Académique Documents
Professionnel Documents
Culture Documents
Oleh :
NPM 3210056
Nama & Tanda Tangan Nama & Tanda Tangan Nama & Tanda Tangan
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa
B. Rentang Respon
Menurut Keliat (1999) respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif
mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang
lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan.
Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari
ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan
yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol
oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia
berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun
terhadap orang lain.
C. Faktor Predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang mungkin menjadi faktor predisposisi
yang mungkin atau tidak mungkin terjadi jika faktor berikut dialami oleh individu:
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami bisa menimbulkan frustasi yang kemudian akan timbul
agresif atau amuk.
b. Perilaku
Reinforcement yang diterima ketika melakukan kekerasan, sering mengobservasi
kekerasan, merupakan aspek yang menstimuli mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial Budaya
Budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif ) dan kontrol sosial yang
tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan diterima (permissive).
d. Bioneurologis
Banyak pendapat bahwa kerusakan system limbic,lobus frontal,lobus temporal dan
ketidakseimbangan neurotransmiter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan.
D. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus dapat bersumber dari lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Disebabkan tidak percaya diri dan juga dipengaruhi faktor lingkungan misalnya,
lingkungan yang rebut, padat, penghinaan, dan kehilangan dari interaksi sosial seperti
adanya konflik.
Faktor presipitasi juaga dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan (Keliat, 2004).
E. Pohon Masalah
F. Manifestasi Klinis
1. Fisik
Mata melotot pandangan tajam
Tangan mengepal
Rahang mengatup
Wajah memerah
Postur tubuh kaku
2. Verbal
Mengancam
Mengumpat dengan kata-kata kasar
Suara keras
Bicara kasar, ketus
3. Perilaku
Menyerang orrang
Melukai diri sendri dan orang lain
Merusak lingkungan
Amuk/agresif
G. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakoterapi
Klien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efektif tinggi contohnya
Clorpromazine HCL yang berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak
ada dapat digunakan dosis efektif rendah, contohnya Trifluoperasine estelasine, bila
tidak ada juga maka dapat digunakan Transquilizer bukan obat anti psikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai efek anti tegang, anti
cemas, dan anti agitasi.
a. Anti Psikoltik Atipikal
Klozapin (Clozaril) 50 mg
Rispiridon (risperdal) 1-2 mg
Olanzapin (zyprexa) 2-3 mg
Quentiapin (seroquel) 50-100 mg
Ziprasidon (geodon)
b. Anti Psikotik Tipikal
Fenotiazine
Klorpomazine (Thorazine)100 mg
Tioridazine (Mellaril) 100 mg
Mesoridazine (Serentil) 50 mg
Perfenazine (Trilafon) 10 mg
Trifluoperazine (Stelazine) 5 mg
Flufenazine (Prolixin) 2 mg
Flufenazine Dekanoat (Prolixin Decanoat) 12,5-50 mg
Tioksanten
Tiotiksen (navane) 5 mg
Butirefenon
Haloperidol (Hadol) 2 mg
Haloperidol Dekanoat (Hadol Dekanoate) 50-500 mg
Dibenzoksazepin
Loksapin (Loxinate) 15 mg
Dibidroindolon
Molindon (Moban) 10 mg
Difenibutilpiperidin
Pimozid (Orap) 2 mg
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan pemberian
pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan kegiatan dan
mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus
diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran, main catur
dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu
diajak berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi
dirinya. Terapi ini merupakan langkah awal yangb harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannyan seleksi dan ditentukan program
kegiatannya.
3. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan system pendukung utama yang memberikan perawatan langsung
pada setiap keadaan(sehat-sakit) klien. Perawat membantu keluarga agar dapat
melakukan lima tugas kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada
pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan
dapat mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptive (pencegahan skunder) dan memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku
adaptif (pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan kieluarga dapat
ditingkatkan secara opti9mal. (Budi Anna Keliat,1992).
4. Terapi somatic
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi somatic terapi yang
diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang
mal adaftif menjadi perilaku adaftif dengan melakukan tindankan yang ditunjukkan
pada kondisi fisik klien, tetapi target terapi adalah perilaku klien
5. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau elektronik convulsive therapy (ECT) adalah bentuk terapi
kepada klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik
melalui elektroda yang ditempatkan pada pelipis klien. Terapi ini ada awalnya
untukmenangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya dilaksanakan
adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
H. Asuhan Keperawatan
1. Data yang perlu dikaji
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan
perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan. Pengumpulan
data. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi
terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka
merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama
dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti
rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit
hati, menyalahkan dan menuntut.
Aspek intelektual. Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan
melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi
dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai
suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.
Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.
Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku
yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan
Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu
secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan
spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan
cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah
meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Klasifiaksi data
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2
macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data
yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan
melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data
obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui
obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan
permasalahan yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon
masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut.
Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
Obyektif:
Mata melotot dan pandangan tajam
Tangan mengepal
Wajah memerah dan tegang
Suara keras
Postur tubuh kaku
Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain
sebagai berikut:
Ketidakmampuan mengendalikan dorongan amarah
Stimulus lingkungan
Konflik interpersonal
Status mental
Putus otot
Penyalahguanaan narkoba/alkohol
2. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
a. Perilaku kekerasan
b. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
c. Perubahan persepsi sensori (halusinasi)
d. Harga diri rendah kronis
e. Isolasi sosial
f. Berduka disfungsional
g. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif
h. Koping keluarga inefektif
3. Harga Diri TUM: a. Ekspresi Wajah bersahabat , Bina hubungan saling percaya dengan
Rendah (HDR) Pasien dapat mengontrol menunjukkan rasa scaang, ada mengungkapkan prinsip komunikasi
perilaku kekerasan pada saat kontak mata, mau berjabat tangan, tcrapeutik Sapa pasien dengan ramah laik
berhubungan dengan orang mau menyebutkan nama, mau verbal maupun non verbal
lain menjawab salam, klien mau a. Perkenalkan diri dengan sopan
TUK : duduk berdampingan dengan b.Tanyakan nama iengkap pasien dan nama
1. PPasien dapat membina perawat, mau mengutarakan panggilan disukai pasien
hubungan saling percaya masalah yang dihadapi c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Jujur dan menepati janji
e. Tunjukkan siknp empati dan menerima pasien
apa adanya
f. Beri perhatian kepada pasien dan perhatikan
kebutuhan dasar pasien
TUK : a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
Daftar kemampuan yang dimiliki
2. pasien di rumah sakit, rumah, dimiliki buat daftarnya
Pasien dapat sekolah dan tempat kerja Setiap bertemu pasien dihindarknn dari
mengidentifikasi b. Daftar positif keluarga pasien metnberi penilni; negatif
kemampuan dan aspek c. Daftar positif lingkungan pasien Utamakan memberi pujian yang realistic pada
positif yang dimilik kemampuan dan aspek positif pasien
TUK a. Pasien menilai kemampuan yang Diskusikan dengan pasien kemampuan yang
3. digunakan masih dapat digunakan selama sakit
Pasien dapat menilai b. Pasien memiliki kemampuan Diskusikan kemampuan yang dapat
kemampuan yang yang dapat digunakan di rumah dilanjutkan pengguna di rumah sakit
digunakan Berikan pujian
TUK : a. Pasien menilai kemampuan yang Meminta pasien untuk:memilih satu kcgiatan
4. akan . dilatih yang mau dilakukan di rumah sakit
Pasien dapat menetapkan b. Pasien mencoba Susunan jadwal Bantu pasien melakukannya jika perlu beri
dan merencanakan kegiatan harian contoh
sesuai dengan kemampuan Beri pujian atas keberhasilan pasien.
yang dimiliki Diskusi kaji jadwal kegiatan harian atas
kegiatan yang telah dilatih
Catatan : Ulangi untuk kemampuan lain
sampai semua selesai
TUK: a. Pasien melakukan kegiatan yang Beri kesempatan pada pasien untuk mencoba
5. PPasien dapat melakukan telah di latih (mandiri, dengan kcgiatan yang telah direncanakan
kegiatan sesuai kondisi sakit bantuan atau tergantung) Beri pujian atas keberhasian pasien
dari kemampuannya b. Pasien marnpu melakukan Diskusikan kemungkinan penaksiiran di
beberapa kegiatan secara mandiri rumah
TUK : a. Keluarga memberi dakungan dan Beri pendidikan kcschatan pada keluarga
6. pujian tentang cara merawat pasien dengan harga
Pasien dapat memanfatkanb. Keluarga memahami jadwal diri rcndah
system pendukung yang ada kegiatan harian pasien Bantu keluarga memberikan dukungnn
selama pasien dirawat.
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
rumah
Jelaskan cara pelaksmann jadwal kegiatan
pasien di rumah
Anjurkan memberi pujian pada pasien setiap
berhasil
DAFTAR PUSTAKA
Carpento, L.J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan), Edisi 8. Jakarta: EGC
Haswari, Dadang. 2001. Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia. Jakarta: FKUI.
Townsend C. Mary. 1998. Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran,
EGC.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, edisi 3. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.