangan sepanjang 3-5 cm. Stolon tidak begitu
besar, sekitar diameter 1-2 mm, warna hijau tua. Tumbuh dengan akar menancap
pada substrat berpasir atau menempel pada batu (Kadi, 1988) dan menurut Juneidi
(2004), makroalga jenis ini juga tumbuh dengan akar menancap pada substrat
berpasir.
c) Caulerpa racemosa
Thallus membentuk stolon tidak begitu besar dengan perakaran yang agak pendek.
Ramul agak gepeng dengan mendukung percabangan ramuli bentuk bulatanbulatan
bertangkai alternate dengan interval agak jarang. Warna hijau tua dan panjang ramuli
dapat mencapai 5 cm. Tumbuh di daerah bersubstrat batu atau pasir dimana
sebarannya tidak begitu luas (Kadi, 1988).

d) Chaetomorpha crassa
Thallus silindris menyerupai rambut, membentuk gumpalan seperti benang kusut dan
tumbuh menempel pada alga lain (epifit) (Juneidi, 2004). Makroalga jenis ini biasanya
tumbuh sebagai bentuk melilit pada makroalga lainnya, filamentaous talus, warna
hijau cerah, filamen bercabang dengan serangkaian silinder (Jha, 2009).
e) Ulva reticulata
Thallus berupa lembaran kecil (ukuran lebar 2 mm) membentuk rumpun menyerupai
jaring atau net dengan berekspansi radial. Warna hijau muda atau hijau tua dengan
tumbuh menempel pada algae lain (Kadi, 1988).
f) Enteromorpha sp.
Thallus kecil dan berbentuk rumpun, dimana sel bagian tengah dan ujung berisi satu
pirenoid pada masing-masing sel. Kloroplast sering memiliki bentuk seperti mangkuk
yang tampak di bagian permukaan dengan ukuran yang berbeda panjangnya pada
masing-masing sel. Bentuk dan susunan sel sama dengan tumbuhan tingkat tinggi.
Habitat makroalga ini umumnya pada rataan terumbu karang yang selalu tergenang
pada saat air surut terendah (Aslan, 1991).
g) Halimeda macroloba
Pertumbuhan thalli mengandung zat kapur, pertumbuhan mencapai tinggi 23 cm.
Segment tebal bentuk kipas dengan lebar mencapai 21 mm dan panjang mencapai
15 mm serta bagian pinggir bergelombang. Basal segment mencapai lebar 20 mm
dan panjang mencapai 15 mm. Diantara basal segment dan segment terdapat
bantalan segment yang merupakan tempat pertumbuhan segment. Percabangan
utama dichotomous atau trichotomous kelompok dalam satu rumpun. Holdfast
berbentuk ubi diameter mencapai 10 mm dan panjang mencapai 20 mm serta tulat
atau bongkol sebagai alat pengikat partikel-partikel pasir atau lumpur (Kadi, 1988).
Makroalga jenis ini tumbuh subur pada substrat pasir dan pasir lumpuran. Holdfast
berbentuk ubi merupakan alat pengikat terhadap partikel-partikel pasir. Pertumbuhan
di alam dapat berasosiasi bersama pertumbuhan lamun. Keberadaannya banyak
dijumpai di paparan terumbu karang dengan kedalaman kurang 2 m, pertumbuhan
tahan terhadap kekeringan yang bersifat sementara waktu (Kadi, 1988).
h) Chlorodesmis sp.
Tumbuhan berwarna hijau tua, tumbuh dalam rumpun yang padat, epifit Ketinggian
antara 4-10 mm. Percabangan tidak menentu, kebanyakan dikotomi. Filamen
berbentuk filiform bendek dengan ujung berbentuk obtus. Sel berbentuk elips dan
berselerak. Thallus tidak licin, berlekuk/berombak (Kadi, 1988).
Di Indonesia tercatat sedikitnya 12 marga alga hijau yang banyak dijumpai di perairan
pantai, beberapa marga-marga alga itu adalah sebagai berikut:
1. Caulerpa yang dikenal beberapa penduduk pulau sebagai anggur laut, terdiri dari
15 jenis dan 5 varietas. Berikut ini disajikan gambar beberapa jenis alga Caulerpa.
2. Ulva mempunyai thallus berbentuk lembaran tipis seperti sla, oleh karenanya
dinamakan sla laut. Ada tiga jenis yang tercatat, satu di antaranya Ulva lactula.
Ulva banyak ditemukan pada perairan dangkal dengan kedalaman 0,5-5 m dan dapat
hidup di perairan payau. Tumbuh melekat pada substrat karang mati di daerah
paparan terumbu karang (Atmadja et al. 1996).
3. Valonia (V. ventrikosa) mempunyai thallus yang membentuk gelembung berisi
cairan berwarna ungu atau hijau mengkilat, menempel pada karang mati atau batu
karang.
4. Dictyosphaera (D. cavernosa) dan jenis-jenis marga ini di Nusa Tenggara
dinamakan bulung yang dimanfaatkan untuk sayuran.
5. Halimeda terdiri dari 18 jenis, marga alga ini berkapur menjadi salah satu
penyumbang kapur air laut. Halimeda tuna terdiri atas rantai cabang dari potongan
tipis berbentuk kipas. Potongan-potongan ini berkapur, masing-masing 2 cm
tengahnya. Yang terbesar dihubungkan satu dengan yang lainnya oleh sendi-sendi
yang tak berkapur.
6. Chaetomorpha mempunyai thallus atau daunnya berbentuk benang yang
menggumpal. Jenis yang diketahui adalah C. crassa yang sering menjadi gulma bagi
budi daya rumput laut.
7. Codium hidup menempel pada batu atau batu karang.
8. Udotea terdapat atau tumbuh di dasar pasir dan terumbu karang.
9. Bernetella (B. nitida) menempel pada karang yang mati dan pecahan karang di
paparan terumbu.
10.Burgenesia (B. forbesii) mempunyai thallus yang berbentuk kantung silindrik berisi
cairan berwarna hijau tua atau hijau kekuningan, menempel pada batu karang atau
tumbuhan air.
11. Neomeris (N. annulat) tumbuh menempel pada substrat dari karang mati di dasar
laut (Romimohtarto, 2001).
2. Divisi Phaeophyta
Struktur tubuh alga coklat bervariasi mulai dari yang berbentuk filamen hingg
yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi. Banyak di antara anggota divisi Phaeophyt
merupakan jenis alga dengan ukuran thalus terbesar di dunia,
contohnya Macrocysti pyrifera yang dapat tumbuh lebih dari 80 meter di pesisir barat
California. Pada umumnya alga coklat dapat hidup di laut tumbuh di dasar perairan
dan melekat pada substrat dengan menggunakan holdfast. Di Indonesia alga coklat
yang umum dijumpa berasal dari genera Sargassum, Turbinaria, Dictyota dan
Padina (Sumich, 1992) Kelompok algae coklat memiliki bentuk yang bervariasi tetapi
hampir sebagia besar jenis-jenisnya berwarna coklat atau pirang. Warna tersebut
tahan dan tidak berubah walaupun algae ini mati atau kekeringan. Hanya pada
beberapa jenis warnanya misal pada sargassum, warnanya akan sedikit berubah
menjadi hijau kebiru-biruan apabila mati kekeringan. Ukuran thalli atau rumpun
beberapa jenisnya sudah lebih tinggi dari jenis-jenis algae merah dan hijau, misal
dapat mencapai sampai sekitar tiga meter (Wanda, 1988) Thallus berbentuk
lembaran, bulatan atau batangan yang bersifat lunak atau keras. Mengandung pigmen
fotosintetik yaitu carotenes, fucoxanthin, chlorophyl a dan dengan warna pirang atau
coklat. Dalam dinding sel terdapat cellulosa dan asam alginik. Produk fermentasinya
adalah polosakarida berupa mannitol dan lamminaran. Pembiakan berlangsung
dengan jalan sexual dan nonsexual dan sel reproduktifnya memiliki flagella (Wanda,
1988).
Berikut beberapa jenis alga Phaeophyta, antara lain ;
a) Dictyota pinnatifida
Tanaman coklat muda dalam warna, hingga 10cm tingginya, terikat oleh cakram
cuneate, talus datar, tak beraturan dikotomus bergantian bercabang, 2-3 mm yang
luas, margin keseluruhan, malaikat antar cabang sekitar 80 dengan apeks putaran
(Jha, 2009).
b) Padina australis
Bentuk thalli seperti kipas, membentuk segment-segment lembaran tipis (lobus)
dengan garis-garis berambut radial dan perkapuran di bagian permukaan thallus
daun. Warna coklat kekuning-kuningan atau kadang-kadang memutih karena terdapat
perkapuran. Holdfas berbentuk cakram kecil berserabut. Bagian atas lobus agak
melebar dengan pinggir rata dan pada bagian puncak terdapat lekukan-lekukan yang
pada ujungnya terdiri dari dua lapisan sel. Tumbuh menempel pada batu di daerah
rataan terumbu baik di tempat-tempat yang terkena hempasan ombak langsung
maupun terlindung (Atmadja, 1988).
c) Turbinaria conoides
Bentuk batang silindris, tegak, kasar, terdapat bekas-bekas percabangan. Holfast
berupa cakram kecil dengan terdapat perakaran yang berekspansi radial.
Percabangan berputar sekeliling batang utama. Thallus daun merupakan kesatuan
yang terdiri dari tangkai dan lembaran thallus daun yang umumnya berukuran kecil,
sekitar diameter satu sentimeter, membentuk setengah bulatan melengkung seperti
ginjal (reniformis), pinggir daun bergerigi. Gelembung udara terdapat agak menonjol
di pertengahan daun Receptacle, membentuk rangkaian pada tangkai thallus daun.
Warna thalli coklat muda atau coklat tua denga tinggi rumpu dapat mencapai 75 cm
(Atmadja, 1988).
Kelompok alga coklat memiliki bentuk yang bervariasi tetapi hampir sebagian
besar jenis-jenisnya berwarna coklat atau pirang. Warna tersebut tahan dan tidak
berubah walaupun algae ini mati atau kekeringan. Hanya pada beberapa jenis
warnanya misal pada Sargassum, warnanya akan sedikit berubah menjadi hijau
kebiru-biruan apabila mati kekeringan. Ukuran thalli atau rumpun beberapa jenisnya
sudah lebih tinggi dari jenis-jenis algae merah dan hijau, misal dapat mencapai sampai
sekitar tiga meter (Wanda, 1988 dalam Palallo, 2012).
a. Pigmentasi
Alga coklat mempunyai klorofil a dan c, alfa dan beta karoten dan beberapa
flavosantin dan leutin. Xantofil (fukosantin dan violaksantin) dalam jumlah banyak
sehingga menyebabkan warna coklat sampai hijau kecoklatan. Pigmen terletak dalam
plastid dengan tilakoid.
b. Cadangan makanan
Berupa laminarin, manitol, dan lemak. Pada beberapa jenis mengandung algin
dan asam alginat sebagai komponen penyusun dinding selnya.
c. Motilitas
Alga coklat tidak ada yang uniseluler. Sel-sel reproduktif baik zoospora maupun gamet
yang mempunuyai flagella yang umumnya terdapat pada bagian lateral yang tidak
sama panjang. Flagel pada bagian anterior yang lebih panjang memiliki tipe tinsel dan
pada bagian yang posterior lebih pendek memiliki tipe whiplash.
d. Dinding sel
Dinding sel menghasilkan asam alginat, banyak terdapat pada tipe-tipe yang disebut
kelp dan fukoid. Asam alginate memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Biasanya
digunakan sebagai stabilizer produk-produk komersial lainnya seperti produk rumput
laut yang dapat dimakan.
3. Divisi Rhodophyta
Algae merah merupakan kelompok algae yang jenis-jenisnya memiliki
berbagai bentuk dari variasi warna. Namun demikian sebagain indikasinya dari segi
warna bahwa itu alga merah, adalah antara lain terjadinya perubahan warna dari
warna aslinya menjadi ungu pabila algae tersebut terkena panas sinar matahari
secara langsung (Atmadja, 1988). Thalli dari alga ini bervariasi mengenai bentuk,
tekstur dan warnanya, bentuk thalli ada yang silindris, gepeng dan lembaran. Rumpun
yang terbentuk berbagai sitem percabangan, ada yang tampak sederhana dan ada
pula berupa percabangan yang kompleks. Warna thalli beranekaragam, ada yang
merah, ungu, pirang, coklat dan hijau. Algae ini mengandung pigmen fotosintetik
berupa karotin, xanthofil, fikobilin dan fikoeretrin penyebab warna merah dan khlorofil
a dan d. Dalm dinding terdapat sellulosa dan produk fotosintetik berupa karaginan,
agar dan lembaran. Pembiakannya dengan jalan penyebaran spora dan gamet serta
fragmentasi. Spora dan gamet umumnya tidak memiliki alat gerak seperti halnya pada
alga hijau dan alga coklat, kebanyakan dari jenis-jenisnya adalah tumbuh di perairan
laut (Atmadja, 1988). Di perairan tropik, alga merah umumnya terdapat di daerah
bawah littoral di mana cahaya sangat kurang. Mereka umumnya berukuran kecil.
Sekelompok alga ini ada yang disebut koralin (coralline), yang menyadap kapur dari
air laut dan menjadi sangat keras seperti batu. Mereka terdapat di terumbu karang
dan membentuk kerak merah muda pada batu karang dan batu cadas (Nybakken,
1992). Berikut beberapa jenis alga rhodophyta, antara lain ;
a. Acanthopora muscoides
Bentuk thallus silindris, berduri tumpul seperti bulatan lonjong. Tumbuh melekat pada
batudi daerah rataan terumbu karang (Juneidi, 2004).
b. Gracilaria coronopifolia
Bentuk Thalli berbantuk tegak membentuk kemerahan rumpun lebat keunguan,
percabangan tidak teratur dan hidup menempel pada substrat berbatu pada ekosistem
terumbu karang (FAO, 1998).
c. Amphiroa fragillissima
Thallus membentuk rumpun rimbun, percabangan dichotomous bersegmen.
Substansi calcareous (berkapur), mudah patah (getas), warna pirang atau krem.
Tumbuh pada batu di daerah rataan pasir atau menempel pada substrat dasar dan
menyebar di daerah padang lamun maupun terumbu karang (Wanda, 1988).
6. Peranan Alga
6.1 Peranan Makroalga
Alga sejak dahulu telah dimanfaatkan oleh manusia sebagai makanan dan
obat-obatan. Alga dijadikan bahan makanan karena mengandung komposisi utama
sebagai bahan pangan yaitu karbohidrat. Sebagian besar karbohidrat terdiri sebagai
bahan gumi, maka hanya sebagian kecil saja yang dapat diserap dalam pencernaan
manusia, sehingga baik juga untuk di gunakan sebagai bahan diet makanan.
Kandungan protein dan lemak juga sangat sedikit. Begitu pula dengan kandungan
mineralnya, yang paling banyak terdiri dari natrium dan kalsium. Kadar airnya cukup
besar terutama alga laut yaitu mencapai 80-90 persen.
Kandungan gizi alga yang terpenting adalah pada trace element, khususnya
yodium. Sehingga orang yang banyak mengkonsumsi alga laut terhindar dari penyakit
gondok yang disebabkan karena kekurangan zat yodium. Dalam dinding sel alga laut
yang terdiri dari senyawa polisakarida yaitu selullosa yang mengandung
bahan phycocholloid yang dapat diekstrak untuk dimanfatkan sebagai bahan baku
dalam berbagai industri, yaitu mengandung agar, karaginan dan asam alginat, yang
dapat diekstrak untuk dipakai dalam industri makanan, tekstil, farmasi dan industri
kertas, pupuk, dan lain-lain. Sehingga alga ini mempunyai nilai ekonomis.
Kordi (2010) bahwa ada 56 jenis alga yang telah di manfaatkan di Indonesia,
yang meliputi 16 jenis alga hijau, 9 jenis alga coklat dan 31 jenis alga merah.
Selanjutnya Anggadiredja et al (1996) berhasil menginventarisir 61 jenis dari 27 famili
rumput laut yang sudah bisa dijadikan makanan oleh masyarakat wilayah pesisir dan
21 jenis dari 12 famili yang telah digunakan sebagai obat tradisional. Dan ada 10 jenis
alga paling banyak dibudidayakan di belahan dunia. Sedangkan Jenis alga yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pembuatan kertas. Adalah Ptilophora sp .
Agar adalah produk kering tidak berbentuk (amorphous), mempunyai sifat seperti
gelatin, dan merupakan hasil ekstraksi non nitrogen. Tidak semua alga menghasilkan
agar, hanya alga merah yang masuk dalam kelompok agarophyta-lah yang
memproduksi agar. Sifat-sifat agar antara lain, dengan kemurnian tinggi tidak larut
dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas, etanolamida dan foramide. Pada suhu
32C 39C berbentuk solid dan tidak mencair pada suhu dibawah 85C. Dalam
keadaan kering alga sangat stabil, pada suhu tinggi dan pH rendah akan mengalami
degradasi. Agar memiliki daya gelasi yang cukup baik, dan komponen agar yang
bertanggung jawab atas daya gelasi tersebut adalah agarose.

6.2 Peranan Mikroalga


Aplikasi mikroalga dalam industri akuakultur adalah sebagai sumber pakan
alami yang kaya akan nutrisi dan bersifat aman bagi lingkungan akuatik. Fitoplankton
atau mikroalga mempunyai peran mensintesa bahan organik dalam lingkungan
perairan. Mikroalga melakukan aktifitas fotosintesa untuk membentuk molekul-
molekul karbon komplek. Aktifitas fotosintesis ini dilakukan melalui larutan nutrien dari
beberapa sumber yang diasumsi dengan bantuan pencahayaan sinar matahari/energi
lampu neon untuk membentuk sel-sel baru menjadi produk biomassa.
Di perairan alami, mikroalga dominan memberikan konstribusi untuk
memroduksi biomassa dalam sistem perairan laut, estuarin dan sungai. Walaupun
sedikit pengaruh kombinasi dari sejumlah sel-sel. Fitoplankton akan dikonsumsi oleh
hewan baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi di dalam ekosistem perairan yang
digambarkan melalui jaring-jaring makanan (food web). Alur daripada jaring makanan
menerima energinya dari hasil sintesa biomonukuler melalui tumbuhan mikroskopis.
Contoh produksi pada permukaan perairan laut kira-kira 50 gr C/m/tahun dimana
diasumsikan semua fitoplankton yang ada di dalam sistem perairan melakukan proses
fotosintesa. Dengan demikian peran fitoplankton didalam sistim perrairan mempunyai
kontribusi terhadap sistem produksi biomassa.
Di dalam proses metabolisme perairan fitoplankton juga mempunyai peran
sebagai pendaur ulang nutrien. Sel mikroalga mengabsorbsi nutrien-nutrien primer
seperti: amoniak , urea, nitrat, phospat, potassium, dan metal seperti Fe, Cu, Mg, Zn,
Mo, dan Fanadium. Selain itu, beberapa vitamin seperti vitamin B12, vitamin B6 dan
vitamin B1 merupakan unsur esensial yang mendukung pertumbuhan beberapa
spesies atau kebanyakan spesies mikroalga.
Mikroalga juga mempunyai kandungan pigmen esensial seperti astaxanthin,
zeaxanthin, chlorophil, phycocyanin dimana akan memperkaya pewarnaan dan
kesehatan di dalam kehidupan ikan dan invertebrata, misalnya dari tris elemen iodin
di dalam sistem perairan telah diberikan oleh sel mikroalga dan itu merupakan zat
penting bagi kemampuan daya tahan tubuh semua organisme hidup di perairan.
Pemanfaatan mikroalga ini juga mempunyai efek terapi terhadap ikan dan organisme
perairan lainnya dimana beberapa mikroalga bisa menghasilkan semacam antibiotik
dan atau didalam proses metabolismenya mengeluarkan zat antibakteri.
Dalam memproduksi mikroalga dalam jumlah besar dilakukan dengan cara
dikulturkan. Dalam proses kultur mikroalga sama seperti pada penanganan akuakultur
secara umum, dimana kita harus memperhatikan factor fisika, kimia, dan biologi yang
sesuai dengan mikroalga yang akan dikulturkan. Dalam perkembangannya zat
penyubur banyak digunakan dalam menunjang keberhasilan kultur mikroalga.
7. Reproduksi Alga
7.1 Reproduksi secara aseksual
Reproduksi aseksual yaitu di mana suatu organisme baru dihasilkan dari induk
tunggal, tanpa adanya peleburan sel kelamin jantan dan betina. Reproduksi aseksual
dapat terjadi dengan cara pembelahan sel, fragmentasi dan spora. Pembelahan sel
cara biner untuk jenis alga uniselular, dari satu sel menjadi dua sel. Cara fragmentasi
adalah thalus alga dipotong-potong atau dibagi-bagi menjadi beberapa bagian yang
kemudian nantinya jika hidup pada substrat yang cocok akan tumbuh menjadi individu
yang baru. Kemudian reproduksi aseksual dengan cara spora adalah dimana spora
dapat diproduksi dalam sel vegetatif yang normal atau sel khusus. Spora yang
dikeluarkan akan membentuk individu yang baru. Spora dapat bersifat motil maupun
non motil. Pada Reproduksi aseksual, Individu baru yang dihasilkan adalah sama
persis dengan induknya. Pada makro alga lebih khusus pada alga merah Gracilaria
sp. tetraspora yang dihasilkan oleh alga tetrasporophyte akan mengalami meosis
terlebih dahulu sehingga terjadi reduksi jumlah kromosom terbagi yang tadinya diploid
menjadi haploid. Spora ini akan tumbuh menjadi individu yang baru yaitu alga
gametophyte jantan dan betina yang haploid, dan hidup bebas di alam.
7.2 Reproduksi secara seksual
Reproduksi seksual terjadi karena adanya penyatuan gamet jantan dan betina.
Gamet mungkin identik dalam bentuk dan ukuran (isogamy) dan (heterogamy) yang
berbeda. Beberapa bentuk sederhana alga seperti Spirogyra bereproduksi dengan
metode konjugasi reproduksi seksual. Dalam proses konjugasi, dua untai berserabut
(atau dua organisme) dari bahan jenis alga yang sama pertukaran genetik melalui
tabung konjugasi. Antara dua untai, salah satu bertindak sebagai donor dan lain
berfungsi sebagai penerima. Setelah bertukar materi genetik, dua alur terpisah dari
satu sama lain. Penerima kemudian dapat menimbulkan organisme diploid. Proses
reproduksi secara seksual pada alga yang lebih maju lagi jaringan reproduksinya,
dimulai ketika alga gametofit jantan dan gametophyte betina dewasa menghasilkan
gamet haploid melalui pembelahan sel mitosis, yang kemudian melebur menjadi satu
(fertilisasi) untuk membentuk zigot diploid yang berkembang menjadi tumbuhan
sporophyte atau tetrasporophyte. Jadi pada alga kedua macam reproduksi (aseksual
dan seksual) dapat berlangsung di dalam satu siklus hidupnya. Dan akan terjadi
pergantian generasi dari generasi tetrasporophyte atau sporophyte yang diploid (2n)
menjadi generasi gametophyte haploid (1n) yang hidup bebas di alam (Free living)
.Tetapi ada juga dimana kedua fase tersebut ada bersamaan hidup bebas di alam.
Apabila kedua generasi alga tersebut dalam penampilan/ penampakan thalusnya
terlihat sama disebut isomorphik dan jika berbeda disebut heteromorphik. Contoh alga
isomorfik yang siklus hidupnya triphase yaitu Gracilaria sp.

Vous aimerez peut-être aussi