Vous êtes sur la page 1sur 11

MASAGUNG BLOG'S

TUKANG PERBAN DARI DESA YANG BEKERJA DI SUDUT IBUKOTA JAWA TENGAH MENCOBA UNTUK
BELAJAR MENULIS BERDASARKAN ILMU YANG KUDAPAT DALAM PERKULIAHAN DAN DARI
PENGALAMAN PENGALAMAN SEBAGAI SEORANG PERAWAT SEMOGA BERMANFAAT BAGI DIRI SAYA
DAN ORANG LAIN

Senin, 07 Maret 2011

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN MOBILISASI

A. Pengertian

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi
(Mubarak, 2008).

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali
fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera
mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan
geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya
(Mubarak, 2008).

B. Penyebab

Faktor-faktor yang mempngaruhi mobilisasi

1. Gaya hidup

Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan
tempat ia tinggal (masyarakat).

2. Ketidakmampuan

Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari. Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :

a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya : paralisis akibat
gangguan atau cedera pada medula spinalis).

b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer (misalnya :
kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh
terhadap mobilitas.

3. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini cadangan energi yang
dimiliki masing-masing individu bervariasi.

4. Usia

Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu
lansia, kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan
(Mubarak, 2008)

C. Klasifikasi

Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain :

1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh
faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat
berfungsi sebagaimanamestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak

3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan
seseorang yang dicintai

4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi
akibat penyakit.(Mubarak, 2008).

Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-
ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan
(Carpenito, 2000).

D. Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi,
ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe
kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan
Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran
skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung
dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui
kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran
darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka
pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:

- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini.Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.

- Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan


kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami
penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.

- Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak
dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .

- Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh
ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi
engsel seperti sendi interfalang pada jari.

- Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi
menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu
fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non
elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung
bergerak.

- Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan
tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
- Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan
penyakit, seperti osteoarthritis.

- Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di
konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.

- Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan aktifitas
otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau
berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.Proprioseptor
memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

E. Pathway

Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia

Iskemia

Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu

Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal

Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun

edema serebral TIK meningkat


Gangguan perfusi
jaringan

perfusi otak menurun herniasi otak

nekrosis jaringan otak kematian

defisit neurologis

lobus frontalis lobus


temporalis lobus parietalis lobus oksipitalis

Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri

Gangguan mobilisasi

F. Pengkajian Keperawatan

1. Aspek biologis

a. Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan
muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap
pekembangan individu.

b. Riwayat keperawatan. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada
sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan
atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.

c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi
terhadap sistem tubuh.

2. Aspek psikologis

Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien terhadap
masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.

3. Aspek sosial kultural

Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi
akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain

4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan
kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya?
Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain
(Asmadi, 2008).

G. Diagnosa Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas

2. Gangguan mobilitas fisik

3. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

H. Intervensi Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)

Intoleransi Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi


aktivitasberhubungan keperawatan selama . x 24jam
dengan Kelemahan - Tentukan penyebab
:
keletihan: :nyeri, aktifitas,
umum
- Klien mampu mengidentifikasi perawatan , pengobatan
aktifitas dan situasi yang
menimbulkan kecemasanyang - Kaji respon emosi, sosial dan
berkonstribusi pada intoleransi spiritual terhadap aktifitas.
aktifitas. - Evaluasi motivasi dan
- Klien mampu berpartisipasi keinginan klien untuk
dalam aktifitas fisik tanpa meningkatkan aktifitas.
disertai peningkatan TD, N, RR - Monitor respon
dan perubahan ECG kardiorespirasi terhadap
- Klien mengungkapkan secara aktifitas : takikardi, disritmia,
verbal, pemahaman tentang dispnea, diaforesis, pucat.
kebutuhan oksigen, pengobatan - Monitor asupan nutrisi untuk
dan atau alat yang dapat memastikan ke adekuatan
meningkatkan toleransi sumber energi.
terhadap aktifitas.
- Monitor respon terhadap
- Klien mampu berpartisipasi pemberian oksigen : nadi,
dalam perawatan diri tanpa irama jantung, frekuensi
bantuan atau dengan bantuan Respirasi terhadap aktifitas
minimal tanpa menunjukkan perawatan diri.
kelelahan - Letakkan benda-benda yang
sering digunakan pada tempat
yang mudah dijangkau

- Kelola energi pada klien


dengan pemenuhan
kebutuhan makanan, cairan,
kenyamanan / digendong
untuk mencegah tangisan
yang menurunkan energi.

- Kaji pola istirahat klien dan


adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.

Terapi Aktivitas

- Bantu klien melakukan


ambulasi yang dapat
ditoleransi.

- Rencanakan jadwal antara


aktifitas dan istirahat.

- Bantu dengan aktifitas fisik


teratur : misal: ambulasi,
berubah posisi, perawatan
personal, sesuai kebutuhan.

- Minimalkan anxietas dan


stress, dan berikan istirahat
yang adekuat

- Kolaborasi dengan medis


untuk pemberian terapi,
sesuai indikasi

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan : Kerusakan sensori persepsi.

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)

Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan


fisik berhubungan keperawatan selama ...x 24 jam
dengan : Kerusakan klien menunjukkan: - Ajarkan dan berikan
sensori persepsi. dorongan pada klien untuk
melakukan program latihan
- Mampu mandiri total secara rutin

- Membutuhkan alat bantu Latihan untuk ambulasi

- Membutuhkan bantuan orang - Ajarkan teknik Ambulasi &


lain perpindahan yang aman
kepada klien dan keluarga.
- Membutuhkan bantuan orang
lain dan alat - Sediakan alat bantu untuk
klien seperti kruk, kursi roda,
- Tergantung total dan walker
Dalam hal : - Beri penguatan positif untuk
- Penampilan posisi tubuh yang berlatih mandiri dalam
benar batasan yang aman.

- Pergerakan sendi dan otot Latihan mobilisasi dengan


kursi roda
- Melakukan perpindahan/
ambulasi : miring kanan-kiri, - Ajarkan pada klien &
berjalan, kursi roda keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda & cara
berpindah dari kursi roda ke
tempat tidur atau sebaliknya.

- Dorong klien melakukan


latihan untuk memperkuat
anggota tubuh

- Ajarkan pada klien/ keluarga


tentang cara penggunaan
kursi roda

Latihan Keseimbangan

- Ajarkan pada klien &


keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan
ataupun dalam aktivitas sehari
hari.

Perbaikan Posisi Tubuh yang


Benar

- Ajarkan pada klien/


keluargauntuk mem
perhatikan postur tubuh yg
benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.

- Kolaborasi ke ahli terapi fisik


untuk program latihan.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan :Kerusakan neurovaskuler

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)

Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Bantuan Perawatan Diri: Mandi,


diri berhubungan keperawatan selama... x24 jm higiene mulut, penil/vulva,
dengan :Kerusakan rambut, kulit
neurovaskuler Klien mampu :
- Kaji kebersihan kulit, kuku,
- Melakukan ADL mandiri : rambut, gigi, mulut, perineal,
mandi, hygiene mulut ,kuku, anus
penis/vulva,
rambut,berpakaian, toileting, - Bantu klien untuk mandi,
makan-minum, ambulasi tawarkan pemakaian lotion,
perawatan kuku, rambut, gigi
- Mandi sendiri atau dengan dan mulut, perineal dan anus,
bantuan tanpa kecemasan
sesuai kondisi
- Terbebas dari bau badan dan
- Anjurkan klien dan
mempertahankan kulit utuh keluarga untuk melakukan oral
- Mempertahankan hygiene sesudah makan dan bila
kebersihan area perineal dan perlu
anus - Kolaborasi dgn Tim Medis /
- Berpakaian dan melepaskan dokter gigi bila ada lesi, iritasi,
pakaian sendiri kekeringan mukosa mulut, dan
gangguan integritas kulit.
- Melakukan keramas, bersisir,
bercukur, membersihkan Bantuan perawatan diri :
kuku, berdandan berpakaian

- Makan dan minum sendiri, - Kaji dan dukung kemampuan


meminta bantuan bila perlu klien untuk berpakaian sendiri

- Mengosongkan kandung - Ganti pakaian klien setelah


kemih dan bowel personal hygiene, dan pakaikan
pada ektremitas yang sakit/
terbatas terlebih dahulu,
Gunakan pakaian yang longgar
- Berikan terapi untuk
mengurangi nyeri sebelum
melakukan aktivitas berpakaian
sesuai indikasi

Bantuan perawatan diri : Makan-


minum

- Kaji kemampuan klien untuk


makan : mengunyah dan
menelan makanan

- Fasilitasi alat bantu yg mudah


digunakan klien

- Dampingi dan dorong keluarga


untuk membantu klien saat
makan

Bantuan Perawatan Diri:


Toileting

- Kaji kemampuan toileting:


defisit sensorik
(inkontinensia),kognitif(menahan
untuk toileting), fisik (kelemahan
fungsi/ aktivitas)

- Ciptakan lingkungan yang


aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan jaga
privasi selama toileting

- Sediakan alat bantu


(pispot, urinal) di tempat yang
mudah dijangkau

- Ajarkan pada klien dan keluarga


untuk melakukan toileting secara
teratur

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.

Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil
NOC. Jakarta : EGC.

Vous aimerez peut-être aussi